SYOK ANAFILAKSIS
Disusun oleh :
Muhammad Rayhan
1102013183
Pembimbing :
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang
berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis)
justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau
anaphylaxis).
Syok anafilaksis adalah suatu respon hipersensivitas yang diperantai oleh
Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan
arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antibody yang timbul
segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan
salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh
adanya hipotensi yag nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai
kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian3
2.2 Epidemiologi
Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh bereaksi dengan antigen yang
dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel darah putih kemudian
memproduksi antibodi dalam hal ini adalah IgE yang bersirkulasi pada peredaran darah dan
bereaksi dengan benda asing yang masuk.
Anafilaksis terdiri dari kombinasi berbagai gejala yang bisa muncul beberapa
detik,menit, sampai beberapa jam setelah terpapar alergen. Manifestasi klinis anafilaksis
yang sangat bervariasi terjadi sebagai akibat berbagai macam mediator yang dilepaskan dari
sel mastosit dan basofil yang memiliki sensitivitas yang berbeda pada setiap organ yang
dipengaruhinya. Manifestasi klinis dari anafilaksis sangat bervariasi yaitu dari yang bersifat
ringan, sedang, sampai berat. Syok anafilaksis merupakan contoh manifestasi klinis yang
berat. Walaupun demikian, sebab kematian utama dari anafilaksis adalah syok dan obstruksi
saluran pernafasan.
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran:
1. Prodromal: Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak enak di dada,
dan perut, rasa gatal di hidung dan Palatum.
2. Pernapasan :
a. Hidung : hidung gatal, bersin, dan tersumbat
b. Laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema
c. Lidah : edema, sulit menelan
d. Bronkus : batuk, sesak, mengi, spasme.
3. Kardiovaskuler : pingsan/kehliangan kesadaran, palpitasi, takikardia, hipotensi
sampai syok, aritmia, peninngkatan permeabilitas vaskular( ekstravasasi cairan
cepat), kelainan EKG (gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard),
cardiac arrest
4. Gastrointestinal : disfagia, mual, muntah, kolik,diare yang kadang-kadang disertai
darah, peristaltik usus meninggi.
5. Kulit : eritema, urtika, angiodema di bibir, muka, atau ekstermitas.
6. Mata : gatal, lakrimasi
7. Susunan saraf pusat : gelisah, kejang, pusing, kebingungan, sakit 4
Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui beberapa penyebab terjadinya syok nafilaksis, maka dilakukan beberapa tes
untuk mengidentifikasi alergen:
a. Skin test
Indikasii tes kulit digunakan untuk mendeteksi antibodi IgE spesifik alergen inhalan,
makanan, obat-obatan ataupun racun. Suatu cara yang sering digunakan untuk
mengevaluasi sensitivitas alerginya. Pemeriksaan ini dilakukan secara invivo dengan
uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu dengan uji tusuk (prick test), uji
tempel (patch test), intradermal testing (IDT) dan uji intrakutan atau intradermal yang
tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET).
Uji tusuk (prick test)
Prosedur Prick Test :
Prick Test atau tes cukit sering kali dilakukan pada bagian volar lengan
bawah. Pertama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar dan ditandai
area yang akan ditetesi dengan ekstrak alergen. Tanda yang diberikan mempunyai
jarak antara satu dengan yang lain sekitar 2-3 cm. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes
larutan alergen (histamine/control positif) dan larutan kontrol (buffer/control
negative) menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.7,8
Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 150-300 menembus lapisan
epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan.
Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15
– 20 menit dengan menilai bentol yang timbul.12
Untuk menilai pemeriksaan prick test dilakukan pengukuran bentol
berdasarkan The Standardization Committee of Northern (Scandinavian) Society of
Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol
positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai
berikut :12,13
• Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
• Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
• Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul
besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.
• Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bentol
histamin dinilai ++++ (+4).12
Uji tempel (patch test)
Patch testing atau tes tempel merupakan metode yang digunakan untuk
mendeteksi zat yang memberikan alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit.
Metode ini sering digunakan untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak yang
merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat
dalam 2-3 hari.
Pemeriksaan patch test biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan
menggunakan prick test memberikan hasil yang negatif.
Pada pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25–150 material yang dimasukkan ke
dalam chamber plastik atau aluminium dan diletakkan di belakang punggung.
Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan ditempelkan
bahan alergen tersebut. Setelah ditempelkan kemudian dibiarkan selama 48 - 72 jam.
Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang
muncul dan warna kemerahan.
Hasil yang dinilai atau didapatkan bisa berupa :
Negatif (-)
Reaksi iritasi (IR)
Meragukan/tidak pasti (+/-)
Positif lemah (+)
Positif kuar (++)
Reaksi yang ekstrem (+++)
Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, pustul folikuler dan reaksi seperti
terbakar. Reaksi positif lemah berupa warna merah jambu yang sedikit
menonjol atau plak berwarna merah. Reaksi positif kuat berupa papulovesikel
dan reaksi yang lebih berat berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang
relevan tergantung dari jenis dermatitis dan alergen yang spesifik. Interprestasi
dari hasil yang didapatkan membutuhkan pengalaman dan latihan.13.12
Tehnik pemeriksaan tes intradermal mengalami beberapa modifikasi. Pada saat ini
prosedur tes intradermal digambarkan dengan menggunakan jarum 26-30 G untuk
menyuntikkan secara intradermal sebagian dari antigen, berbagai macam laporan
mengatakan batasannya 0,01-0,05 ml. Batasan dari konsentrasi ekstrak adalah 1 : 500
sampai 1 : 1000. Test dinilai setelah 10 – 15 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca
setelah 24 – 48 jam. Wheal dan eritema merupakan tanda dan tingkatan dalam skala
subjektif adalah 0 - +4.13.14
Skin endpoint titration (SET)
Skin endpoint titration (SET) adalah bentuk tes kulit intradermal yang
menggunakan peningkatan dosis antigen untuk menentukan konsentrasi perubahan
reaksi dari negatif ke positif. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis gangguan alergi,
dan merupakan alternatif yang potensial untuk tes diagnostik lainnya seperti skin
prick test atau tes in vitro.14.12
d. Serum tryptase
Pemeriksaan serum triptase dapat digunakan untuk mengidentifikasi reaksi anafilaksis
yang baru terjadi atau reaksi lain karena aktivasi sel mast. Triptase merupakan
protease yang berasal dari sel mast. Sampel darah idealnya diambil dalam waktu 1-3
jam setelah serangan anafilaksis. Setelah gejala mereda, 24 jam kemudian diambil
satu sampel darah lagi sebagai acuan dasar. Nilai total serum triptase pada orang sehat
berkisar antara 1-11,4 ng/mL, rata-rata 3-5ng/mL. 3.6.8
2.7 Diagnosis Banding
2.8 Tatalaksana
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu 2-3 kali selama 6 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat
terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan atau kasus berat, harus diobservasi 2-3 kali
selama 24 jam.. Mengonfirmasi faktor pemicu reaksi anafilaksis. Waktu yang optimal untuk
melakukan tes terhadap pemicu alergi adalah 3- 4 minggu setelah episode akut anafilaksis.
Pasien dengan hasil negatif perlu dites lagi beberapa minggu/bulan kemudian. Faktor yang
diketahui melalui anamnesis dapat menyebabkan reaksi anafilaksis perlu dikonfirmasi lagi
dengan skin test dan atau mengukur level allergen-spesific IgE pada serum. Pencegahan
berulangnya reaksi anafilaksis. Menghindari pemicu dan imunomodulasi adalah penangan
yang sangat tepat. Penanganan selanjutnya untuk reaksi anafilaksis diberikan antihistamin
cetirizine atau loratadine.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dari reaksi anafilaksis sendiri sangat jarang terjadi, kebanyakan pasien
pulih sempurna. Namun tetap bisa terjadi iskemik miokardia akibat hipotensi dan hipoksia,
aritmia sebagai efek samping penggunaan vasopressor. Hipoksia dalam waktu lama juga
dapat menyebabkan kerusakan pada otak.9
2.10 Prognosis
Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip kegawatdaruratan, reaksi
anafilaksis jarang menyebabkan kematian maka dari itu prognosis tergantung ketepatan
diagnosis dan penatalaksaannya. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat kambuh kembali
akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan observasi setelah
terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang lebih luas
lagi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu, F. C., Chiou, H. J., Kuo, C. F., Chung, T. T., & Yu, H. P. (2017). Epidemiology
of Anaphylactic Shock and its Related Mortality in Hospital Patients in Taiwan : A
Nationwide Population-Based Study. Shock Society. 48(5) : 525-528
2. Pemayun T. P. D., and ketut Suryana. Seorang penderita syok anafilaktik dengan
manifestasi takikardi supraventrikular. Jurnal Peyakit Dalam Udayana. 2019; 3(2):41-
45.
3. Mustafa, SS. Anaphilaxis. April 8 2013. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/135065-overview2
Accessed on June 3, 2021
4. Deturk S., Shravan R., Anna N. P., and John W. Anaphilaxis shock. September 2019.
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/336525127_Anaphylactic_Shock
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
6. Balentine JR. Severe Allergic Reaction (anaphilactic Shock). 2008. Available at:
http:www.emedicinehealth.com/severe_allergic_reaction_anaphylactic_shock.page2_
em.html
7. Perea A.A, Luciana K. T and Maria L. B. Dec 11 2017. How to manage anaphylaxis
in primary care. Available at: How to manage anaphylaxis in primary care (nih.gov)
Accessed on June 04, 2021
8. Manic monalisa. 2016. Tes Alergi dan Perkembangannya. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/135008-overview2
Accessed on June 04 2021
9. Mustafa S. 2018. Anaphylaxis Clinical Presentation: History, Physical Examination,
Complications. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/135065-
clinical#b3
Accessed on June 04 2021
10. Linzer J. Pediatric Anaphylaxis: Overview, Pathophysiology, Common Triggers of
Pediatric Anaphylaxis [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2016 [cited 2 April
2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/799744-overview#a2
Aeessed on June 04 2021
11. Clinical Practice Guidelines : Anaphylaxis [Internet]. Rch.org.au. 2017 [cited 29
March 2019]. Available at:
https://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/anaphylaxis/
Aeessed on 04 June 2021
12. Medicines to Avoid Before Allergy Skin Testing. American Academy of Otolaryngic
Allergy’s Clinical Care Statement. 2015.
13. Medical Policy. Capital Blue. Allergy testing and immunotherapy. MP-2.001. 2015.