Anda di halaman 1dari 23

“URGENSI ILMU DAN ULAMA”

“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis Tarbawy”
Dosen Pengampu : Dr. Muzdalifah Muhammadun, M.Ag.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

M. GUNAWAN 2020203886208034
AIDZULLAH 2020203886208047
UMMI ISTIQAMAH 2020203886208057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
nikmat yang begitu banyak yang telah diberikan kepada kita sebagai hamba-Nya,
salah satunya nikmat kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu.
Shalawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga, sahabat serta orang-orang
yang senantiasa mengikutinya, semoga kelak kita mendapat syafa’atnya.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Muzdalifah
Muhammadun, M.Ag. selaku Dosen Mata Kuliah Hadis Tarbawy, serta teman-
teman yang kami banggakan.
Pada akhirnya, kami menyusun makalah ini dengan tujuan untuk
memberikan edukasi tentang materi pembelajaran “Hadis Tarbawy”. Yang
berjudul Urgensi Ilmu dan Ulama.

Kami berharap dengan adanya makalah ini akan menambah wawasan dan
pengetahuan kita dan kami sadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata
baik dan lengkap olehnya itu, kami sangat menanti masukan-masukan dari teman-
teman sekalian baik kritik maupun saran. Demikian, yang sempat kami tuliskan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Parepare, 21 Oktober 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

2.1 Keutamaan Ilmu dan Ulama........................................................3

2.2 Kewajiban Menuntut Ilmu...........................................................5

2.3 Krisis Ilmu dan Ulama...............................................................16

BAB III PENUTUP...........................................................................................18

3.1 Kesimpulan................................................................................18

3.2 Saran..........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IImu pengetahuan baik secara khusus ilmu agama maupun ilmu pe ngetahuan
secara umum merupakan bagian dari ciri khas manusia. Tidak ada makhluk di
jagat raya ini selain manusia yang diberi ilmu dan yang mampu
mengembangkannya (QS. al-Baqarah (2): 31-32). Sifat-sifat lain seperti
keberanian, kekuatan, kasih sayang, kemurahan dapat dimiliki oleh manusia dan
makhluk lain seperti binatang. Tetapi binatang tidak memiliki ilmu pengetahuan
dan tidak mampu mengembangkannya. Dengan ilmu pengetahuan yang senyawa
dengan akal, manusia dapat mengembangkan budaya dan peradabannya sehingga
dapat mengalahkan makhluk lain dan menjadi pimpinan di atas Bumi ini.

Ilmu pengetahuan yang berkembang terus secara pesat dalam Is lam hendaknya
diimbangi dengan ilmunya para ulama, yakni ilmu yang dapat menambah
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Ilmu Ulama sebagai kontrol
terhadap perkembangan ilmu sehingga kemajuan sains dan teknologi tidak akan
membawa manusia menjadi bias dan asing dari Tuhannya. Betapa pentingnya
ilmu dan ulama dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai kemajuan,
kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pada materi makalah ini
akan dibahas beberapa Hadis yang menjelaskan tentang urgensi ilmu dan ulama
yang meliputi kemanfaatan ilmu, bahaya krisis ilmu dan ulama, dan kewajiban
mencari ilmu.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Keutamaan ilmu dan ulama?
1.2.2 Kewajiban menuntut ilmu?
1.2.3 Krisis ilmu dan ulama?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk Mengetahui Bagaimana Keutamaan ilmu dan ulama.

1
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Kewajiban menuntut ilmu.

1.3.3 Untuk Mengetahui Bagaimana Krisis ilmu dan ulama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Keutamaan Ilmu dan Ulama


Al-Ghazali mengutip beberapa hadits yang menerangkan keutamaan ilmu
dan ulama pada bab ini dari sejumlah perawi hadits.
Al-Ghazali mengatakan, banyak hadits menerangkan keutamaan ilmu dan
ulama. (Imam Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, [Beirut, Darul Kutub Al-
Ilmiyyah: 2019 M/1440 H], halaman 277). 
1. Orang alim merupakan orang yang dikehendaki sebagai orang baik.

ُ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِى ال ِّد ْي ِن َوي ُْل ِه ْمهُ ُر ْش َده‬
Artinya, “Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya ia akan
diberi pemahaman dalam agama dan diilhami petunjuk-Nya,” (HR At-
Thabarani dan Abu Nu’aim).
2. Orang alim merupakan ahli waris para nabi yang mendapatkan derajat
mulia.
)‫ا ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ اأْل َ ْنبِيَا ِء (رواه أبو داود والترمذي‬
Artinya, “Ulama adalah ahli waris para nabi." (HR Abu Dawud dan at-
Tirmidzi).   Telah maklum bahwa tidak ada pangkat di atas derajat para nabi
dan tidak ada kemuliaan di atas kemuliaan ahli waris bagi derajat tersebut.
3. Orang alim adalah orang beriman yang bermanfaat melalui ilmunya baik
untuk orang lain maupun untuk dirinya sendiri.
‫ وإن ا ْستُ ْغنِ َي عنه أ ْغنَى نَ ْف َسه‬،‫اس ال ُم ْؤ ِمنُ ال َعالِ ُم ال ِذي إِ َذا احْ تِ ْي َج إليه نَفَ َع‬ َ ‫أَ ْف‬
ِ َّ‫ض ُل الن‬
Artinya, “Orang paling utama adalah seorang mukmin alim yang
bermanfaat bila dibutuhkan dan mencukupi dirinya bila ‘tidak diperlukan,’”
(HR Ibnu Asakir).
A. Ilmu Bermanfaat

3
‫ "إذا مات اإلنسان‬:‫عن أبي هريرة رضي• هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ أو ولد صالح يدعو له “ (رواه‬,‫ أو علم ينتفع به‬,‫ صدقة جارية‬: ‫انقطع عمله إال من ثالث‬
)‫مسلم‬
1. Kosakata (Mufradât)
a. ‫ = انقطع عمله‬Terputusnya segala amal, artinya seseorang jika telah
meninggal tidak bisa berbuat apa-apa tidak bisa bekerja dan tidak bisa
beramal, berarti terputus pula upah dan ganjarannya.
b. ‫ = إال من ثالث‬Kecuali tiga perkara, tiga perkara ini tidak terputus
pahalanya dengan sebab meninggal orang yang mengerjakan
perbuatan tersebut.
c. ‫ = صدقة جارية‬Sedekah jariah artinya sedekah yang mengalir pahalanya.
d. ‫ = علم ينتفع به‬Ilmu yang bermanfaat yakni ilmu yang diamalkan dan
diajarkan kepada orang lain.
2. Terjemahan
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Apa bila
manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali
tiga: yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang
mendoakan kepadanya." (HR. Muslim)
B. Keutamaan Orang Berilmu
‫ "فضل صلى هللا عليه هللا وعن أبي‬:‫هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم• قال‬
‫ "إن هللا‬:‫أمامة رضي العالم على العابد كفضلى على أذناكم ثم قال رسول وسلم‬
،‫ وحتى الحوت‬،‫ حتى النملة في جحرها‬،‫ومالئكته وأهل السموات واألرض‬
)‫ وقال حديث حسن‬،‫ليصلون على معلم الناس الخير“ (رواه الترمذي‬
1. Kosakata (Mufradât)
a. ‫ = العالم‬Orang yang berilmu, ilmunya bermanfaat.
b. ‫ = العابد‬Orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadah
setelah ia mempelajari hukum-hukum yang wajib.
c. ‫ = النملة‬Semut, hewan kecil dari hewan daratan.
d. ‫ = جخرها‬Liang, lubang, dan sarang (tempat tinggal binatang).

4
e. ‫ = الحوت‬Ikan, hewan laut, penyebutan al-naml dan al-hût sebagai
penegas dan merupakan kesatuan diantara hewan darat dan laut.
f. ‫ = ليصلون‬Membacakan selawat, maksud selawat jika datang dari
Allah SWT rahmat, jika datang dari malaikat istigfar dan jika dari
manusia dan hewan merupakan doa.
2. Terjemahan
Dari Abu Umamah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
"Kelebihan ahli ilmu ('alim) terhadap ahli ibadah ('abid) adalah kele
bihanku terhadap orang yang paling rendah di antara kamu sekalian,
kemudian Rasulullah SAW meneruskan sabdanya: "Sesungguhnya
Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan Bumi sampai
semut yang berada di sarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan
rahmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia."
(HR. al Turmudzi).

2.2. Kewajiban Menuntut Ilmu


‫عن أنس بن مالك قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أطلبوا• العلم ولو بالصين فإن طلب‬
‫العلم فريضة على كل مسلم إن المالئكة تضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يطلب (أخرجه‬
)‫ابن عبد البر‬1
‫ طلب العلم فريضة على كل مسلم وإن طالب العلم يستغفر له كل شيئ حتى‬:‫وفي• رواية‬
)‫الحيتان في البحر (ابن عبد البرفي العلم عن أنس حديث صحیح‬2
1. Kosakata (Mufradât)
a. ‫ = بالصين‬Di negeri Cina.
b. ‫ = فريضة يضة‬Fardu, wajib.
c. ‫ = أجنحتها‬Sayap malaikat, jamak dari kata ‫جناح‬
d. ‫ = الحيتان‬Ikan jamak dari kata ‫الحوت‬
2. Terjemahan

1
Al-Suyuthiy, al-Jami' al-Shagir, h. 44 dan al-Hamsyimiy, Mukhtar al-Ahadits, h. 23, (Ibnu Abd. al-
Barr, Jâmi' Bayani al-Ilmi Wa Ahlih).
2
Idem, h, 54.

5
Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Carilah ilmu
walaupun di negeri Cina. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap
Muslim. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu
karena rida dengan apa yang dicari." (HR. Ibnu Abd al-Barr)

Dalam riwayat: "Mencari ilmu wajib terhadap setiap orang Islam.


Sesungguhnya pencari ilmu dimohonkan pengampunan kepadanya oleh segala
sesuatu sehingga ikan dalam lautan." (HR. Ibn Abdil Barr dari Anas Hadis
Shahih)

3. Penjelasan (Syarah Hadis)

a. Kualitas Hadis

Hadis di atas ditampilkan dalam Hadis Tarbawi sebagai referensi sekalipun


diperselisihkan kualitasnya oleh para ulama tetapi terkenal di kalangan para
pelajar, santri dan mahasiswa di mana saja berada. Dalam Ilmu Hadis disebut
masyhur non-isthilähiy artinya terkenal di kalangan kelompok tertentu
sekalipun perawinya kurang dari tiga orang pada setiap tingkatan sanad. Al-
Suyuthiy menilai Hadis tersebut berkualitas dha'if, al-Maqdisiy menilai
sepotong Hadis berikut:

‫اطلبوا العلم ولو بالصين‬

Dinilai mawdhu dengan berpegang penilaian Ibnu Taymiyah bahwa ungkapan ini
tidak berasal dari Nabi SAW.3 Riwayat lain mengungkapkan:

‫أطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم (أخرجه العقيلي في الضعفاء‬
‫وابن عدي في الكامل والبيهقي في شعب اإليمان وابن عبد البر في العلم عن أنس حدیث‬
)‫ضعیف‬4

3
Al-Maqdisiy, al-Fawâid al-Mawdhû`ah fi al-Ahâdîts al-Mawdhu`ah, Ed. al-Shabbagh, Beirut: Dår
al-'Arabiyah, 1977, h. 94.
4
Al-Suyuthiy, al-Jami' al-Shagîr, h. 44.

6
"Carilah ilmu walaupun di negeri Cina. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas
setiap Muslim." (HR. al-'Uqayliy dalam al-Dhu' afa', Ibnu 'adiy dalam al-Kâmil,
al-bayhaqiy dalam Syu'ab al-Iman dan Ibnu 'Abd al-Barr dalam al-Ilmu dari Anas,
Hadis dha'if)

Sedangkan potongan berikutnya:

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬

Al-Maqdisiy menjelaskan kualitas Hadis ini dengan mengutip pendapat Ibnu Abd.
al-Barr bahwa Hadis ini datang melalui beberapa sanad dan semuanya ada cacat
(ma'lul = ber-illat). Adapun yang lain berpendapat melalui banyak sanad yang
mencapai tingkat Hasan.5 Al-Suyuthiy menilai shahih dengan adanya lanjutan
kalimat berikutnya yang berbeda sebagaimana berikut:

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم وإن طالب العلم يستغفر له كل شيئ حتى الحيتان في البحر‬
)‫(ابن عبد البرفي• العلم عن أنس حديث صحیح‬6

"Mencari ilmu wajib terhadap setiap orang Islam. Sesungguhnya pencari ilmu
dimohonkan pengampunan kepadanya oleh segala sesuatu sehingga ikan dalam
lautan." (HR. Ibn Abdil Barr dari Anas Hadis Shahih)

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم وهللا يحب إغاثة اللهفان (البيهقي في شعب اإليمان وابن‬
)‫عبد البر عن أنس صحيح‬7

''Mencari ilmu wajib atas setiap umat Muslim dan Allah mencintai orang teraniaya
yang minta pertolongan." (HR. Al-Bayhaqiy dalam Su'ab al-Iman dan Ibn Abd.
Al barr dari Anas, Hadis Shahih)

Makhluk seluruhnya adalah keluarga Allah, sebaik mereka adalah yang dapat
berbuat sesuatu yang bermanfaat kepada mereka, terutama ketika membutuhkan
bantuan seperti teraniaya atau terkena musibah dan lain-lain.

5
Al-Maqdisiy, al-Fawâid al-Mawdhû`ah fi al-Ahâdîts al-Mawdhû ah, h. 76.
6
Idem, h. 54.
7
Idem, h. 54.

7
Al-Suyuthiy menilai dha'if dengan tambahan berikut dha'if:

‫طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر• واللؤلؤ‬
‫والذهب(أخرجه ابن ماجة عن أنس) حديث ضعیف‬

"Mencari ilmu wajib atas setiap Muslim. Pembawa ilmu tidak pada ahlinya
bagaikan orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, dan emas." (HR.
Ibnu Majah dari Anas, Hadis dha'if)

Setiap ilmuwan memiliki spesifikasi ilmu sesuai dengan bidangnya. Seseorang


yang berbicara ilmu yang bukan pada ahlinya berarti zalim atau suatu
penganiayaan sama halnya mengenakan kalung pada binatang yang sangat rendah
benda yang sangat berharga, tentu orang muak dan menolak hal tersebut.

Sekalipun Hadis ini dinilai dha'if oleh mayoritas ulama, tetapi layak disebutkan
yang statusnya sebagai pendukung terhadap Hadis di atas yakni mencari ilmu di
negeri Cina.

b. Penjelasan Kandungan Hadis

Ada beberapa pokok pesan dalam Hadis di atas, sebagai berikut:

‫أطلبوا العلم ولو بالصين‬

"Carilah ilmu walaupun di negeri Cina."

Mencari ilmu suatu kewajiban sekalipun di mana saja dan dalam keadaan
bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang meninggalkan ilmu atau tidak
mencarinya. Makna walaw dalam bahasa Arab menunjuk batas maksimal apa pun
yang terjadi (li al-ghayah). Para ulama memberi penjelasan makna walaupun di
negeri Cina dalam Hadis tersebut antara lain:

1. Al-Manawiy dalam kitab al-Taysir Syarah al-Jami' al-Shaghir memberikan arti


sekalipun sangat jauh (mubalagha fi al-bu'di) dengan alasan kewajiban
menuntutnya sebagaimana Hadis lanjutannya. Oleh karena itu, Jabir bin Abdillah
seorang sahabat Rasulullah mengadakan rihlah (perjalanan) yang jauh dari

8
Madinah ke Mesir hanya untuk mendapatkan satu Hadis dari seseorang di sana
selama satu bulan.

2. Faydh al-Qadir memberikan arti yang sama, yakni walaupun tercapainya ilmu
harus mengadakan perjalanan yang sangat jauh seperti perjalanan ke Cina dan
sangat menderita. Orang yang tidak sabar penderitaan dalam mencari ilmu
kehidupannya buta dalam kebodohan dan orang yang sabar atasnya akan meraih
kemuliaan dunia akhirat.

3. Abdullah bin Baz dalam Majmû' Fatawanya; anjuran mencari ilmu walaupun di
tempat yang sangat jauh bukan berarti Cinanya. Hadis menyebutkan walau di
negeri Cina, karena Cina negara yang jauh dari Arab. Ini jika benar khabar shahih.

4. Muhammah Abduh dalam al-Mannar memberikan komentar mencari ilmu


dengan siapa saja atau dari mana saja sekalipun bukan negeri Muslim. Di Cina
pada saat itu belum ada seorang Muslim, penduduknya penyembah berhala
(watsaniyun) tidak Majusi. Bahkan Syekh Yusuf al-Qardhawi menunjuk makna
Hadis belajar ilmu pengetahuan sekalipun di Barat atau negara maju tingkat ilmu
pengetahuan atau sains dan teknologinya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna mencari ilmu
sekalipun dinegari Cina adalah sekalipun jauh dari tempat tinggal, sekalipun
menderita dan sulit, sekalipun datang dari non-Muslim atau sekalipun di negera
minoritas muslim yang sudah maju. Sebagian pendapat Cina sudah mengalami
kemajuan pada waktu itu seperti membuat kertas dan lain-lain. Dr. Luthfi
Fathullah memberi komentar bahwa matan Hadis ini banyak diper tanyakan dan
diragukan orang dengan mempertanyakan, benarkah Nabi Muhammad SAW
mengetahui adanya negeri bernama Cina? Hematnya, pertanyaan itu tidak perlu
muncul, karena kemungkinan Nabi SAW mengetahuinya adalah sangat besar.
Pertama, dari sudut sejarah, baginda adalah pedagang antarbangsa, Beliau waktu
usia muda pernah dua kali minimal pergi ke Syam sebagai kota perdagangan. Di
kota itu sudah ada kebudayaan Romawi dan tentu saja sudah berinteraksi dengan

9
budaya lain. Jadi, tidak mustahil dalam perjalanan itu baginda mendengar tentang
peradaban negeri Cina yang sudah tinggi.

Kedua, apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, tidaklah berhenti pada
pengetahuan Beliau saja, tetapi ada unsur wahyu Allah yang berperan. Jika
kemungkinan ini diambil, dan hal ini sangatlah mungkin, maka unsur kejanggalan
matan Hadis ini tidak ada muncul lagi. Banyak hikmah yang dapat dipetik dari
kata negeri Cina di sini. Pertama, negeri atau kekaisaran yang populer di kalangan
awam pada saat itu adalah Romawi dan Kisra. Jarak kekuasaan kedua kekaisaran
ini tidaklah terlalu jauh dari dunia Islam. Bahkan Rasulullah sendiri pernah
menuliskan surat untuk mereka dan kerajaan dan kekaisaran lain. Walhasil, Nabi
ingin memberitakan kepada umat Islam bahwa ada negeri lain yang juga sudah
memiliki peradaban yang maju.

Hukum menuntut ilmu sebagaimana disebutkan pada Hadis berikut:

‫فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم‬

"Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim."

Hukum mencari ilmu wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik laki dan
perempuan, makna wajib di sini adakalanya wajib' ain dan ada kalanya wajib
kifayah. Kata "Muslim" berbentuk mudzakar (laki-laki), tetapi maknanya
mencakup mudzakar dan muannats (perempuan). Maksudnya orang Muslim yang
mukalaf yakni Muslim, berakal, balig, laki-laki, dan perempuan. Dari sekian
banyak buku Hadis penulis tidak menjumpai kata muslimatin setelah kata Muslim
di atas. Hukum mencari ilmu fardu bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun
perempuan.

Hukum mencari ilmu wajib sebagaimana Hadis di atas. Masa mencari ilmu
seumur hidup (long life of education) sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara,
bahwa menuntut ilmu sejak lahir sampai mati. Sebagian ulama salaf berkata:

‫أطلب العلم من المهد إلى اللحد‬

10
"Carilah ilmu dari ayunan sampai lubang kubur."

Sedang di antara manfaat menuntut ilmu untuk memperoleh kebahagiaan dunia


dan akhirat. Imam Syafi'i berkata sebagaimana yang dikutip oleh al-Nawawi
dalam kitabnya Tahdzib al-Asma wa al-Lughât (1): 74):

‫ ومن أراد األخرة فعليه بالعلم‬,‫من أراد الدنيا فعليه بالعلم‬

Barang siapa yang menghendaki dunia hendaknya dengan ilmu dan barang siapa
yang menghendaki akhirat hendaknya dengan ilmu.

Maksud ilmu di sini secara umum baik ilmu syara' maupun ilmu pengetahuan.
Keduanya penting untuk mencari kemaslahatan dunia dan akhirat. Sedang maksud
ilmu yang wajib dituntut sebagaimana Hadis di atas adalah ilmu syara' dan
kewajibannya adakalanya fardu ain dan adakalanya fardu kifayah. Ibn al-Mubarak
ketika ditanya tentang makna Hadis di atas menjawab; maknanya tidak seperti
yang mereka duga, tetapi apa yang terjadi pada seseorang dari urusan agamanya
akan dimintai pertanggungjawaban sehingga ia harus mengetahui ilmunya. Al
Baydhawiy menjelaskan bahwa maksud ilmu di sini adalah ilmu tidak ada jalan
lain kecuali harus mengetahuinya seperti yang mengetahui Sang Pencipta alam
dan ke-Esaan-Nya, mengetahui ke nabian Muhammad SAW dan mengetahui cara
shalat, semua ini hu kumnya fardu' ain. Al-Ghazali dalam al-Manhaj menjelaskan
bahwa mancari ilmu ada tiga ilmu sebagai berikut:

1. Ilmu tauhid, ilmu mengetahui pokok-pokok agama seperti mengetahui sifat-


sifat Tuhan Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha hidup, Maha Menghendak,
dan Maha Mendengar. Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari
segala sifat alam. Ilmu ini juga mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan
Allah dan membenarkan segala apa yang disampaikan.

2. Ilmu sirr, ilmu hati dan pergerakannya, yakni mengetahui kewajiban hati serta
mengetahui larangan-larangannya sehingga mendapatkan keikhlasan niat dan
keabsahan amal.

11
3. Ilmu Syari'ah, segala ilmu yang wajib diketahui untuk melaksanakan syariah
dan ibadah. Selain tiga di atas hukumnya wajib kifayah.

4. Di antara ulama seperti al-Zarnujiy dalam kitabnya Ta'lim al Muta' allim, al-
Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din dan al-Manawiy dalam al-Taysir bi
Syarh al-Jami' al-Shaghir membagi hukum mencari ilmu adakalanya wajib,
haram, sunah, mubah dan makruh bergantung manfaat dan mudaratnya. Hukum
wajib 'ain seperti ilmu wudhu, shalat, puasa, dan lain-lain yang menyangkut amal
wajib. Seorang berharta wajib mengetahui ilmu zakat, seorang yang melakukan
transaksi jual beli wajib mengetahui hukum muamalah, seorang beristri wajib
mengetahui pergaulan dengan wanita dengan baik dan lain-lain.

Al-Zarnujiy menyebutnya ilmu al-hâl, yakni ilmu yang wajib di lakukan sekarang
baik menyangkut akidah, ibadah, dan akhlak atau di artikan ilmu tingkah laku.
Sedang wajib kifayah, jika sudah ada sebagian di antara umat Islam yang
melakukannya, maka yang lain gugur dosanya seperti ilmu falak atau ilmu
astronomi untuk mengetahui rukyat al-hilal melihat bulan sebagai penetapan awal
bulan dan lain-lain, ilmu saintek untuk pendukung tegaknya pelaksanaan agama
atau untuk kemajuan umat Islam dan lain-lain. Menurut al-Zarnuji termasuk wajib
kifayah adalah ilmu mustaqbal, yakni belajar ilmu yang tidak segera dikerjakan
seperti orang miskin belajar tentang zakat dan haji atau mempelajari ilmu
sekalipun syara' tetapi tidak untuk diamalkan segera.8

Penyebutan istilah ilmu itu tersebut ahli didik beragam Ibnu Khaldun menyebut
ilmu aqliyah dan naqliyah, al-Ghazali menyebut ilmu syariat dan aqliyah, al-Attas
menyebutkan ilmu fardu `ain dan ilmu fardu kifayah, sedangkan seminar
pendidikan internasional di Mekkah al-Mukarramah 1977 menyebutkan ilmu
wahyu dan ilmu muktasab9 (ilmu yang diperoleh hasil research). Sekalipun
berbeda istilah-istilah di atas, tetapi maknanya sama atau hampir sama.

‫إن المالئكة تضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يطلب‬

8
Ibrahim bin Ismail, Ta`lîm al-Muta`allim Thariq al-Muta`allim, (Semarang: Taha Putra, t.th.), h. 4.
9
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, h. 326.

12
Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu karena rida
dengan apa yang dicari.

Sesungguhnya malaikat menahan sayapnya, tidak terbang, diham parkan sayapnya


karena hormat dan cinta kepada pencari ilmu. Ada dua pengertian maksud
malaikat meletakkan sayapnya, sebagai berikut:

1. makna majas (metafora): yakni malaikat hormat dan merendah terhadap


penuntut ilmu sebagaimana kata Zayn al-'Arab. Perbandingannya seperti QS. al-
Isra(17): 24:

‫واخفض لهما جناح الذل من الرحمة‬

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.

Merendahkan sayap atau meletakkannya diartikan sayang, merendah, tawadu' dan


hormat sebagaimana kewajiban anak terhadap kedua orangtuanya. Atau diartikan
malaikat menahan sayapnya untuk tidak terbang, tetapi turun ke Bumi mengepung
para penuntut ilmu membawa rahmat dan ketenagan. Atau diartikan dibantu
malaikat dan dimudahkan jalannya dalam mencari ilmu. Dalam Hadis Rasul
bersabda:

‫ما من قوم• يذكرون هللا إال حقت بهم المالئكة ونزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة (أخرجه‬
)‫الترمذي‬

"Tidak ada sebuah kaum yang zikir kepada Allah melainkan malaikat mengepung
mereka, turun rahmat atas mereka ketenangan dan rahmat." (HR. al-Turmudziy)

2. Makna para malaikat menghamparkan sayapnya un tuk diinjak atau diduduki


para penuntut ilmu, karena rida terhadapnya. Kita manusia tidak melihat hal itu
tetapi Allah yang Maha Melihat, karena hal ini termasuk berita gaib yang
diberitakan Nabi SAW. Dalam kitab Tuhfat al-Ahwadziy syarah Jami' al-
Turmudziy (6/481) disebutkan, bahwa makna kedua ini didukung oleh
periwayatan Ibn al-Qayyim dari Ahmad bin Syu'ayb berkata: Suatu ketika kami
bersama sebagian ahli Hadis di Bashrah menyampaikan Hadis ini di suatu majelis,

13
di situ ada seorang muktazilah yang mengejek Hadis ini, seraya berkata: "Demi
Allah, akan ku pijakkan sandal saya dan aku injak-injakkan di atas sayap
malaikat". Besoknya benar ia lakukan, ia berjalan di atas kedua sandalnya, kedua
kakinya tergelincir dan ia terjatuh.

Demikian juga al-Thabaraniy meriwayatkan: Aku mendengar Ibnu Yahya al-Sâjiy


berkata: "Aku berjalan di suatu gang di Bashrah menuju ke pintu majelis sebagian
ulama Hadis, kami berjalan cepat dan bersama kami pada waktu itu ada seorang
yang melawak dan dicurigai agamanya. Ia berkata: "Angkat kakimu dari sayap
malaikat" seolah-olah orang itu mengejek atau merendahkan Hadis tersebut.
Orang tersebut tahu-tahu tidak bisa berjalan dan tidak bisa bergerak kakinya
seolah terikat kakinya dan terjatuh di atas Bumi".10

Demikian realita yang terjadi pada saat itu, makna yang baik dan sempurna adalah
kompromi kedua arti tersebut di atas baik makna hakekat maupun makna
metafora.

‫وإن طالب العلم يستغفر له كل شيئ حتى الحيتان في البحر‬

Sesungguhnya pencari ilmu dimohonkan pengampunan kepadanya oleh segala


sesuatu sehingga ikan dalam lautan.

Segala sesuatu atau makhluk termasuk ikan di laut semuanya memohonkan


pengampunan kepada pencari ilmu. Al-Manawiy dalam kitab al-Taysir bi Syarhi
al-Jami' al-Shaghir menjelaskan makna Hadis ini, bahwa pencari ilmu ditulis
istigfarnya sebanyak bilangan binatang, doanya mustajab.

Hikmahnya, ketenteraman alam dunia bergantung pada ilmu. Dengan ilmu ini
manusia mengetahui haramnya menyakiti, menyiksa, atau merusak burung dan
ikan.

Demikian urgensi ilmu yang amat tinggi bagi keselamatan jiwa manusia dan alam
jagat raya. Dengan ilmu alam tenang dan jika lenyap ilmu, maka lenyap pula

10
Al-Manawiy, Faidh al-Qadir ..., h. 693.

14
alam. Karena ilmu inilah pencari dan peng ajarnya dimulaikan Allah dan
dimulaikan seluruh makhluk, diampun segala dosanya dan didengar doanya.

4. Pelajaran yang Dipetik dari Hadis/ Nilai-Nilai Pendidikan (Syarah


Tarbawy)

a Kewajiban menuntut ilmu di mana saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula
sekalipun dalam keadaan sulit dan jauh.

b. Kewajiban menuntut bagi Muslim laki dan perempuan yang sudah mukalaf.

c. Kewajiban menuntut ilmu adakalanya wajib lain dan adakalanya wajib kifayah.

d. Penuntut ilmu dicintai, dihormati, dan dilindungi oleh para malaikat.

5. Biografi Singkat Perawi Hadis Sahabat

Anas bin Malik nama lengkapnya adalah Anas bin Malik bin al Nashr al-AnsharI
al-Khazraji. Ia hadir di Madinah di hadapan Nabi SAW bersama ibunya bernama
Ummi Sulaym ketika berusia 10 tahun. Ibunya berkata: Hai Rasulullah SAW ini
Anas bin Malik seorang anak yang akan berkhidmah membantu engkau.
Rasulullah menerimanya sebagai khadam (pembantu) dan berkhidmah selama 10
tahun. Selama menjadi khadam Anas tidak pernah mendengar kata-kata Nabi yang
menyinggung perasaan dan tidak pernah mempersoalkan apa yang dilakukannya:
Mengapa demikian? Atau mengapa kamu lakukan begini kok tidak begini? dan
seterusnya. Dia salah seorang sahabat yang mendapat do'a dari Nabi SAW.
Do'anya sangat menggembirakan bagi orang dahulu, tetapi aneh bagi umumnya
orang sekarang yaitu:

‫اللهم أكثر ماله وولده وبارك• له وأدخله الجنة‬

Ya Allah perbanyaklah harta dan anaknya, berkahilah dia dan masukkanlah dia ke
dalam surga.

Do'a Nabi dikabulkan Tuhan, Anas tergolong sahabat yang ba nyak harta dan
banyak anak berkat do'a Nabi SAW. Ketika wafat ia meninggalkan anak sebanyak

15
120 orang anak lebih dalam usia lebih dari 100 tahun. Ia meninggal dunia di
Bashrah pada tahun 93 H dan meri wayatkan Hadis sebanyak 2.286 Hadis.

2.3. Krisis Ilmu dan Ulama

‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه‬:‫وعن عبد هللا بن عمرو بن العاص رضي هللا عنهما قال‬
‫ ولكن يقبض العلم بقبض العلماء‬،‫ إن هللا ال يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس‬:‫وسلم يقول‬
‘‘‫ فضلوا• وأضلوا‬،‫ فسئلوا فأفتوا• بغير علم‬،ً‫حتى إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رؤوسا جهاال‬
)‫(متفق عليه‬

1. Kosakata (Mufradat)

1. ‫ = اليقبض العلم‬Allah tidak mencabut ilmu, melenyapkannya dari dunia.

2. ‫ = انتزاعا‬Dari kata al-naz'i atau intaza 'a yaitu mencabut. Dalam bahasa Arab
kata intizá' mashdar yang semakna dengan kata yaqbidl status i rab-nya menjadi
maf'ul muthlaq.

3. ‫ = قبض العلماء‬Dengan tercabutnya ulama yakni wafat.

4. ‫ = لم يبق‬Tidak tersisa, meninggal semua.

5. ‫ = رؤوسا‬Jamak dari kata ra'sin = kepala, dan pada salah satu riwayat ru'ûsan
jamak dari raisin = pimpinan.

6. = ‫ فأفتوا‬Maka mereka berfatwa, berpendapat tentang hukum.

2. Terjemahan

Dari Abdullah bin Amr bin al- 'Ash r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu yang dicabut dari
dalam dada manusia, tetapi Allah mencabut ilmu dengan wafatnya para ulama,
sehingga bila sudah tidak ada lagi orang alim maka orang-orang akan mengangkat
orang yang bodoh se bagai pemimpin, kemudian mereka ditanya sesuatu mereka

16
memberi fatwa yang tidak didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". 11 (HR.
Bukhari dan Muslim).

11
Mencabut ilmu di sini seperti dijelaskan dalam fathul Baari adalah menghapus nya dari hati,
lihat Fathul Baari Bisyarhi Shahih al-Bukhari, al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani, h. 238, Juz 1, Cet. 1,
Daarut Taqwa li at Turats.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ada tiga amal manusia yang tak terputus pahalanya sekalipun telah meninggal
yaitu; sedekah jariah, ilmu bermanfaat, dan anak saleh. Sedekah jariah maknanya
sedekah sesuatu benda yang tidak habis setelah dimanfaatkannya pahalanya
mengalir selama masih dapat dimanfaatkan. Ilmu yang bermanfaat artinya ilmu itu
diajarkan kepada orang lain diamalkan dan diajarkan juga kepada orang lain.
Anak saleh adalah anak yang beriman dan mendoakan kepada orangtua.

Seorang alim atau ahli ilmu lebih utama daripada abid yakni ahli ibadah bagaikan
keutamaan Nabi terhadap sahabat yang terendah. Keu tamaan alim tidak hanya
untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain sedangkan keutamaan abid
hanya untuk dirinya sendiri. Allah dan seluruh makhluk di langit dan di Bumi
membacakan selawat kepada orang alim. Shalawat Allah maknanya member
rahmat, selawatnya para malaikat memohonkan ampunan sedangkan shalawat
makhluk lain berdoa memohonkan ampunan dan rahmat.

Mencari ilmu hukumnya wajib, adakalanya wajib 'ain dan ada kalanya wajib
kifayah bergantung ilmunya. Kewajiban mencari ilmu sekalipun dalam keadaan
jauh dan sulit seperti di negeri Cina. Malaikat hormat terhadap apa yang dilakukan
pencari ilmu dengan menghampar kan sayapnya berhenti tidak terbang untuk
diinjak mereka atau meng ayomi mereka. Demikian juga seluruh makhluk mulai
yang terbesar sampai yang terkecil, seperti ikan di laut memohonkan
pengampunan kepadanya.

Peranan ilmuan dan ulama sangat penting dalam melestarikan ilmu dan
memelihara alam. Ilmunya Allah dibawa mereka, jika mereka wafat maka
lenyaplah ilmu dari Bumi dan jika ilmu sudah terangkat menusia akan
mengangkat pimpinan yang tak berilmu, fatwanya sesat dan menyesatkan.
3.2 Saran

18
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan
serta juga ketidaksempurnaan. Sehingga penulis mengharapkan kritik, saran
dan masukan dari pembaca agar kedepannya penulis dapat menulis makalah di
lain waktu dengan sempurna.

19
DAFTAR PUSTAKA
Hadits Tarbawi, Abdul Majid Khon, Jakarta, Kencana Pena Media Group, 2012.

Ibnu Qayyim.  1990. Risalah Tabukiyah , (Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin


Muhammad bin Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, cet. Ke-1). Yaman: Maktabah Dar
Al-Quds.

 Soeyoeti, Drs. H Zarkowi. 1995/1996. Pendidikan Agama Islam  Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai