Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

ADIKSI SEKSUAL

Disusun oleh :
Salsabila Ainul Ghalbi
1102016196

Pembimbing:
dr. Citra Fitri Agustina, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 APRIL 2021 – 9 MEI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Adiksi Seksual”. Referat ini disusun
untuk memenuhi tugas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa.
Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Citra Fitri Agustina, Sp.KJ atas
bimbingnnya selama penulis menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan koas atas dukungan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa
referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Jakarta, 29 April 2021


BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan informasi kini berkembang semakin cepat. Seiring


dengan berkembangnya teknologi, penggunaan internet pun kian berkembang. Hal ini
membuat orang – orang semakin mudah untuk mengakses berbagai macam hal melalui
internet, salah satunya adalah konten bermuatan seks.
Mark Kastleman, pakar adiksi pornografi dari USA, memberi nama pornografi
sebagai visual crack cocaine atau narkoba lewat mata (narkolema). Pornografi dalam UU No.
44 tahun 2008 diartikan sebagai “gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Banyak orang yang mengabaikan dampak pornografi, padahal efek negatifnya lebih besar
daripada narkoba dalam hal merusak otak. Tak hanya itu, pecandu pornografi juga lebih sulit
dideteksi dan diobati ketimbang pacandu narkoba. Jika mengkonsumsi narkoba hanya
merusak tiga bagian otak saja, sementara menonton film porno akan ada lima bagian otak
yang terserang. Paparan pornografi menyebabkan perubahan konstan pada neurotransmitter
dan melemahkan fungsi kontrol. Seseorang yang kecanduan pornografi tak bisa mengontrol
perilaku seksnya dan mengalami gangguan memori. Kondisi ini tidak terjadi segera, tetapi
melalui tahapan dan ditandai tindakan impulsif kecanduan perubahan perilaku.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Adiksi Seksual


Perilaku berulang untuk melihat hal-hal yang merangsang nafsu seksual dan kehilangan
kontrol diri untuk menghentikannya (Imawati, 2018).

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Adiksi Seksual


Menurut Greenfield (2004) pornografi dipengaruhi oleh faktor-faktor sepeti berikut:
1. Diri sendiri, seseorang dapat secara aktif mengkonsumsi media pornografi atas
dorongan pada diri sendiri dengan alasan karena ia ingin mengetahui atau penasaran
2. Kecanggihan teknologi, kecanggihan teknologi ini memicu seseorang dengan mudah
untuk mencari atau mengakses media pornografi
3. Teman sebaya, remaja yang aktif dengan media pornografi ini biasanya dipengaruhi
oleh teman sebayanya yang aktif juga mencari data porno dan secara umum setelah
menemukan data porno tersebut kemudian umumnya akan ditonton atau dilihat
dengan orang lain (teman)
4. Keluarga, kurangnya pengawasan dari keluarga dan minimnya hubungan komunikasi
tertutama dalam hal pendidikan seksualitas dan pengalaman-pengalaman seksual yang
diberikan oleh keluarga.
5. Kurangnya sarana dan prasarana dan wadah - wadah yang menampung bakat
seseorang (Novita, 2018).

2.3 Patofisiologi Adiksi Seksual


Otak manusia terbagi menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah Pre-Frontal Cortex
(PFC). PFC merupakan bagian terdepan dari lobus frontal, lobus korteks terbesar yang
berisi lima bidang utama untuk fungsi neuropsikiatri (planning, organizing, problem
solving, selective attention, personality), fungsi motorik dan memediasi fungsi intelektual
yang lebih tinggi (higher cognitive functions) termasuk emosi dan perilaku. PFC pada
manusia mengurus, mengintergrasikan, memformulasikan, memilih, memonitor,
memodifikasi dan menilai semua kegiatan sistem saraf yang ada.
Sistem kerja PFC dapat rusak karena dua hal, yaitu benturan kuat di kepala bagian
depan dan zat kimiawi. Zat kimiawi yang berperan dalam merusak PFC antara lain adalah
narkotika, psikotropika, zat adiktif/NAPZA dan pornografi. Otak akan merangsang
produksi dopamin dan endorfin, yaitu suatu zat yang membuat rasa senang dan merasa
lebih baik. Dalam kondisi normal, zat-zat ini akan sangat bermanfaat untuk membuat
orang sehat dan menjalankan hidup dengan lebih baik. Namun pada pecandu pornografi,
otak akan mengalami hyperstimulating (rangsangan yang berlebihan), sehingga otak akan
bekerja dengan sangat ekstrem kemudian mengecil dan rusak. Cara kerja pornografi
dalam merusak PFC yaitu berasal dari hormone dopamine yang membanjiri PFC
sehingga kemampuan dasar PFC yaitu perencanaan masa depan, memahami,
mengendalikan diri, berfikir kreatif dan ini adalah bagian dari kepribadian manusia
menjadi tidak dapat bekerja maksimal sehingga menjadi tumpul dan secara berkala
kepribadian seseorang berubah. Seseorang yang sebelumnya memiliki kepribadian
tenang, mampu menyelesaikan masalah dengan maksimal dan efektif, pengendalian
emosi yang sebelumnya sangat baik bisa menjadi rusak dan tidak terkontrol (Imawati,
2018).

2.4 Ciri – ciri Adiksi Seksual


- Kegagalan berulang melawan impuls untuk melihat pornografi
- Usaha berkelanjutan, namun gagal untuk menghentikan, mengurangi atau mengontrol
perilaku
- Banyak waktu yang dihabiskan untuk melihat pornografi dan atau melakukan
aktivitas seksual (termasuk masturbasi, dilakukan dengan objek atau orang lain)
- Preokupasi dengan fantasi serta pikiran seksual
- Mengabaikan tanggung jawab, pekerjaan, akademik, rumah tangga dan sosial untuk
melihat pornografi
- Melanjutkan perilaku meskipun ada dan mengetahui konsekuensinya
- Waktu yang diperlukan untuk menikmati pornografi lebih sering dan kuat
- Membatasi aktivitas sosial, pekerjaan, rekreasi untuk menemukan dan melihat
pornografi
- Adanya penderitaan, kegelisahan dan iritabilitas jika tidak dapat melihat pornografi
(withdrawal) (PDSKJI, 2018).
Berikut ciri – ciri adiksi seksual menurut American Society of Addiction Medicine

2.5 Dampak Adiksi Seksual


Suatu studi neurologis menunjukkan bahwa adiksi pornografi menyebabkan perubahan
kimia di otak, perubahan anatomi dan patologis yang mengakibatkan sindrom hipofrontal.
Sindrom ini meliputi perilaku kompulsif, perilaku impulsif, penilaian terganggu dan
emosional. Adiksi pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak,
terutama pada Pre Frontal Corteks (bagian otak yang tepat berada di belakang dahi).
Kerusakan bagian otak ini akan membuat prestasi akademik menurun, orang tidak bisa
membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, mengambil keputusan dan
berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls (Mariyati, 2017).
Sasaran utama dari dampak adiksi pornografi adalah kemampuan kognitif yang
kemudian akan mempengaruhi proses berfikir (thinking), mengingat (memory) dan
memanggil kembali (recall) rekaman data yang disimpan diotak. Proses kognitif tersebut
akan terhambat dan memberikan output berupa kelambatan dalam berfikir dan
memproses informasi serta sulit untuk berkonsentrasi. Kemampuan afeksi atau perasa
juga berdampak, yaitu dengan memancing hormone dopamine yang menghasilkan sensasi
rasa nyaman dan tenang. Sensasi yang ditinggalkan ini memberikan efek ketagihan untuk
mendapatkan sensasi nyaman itu kembali, maka munculah perilaku ketagihan untuk
menonton video porno (Imawati, 2018).
Selain itu dampak yang ditimbulkan dari adiksi pornografi adalah dampak fisik dan
dampak psikologis. Dampak fisik adiksi pornografi meliputi mata kering, sakit kepala,
sakit punggung, kurang perawatan diri dan gangguan pola tidur, sedangkan dampak
psikologis seperti euforia, cemas, menarik diri, depresi dan mudah marah (Baxter et al,
2014). Adiksi pornografi menimbulkan perasaaan malu, rasa bersalah, bingung, menarik
diri dan isolasi sosial. Adiksi pornografi juga berdampak pada peningkatan ansietas
(Hazra, 2013).

Efek pornografi dapat dilihat setelah beberapa waktu (jangka panjang). Tahap-tahap
dibawah ini adalah tahap efek pornografi yang dialami oleh konsumen pornografi:
1. Tahap addiction (kecanduan). Sekali seseorang menyukai materi pornografi, ia akan
mengalami ketagihan. Jika yang bersangkutan tidak mengkonsumsi pornografi maka
ia akan mengalami “kegelisahan”. Ini bahkan dapat terjadi pada orang berpendidikan
atau pemeluk agama yang taat.
2. Tahap Escalation (eskalasi). Pada tahap ini seseorang akan membutuhkan materi
seksual yang lebih eksplisit, lebih sensasional, lebih ‘menyimpang’ dari yang
sebelumnya sudah biasa ia konsumsi. Kedua efek ini berpengaruh terhadap perilaku
seks seseorang.
3. Tahap Desensitization (desensitisasi). Pada tahap ini, materi yang tabu, immoral,
mengejutkan, perlahan akan menjadi sesuatu yang biasa. Sebagai contoh, pecandu
pornografi beranggapan bahwa para pelaku pemerkosaan hanya perlu diberi hukuman
ringan.
4. Tahap Act-out. Pada tahap ini, seorang pecandu pornografi akan meniru atau
menerapkan perilaku seks yang selama ini ditontonnya di media (Novita, 2018).

2.6 Tatalaksana Adiksi Seksual


Terapi perilaku kognitif dan terapi kelompok efektif untuk menangani adiksi pornografi.
Terapi kognitif merupakan salah satu prosedur psikoterapi yang bertujuan mengubah pola
pikir yang tidak tepat atau negatif, sehingga dapat mengatasi permasalahan dengan lebih
fokus pada cara berpikir, kepercayaan dan perilaku seseorang dalam mempengaruhi
perasaan dan tindakannhya. Terapi perilaku kognitif dapat dilakukan secara privat atau di
dalam grup bersama dengan orang – orang dengan masalah serupa. Penelitian studi
literatur membahas bahwa terapi perilaku kognitif dilanjutkan terapi kelompok efektif
untuk mengurangi pikiran dan perilaku negatif pada remaja yang terkena adiksi
pornografi (Putri, Iqbal & Aini, 2017). Penelitian yang dilakukan Dharsan (2014) tentang
studi kasus remaja dengan adiksi pornografi setelah diberikan terapi perilaku kognitif
dapat mengurangi gejala isolasi diri, insomnia, ansietas dan disfungsi seksual, sedangkan
terapi kelompok meningkatkan tanggungjawab setiap individu terhadap dirinya sendiri
dan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan masalah (Putri, Iqsan & Aini, 2017).
Masalah adiksi pornografi setelah diberikan terapi kognitif perilaku meningkatkan
motivasi untuk berhenti mengakses media pornografi, meningkatkan manajemen waktu
dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi (Mariyati, 2017).

2.7 Pencegahan Adiksi Seksual


- Pada level individu, agar tidak menjadi pecandu pornografi bisa dengan menyibukkan
diri dengan hal positif seperti mempelajari agama, mempelajari hal – hal baru,
berolahraga, membantu orang tua, memfilter atau mencegah media yang
menimbulkan syahwat atau rasa seksual seperti menjaga atau pandangan dan
memblokir media dan situs khusus untuk konten pornografi.
- Pada level keluarga, keluarga memilik peranan yang vital dalam pencegahan.
Keluarga dengan kontrol sosial seperti memperhatikan tingkah laku atau aktivitas
sehari-harinya, teman bergaulnya dan hubungan komunikasi yang baik antara anggota
keluarga agar merasa nyaman dan jika mempunyai masalah keluarga khususnya orang
tua menjadi orang terdepan yang menjadi mengetahui dan menjadi benteng agar tidak
terjadi penyimpangan dan melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
- Pada level kelompok atau lingkungan, bergaul dengan teman yang membawa dan
mengajak kebaikan serta bergabung dengan komunitas - komunitas yang positif
seperti komunitas social, agama, dll.
- Pada level masyarakat, dapat dilakukan dengan mengaktifkan dan memperketat
kembali kontrol sosial seperti membuat dan melaksanakan kegiatan sosialisasi bahaya
dari pornografi kepada berbagai bidang institusi khususnya institusi pendidikan
seperti sekolah. Pemerintah juga wajib ambil peran seperti memblokir situs - situs
pornografi dan melarang penayangan iklan, sinetron atau film yang mengandung
unsur pornografi (Haidar, 2020).
BAB III

KESIMPULAN

Kemudahan dalam mengakses internet di era digital saat ini merupakan salah satu hal
yang berdampak pada tingginya kasus adiksi seksual. Adiksi seksual (pornografi)
menyebabkan kerusakan otak di bagian Prefrontal Cortex yang akan berdampak pada
berkurangnya kemampuan kognitif dan afeksi. Pada orang dengan adiksi seksual biasanya
dapat mengkonsumsi materi pornografi selama berjam – jam dalam sehari, sehingga dampak
fisik dan psikologis pun dapat muncul. Terapi perilaku kognitif dapat dilakukan untuk
mengurangi pikiran, mengurangi perilaku negatif, meningkatkan manajemen waktu dan
meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada orang dengan adiksi seksual. Support system
yang baik dan mendukung di sekitar orang dengan adiksi seksual dapat sangat membantu
berjalannya terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Carnes, P. J., Hopkins, T. A., & Green, B. A. 2014. Clinical Relevance of the Proposed
Sexual Addiction Diagnostic Criteria. Journal of Addiction Medicine, 8(6), 450–461.

Galih Haidar, Nurliana Cipta Apsari. 2020. Pornografi Pada Kalangan Remaja. Prosiding
Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat Vol.7, No.1, Hal.136 – 143.

Imawati, D., Sari, M.T. 2018. Studi Kasus Kecanduan Pornografi pada Remaja. Motiva:
Jurnal Psikologi Vol.1, No.2, Hal.56-62.

Mariyati, dkk. 2017. Intervensi Cognitive Behavior Therapy dan Self Help Group Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Remaja yang Kecanduan Pornografi: Case Series. Jurnal Ners
Widya Husada Vol.4, No.3, Hal.77 – 84.

Novita, E. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menonton Film Porno pada
Remaja. Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Vol.4, No.1, Hal.31-44.

PDSKJI. 2018. kecanduan perilaku. Diakses melalui https://www.pdskji.org/article_det-40-


kecanduan-perilaku.html pada 29 April 2021.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Diakses
melalui https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_44.pdf pada 29 April 2021.
Efek pornografi dapat
dilihat setelah beberapa waktu (jangka panjang).
Tahap-tahap dibawah ini adalah tahap efek
pornografi yang dialami oleh konsumen pornografi:
Efek pornografi dapat
dilihat setelah beberapa waktu (jangka panjang).
Tahap-tahap dibawah ini adalah tahap efek
pornografi yang dialami oleh konsumen

Anda mungkin juga menyukai