YANA SAPARINDAH
11761202151
Dosen Pembimbing:
SALMIYATI, M. Psi
NIP. 198808172019032013
Asisten Laboratorium:
Rizki Zulfiana
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan Laporan Rancangan & Blue Print Wawancara ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti- natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat- Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami dari kelompok 5 mampu untuk
menyelesaikan laporan ini sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Metode Wawancara
dengan dosen pengampu Ibu Salmiyati, M.Psi. Kami sebagai kelompok penyusun juga tidak
lupa menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih kepada semua anggota kelompok yang
telah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan laporan ini dan kepada orang-orang yang
berada di sekitar kami yang ikut memberi dukungan.
Kami tentu menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini
nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil laporan Tetra Pak Index 2017, mencatat ada sekitar 106 juta orang Indonesia
menggunakan media sosial tiap bulannya. Di mana 85% diantaranya mengakses media sosial
melalui perangkat seluler (Detik.com, 2017). Tidak dapat dipungkiri bahwa di era modern
seperti ini, banyak orang berinteraksi satu sama lain melalui media sosial.
Boyd dan Ellison (Steinfield, Ellison & Lampe, 2008) menerangkan bahwa media
sosial merupakan layanan berbasis web yang memungkinkan pengguna untuk
mengembangkan profil pribadi, mengidentifikasi pengguna lain (teman), membaca dan
bereaksi terhadap posting yang dibuat oleh pengguna lain, serta mengirim dan menerima
pesan baik secara pribadi maupun publik. Pada umumnya remaja tergabung dengan berbagai
grup di media sosial. Media sosial seperti path, instagram, facebook, whatsapp, line, twitter
dan yang lainnya dapat menimbulkan banyak dampak positif dan negatif. Dampak positifnya
seperti dapat berkomunikasi dengan banyak orang dengan lebih praktis, media sosial juga
dapat menjadi sumber penyebaran informasi yang up to date dan juga dapat memperluas
jaringan pertemanan dan sebagai media promosi untuk berbisnis. Sedangkan dampak negatif
yang bisa timbul seperti mengurangi interaksi dunia luar secara langsung, berkurangnnya
privasi, cyberbullying, banyaknya kejahatan melalui media sosial hingga kecanduan
(Dayefiandri, 2017).
Kecanduan menurut Cooper (2000) adalah perilaku ketergantungan pada suatu hal
yang disenangi. Seseorang biasanya secara otomatis akan melakukan apa yang disukai pada
kesempatan yang ada. Kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat
kuat. Orang yang mengalami kecanduan tidak mampu terlepas dari keadaan tersebut, orang
itu kurang mampu mengontrol dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu yang
disukai. Seseorang yang sudah kecanduan akan merasa terhukum apabila tidak memenuhi
hasrat kebiasaannya. Sedangkan Hovart (1989), juga berpendapat bahwa kecanduan tidak
hanya terhadap zat saja, akan tetapi juga pada aktivitas tertentu yang dilakukan berulang-
ulang dan menimbulkan dampak negatif.
Media sosial sangat terkenal dekat dengan remaja dalam hal pertemanan. Menurut
Wang, Chen, dan Liang (2011) mengatakan bahwa dengan media sosial mampu
meningkatkan koneksi serta dengan aksesnya yang mudah, media sosial dapat menghasilkan
banyak manfaat, termasuk menyediakan ruang virtual bagi remaja untuk mengeksplorasi
kepentingan atau masalah dengan individu yang sama, dukungan akademis, sekaligus
memperkuat keterampilan dan pengetahuan komunikasi online mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Sariroh (2016) mengenai dampak intensitas kecanduan
media sosial (kecanduan internet) yaitu mengakibatkan tidak tahu waktu akibat intensitas
penggunaan media sosial, lebih mementingkan diri sendiri, menjadi malas belajar atau malas
melakukan kegiatan, kurangnya sopan santun dan salah satunya malas melakukan
komunikasi di dunia nyata. Menurut Hawari (dalam Widiana, 2004) bahwa orang yang
kecanduan media sosial cenderung mengalami depresi dan menjadi individualitas karena
tidak melakukan komunikasi sosial. Dari beberapa dampak negatif kecanduan media sosial,
maka mengapa peneliti memilih komunikasi yang dihubungan pada kecanduan media sosial
penggunanya. Jika sudah sangat ekstrem, hal ini akan merubah orang tersebut menjadi anti-
sosial (Anugrah, 2014).
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti ingin
membahas lebih dalam mengenai kecanduan media sosial terhadap remaja.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka fokus masalah
dalam penelitian ini adalah kecanduan media sosial terhadap remaja. Masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana kecanduan media sosial terhadap remaja?
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui kecanduan media sosial terhadap remaja.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang banyak baik
secara teoritis maupun praktis, yakni:
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu
pengetahuan di bidang Psikologi, khususnya di bidang psikologi sosial yakni
tentang kecanduan media sosial terhadap remaja.
b. Manfaat Praktis
Bagi remaja, melalui penelitian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan
kemauan mereka untuk dapat menyesuaikan diri lebih baik lagi dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial sehingga mereka mampu membawa diri
dan menjaga diri di berbagai lingkungan dan keadaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut Hovart (1989), kecanduan tidak hanya terhadap zat saja tapi juga aktivitas
tertentu yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan dampak negatif. Menurut Griffiths
seorang pecandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya.
Umumnya, remaja yang mengalami kecanduan media sosial asyik sehingga lupa waktu,
keadaan lingkungan sekitarnya, dan kewajiban lain. Konsep kecanduan dapat diterapkan pada
perilaku secara luas, termasuk kecanduan teknologi komunikasi informasi (ICT) (Yuwanto,
2010) Goldberg (dalam Saliceti, 2015) menggambarkan kecanduan internet sebagai patologi,
gangguan yang terlalu sering menggunakan teknologi internet, termasuk berbagai perilaku
dan kurangnya kontrol.
Orzack (dalam Mukodim, Ritandiyono & Sita, 2004) menyatakan bahwa kecanduan
internet merupakan suatu kondisi dimana individu merasa bahwa dunia maya di layar
komputernya lebih menarik daripada kehidupan nyata sehari-hari. Kecanduan internet juga
dilihat dari intensitas individu menggunakan internet yang tersambung dengan sarana
komputer atau smartphone yang terkoneksi dengan jaringan sehari-hari dalam hitungan.
Kecanduan terhadap internet terlihat dari intensi waktu yang digunakan seseorang
untuk terpaku di depan komputer atau segala macam alat elektronik yang memiliki koneksi
internet, dimana akibat banyaknya waktu yang mereka gunakan untuk online membuat
mereka tidak peduli dengan kehidupan mereka yang terancam di luar sana (Santoso, 2013).
Hal yang sama juga dikatakan oleh Menayes (2015) bahwa kecanduan internet hampir tidak
dapat dibedakan dengan kecanduan media sosial terutama digunakan diperangkat seluler.
Perangkat seluler menyediakan akses mudah ke internet yang bisa digunakan ditempat dan
waktu kapanpun.
Aspek kecanduan media sosial yang digunakan dalam skala alat ukur Menayes (2015)
ini merupakan hasil adaptasi dari IAT (Internet Addiction Test) Young (1996) yang
disesuaikan dengan konteks kecanduan media sosial yang mengacu pada dimensi kecanduan
internet, yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan penjelasan diatas maka terdapat tiga aspek kecanduan media sosial yaitu,
sosial consequences (konsekuensi sosial), time displacement (pengalihan waktu) dan
compulsive feelings (perasaaan kompulsif).
Yee (2002) menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul “The Heart of
Addiction” terdapat dua jenis kecanduan, yaitu adiksi fisikal seperti kecanduan terhadap
alkohol atau kokain dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadap game online ataupun
terhadap internet. Hal ini juga berlaku untuk media sosial. Young (2010) membagi pengguna
internet menjadi dua jenis kelompok bagi penggunanya yaitu:
a. Non Dependent, yaitu pengguna internet secara normal. Pengguna non dependent
mengakses internet sebagai sarana untuk memperoleh informasi dan menjaga
hubungan yang sudah terbentuk melalui komunikasi elektronik yang dilakukan secara
normal. Pada kelompok non dependent menggunakan internet antara 4 hingga 5 jam
per minggu.
b. Dependent, yaitu pengguna internet yang secara adiktif. Pada kelompok dependent
menggunakan internet yang berupa komunikasi dua arah untuk bertemu, bersosialisasi
dan bertukar ide dengan orang-orang yang baru dikenal maupun sudah dikenal
melalui internet. Pada kelompok dependent menggunakan internet atau bermedia
sosial selama 20 hingga 80 jam per minggu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kecanduan terhadap internet termasuk kedalam adiksi non-fisikal
dimana hanya meliputi interaksi antara manusia dengan penggunaan internet tanpa
adanya alkohol maupun obat-obatan. Selain itu kecanduan terhadap internet juga
termasuk kedalam jenis kecanduan dependent hal ini disebabkan penggunanya dapat
menghabiskan waktu yang berjam-jam hanya untuk mengakses internet maupun
media sosial.
a. Gender
Gender mempengaruhi jenis aplikasi yang digunakan dan penyebab individu
tersebut mengalami kecanduan internet. Laki-laki lebih sering mengalami
kecanduan terhadap game online, situs porno, dan perjudian online, sedangkan
perempuan lebih sering mengalami kecanduan terhadap chatting dan berbelanja
online.
b. Kondisi Psikologis
Kecanduan internet juga timbul akibat masalah-masalah emosional seperti depresi
dan gangguan kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di internet
sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stress. Berdasarkan hasil survei ini
juga diperoleh bahwa 75% individu yang mengalami kecanduan internet
disebabkan adanya masalah dalam hubungannya dengan orang lain, kemudian
individu tersebut mulai menggunakan aplikasi-aplikasi online yang bersifat
interaktif seperti chat room dan game online sebagai cara untuk membentuk
hubungan baru dan lebih percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain
melalui internet (need of relatedness).
c. Kondisi Sosial Ekonomi
Individu yang telah bekerja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami
kecanduan internet dibandingkan dengan individu yang belum bekerja. Hal ini
didukung bahwa individu yang telah bekerja memiliki 14 fasilitas internet
dikantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang memungkinkan individu
tersebut memiliki memiliki komputer dll.
d. Tujuan dan Waktu Penggunaan Internen
Tujuan menggunakan internet akan menentukan sejauh mana individu tersebut
akan mengalami kecanduan internet, terutama dikaitkan terhadap banyaknya
waktu yang dihabiskannya sendirian di depan smartphone atau komputer tempat
mereka menhabiskan waktu untuk mengakses internet terutama bermedia sosial.
Hal ini diakibatkan tujuan penggunaan internet bukan digunakan sebagai upaya
untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya di
kehidupan nyata atau sekedar hiburan.
Young (2017) menyatakan beberapa faktor lain yang menjadi kontribusi terjadinya
kecanduan dari penggunaan internet diantaranya adalah interaksi antara pengguna internet
dalam komunikasi dua arah, ketersediaan fasilitas, kurangnya pengawasan atau kontrol dari
orangtua, motivasi individu dan kurangnya kemampuan individu dalam mengontrol perilaku.
Selain faktor-faktor yang dikemukakan oleh Young (2017) terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi kecanduan internet yang dijabarkan oleh Montag & Reuter (2015) yaitu:
a. Faktor Sosial
Kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersonal atau individu yang mengalami
permasalahan sosial dapat menyebabkan penggunaan internet yang berlebihan. Salah
satu faktor sosial lainnya dalam penggunaan internet berlebihan adalah perkembangan
dalah berhubungan (Whitty, dalam Montag & Reuter 2015).
b. Faktor Psikologis
Kecanduan internet dapat disebabkan karena individu mengalami permasalahan
psikologis seperti depresi, kecemasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang salah
satunya alkohol. Internet memungkinkan individu untuk melarikan diri lari kenyataan,
menerima hiburan atau rasa senang. Hal ini menyebabkan individu lebih sering
menggunakan internet sehingga membuat kecanduan.
c. Faktor Biologis
Penelitian yang dilakukan oleh Montag & Reuter (2015) dengan menggunakan
functional magnetic resonance image (fMRI) yang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan dari fungsi otak antara individu yang mengalami kecanduan internet
dengan yang tidak. Individu yang mengalami kecanduan internet terkhususnya pada
remaja menunjukkan bahwa dalam memperoleh informasi jauh lebih lambat dan
kesulitan dalam mengontrol diri.
Berdasarkan beberapa faktor yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor dalam kecanduan media sosial (Instagram) yang berhubungan dengan kontrol
diri individu terdapat pada tujuan dan waktu penggunaan internet, kurangnya kemampuan
individu dalam mengontrol perilaku serta faktor biologis dari individu tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut para ahli, desain penelitian dapat diartikan sebagai suatu rencana kerja yang
terstruktur dalam hal hubungan-hubungan antara variabel secara komprehensif sedemikian
rupa agar hasil risetnya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan riset.
Rencana tersebut mencakup hal-hal yang akan dilakukan priset, mulai dari membuat hipotesis
dan implikasinya secara operasional sampai analisis akhir (Umar, 2007, hal. 6)
Dalam hal ini desain penelitian yang dipilih yaitu menggunakan desain penelitian
metode kualitatif. Menurut Nasution (2003) penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia mereka. Menurut Erickson (1968)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif berusaha untuk menemukan dan menggambarkan
secara naratif kegiatan yang dilakukan dan dampak dari tindakan yang dilakukan terhadap
hidup mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode kualitatif yaitu suatu metode yang
berusaha mengamati, menemukan, dan menggambarkan secara naratif orang dalam
lingkungan hidupnya atau suatu kegiatan yang dilakukannya.
Dengan menggunakan metode kualitatif ini kecanduan media sosial terhadap remaja
ini dapat dipahami dengan jelas, kemudian dapat dilakukan dengan cara deskriptif sehingga
mudah untuk menjelaskan apa yang didapat dari hasil penelitian tanpa menekankan pada
angka dan lebih menekankan pada makna. Maka dilakukanlah dengan metode wawancara
untuk mendapatkan data dengan melakukan wawancara kepada remaja.
Dengan demikian alasan peneliti memilih kecanduan media sosial sebagai variabel X
yaitu dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana kecanduan media sosial terhadap
remaja.
Menurut Silaen (2018: 69) mengungkapkan bahwa variabel penelitian adalah konsep
yang mempunyai bermacam-macam nilai atau mempunyai nilai yang bervariasi, yakni suatu
sifat, karakterististik atau fenomena yang dapat menunjukan sesuatu untuk dapat diamati atau
diukur yang nilainya berbeda-beda atau bervariasi.
Orzack (dalam Mukodim, Ritandiyono & Sita, 2004) menyatakan bahwa kecanduan
internet adalah suatu perilaku pengguna menghabiskan lebih banyak waktu dalam
menggunakan media sosial dalam jaringan internet, sehingga mengabaikan kegiatan dan
kewajiban sehari-hari dan menganggap bahwa dunia maya jauh lebih menarik daripada
kehidupan nyata sehari-hari.
Menurut Sugiyono (2014) definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat
yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional
menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak,
sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran
dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai judul laporan ini, maka perlu dijelaskan
tentang definisi operasional dari judul tersebut sebagai berikut:
Kecanduan media sosial merupakan seperangkat aplikasi dalam jaringan internet yang
memudahkan penggunanya untuk berpartisipasi dalam membagi berita, informasi, dan konten
kepada orang lain dengan menghabiskan waktu yang sangat banyak dan tidak mampu
mengontrol penggunaannya saat online dan dan tidak mampu mengontrol penggunaannya
saat online dan seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tidak memenuhi
hasratnya. (Atika, 2018).
3.4. Teknik Pengambilan Data
Dalam kegiatan penelitian, cara memperoleh data dikenal dengan teknik pengumpulan
data. Teknik pengumpulan data mengacu pada bagaimana caranya data yang diperlukan
dalam penelitian dapat diperoleh (Rijali, 2018 dalam Jurnal Alhadharah).
Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data berupa
metode wawancara. Yang dimana wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik
yang diteliti (Banister dkk dalam Poerwandari, 1998). Suatu wawancara merupakan proses
interaksi dan komunikasi dimana sejumlah komponen memainkan peranan penting, karena
komponen tersebut dapat mempengaruhi dan menentukan hasil wawancara. Adapun
komponen tersebut meliputi: a) pewawancara (interviewer), b) responden (interviewe), c)
materi wawancara, dan d) hubungan antara pewawancara dengan responden.
Sehubungan dengan subjek dalam penelitian ini adalah remaja, maka jenis wawancara
yang dilakukan yaitu wawancara semi-terstruktur, dimana peneliti membawa guide
wawancara. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in- depth interview, karena
dalam pelaksanaannya lebih bebas tatkala dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dengan cara pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga mudah
dipahami dan temuan dapat diinformasikan kepada orang lain. Menurut Sugiyono (2011:
147) analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data
lain terkumpul.
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisa data
dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu
analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubugan tertentu.
Adapaun langkah-langkah yang harus dilalui dalam analisis data adalah redusi data, display
data, dan coclusion drawing atau verification (S.Nasution, 1999: 127)
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Kegiatan mereduksi data yaitu data mentah yang telah di kumpulkan dari hasil
observasi, interview dan dokumentasi diklasifikasikan, kemudian diringkas agar
mudah dipahami. Reduksi data ini merupakan suatu bentuk analisis yang
bertujuan mempertajam, memilih, memfokuskan, menyususn data sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dari penelitian dapat dibuat dan diverifikasikan
(Subino Hadi Subroto, 1999: 17).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa reduksi data yaitu
merangkum data-data yang terkumpul dari lapangan kemudian memilih hal-hal yang pokok
sesuai dengan fokus peneltian. Pada penelitian ini, maka penulis terlebih dahulu ingin
mengetahui secara keseluruhan faktor-faktor penyebab ketergantungan media sosial pada
remaja.
b. Display Data
Display data (penyajian data) menurut Miles and Huberman menyatakan yang
paling sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan sajian data tersebut membantu untuk
memahami sesuatu yang sedang terjadi dan kemudian untuk membuat suatu
analisis lebih lanjut berdasarkan pemahaman terhadap data yang disajikan
tersebut. (Sugiyono, 2010: 341)
Dalam penelitian ini data display merupakan lamgkan kedua setelah mereduksikan
data, yaitu memudahkan penelitian untuk memahami tentang apa- apa yang terjadi
dilapangan tentang faktor-faktor penyebab ketergantungan media sosial pada remaja.
c. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga setelah analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti
yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten pada saat penelitian kembali kelapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. (Sugiyono, 2010:
341)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini, agar pelaksanaanya terarah dan sistematis maka disusun tahapan
tahapan penelitian. Menurut Moleong (2007) ada empat tahapan dalam pelaksanaan
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahapan Pra-Lapangan
Ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh interviewer dalam tahap ini,
ditambah satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika pada saat di
lapangan. Enam tahapan tersebut antara lain; 1) menyusun pedoman wawancara
2) memilih lapangan penelitian, 3) membuat perjanjian 4) menjajaki dan menilai
lapangan apakah efektif dijadikan tempat wawancara 5) memilih dan
memanfaatkan responden dan 6) menyiapkan perlengkapan seperti alat perekam,
dan juga yang penting untuk di lakukan menyiapkan etika antara interviewer dan
responden.
Menurut Suharsimi (1998) subjek penelitian adalah benda, hal atau organisasi tempat
data atau variabel penelitian yang dipermasalahkan melekat. Tidak ada satupun penelitian
yang dapat dilakukan tanpa adanya subjek penelitian, karena seperti yang telah diketahui
bahwa dilaksanakannya penelitian dikarenakan adanya masalah yang harus dipecahkan,
maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk memecahkan persoalan yang timbul tersebut.
Hal ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari responden.
Subjek penelitian ini adalah seorang remaja yang bersekolah di salah satu SMA kota Medan.
Nama: AA
Agama: Islam
Peneliti melakukan wawancara dengan informan atau responden yang sengaja dipilih
oleh peneliti untuk menjadi sampel yang bisa mewakili populasi yang ada. Menurut peneliti
adanya kecanduan media sosial terhadap remaja, dikarenakan kesulitan dalam melakukan
komunikasi interpersonal atau individu yang mengalami permasalahan sosial. Peneliti
menjadikan AA sebagai subjek penelitian yang sekarang berumur 16 tahun.
Dari hasil wawancara yang dilakukan prestasi akademik subjek memburuk karena sering
menunda mengerjakan tugas tugas sekolah dan subjek lebih memilih untuk bermain
media sosial daripada belajar. Dikutip dari perkataan subjek sebagai berikut:
“Kalo soal sungguh sunguh sih aku emang gak pernah serius kak belajarnya kadang aku
tu niat buat kerjain tugas tapi pas malemnya tu kelupaan .....” (K7, B57-62)
2. Mengabaikan tugas
Dari hasil wawancara yang dilakukan, subjek megabaikan tugas sekolah yang
harusnya dikerjakan karena kurang paham dengan materinya. Dikutip dari perkataan
subjek sebagai berikut:
“Sering sih kak, mau ngerjain tugasnya pun aku tuh gangerti gimana kerjainnya.
Tapi kalo tugas dirumah kadang aku kasian liat mama kerja sendiri jadi kadang tu
aku bantu mama dikit kek anterin belanja atau nyapu kamar” (K18, B133-138)
3. Peningkatan waktu
Dari hasil wawancara yang dilakukan, subjek mengalami peningkatan waktu yang
digunakan dalam bermain media sosial dikarenakan merasa kalau berkomunikasi
lewat sosmed subjek akan mendapat teman lebih dan dapat berkomunikasi denga
leluasa. Dikutip dari perkataan subjek sebagai berikut:
“Kalo waktu awal awal kenal medsos aku paling cuman 2 jam tapi pas udah nyaman
aku lama banget maininnya........ Karna di medsos aku dapet temen kak yang bisa aku
ajak ngobrol lebih leluasa gitu jadi ya buat aku nyaman ga ngerasa sepi” (K22&23,
B168-171, B175-179)
Berdasarkan aspek-aspek yang digunakan dalam skala alat ukur Menayes (2015)
terdapat tiga aspek bentuk kenakalan remaja yaitu:
Pada aspek Social Consequences (Konsekuensi sosial) terdapat dua indikator yaitu
yang pertama mengabaikan teman dengan alasan menurutnya bermain media sosial jauh lebih
nyaman dibanding mengobrol dengan temannya, hal tersebut akan berpotensi menimbulkan
candu pada responden. Pada indikator kedua yaitu sumber prestasi akademik yang memburuk
diakibatkan dari sering menunda mengerjakan tugas-tugas sekolah dan subjek lebih memilih
untuk bermain media sosial daripada belajar. Hal ini yang membuat nilai responden buruk
ditiap semester.
Pada aspek Time Displacement (Pengalihan Waktu) terdapat tiga indikator yaitu yang
pertama penggunaan media sosial secara berlebihan dengan alasan responden merasa bosan
dan bingung akan mengerjakan hal apa ditambah responden susah untuk bersosialisasi
dengan teman sekolahnya yang kebanyakan memiliki genk genk, hal tersebut sudah jelas
dapat menyebabkan candu media sosial terhadap responden. Selanjutnya indikator kedua
mengabaikan tugas yang dikerjakan dengan alasan responden tidak mengerti dengan materi
sekolahnya berbedan dengan tugas dirumah yang dimana responden terkadang membantu
mama nya untuk menyapu kamar atau mengantar berbelanja. Pada indikator ketiga
peningkatan waktu menggunakan media sosial yang dimana pada perilaku responden bermain
media sosial awalnya hanya 2 jam dan meningkat hingga 6 jam bahkan terkadang bisa
seharian bermain media sosial, pada perilaku tersebut responden merasa jika bermain media
sosial ia akan mendapatkan teman yang lebih mengerti dirinya hal ini dapat berpotensi pada
responden yang susah untuk mengontrol dirinya agar tidak bermain media sosial.
Pada aspek Compulsive Feelings (perasaan kompulsif) terdapat dua indikator yang
dimana pada indikator pertama yaitu perasaan bosan ketika tidak menggunakan media sosial
dengan alasan responden malas untuk melakukan hal apapun dan responden takut teman
virtualnya akan meninggalkannya ketika ia lebih fokus untuk menghadapi dunia realita
bahkan sampai makanpun responden merasa malas hal ini dapat membuat mood responden
kesal. Pada indikator kedua yaitu adanya dorongan lingkungan yang menyebabkan responden
untuk terus menerus bermain media sosial dengan alasan responden merasa lingkungan
sekitarnya tidak perduli dengan apa yang ia perbuat hal ini berakibat membuat responden
tidak percaya diri dan malas untuk bersosialisasi dengan teman realitanya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa responden memenuhi karakteristik
kecanduan media sosial terhadap remaja pada aspek Social Consequences (Konsekuensi sosial)
dengan indikator mengabaikan teman dan penurunan prestasi akademik terpenuhi dan
terdapat pada responden, sehingga akan menimbulkan candu media sosial. Time
Displacement (Pengalihan Waktu) dengan indikator menggunakan media sosial secara
berlebihan, mengabaikan tugas, dan peningkatan waktu menggunakan media sosial terpenuhi
dan terdapat pada responden. Compulsive Feelings (perasaan kompulsif) dengan indikator
perasaan bosan ketika tidak memainkan media sosial dan adanya dorongan dari pihak lain
terpenuhi dan terdapat pada responden yang menyebabkan kecanduan media sosial.
B. Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, bagi peneliti yang selanjutnya yang tertarik
terhadap tema yang sama dengan peneliti ini disarankan agar mempertimbangkan sebagai
berikut:
Aprillia, Arista Dwi. 2019. “Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan
Media Sosial (Instagram) Pada Remaja Di SMA Harapan 1 Medan.” Skripsi, Fakultas
Psikologi, Universitas Medan Area Medan 2019.
Putri, Matilda Devina Nirmala. 2018. “Hubungan Kecanduan Media Sosial Dengan
Kualitas Komunikasi Interpersonal Pada Usia Dewasa Awal.” Skripsi, Fakultas Psikologi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2018.
Rijali, Ahmad. 2018. Analisis Data Kualitatif. Jurnal Alhadharah, Vol. 17, No. 33,
Januari–Juni 2018: 81-95.
Soliha, Silvia Fardila. 2015. Tingkat Ketergantungan Pengguna Media Sosial Dan
Kecemasan Sosial. Jurnal Interaksi, Vol. 4 No. 1, Januari 2015: 1 – 10.
Responden: AA
Intervewer: Yana Saparindah
Hari: Sabtu
Tanggal: 29 Mei 2021
Pukul: 10.00-10.45
Pewawancara, Responden,
Nama:____________________ Nama:__________________
Absen Wawancara Hari Kedua
Responden:AA
Intervewer: Yana Saparindah
Hari: Kamis
Tanggal: 3 Juni 2021
Pukul: 08.00-08.30 WIB
Pewawancara, Responden,
Nama:____________________ Nama:__________________
Koding Data Wawancara
Tahun 2021
Responden (Inisial) : AA