Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Penalaran tidak langsung dan silogisme


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata Kuliah :
“Ilmu Mantiq”
Dosen Pengampu :
Moh, Zuhal, M. Pd.I

Disusun Oleh :
1. Burhannuddin Al arifi
2. M. Bahrulloh Sabana

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
(STAIM)
NGLAWAK – KERTOSONO – NGANJUK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas pertolongan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.Sholawat dan salam senantiasa
terucap kepada Rasulullah SAW,semoga kita mendapat syafaatnya di akhirat kelak.
Dan juga kami berterima kasih kepada bapak Moh. Zuhal, M. Pd.I selaku
Dosen mata kuliah Masail Fiqhiyah yang telah memberi tugas kelompok ini
kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna, dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Silogisme dan Penalaran
tidak langsung”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.

Untuk itu, kami berharap adanya kritik, dan saran serta usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di kesempatan yang lainnya.

Nglawak, 18 Oktober 2019

penulis

I
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar.......................................................................................................... I

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1

BAB II Pembahasan

A. Penalaran Tidak Langsung .......................................................................... 2


B. Pengertian Silogisme dan pembagiannya .................................................. 14

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak manusia dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih
berpikirdengan jelas, tajam dan terang rumusannya, hal itu juga supaya lebih
tangkas dan kreatif .dengan demikian kita sebagai generasi penerus bangsa perlu
belajar berpikir tertib, jelas, serta tajam. Hal yang sangat penting juga adalah belajar
membuat deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah
silogisme. Hal ini diperlukan karenamengajarkan kita untuk dapat melihat
konsekwensi dari sesuatu pendirian atau pernyataanyang apa bila di telaah lebih
lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataan itu tadi self – destructive.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari
sesuatutradisi atau tidak dapat menilai kegunaannya yang besar dari sesuatu yang
berasal dari masa lampau, ada juga sebagian orang yang mengatakan atau
menganggap percumamempelajari seluk beluk silogisme. Tetapi mungkin juga
anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulisan
atau pemikiran hanya sedikit orang sajayang dapat mengungkapkan pikirannya
dalam bentuk silogisme.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Penalaran Tidak Langsung ?
2. Apa definisi Silogisme dan Pembagiannya ?

C. Tujuan
Adapun tujuan masalahnya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Pengertian Penalaran Tidak Langsung.
2. Untuk mengetahui Mengetahui Silogisme dan Pembagiannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penalaran tidak langsung.


Penalaran yang premisnya terdiri atas beberapa proposisi sehingga dapat
disimpulkan. Dua bentuk utama penalaran tidak langsung yaitu induktif dan
deduktif.
1. Induktif.
Merupakan penalaran yang dimulai dari proposisi-proposisi khusus kemudian
di simpulkan menjadi proposisi umum. kongklusi lebih luas dari pada premis.
Contoh :
 Logam memuai kalau dipanaskan.
 Memuai kalau dipanaskan.
 Semua logam memuai kalau dipanaskan

2. Deduktif.
Merupakan penalaran yang dimulai dari proposisi-proposisi umum,
diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus. kongklusi lebih sempit daripada
premis.
Contoh :
 Semua manusia akan mati.
 Bambang adalah manusia.
 Bambang akan mati.

B. Pengertian Silogisme dan Pembagiannya.


a. Silogisme.
Silogisme merupakan bagian yang paling akhir dari pembahasan
logika formal dan dianggap sebagian yang paling penting dalam ilmu logika.
Dilihat dari bentuknya silogisme adalah contoh yang paling tegas dalam cara
berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan

2
umum. Hanya saja dalam teori silogisme kesimpulan terdahulu hanya terdiri
dari dua keputusan saja sedang salah satu keputusannya harus universal (
umum ) dan dalam dua keputusan tersebut harus ada unsur – unsur yang
sama – sama dipunyai oleh kedua keputusannnya.
Jadi, tegasnya yang di namakan dengan silogisme adalah suatu
pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan ( yang mengandung
unsur yang sama dan salah satunya harus universal ) suatu keputusan yang
ketiga yang kebenarannya sama dengan dua keputusan yang
mendahuluinya1. Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir
yang di susun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan2. Contoh
1, Semua makhluk mempuyai mata, ( Primis Mayor ) umum
2. Si kacong adalah seorang mahluk, ( Primis Minor ) khusus
3. Jadi Si kacong mempuyai mata, ( Kesimpulan )
Pada contoh diatas kita melihat adanya persamaan antara keputusan
pertama dengan keputusan kedua yakni sama – sam mahkluk dan salah satu
dari keduanya universal ( Keputusan pertama ) oleh karena itu nilai
kebenaran dari keputusan ketiga sama dengan nilai kebenaran dua keputusan
sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa Si kacong mempuyai mata
adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara
logis dari dua primis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan
itu benarmaka hal ini harus di kembalikan kepada kebenaran primis yang
mendahuluinya. Sekiranya kedua primis yang mendukungnya adalah benar
maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang di tariknya juga adalah
benar.
Dengan demikian maka ketetapan penarikan kesimpulan tergantung
dari tiga hal yakni kebenaran primis mayor, kebenaran premis minor dan
keabsahan pengambilan kesimpulan . Dan ketika salah satu dari ketiga unsur
tersebut persyaratannya tidak di penuhi maka kesimpulan yang ditariknya

1
Sunardji dahri tiam H. Drs. Prof , Langkah – langkah berpikir logis , cet 2 ( CV Bumi Jaya nyalaran Pamekasan 2001 ) 70
2
Jujun s. suria sumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular, pustaka sinar harapan , Jakarta,2003 ) 49

3
akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif,
Argumentasi matematik seperti : a sama dengan b dan bila b sama denganc
maka a sama dengan c hal ini merupakan penalaran deduktif, Kesimpulan
yang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakekatnya
bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan
sekedar konsekuensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui
sebelumnya , yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c3.

b. Bagian-bagian Silogisme.
Pada dasarnya silogisme mempunyai 4 bagian :
1) Bagian pertama adalah keputusan pertama, yang biasanya disebut premis
mayor. Premis mempuyai arti kalimat yang di jadikan dasar penarikan
kesimpulan4, ada juga yang mengatakan primes adalah kata- kata atau
tulisan sebagai pendahulu untuk menarik suatu kesimpulan5 atau dapat
juga diartikan sebagai pangkal pikiran. Mayor artinya besar. Primis
mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor dari
silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi predikat dalam
kongklusi (kesimpulan).
Contoh : Semua makhluk mempuyai mata.
2) Bagian kedua adalah keputusan kedua, yang umumnya disebut dengan
premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung
term minor ( kecil ) dari silogisme ini, dimana nantinya akan muncul
menjadi subjek dalam kongklusi.
Contohnya : si kacong adalah seorang makhluk.
3) Bagian ketiga adalah bagian-bagian yang sama dalam dua keputusan
tersebut, yang biasanya disebut medium atau term menengah (middle
term), karena ia terdapat ada kedua premis (mayor dan minor), maka

3
Ibid 49
4
Tim media , Kamus lengkap bahasa Indonesia media senter , 427
5
Pius A partanto Dahlan Al Barry , Kamus Ilmiyah popular , ( Arkola Surabaya, 1994 ) 621

4
bertindak sebagai penghubung (medium) antara keduanya, tetapi tidak
muncul dalam kongklusi.
4) Bagian keempat adalah keputusan ketiga yang disebut kongklusi atau
kesimpulan, adalah merupakan keputusan baru (dari dua keputusan
sebelumnya) yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor,
juga benar dalam term minor Artinya kalau memang benar. Semua
makhluk mempuyai mata, maka Si kacong yang menjadi bagian dari
mahkluk adalah mempunyai mata
c. Macam-macam Silogisme.
Penyimpulan deduksi yang telah kita ketahui sekedarnya dapat kita
laksanakan melalui teknik–teknik, silogisme kategorik baik melalui bentuk
standarnya maupun bukan. Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak
langsung di katakan demikian karena dalam silogisme kita menyimpulkan
pengetahuan baru yang kebenarannya di ambil secara sintetis dari dua
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu, yang tidak terjadi
dalam penyimpulan deduksi. Dan pada saat ini Silogisme terdiri dari
silogisme katagorik, silogisme hipotetik, Silogisme disyungtif maupun
melalui dilema. untuk lebih lanjut akan kami jelaskan berikut ini :
1. Silogisme kategorik.
Adalah silogisme yang semua posisinya merupakan proposisi
kategorik, Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita
berpijakharus merupakan proposisi universal atau umum, sedangkan
pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikuler
atau sinjuler, tetapi bisa juga proposisi universal tetapi ia diletakkan
di bawah aturan pangkalan umumnya. Pangkalan khusus bisa
menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya,
tapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari
permasalahan umumnya dengan demikian satu pangalan umum dan
satu pangkalan khausus dapat di hubungkan dengan berbagai cara

5
tetapi hubungan itu harus di perhatikan kwalitas dan kwantitasnya
agar kita dapat mengambil konklusi atau natijah yang valid6.
Sekarang kita praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat
menghasilkan kesimpulan yang absah :
 Semua Manusia tidak lepas dari kesalahan.
 Semua cendekiawan adalah manusia.
Pangkalan umum disini adalah proposisi pertama sebagai
pernyataan universal yang di tandai dengan kuantifier, semua untuk
menegaskan sifat yang berlaku bagi manusia secara menyeluruh.
Pangkalah khususnya adalah proposisi kedua miskipun ia juga
merupakan pernyataan universal ia berada dibawah aturan
pernyataan pertama sehingga dapat kita simpulkan :
 Semua cendikiawan tidak lepas dari kesalahan.
Bila pangkalan khususnya berupa proposisi singules prosedur
penyimpulannya juga sama sehingga dari pernyataan :
 Semua tanaman membutuhkan air ( Premis Mayor )
MP
 Padi adalah tanaman ( Primis Minor )
SM
 Padi membutuhkan air ( Konklusi )
SP
Keterangan : S = Subyek. P = Predikat. M = Middle term.
Kode–kode serupa membantu kita dalam proses untuk
menemukan kesimpulan langkah pertama tandailah terlebih dahulu
term–term yang sama pada kedua premis, dengan memberi garis
bawah kemudia kita tuliskan huruf M. term lain pada premis mayor
pastilah P dan pada premis Minor pastilah S. kemudian tulislah
konklusinya dengan menulis secara lengkap term S dan P nya untuk

6
Mondiri H. Drs, Logika ( PT Raja Gravindo Persada Jakarta , 1994) , 100

6
menentukan mana premis mayor tidaklah sukar karena ia boleh
dikatakan selalu di sebut pada awal bangunan silogisme, term
menengah tidak boleh kita sebut atau kita tulis dalam konklusi.
begitulah dasar dalam memperoleh konklusi. namun demikinan kita
perlu memperhatikan patokan–patokan lain agar di dapat kesimpulan
yang absah dan benar.
2. Silogisme Hipotetik.
Adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik
yang menetapkan atau mengingkari term antecindent atau term
konsekwen premis mayornya. Sebenarnya silogisme hipotetik tidak
memiliki premis mayor maupun premis minor karena kita ketahui
premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi,
sedangkan premis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang
kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian
anteseden dan mungkin pula bagian konsekuensinya tergantung oleh
bagian yang diakui atau di pungkiri oleh premis minornya. Kita
menggunakan istilah itu secara analog, karena premis pertama
mengandung permasalahan yang lebih umum, maka kita sebut primis
mayor, bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan
premis minor, bukan karena ia mengandung term minor, tetapi
lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus7.
a. Macam tipe silogisme hipotetik
a) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian
anticedent, seperti:
 Jika hujan, saya naik becak.
 Sekarang hujan.

7
Ibid. Mundari., 130

7
 Jadi saya naik becak.
b) Silogia hipotetik yang premis minornya mengakui bagian
konsekwensinya, seperti :
 Bila hujan, bumi akan basah
 Sekarang bumi telah basah.
 Jadi hujan telah turun.
c) Silogisme hipotetik yang premis Minornya mengingkari
anticendent, seperti :
 Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa , maka
kegelisahan akan timbul.
 Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa.
 Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
d) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari
bagian konsekwensinya, seperti:
 Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan
gelisah.
 Pihak penguasa tidak gelisah.
 Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

3. Silogisme disjungtif.
Adalah silogisme dimana premis mayor maupun minornya,
baik salah satu maupun keduanya, merupakan keputusan
disjungtive8, atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme
disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk
proposisi disjungtife contoh :
 Kamu atau saya yang pergi.
 Kamu tidak pergi.
 Maka sayalah yang pergi.

8
Ibid. Sunardji, 80

8
Silogisme disjungtive mempunyai dua buah corak diantaranya :
a) Akuilah satu bagian disjungtif pada premis minor, dan
tolaklah lainnya pada kesimpulan . misalnya :
 Planet kita ini diam atau berputar.
 Karena berputar, jadi bukanlah diam.
 Corak ini di sebut modus ponendo tolles.
b) Tolaklah satu bagian disjungtif pada premis minor, dan
akuilah yang lainnya pada kesimpulan. Misalnya :
 Planet bumi kita ini diam atau berputar.
 Planit bumi kita ini tidak diam.
 Jadi. planet bumi kita ini berputar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas
mempunyai dua tipe9, yaitu :
a) Primis minornya mengingkari salah satu alternative,
konklusinya adalah mengakui alternative yang lain, seperti :
 Ia berada diluar atau di dalam
 Ternyata tidak berada di luar.
 Jadi ia berada di dalam.
 Ia berada di luar atau di dalam
 Ternyata tidak berada di dalam
 Jadi ia berada di luar.
b) Premis minor mengakui salah satu alternative,
kesimpulannya adalah mengingkari alternative yang lain,
seperti:
 Budi di masjid atau di sekolah.
 Ia berada di masjid.
 Jadi ia tidak berada di sekolah.
 Budi di masjid atau di sekolah.

9
Ibid , Mundari ,135

9
 Ia berada di sekolah .
 Jadi ia tidak berada di masjid.
4. Dilema.
Menurut Mundari dalam bukunya yang berjudul logika ia
mengartikanDilema adalah argumerntasi , bentuknya merupakan
campuran antara silogismehipotetik dan silogisme disyungtif . Hal
ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi
hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif .
Konklusinya, berupa proposisi disyungtif , tetapi bisa proposisi
kategorika. Dalam dilema , terkandung konsekuensi yang kedua
kemungkinannya sama berat . Adapun konklusi yang diambil selalu
tidak menyenangkan . Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai
alat pemojok , sehingga alternatif apapun yang dipilih , lawan bicara
selalu dalam situasi tidak menyenangkan10

Suatu contoh klasik tentang dilema adalah ucapan seorang


ibu yang membujuk anaknya agar tidak terjun dalam dunia politik,
sebagai brikut :

 Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu. Jika


engkau berbuat tidak adil tuhan akan membencimu.
Sedangkan engkau harus bersikap adil atau tidak adil. Berbuat
adil ataupun tidak engkau akan dibenci.
 Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi
menggiatkan belajar tidak berguna. Sedangkan bila
mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil.
Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat
atau tidak membawa hasil.

10
Ibid , Mundari ,138

10
Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi
disjungtif, Contoh pertama adalah dilema bentuk baku, kedua bentuk
non baku.

Sekarang kita ambil contoh dilema yang konklusinya


merupakan keputusan kategorika.

 Jika Budi kalah dalam perkara ini, ia harus membayarku


berdasarkan keputusan pengadilan. Bila ia menang ia juga
harus membayarkuberdasarkan perjanjian. Ia mungkin kalah
dan mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap harus
membayar kepadaku.
 Setiap orang yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun
dalam kebaikan. Setiap pendusta membutuhkan rahmat
supaya dapat ditobatkan. Dan setiap manusia itu saleh atau
pendusta. Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.

Dilema dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan


argumentasi) dimana kita harus memilih dua alternative yang kedua–
duanya mempuyai konsekwensi yang tidak diinginkan, sehingga sulit
menentukan pilihan11.

Aturan – aturan dilema dan Cara Mengatasi Dilema

1. Aturan–aturan dilema :
 Disjungsi harus utuh. Masing–masing bagian harus betul–
betul selesai, sehingga tidak ada kemungkinan lain. Apabila
terdapat kemungkinan lain, hal akan merupakan jalan keluar.
Tutuplah jalan keluar tersebut. Waspadalah untuk tidak
tergelincir kedalam sofisme yakni pemikiran yang
nampaknya betul, tetapi sesungguhnya salah.

11
Ibib , Mundari ,140

11
 Konsekuen haruslah sah disimpulkan dari masing–masing
bagian.
 Kesimpulan yang ditarik dari masing–masing bagian,
haruslah merupakan satu satunya kesimpulan yang mungkin
diambil. Jika tidak, maka lawan kita akan sanggup
mengambil kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan
kita.
2. Cara Mengatasi Dilema

Ada beberpa cara yang dapat kita pakai dalam


mengatasi dilemma yang kita hadapi :

a. Dengan meneliti kausalitas premis mayor. Sering benar


terjadi dalam dilema terdapat hubungan kausalitas tidak
benar yang dinyatakan dalam premis mayornya. Dalam
contoh diatas dikemukakan bahwa motivasi peningkatan
belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil. konklusi
tidak benar, karena di tarik dari premis mayor yang
mempuyai hubungan kausalitas tidak benar. Tidak semua
mahasiswa yang tidak suka belajar mempunyai sebab yang
sama. Dari sekian mahasiswa yang tidak suka belajar, bisa
disebabkan kurang kesadaran, sehingga motivasi sangat
berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilema model ini
kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak mempuyai
dasar kebenaran yang kuat.
b. Dengan meneliti alternative yang di kemukakan. Mengapa,
karena mungkin sekali alternative pada permasalahan yang
diketegahkan tidak sekedar dinyatakan, tetapi lebih dari itu.
Pada masa lalu seorang pemimpin sering berkata : Pilihlah
Sukarno atau biarlah Negara ini hancur. Benarkan hanya
Sukarno yang bisa menyelamatkan Negara ini ? Apakah

12
tidak ada orang lain yang bisa menggantinya ? Tentu saja
ada, sehingga alternatifnya lebih dari dua.
c. Dengan kontra dilema. Bila dilema yang kita hadapi tidak
mengandung kemungkinan, maka dapat kita atasi dengan
mengemukakan dilema tandingan. Banyak sekali dilema
yang di hadapi orang kepada kita merupakan alat pemojok
yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan, maka dilema
itu dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang mempunyai
konklusi berlainan dengan penampilan semula. Sebagai
contoh adalah pendapat orang yang menyatakan bahwa
hidup ini adalah penderitaan, hendak memaksakan
keyakinan itu dengan mengajukan dilema kepada kita
sebagai berikut :
 Bila kita bekerja maka kita tidak bisa menyenangkan diri
kita. Bila kita tidak bekerja, kita tidak dapat uang. Jadi
bekerja atau tidak bekerja, kita dalam keadaan tidak
menyenangkan.

Dilema itu dpat kita jawab dengan kontra dilema sebagai


berikut:

 Bila kita bekerja, kita mendapat uang. Bila kita tidak bekerja
kita dapat menyenangkan diri kita. Jadi bekerja atau tidak,
selalu menyenangkan kita.
d. Dengan memilih alternative yang paling ringan. Bila dilema
yang kita hadapi tidak mungkin kita atasi dengan teknik
diatas, maka jalan terakhir adalah memilih alternatif yang
paling ringan. Pada dasarnya tidak ada dilema yang
menampilkan alternatif yang benar- benar sama beratnya.
Dalam dilema serupa dibawah ini kita hanya dapat memilih
alternative yang paling ringan, contoh :

13
 Apabila tuan masih tercatat sebagai pegawai negeri, maka
tuan tidak bisa menduduki jabatan tertinggi pada PT “Buana
Jaya“ ini, untuk menduduki jabatan tinggi pada PT ini maka
anda harus rela melepaskan status tuan sebagai pegawai
negeri. Sementara itu anda berat melepas pekerjaan sebagai
pegawai negeri, sedangkan bila tidak menjabat pimpinan
pendapatan anda di PT itu tetap sedikit.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Dari pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Penalaran yang premisnya terdiri atas beberapa proposisi sehingga dapat
disimpulkan. Dua bentuk utama penalaran tidak langsung yaitu induktif dan
deduktif.
2. yang di namakan dengan silogisme adalah suatu pengambilan kesimpulan dari
dua macam keputusan (yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya
harus universal) suatu keputusan yang ketiga yang kebenarannya sama dengan
dua keputusan yang mendahuluinya. Dengan kata lain silogisme adalah
merupakan pola berpikir yang di susun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Dan pada saat ini Silogisme terdiri dari silogisme kategorik,
silogisme hipotetik, Silogisme disyungtif, dilema.
B. Saran.
Menghadapi era globalisasi yang penuh dengan berbagai teknologi canggih,
maka kita hendaknya juga semakin cermat dalam mengaplikasikannya. Dalam hal
ini penulis berharap dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai bebagai
macam masalah fiqh kontemporer dan pandangan islam mengenai hal tersebut. dan
kami juga mengharapkan masukan dan kritikannya untuk makalah kami, jangan
dijadikan panduan, tapi cari perbandingan yang lain untuk memperkuat hokum-
hukum dan penjelan lain yang lebih detail dan meluas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sunardji dahri tiam H. 2001. Langkah–langkah berpikir logis. cet 2. pamekasan : CV Bumi
Jaya nyalaran Pamekasan

Jujun s. suria sumantri. 2003. filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta : pustaka
sinar harapan jakarta

Tim media , Kamus lengkap bahasa Indonesia media senter ,

Pius A partanto Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiyah popular. Surabaya: Arkola Surabaya

Mundiri H. 1994. Logika. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai