Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan
rentang usia antara 12 – 22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses
pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikolog.
1. Level 1 : melihat pornografi sekali atau dua kali setahun, paparan sangat
terbatas
2. Level 2 : beberapa kali setiap tahun tetapi tidak lebih dari enam kali,
fantasi sangat minimal
3. Level 3 : mulai muncul tanda kecanduan, sebulan sekali, mencoba
menahan diri
4. Level 4 : mempengaruhi fokus untuk tugas sehari-hari, beberapa kali
dalam sebulan
5. Level 5 : Setiap minggu, berusaha keras untuk berhenti, namun mulai
mengalami gejala withdrawal
6. Level 6 : Setiap hari untuk memikirkan pornografi, menyebabkan
berbagai masalah dalam kehidupan
7. Level 7 : perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan bila tidak melihat
pornografi, konsekuensi negatif
Ciri-ciri anak atau remaja yang kecanduan pornografi perlu diketahui oleh
orang tua adalah :
Pornografi merupakan adiksi baru yang tidak tampak pada mata, tidak
terdengar oleh telinga, namun menimbulkan kerusakan otak yang permanen
bahkan melebihi kecanduan narkoba. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembinaan
dan pengawasan dari semua kalangan, khususnya untuk anak-anak, remaja dan
dewasa muda agar bisa terhindar dari bahaya pornografi yaitu melalui peran aktif
orang tua dengan cara:
Pekan lalu, ada kabar menghebohkan dari Tasikmalaya di mana
sepasang suami istri mempertontonkan hubungan intimnya kepada anak-
anak. Untuk menonton pertunjukan tak senonoh tersebut, anak-anak
diharuskan membayar uang sebesar 5.000 rupiah, ditambah kopi dan rokok.
1. Kecanduan
2. Merusak otak
Pornografi dapat merusak otak anak, tepatnya pada salah satu bagian
otak depan yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). Hal ini disebabkan
karena bagian PFC yang ada di otak anak belum matang dengan sempurna.
Jika bagian otak ini rusak, maka dapat mengakibatkan konsentrasi menurun,
sulit memahami benar dan salah, sulit berpikir kritis, sulit menahan diri,
sulit menunda kepuasan, dan sulit merencanakan masa depan.
Jika tidak diawasi, anak-anak yang terpapar pornografi ini bisa saja
mencoba melakukan tindakan seksual untuk mengatasi rasa penasarannya.
Apalagi jika mereka sudah remaja, jika tidak diberikan pendidikan dan
pemahaman seksual yang baik, keinginan melakukan tindakan-tindakan
seksual sulit dicegah.
Dalam sebuah seminar parenting di hadapan para orangtua dan wali murid
SMK Daarut Tauhiid Boarding School Bandung, saya berbicara tentang Remaja
dan Bahaya Pornografi.
Berikut ini adalah cuplikan ulasan yang saya bawakan di seminar tersebut.
Sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan saya, bahwa ada siswa kelas
satu SD yang mengajak teman-temannya untuk menonton film porno di lab
computer di sekolah, hanya dengan mengklik sebuah situs yang terkesan familiar
bagi anak-anak.
Kerusakan otak yang pertama kali terjadi adalah kerusakan di bagian Pre
Frontal Cortex, otak yang berada di bagian depan (tepat di dahi) yang merupakan
pusat dari pengambilan keputusan.
Pada anak dan remaja, kerusakan ini memiliki dampak yang jauh lebih
hebat dari orang dewasa, karena pornografi menyebabkan otak anak yang
semestinya berkembang dengan baik, mengalami penciutan atau bahkan rusak
sama sekali.
Padahal otak bagian depan ini yang membuat manusia berbeda dengan
hewan. Karena memiliki fungsi mengembangkan etika dan bertugassebagai
pemimpin yang mengatur:
1. Daya konsentrasi
2. Kemampuan membedakan benar dan salah
3. Kemampuan merencanakan masa depan
4. Kemampuan menunda rasa senang dan kepuasan
5. Pusat berpikir kritis
Dan bagaimana dengan anak yang terpapar pornografi? Hormone ini akan
bekerja secara membabi buta menumbuhkan rasa cinta pada pemuasan seksual
tanpa mempedulikan rasa malu, rasa takut pada orangtua, bahkan Pencipta-Nya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall, bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress).
Masa peralihan dari masa kanak-kanak yang damai memasuki masa peralihan
yang penuh dengan kegelisahan dan tantangan.
3. Menghargai remaja
Anak yang merasa dihargai dan tidak kesepian cenderung melakukan
aktivitas-aktivitas positif bersama teman-temannya dan tidak mudah dibujuk
untuk melakukan berbagai aktivitas yang merusak.
6. Do’a
Do’a merupakan hal terakhir yang bias dilakukan orangtua untuk menjaga
buah hatinya dari segla marabahaya yang mengintai, termasuk bahaya
pornografi. Karena sesungguhnya kemampuan kita amat terbatas dalam
melindungi mereka, maka do’a merupakan senjata pamungkas setiap
orangtua.