PSIKOLOGI KLINIS
Kelompok 3:
Dosen Pembimbing :
2019 M / 1440 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT serta Shalawat pada Nabi
Muhammad SAW, akhirnya diktat Psikologi Klinis selesai juga ditulis oleh penulis. Gagasan
penulisan diktat ini berasal dari beberapa buku dan jurnal yang berhubungan dengan praktik
psikologi klinis, normal, abnormal dan patologi, DSM, Pendekatan dalam Psikologi Klinis,
Psikofarmatologi dan sebagainya.
Dalam diktat Psikologi Klinis ini yang dibukukan oleh pemateri dalam memenuhi tugas
Psikologi Klinis dari dosen Widia Sri Ardias dalam diktat psikologi Klinis ini ada beberapa
bagian-bagian penting yang dijelaskan serta kriteria dari abnormal tersebut.
Kepada seluruh pembaca penulis berterima kasih apabila dapat kritik diktat ini demi
penyempurnaanya di waktu yang akan datang. Karena penulis yakin bahwa tak ada gading yang
tak retak, tak ada karya tulis yang sempurna, tak ada lebaran putih yang tak berbercak, tak ada
manusia yang sempurna, dan seterusnya.
Penulis berterima kasih kepada semua anggota kelompok yang telah membantu penulis
dalam mempersiapkan diktat ini, sehingga dapat dibukukan dan dibaca serta bermanfaat bagi
mahasiswa dan yang membutuhkan referensi mengenai Psikologi Klinis.
Pemateri
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................
Daftar isi........................................................................................................................................
Pengantar.....................................................................................................................................
- Normal...................................................................................................................
- Abnormal...............................................................................................................
- Patologi..................................................................................................................
- Pendekatan Perilakuan...........................................................................................
- Pendekatan Psikodrama.........................................................................................
- Pendekatan Kelompok...........................................................................................
Bab V Psikofarmakologi.........................................................................................................
- Gambaran Umum...................................................................................................
- Wawancara dalam pemeriksaan Psikologi Klinis...................................................
- Observasi dalam psikologi Klinis...........................................................................
- Pemberian tes dalam pemeriksaan psikologi klinis.................................................
- Penyampaian hasil asessmen klinis dan laporan pemeriksaan psikologi klinis......
- Pendekatan Psikoanalisis........................................................................................
- Pendekatan Belajar.................................................................................................
- Pendekatan Humanistik..........................................................................................
- Pendekatan Sosiokultural.......................................................................................
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
PENGANTAR
Buku ini berawal dari diktat kuliah yang berjudul Pengantar Psikologi Klinis yang
penulis tulis berdasarkan kuliah-kuliah yang pernah penulis terima dari dosen Widia Sri Ardias
yang mengampu mata kuliah psikologi klinis, ditambah ddengan bahan-bahan yang penulis cari
sendiri. Diktat ini ditulis oleh Mahasiswa jurusan Psikologi Islam semester V sebagai diktat
untuk memenuhi tugas Psikologi Klinis yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan.
Buku pengantar psikologi klinis ini ditulis pada tahun 2019 yang terdiri dari 10 Bab, bab
tersebut terdiri teori tentang praktek psikologi klinis, normal, abnormal, dan patologi, DSM,
pendekatan dalam psikologi klinis, psikofarmakologi, assesmen dalam psikologi klinis,
intervensi dalam psikologi klinis, psikoterapi dan teori-teori kepribadian, etika psikologi yang
terkait praktek klinis, dan cabang-cabang penelitian psikologi klinis.
Saya menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, diantaranya banyak
bagian-bagian yang diuraikan secara singkat nsaja. Masukan, koreksi, dan komentar dari
pembaca akan sangat saya hargai.
Penulis
BAB I
Psikologi klinis adalah psikologi terapan yang bertujuan untuk memahami kapasitas
perilaku dan karakteristik individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, saran
dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara memadai (APA,
1935).
Psikologi klinis merupakan salah satu bidang psikologi terapan yang berperan sebagai
salah satu disiplin kesehatan mental dengan menggunakan prinsip-prinsip psikologi untuk
memahami, mendiagnosis da mengatasi berbagai masalah atau penyakit psikologi (Mers,
2000:122). Untuk pertama kalinya, organisasi yang mengatur standar psikologi klinis dibentuk
pada tahun 1947 oleh Dewan Profesi Psikologi Amerika, yakni American Noart of Profesional
Psychology. Lembaga tersebut yang berhak melakukan pengujian, memberikan diploma, serta
mendorong pembinaan kecakapan psikologi professional.
Jenjang pendidikan psikologi klinis
Normal
Menurut Gladstone 1978 untuk mengungkapkan tujuh aspek yang merupakan tingkah
laku penyesuaian diri yaitu: ketegangan, suasana hati, pemikiran, kegiatan, organisasi diri,
hubungan antar manusia, dan keadaan fisik. Masing-masing aspek memiliki Kriteria tingkah laku
yang dijadikan pegangan penilaian normalnya penyesuian. Galdstone membaginya kedalam 5
tingkatan yaitu penyesuaian diri yang normal, penyesuaian darurat, penyesuaian neurotik,
kepribadian neurotik, dan gangguan berat yang masing-masing dapat diberi skor antara 10-50.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa normal adalah keadaan sehat
dalam fungsi keseluruhan.
Kriteria pribadi normal menurut Gunarsa 1989 (dalam A.H.Maslow Mitlemen):
1. Perasaan aman yang adekuat.
2. Memiliki penilaian diri dan wawasan yang rasional.
3. Mempunyai spontanitas dan emosionalitas yang stabil.
4. Mempunyai kontrak realitas yang efisien.
5. Memiliki dorongan dan nafsu jasmani yang sehat.
6. Mempunyai pengetahuan diri yang luas.
7. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, dan sebagainya.
Abnormal
Patologi
Patologi merupakan keadaan sakit, tidak sehat yang biasanya merupakan suatu tinjaun
dari sudut pandang medis. Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyabab
mengapa orang memiliki perilaku, pikiran dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh,
dan umumnya merusak diri sendiri.
BAB III
DSM
Pada tahun 1934, WHO menyusun Diagnostic statistical manual for Mental Disorder
(DSM 1). Merupakan acuan yang digunakan secara universal di Amerika untuk mendiagnosa
gangguan kejiwaan. Karena masih ada kekurangan, DSM I diubah menjadi DSM II yang berlaku
hingga 1968. Depkes RI memakai DSM II yang sudah diadaptapsi untuk indonesia dimana
kategori utama gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
1. Retardasi mental
2. Sindrom otak
3. Psikosis yang bertalian dengan kondisi fisik
4. Neourosis
5. Gangguan kepribadian + gangguan nonpsikotik
6. Gangguan psikofisiologis
7. Gejala-gejala khusus
8. Gangguan situasional sementara
9. Gangguan tingkah laku anak dan remaja
10. Tidak ada ganggaun psikiatrik tetapi bermasalah dan perlu dibantu
11. Tak tergolong
Kini telah ada klasifikasi gangguan jiwa baru yang diberi nama Diagnostic and Stastitical
Manual For Mental Disorder atau DSM III atau DSM IV yang dibuat oleh American Psychiatric
Assosiasion (APA). Berbeda dengan DSM I dan DSM II, pada DSM III dan DSM IV dasar
klasifikasi gangguan jiwa diperluas. Semula DSM hanya memperhatikan satu dimensi yaitu
simtom klinis yang dinyatakan dalam Axis I. Kini DSM yang telah memasuki versi IV revised,
memperhatikan lima dimensi.
Lima dimensi itu adalah ( dalam Gerald. Dkk, ) yaitu:
1. Aksis I
a. Gangguan yang biasanya didiagnosis pertamakali pada masa bayi, kanak-kanak, atau
remaja. Termaksud dalam aksis ini retardasi mental, gangguan belajar, gangguan
keterampilan motorik, gangguan komunikasi, gangguan perhatian, ganggaun makan
pada bayi dan anak-anak dan gangguan lainnya.
b. Delirium, demensia, amnestik dan gangguan kognitif lainnya.
c. Gangguan yang berhubungan dengan zat. Termaksud ganggaun penggunana alkohol,
gangguan pengguanaan amfetamin, gangguan yang dipengaruhi oleh kafein,
ganggaun pengguanaan cannabis, gangguan yang di picu anxiolitic, dan sedaptif.
d. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Termaksud skizofrenia, gangguan bentuk
skizofrenia, gangguan delusional.
e. Gangguan mood. Termaksud didalamnya depresif, bipolar, gangguan suasana hati.
f. Gangguan anxietas, seperti gangguan panik, phobia, OCD, gangguan kecemasan yang
berhubungan dengan kondisi medis umum.
g. Ganggaun samatroform. Seperti gangguan somatisasi, gangguan konversi.
h. Gangguan factitius
i. Gangguan disasosiatif, seperti amnesia disosiatif, gangguan identitas dososiatif,
gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif.
j. Gangguan seksual dan identitas gender, seperti disfungsi seksual, parafilas, gangguan
identitas gender.
k. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa.
l. Gangguan tidur, seperti gangguan tidur primer.
m. Gangguan kontrol implus yang tidak diklasifikasikan dimanapun, seperti
kleptomania, piromania.
n. Gangguan penyesuaian, seperti gangguan penyesuaian diri dengan kecemasan atau
suasana hati depresi.
2. Aksis II
a. Retardasi mental
b. Gangguan kepribadian (skizotipal, ambang, narsistik)
3. Aksis 3
a. Kondisi medis umum (neoplasma, penyakit-penyakit infeksi)
4. Aksis IV (masalah psikososial dan lingkungan)
a. Masalah dengan kelompok pendukung primer
b. Masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial
c. Masalah pendidikan
d. Masalah rumah tangga
e. Masalah dengan akses untuk mendapat pelayanan perawatan kesehatan
f. Masalah psikososial dan lingkungan lainya.
5. Aksis 5 (Penilaian fungsi secara global)
Goldman dan Foreman ( 1992) mengemukakan bahwa diagnosis tingkah laku abnormal
mencangkup tiga proses, yakni:
1. Mengorganisasi gejala-gejala, simtom-simtom, keluhan-keluhan (subjektif) serta tanda-
tanda (objektif) prilaku abnormal yanfg diperoleh melalui interviu dan observasi dalam
pemeriksaan psikiatris.
2. Sejumlah simtom dikelompokan menjadi suatu sindrom ( sejumlah simtom yang sering
kali ada bersama-sama).
Melalui pemeriksaan yang lebih spesifik lagi menentukan gangguan mental apa yang
dihadapinya.
BAB IV
A. Pendekatan Perilakuan
1. Cara Belajar
Pendekatan perilakuan menunjukkan pandangan positif dan optimis terhadap
perilaku manusia yang dianggap tidak umum atau abnormal. Perilaku normal atau
abnormal berasal dari cara belajar yang sama. Menurut pandangan perilakuan, tingkah laku
adalah respon organisme atau apa yang dilakukan oleh organisme. Respons dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu motorik, fisiologik, dan kognitif. Respon motorik disebut
perilaku yang tampak, seperti berjalan, berbicara, makan, menulis, dan lain-lain. Respons
fisiologik yang sering diteliti adalah perubahan dalam sistem saraf otonom, seperti detak
jantung, keluarnya keringat, ataupun ketegangan otot. Respons yang tidak terlalu mudah
diamati adalah respons kognitif, bentuk-bentuk respons kognitif adalah bayangan yang
muncul ketika manusia memikirkan sesuatu. Bayangan ini bisa bersifat pendengaran,
penglihatan, ketika memikirkan sesuatu. Jadi, bagi ahli perilakuan, yang penting adalah
perilaku yang dapat diobservasi atau diamati.
Menurut pandangan perilakuan, perilaku manusia baik yang disebut normal
ataupun menyimpang dibentuk melalui prinsip yang sama yaitu prinsip belajar. Menurut
Bellack dan Hersen (1979), yang menyebabkan konsistensi perilakuan adalah konsistensi
situasi stimulus. Artinya orang akan berperilaku dengan cara yang sama pada situasi yang
sama. Misalnya orang akan makan apabila ia merasa lapar yang ditandai dengan kontraksi
perut, sehingga terasa melilit. Selain dapat terbentuk oleh cara belajar, perilaku juga dapat
terbentuk oleh karena keteladanan/ pemodelan (modelling). Juga perilaku dapat dipelajari
dari pengalaman orang lain (vicarious learning). Keteladanan dan belajar melalui
pengalaman orang lain dikemukakan oleh Bandura. Takut pada anjing dapat diterangkan
melalui cara belajar yang berasal dari pengalaman orang lain. Misalnya tiap kali melihat
anjing tangan ibu yang menggandeng anaknya menegang dan anak melihat ekspresi wajah
ibu yang ketakutan. Lama-lama ketika dewasa dia juga akan takut pada anjing, meskipun
yang didepannya anak anjing. Cara belajar seperti ini disebut belajar dari pengalaman
orang lain atau pemodelan.
• Ketidakmampuan belajar, yaitu masalah-masalah belajar yang serius akan tetapi tanpa
adanya cacat fisik.
4. Penanganan Perilakuan
Terapi perilaku menekankan perubahan perilaku yang malasuai (maladaptive)
menjadi sesuai (adaptive) dengan cara meningkatkan respons sesuai yang dimiliki individu,
mengurangi perilaku yang berlebihan, ataupun meningkatkan perilaku yang kurang.
a. Pendekatan operant
Sebelum menerapkan terapi perilaku atau modifikasi perilaku diperlukan
assessment lebih dahulu. Pertama kali harus ditentukan perilaku yang akan diubah.
Setelah ditentukan batasannya perlu pula diketahui intensitas ataupun lama perilaku
tersebut, dan ini dapat ditentukan dalam bentuk angka. Angka ini merupakan rating
bagi perilaku yang akan diubah. Kemudian dilakukan observasi untuk menentukan
kapan, dimana, dalam situasi yang bagaimana perilaku tersebut muncul. Menurut
Bellack dan Hersen (1979), perilaku yang berlebihan adalah respons-respons yang
muncul sangat sering, dengan intensitas yang terlalu besar. Untuk mengurangi perilaku
yang berlebihan dapat dipakai dua strategi yaitu penghapusan yang biasanya
dipasangkan dengan penguat positif dan hukuman. Penghapusan adalah prosedur yang
jelas, dalam prosedur itu penguat yang mempertahankan respons yang tidak tepat
tersebut ditunda. Kombinasi dengan pemberian penguat positif, misalnya makanan atau
senyuman pada waktu anak tidak memperlihatkan perilaku yang berlebihan tersebut,
akan menunjukkan hasil yang lebih baik. Hukuman dapat pula dipakai untuk
mengurangi perilaku yang berlebihan. Biasanya orangtua sering memberikan hukuman
ini pada anak-anaknya apabila mereka berbuat kesalahan.
b. Pendekatan klasikal
Pendekatan klasikal dapat diterapkan untuk kasus-kasus yang berhubungan
dengan rasa takut yang tidak adaptif. Yang banyak dilakukan adalah dengan Teknik
nirpeka beraturan (desensitisasi sistematik) dan keteladanan. Nirpeka beraturan
diterapkan untuk individu yang sangat takut pada suatu hal. Misalnya seorang anak
yang sangat takut untuk keluar rumah, atau takut berada di antara orang banyak. Dalam
Teknik ini anak dilatih dulu untuk relaksasi kemudian secara bertahap relaksasi ini
dipasangkan dengan situasi yang menakutkannya sampai akhirnya ia dapat mengatasi
rasa takutnya. Keteladanan dapat dilakukan dengan memakai model hidup atau film
dalam video-tape. Model memberikan contoh mendekati situasi atau hal yang
menakutkan dan anak memperhatikan. Melalui keteladanan ini diharapkan anak akan
mencontoh cara mengatasi rasa takut.
B. Pendekatan Psikodrama
Psikodrama adalah salah satu teknik dalam pendekatan kelompok di dalam psikoterapi
atau konseling. Salah satu hal yang membedakan psikodrama dengan pendekatan kelompok
yang bersifat interaksional adalah adanya unsur drama.
1. Sejarah singkat Moreno dan psikodrama
Psikodrama dikembangkan oleh Jacob L. Moreno (1889-1974), seorang psikiater
yang tentu saja berlatar belakang disiplin kedokteran. Ia lahir di Bucharest, Romania.
Keluarganya pindah ke Wina ketika ia berumur lima tahun. Ia lulus dari sekolah
kedokteran di tahun 1917. Saat berada di Wina, ia menerbitkan suatu majalha sastra,
Daimon, dan menerbitkan buku filsafat dan puisi The words of the Father.
Dari tahun 1921 sampai 1923, Moreno menyelenggarakan Teater Spontanitas
Publik. Di dalamnya peristiwa-peristiwa dalam koran ditindaki sebagai tontonan dengan
keterlibatan penonton. Dampak pada pribadi yang terlihat di antara anggota penyelenggara
ketika mereka menindaki peran adalah langkah lain menuju pada perkembangan teater
terapiutik.
2. Psikodrama
Berbagai teknik dikembangkan dalam psikodrama, pendekatan ini merupakan
prosedur penanganan yang digunakan sebagai tempat belajar dan saling mendukung
diantara anggota kelompok di bawah bimbingan seorang terapis. Terapis di dalam Teknik
ini juga dapat berfungsi sebagai sumber dukungan bagi seluruh anggota kelompok. Dalam
psikodrama, terapis disebut sutradara. Anggota kelompok adalah penonton dan ko-terapis
yang terlatih dapat berfungsi sebagai pembantu atau dapat pula disebut para asisten.
Seorang anggota dapat menjadi pemeran utama atau protagonist, yang akan menggali,
mengungkapkan, dan mengubah elemen-elemen eksistensinya. Pemeran pembantu adalah
agen terapeutik sutradara yang membimbing mereka dalam menjalankan peran. Sutradara
bertanggung jawab terhadap semuanya.
Psikodrama menggunakan prosedur yang aslinya drama dan beberapa digunakan sebagai
metode itu sendiri. Penggunaan waktu dan seleksi prosedur dramatic memberikan
keyakinan tentang bagaimana perubahan terjadi untuk seorang individu. Beberapa prosedur
seperti berikut :
3. Sosiodrama
Bila dalam psikodrama seseorang menjadi protagonist dan berorientasi pada diri
pribadi, dalam sosiodrama pemain memerankan situasi kolektif. Situasi yang digambarkan
dalam sosiodrama lebih bersifat sosial budaya yang dibandingkan dengan sosial budaya
lainnya. Pemain juga memerankan berbagai tokoh yang ada dalam situasi sosial budaya
tertentu yang ingin didramakan. Salah satu contoh situasi konflik SARA di Indonesia dapat
dimainkan melalui sosiodrama. Ketidakadilan yang dialami oleh pengikut agama minoritas
dapat didramakan ketika tempat ibadah dirusak oleh yang mengaku sebagai pengikut
agama mayoritas. Peristiwa seperti ini dapat dimainkan dalam sosiodrama. Ketidakadilan
yang menimbulkan konflik social dapat pula menjadi sumber permainan dalam
sosiodrama.
4. Panggung Gembira
Metode panggung gembira dikembangkan berdasarkan teater rakyat, teater
tradisional setempat, dan menggambarkan situasi yang menimbulkan konflik social,
terutama yang disebabkan oleh pandangan tentang ketidakadilan distributif. Berbeda dari
sosiodrama yang menekankan spontanitas, metode panggung gembira menggunakan
scenario yang dibuat oleh suatu unit dalam masyarakat, misalnya rukun tetangga pada
suatu dusun.
C. Pendekatan Kelompok
1. Tipe Pendekatan Kelompok
Glassman dan Wright (1983) mengemukakan tiga tipe kelompok yang lebih
bersifat kontinum tersebut sebagai berikut :
a. Konseling atau terapi di dalam kelompok. Suatu pendekatan individual yang dilakukan
di dalam kelompok. Selama terapi dilakukan, anggota kelompok lainnya menjadi
pengamat. Melalui pengamatan, anggota kelomopk dapat memperoleh manfaat dari
kerja individu yang sedang mengalami proses terapi.
b. Membentuk budaya
c. Membentuk norma
BAB V
PSIKOFARMAKOLOGI
2. Gangguan Mania
Gejala sasaran pada gangguan Mania adalah:
a. Kegiatan psikomotor yang tinggi (yang harus dikurangi)
b. Pressure of speech. Yaitu bicara cepat, mengalir dan penuh semangat, yang sulit
dihentikan
c. Kurang tidur
3. Gangguan Psikosis
Gejala sasaran pada gangguan psikosis berhubungan dengan gejala/sintom
arousal, afek, aktivitas psikomotor, pikiran (formal dan isi), dan penyesuaian sosial.
4. Gangguan Cemas
Gejala dan sindrom sasaran dari gangguan cemas adalah pengalaman subjektif
yang ditandai oleh keresahan / kekhawatiran juga ketegangan motorik, hiperaktivitas
autonomik dan kewaspadaan (vigilance). Semua sintom yang berkaitan dengan
kecemasan / anxiety, responsif terhadap obat-obat anticemas.
Gangguan cemas spesifik terdiri dari gangguan cemas umum, gangguan panik,
fobia sederhana dan fobia sosial, serta gangguan obsesif kompulsif (obsesive compulsive
disorder/OCD).
A. Gambaran Umum
Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai
dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai (Bernstein & Nietzel,
1980, hal.99).
Menurut Bernstein dan Nietzel (1980) ada empat komponen dalam proses asesmen
psikologi klinis yakni: 1) Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data (planning data
collection procedures); 2) Pengumpulan data untuk assesmen; 3) Pengolahan data dan
pembentukan hipotesis atau ‘image making’ dan 4) Mengomunikasikan data asesmen baik
dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan.
1. Perencanaa dalam Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pemeriksaan dalam psikologi klinis umumnya terdiri dari observasi,
wawancara dan tes yang dipilih sesuai dengan pertanyaan yang harus dijawab tadi.
Validitas dan reliabilitas tes, orientasi teoritik pemeriksa, variabel-variabel yang penting
berkaitan dengan pertanyaan yang harus dijawab, menjadi bahan pertimbangan dalam
perencanaan itu. Selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah tujuan asesmen itu untuk
melakukan klasifikasi (diagnosis medis), deskripsi variabel, atau untuk prediksi.
Pertanyaan tentang kemampuan seorang menjadi pemimpin bertujuan terutama
membuat prediksi. Asesmen terhadap orang yang baru mengalami kecelakaan bertujuan
untuk diagnosis atau klasifikasi tentang ada tidaknya kerusakan.
b. Hasil Pemeriksaan untuk Disampaikan Kepada Klien atau Pihak yang Meminta
Bila laporan pemeriksaan klinis akademik dibuat untuk tujuan pendidikan calon
psikolog dan untuk melakukan penelitian, maka laporan pemeriksaan klinik untuk pihak
luar tujuannya adalah untuk memberi informasi, saran atau jawaban terhadap masalah
yang diajukan peminta laporan tersebut, agar dapat dimengerti dan bermanfaat bagi pihak
yang meminta laporan tersebut. Khususnya dalam hal laporan tertulis, perlu
dipertimbangkan beberapa hal, yakni: dalam konteks dan untuk tujuan apa laporan
tersebut diminta (untuk konseling, rehabilitasi atau lainnya), siapa yang akan membaca,
dan apakah kemungkinan dampak dari laporan tersebut baik pada klien yang dibahas
dalam laporan itu, maupun pada lingkungannnya.
BAB VII
Intervensi dalam rangka psikologi dan khususnya psikologi klinis adalah membantu klien
atau pasien menyelesaikan masalah psikologis, terutama sisi emosionalnya. Kendall dan Norton
Ford berpendapat bahwa intervensi klinis meliputi penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk
menolong orang mengalami masalah-masalah dan memiliki keinginan mengembangkan
kehidupannya secara lebih memuaskan. Psikologi klinis menggunakan pengetahuannya
mengenai pemfungsian manusia dan sistem-sistem sosial dalam kombinasi dengan hasil
asessmen klinis guna merumuskan cara untuk membantu pengubahan pribadi klien kea rah yang
lebih baik.berikut ini adalah beberapa jenis intervensi psikologis yang banyak dikenal :
Konseling Rogerian
Terapi ini menekankan pada penghayatan psikologis klien pada saat ini dan
berdasarkan pada keyakinan humanistic, bahwa semua orang memiliki motivasi,
kemampuan, dan keinginan meningkatkan diri. Individual, klien, akan mampu
menyelesaikan masalah jika terapis, yang disebut konselor, menampilkan kehangatan dan
membangun relasi yang didasari pemahaman atas apa yang dihayati dan dipikirkan klien.
Untuk Genuineness atau congruence maka seseorang harus membuka perasaan dan
penghayatan dalam (inner experience) untuk secara jujur dan terbuka menjalin relasi dan
menjadi bagian dari relasi terapeutiknya. Sifat atau kualitas ini sering dianggap sebagai yang
paling dasar dibanding tiga kondisi lainnya dan merupakan dasar dari keseluruhan proses
terapi.empati yang akurat dilihat sebagai keterlibatan aktif terapis dirinya dalam dunia klien.
Percakapan yang terjalin antara konselor dan klien lebih tepat dari wawancara klinis.
Dala percakapan ini yang dikedepankan adalah pemahaman ( understanding), dan
menghindari adanya sifat mencari informasi (probing), menilai (evaluating), menafsir
(interpreting), serta mendukung (promoting).
C. Terapi Perilaku
Terapi perilaku merupakan suatu usaha yang tidak mudah untuk secara akurat
menunjuk pada definisi tunggal (Wilson, 1978). Skinner (1971) bahkan menyatakan bahwa
keberbagaian pendekatan keperilakuan dalam terapi hampir tidak mungkin membuat definisi
yang memuaskan. Secara tradisional, pendekatan keperilakuan mendasarkan dirinya pada
pemeriksaan ilmiah dan suatu de-emphasis terhadap peranan penyimpulan atas berbagai
peubah. Orientasi terapis dalam terapi ini terletak pada minatnya untuk menangani dengan
tepat keluhan yang ditampilkan klien secara pasti, dan melatih klien untuk mendapatkan
keterampilan baru untuk mengendalikan kehidupannya agar lebih efektif. Terdapat beberapa
jenis terapi perilku yaitu :
1. Relaksasi
Ada yang berpendapat bahwa relaksasi bukan terapi perilaku yang spesifik,
karena dalam banyak terapi, latihan relaksasi ini sering pula digunakan sebagai
pengantar. Relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan, pertama-tama
jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya
dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernapas, atau bersifat otot.
Pelatihan relaksasi pernapasan dilakukan dengan mengatur mekanisme pernapasan ialah
tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam.
2. Desensitisasi sistematis
Prosedur Teknik penanganan ini umumnya dilandasi oleh prinsip
kontrapembiasan belajar (counterconditioning), terutama dalam rangka menghilangkan
kecemasan dan kadang-kadang ketakutan. Tata laksana Teknik terapi ini didasarkan pada
desensitisasi, artinya membuat lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan,
atau pendapat, dan sistematis, yang berarti memiliki urutan tertentu secara bertahap.
3. Pembiasan operan
Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar apa yang telah dicapai atau
dimiliki dapat dipertahankan atau ditingkatkan (positif). Bisa jadi juga sebaliknya, ialah
dilemahkan atau disebut extinction, bila kebiasaan yang telah terbentuk ingin
dihilangkan. Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti bahwa ia
melakukan pemilihan apa yang sebaiknya dilakukan berdasarkan berbagai opsi yang
disediakan.
4. Modelling
Prinsip teori yang melandasi Teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar
melalui pengamatan (observation learning) atau sering disebut belajar social (social
learning) dari Walter dan Bandura. Pada prinsipnya, terapi memperlihatkan model yang
tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya
menghilangkan perasaan dan pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut
model itu.
5. Pelatihan asersi
Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang karena untuk
dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan sikap dan
kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk mengekspresikan
apa ada dalam diri seseorang secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan
juga tanpa mengagresi maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak orang yang
mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif untuk membangun persahabatn,
menyatakan pendapat dan perasaan baik yang positif maupun negative, berpendirian
dengan aturan-aturan yang masuk akal, menolak permintaan yang tidak masuk akal.
BAB VIII
A. Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah laku abnormal disebabkan oleh
faktor-faktor intrapsikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensif) yang mengganggu
penyesuaian diri. Menurut Freud, esensi pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia
tampilkan secara sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Atas
landasan teori tersebut, pendekatan ini mengutamakan penggalian isi ketidaksadaran
seseorang. Dalam melaksanakan interview, pendekatan psikoanalisis bertujuan untuk
mengungkap hal-hal yang tersembunyi/ tak sadar, yaitu pengalaman-pengalaman masa lalu
yang traumatik, atau yang menimbulkan fiksasi (Suprapti, 2008: 63-64).
Terapi psikoanalisis
a. Terapi pencerahan, berupaya menghapus represi yang dialami dan membantu pasien
menghadapi konflik masa kecil, mendapatkan pencerahan atasnya dan menyelesaikannya
dengan pemikiran dan realitas orang dewasa. Represi yang terjadi jauh sebelumnya,
menghambat ego untuk tumbuh dewasa, penghapusan represi dimaksudkan untuk
memungkinkan terjadinya pembelajaran ulang.
b. Asosiasi bebas, di mana pasien bersandar di sofa, tanpa menghadap ke arah analisis dan di
dorong untuk membebaskan pemikiran-pemikirannya, mengungkapkan dalam kata-kata
apa pun yang terbesit dalam pikiran tanpa menyensornya sebagaimana dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Analisis mimpi, teori psikoanalisis beranggapan bahwa dalam tidur, pertahan-pertahan ego
melemah, memberi kesempatan kepada berbagai hal yang dalam kondisi normal ditekan
untuk memasuki kesadaran orang yang tidur (Gerald C. Davison, 2006: 41-42).
B. Pendekatan Belajar
Penelitian perilaku berfokus pada belajar mengasosiasikan di mana hubungan mental
dibentuk antara dua rangsangan, atau peristiwa sensoris (Diane E. Papalia, 2013: 48).
Pendekatan ini dinamakan juga pendekatan behavior, karena memusatkan perhatian pada
tingkah laku yang dapat diobservasi.
Tiga tipe pembelajaran, yaitu:
1. Classical conditioning: Merupakan bentuk belajar alamiah yang muncul, bahkan tanpa
adanya intervensi. Dalam tingkah laku ini dipelajari dengan memanfaatkan hubungan
stimulus-respon yang bersifat refleks bawaan.
3. Modelling: Dalam kehidupan nyata, pembelajaran sering kali terjadi dalam peristiwa
yang tidak terdapat penguat di dalamnya. Kita semua belajar dengan melihat dan meniru
orang lain, sebuah proses yang disebut modeling (Gerald C. Davison, 2006: 59-60).
C. Pendekatan Humanistik
Tokoh-tokoh humanistik beranggapan bahwa manusia adalah makhluk yang
tingkatannya tinggi, mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang diinginkan,
mempunyai bakat yang seringkali ditekan pemunculannya oleh lingkungan. Keyakinan-
keyakinan tentang hakikat manusia tersebut merupakan hasil penelitian riwayat hidup orang-
orang terkenal seperti Abraham Lincoln, mereka menemukan bahwa orang-orang tersebut
memiliki ciri-ciri: bebas, spontan, tidak mudah terbawa oleh lingkungan, mempunyai tujuan
yang jelas, tidak terganggu oleh konflik dan tekanan yang terus menerus dapat menikmati
hidup dan dapat menyenangkan orang lain, dapat membedakan mana yang baik, yang benar
serta mana yang buruk, yang salah.
Manusia seperti Lincoln dikatakan telah mengaktualisasikan diri. Yang dimaksud
dengan mengaktualisasikan diri adalah seorang telah mewujudkan bakat, cita-cita diri yang
berguna untuk masyarakat dan lingkungannya.
Maslow membedakan orang-orang yang dinamakan rata-rata dan orang-orang yang
sehat. Orang rata-rata ialah manusia yang pada umumnya masih didominasi oleh kebutuhan-
kebutuhan dasar yakni kebutuhan faali (makan, minum dan seks), kebutuhan akan rasa aman,
dan kebutuhan-kebutuhan sosial yakni kebutuhan akan penghargaan. Menurut Maslow, suatu
kebutuhan yang letaknya lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan
yang letaknya lebih atas dipenuhi. Manusia yang sehat adalah mereka yang kebutuhan dasar
dan sosialnya tidak lagi menjadi prioritas utama karena relatif sudah terpenuhi. Yang
mendorong perilaku manusia sehat antara lain: mencari keadilan, keindahan, kesederhanaan,
dll (Suprapti, 2003: 72-73).
Salah satu tokoh pendekatan humanistik adalah Carl Rogers yang terkenal dengan
metode terapi terpusat pada klien (client centered therapry) dari Rogers mencakup
penerimaan klien sepenuhnya, terapis ini juga menggunakan empati, menyampaikan ulang
pikiran dan perasaan klien, dan kadangkala memberikan perspektif baru dan mengonfrontasi
kecemasan yang menyertai berbagai pilihan yang kita ambil dalam hidup. Terapi Gestalt dari
perls mencoba membantu pasien agar lebih baik dalam memahami dan menerima kebutuhan,
keinginan, serta ketakutan mereka (Gerald C. Davision, 2006: 50-55).
D. Pendekatan sosiokultural
Pendekatan sosiokultural beranggapan bahwa tingkah laku abnormal disebabkan
bukan oleh faktor dalam diri pribadi individu, tetapi oleh keadaan lingkungan, khususnya
lingkungan sosial dan kultural. Tekanan dari lingkungan dapat menyebabkan seorang
individu gagal memenuhi tuntutan untuk menyesuaikan diri dengannya. Lingkungan sosial
seolah-olah menekan seseorang untuk bertindak di luar batas kemampuannya, demi
mendapat sesuatu yang dituntut oleh lingkungan itu. Bila ia tidak berhasil maka ia akan
mendapat julukan yang serba negative (labelling), yang akhirnya menyebabkan ia terisolasi
dari teman-temannya, dan dalam keadaan ekstrem menjadi “gila”. Pendapat ini dikemukakan
oleh Gruenberg (dalam Millon, 1973) yang memberi nama ‘social breakdown syndrome’
sebagai istilah yang lebih sesuai untuk gangguan jiwa, karena sebetulnya yang menganggap
seseorang terganggu adalah lingkungan sosialnya.
Menurut pendekatan sosiokultural, penyebab perilaku abnormal antara lain adalah
perubahan sosial, kemiskinan, diskriminasi, pengangguran, yang merupakan hal-hal yang
sulit diatasi. Penyakit jiwa ialah manifestasi personal dari suatu penyakit dan stress dalam
masyarakat. Penanganannya ialah tindakan-tindakan social untuk meningkatkan
kesejahteraan social yang bertujuan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan lebih sehat.
Interview dan observasi dalam pendekatan ini diarahkan terutama keluar diri individu
yang bermasalah, misalnya dibahas lebih detail lingkungan tempat tinggal, norma masyarakat
yang tinggal di sekitar individu, keadaan ekonomi dan social keluarga, berikut dengan
tekanan-tekanan apa yang kiranya dialami individu, pekerjaan orang tua, dan penggunaan
waktu luang pada subjek yang bermasalah.
BAB IX
Mereka yang termasuk dalam tipe tersebut diatas sebaiknya menjalani semacam
“treatmen” atau pengenalan dan pengembangan diri dengan bantuan supervisinya (dalam
psikodiagnostik/psikoterapi) agar dapat merubah diri, sebelum dapat melakukan kegiatan-
kegiatan psikodiagnostik klinis secara mantap.
B. Kerahasiaan Laporan Versus Hak Klien Untuk Membaca Laporan Tentang Dirinya
Dalam kode etik psikologi, ada pasal-pasal yang membahas perlunya dijaga
kerahasiaan tentang data klien atau pasien. Pada kenyataannya, seringkali klien, psien,
ataupun keluarga pasien berkeinginan untuk memiliki laporan pemeriksaan yang diminta
oleh pengirim klien itu (Suprapti, 2005: 95). Apa yang harus dilakukan oleh psikolog
bergantung pada kasusnya, apakah harus memberikan laporan itu seutuhnya pada klien atau
hanya memberitahu isi laporan saja.
Bab IV : Pernyataan
Pasal 14 : Membahas mengenai pernyataan ke media massa, yang menyatakan
bahwa psikolog dan ilmuwan psikologi diharapkan bersikap bijaksana, jujur, teliti, dan
hati-hati serta mengutamakan kepentingan umum apabila memberikan pernyataan ke
media massa.
1. Psikologi Umum
Psikologi umum juga menyelidiki gejala jiwa seseorang yang berfungsi pada umumnya,
seperti bagaimana pembentukan perilaku secara umum, motivasi, emosi, kognitif yang
dibahas dalam kondisi normal yang rata-rata dimiliki oleh hampir semua manusia.
2. Psikologi Perkembangan
Cabang ini membahas tentang rentang perkembangan seorang manusia, semenjak ia lahir,
hingga ia meninggal. Perhatian psikologi perkembangan dikhususkan pada pola perilaku
dan kondisi jiwa manusia disetiap usia perkembangannya dengan tahap-tahap tertentu
sesuai dengan tahapan perkembangannya.
3. Psikologi Klinis
Psikologi klinis mempelajari kesulitan dan rintangan emosional manusia baik dalam
kondisi abnormal maupun subnormal, dengan menekankan pada asas-asas psikologi pada
diagnosis dan perawatan masalah emosi dan perilaku. Ciri khas dari psikologi klinis
adalah adanya asesmen, analisa, observasi dan intervensi. Individu yang mendalami
psikologi klinis dapat bekerja dirumah sakit jiwa, klinik kesehatan mental, yayasan untuk
penderita keterbelakangan mental, lembaga permasyarakatan atau fakultas kedokteran.
4. Psikologi Sosial
Psikologi sosial mempelajari tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan.
Studi dalam psikologi sosial terdiri dari pengaruh sosial, proses bersama individu, serta
interaksi kelompok. Dampak dan pengaruh sosial terhadap tingkah laku individu juga
dipelajari dan juga pengaruh budaya terhadap manusia.
5. Psikologi Industri dan Organisasi
Bidang psikologi industri dan organisasi banyak ditemukan dalam dunia kerja, seperti
permasalahan terkait peningkatan motivasi kerja, kepuasan, produktivitas, performa, dan
kesesuaian dalam kerja. Pada tataran organisasi, cabang ilmu psikologi ini juga berisi
pengembangan organisasi dalam hal performa dan kinerja.
6. Psikologi Eksperimental
Psikologi eksperimental identik dengan penelitian di laboratorium dengan manipulasi
pada perilaku. Selain itu, psikologi juga mempelajari bagaimana pengaruh suatu sebab
pada perubahan perilaku individu, yang sengaja dilakukan untuk memunculkan pengaruh
dari sebab tersebut.
7. Biopsikologi
Biopsikologi mempelajari proses psikologi didalam tubuh manusia. Fungsi-fungsi
terperinci dari otak dalam kaitannya antara fungsi tubuh dengan perilaku manusia.
Biopsikologi menjadi ilmu yang khas bersinggungan langsung dengan ilmu fisik dan
ilmu eksak.
8. Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga menekankan pada bagaimana cara untuk meningkatkan ataupun
mempertahankan performa seorang atlit dalam meraih prestasi, dan juga bagaimana
olahraga mempengaruhi pola perilaku individu yang tidak ada kaitannya langsung dengan
olahraga profesional.
9. Psikologi Abnormal
Cabang psikologi ini berfokus pada pemahaman terhadap konsep abnormalitas psikologi,
klasifikasi dan kategori gangguan mental serta penyusunan diagnosa klinis. Perilaku
individu dikatakan abnormal jika menyimpang dari standar perkembangan secara umum,
menyimpang dari norma budaya serta berbahaya bagi orang lain maupun bagi diri
sendiri.
10. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan berfokus pada tingkah laku individu dalam dunia pendidikan serta
bagaimana sistem pendidikan berpengaruh pada individu. Selain itu, bahasan yang
penting dalam psikologi pendidikan salah satunya adalah proses inividu belajar dan
berkembang dan efektivitas intervensi pendidikan terhadap permasalahan individu
dilingkungan pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
efisiensi dalam dunia pendidikan.
Selain sepuluh cabang kekhususan psikologi diatas, masih terdapat cabang-
cabang lain yang telah berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang mandiri. Cabang
psikologi menjadi luas karena bahasan perilaku manusia tidak dapat dilepaskan dari
konteks kondisi diri dan lingkungan tempat individu tersebut bertumbuh dan
berkembang.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan
bahwa psikologi klinis merupakan psikologi terapan yang bertujuan untuk memahami
kapasitas perilaku dan karakteristik individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran,
analisis, saran, rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara
memadai. Jenjang pendidikan wajib menuntaskan pendidikan psikologi, mengikuti magister
psikologi, mengikuti HIMPSI serta mendaftar sebagai anggota HIMPSI dan mengurus SIPP.
Dalam psikologi mengenal istilah normal, abnormal dan patologi yang erat
hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Kemudian dalam psikologi klinis itu sendiri
terdapat acuan yang digunakan secara universal di Amerika untuk mendiagnosa gangguan
kejiwaan yaitu DSM 1, karena dianggap masih ada kekurangan maka diubah menjadi DSM
2, DSM 3, dan DSM 4 yang dibuat oleh APA. Jadi DSM 2,3, dan 4 memperluas dari bagian
pada DSM 1. Dalam diktat ini juga terdapat pendekatan perilakuan pendekatan sikodrama
dan pendekatan kelompok. Pada bab selanjutnya juga dikenal dengan psikofarmakologi,
medik, biopsikologi, neuron, sinap, neuritransmitter, penyakit jiwa, penyakit jiwa, neuron
transmisi dan penggunaan obat-obatan psikotropik, gejala sasaran dalam pengobatan
gangguan jiwa.
Dalam melakukan asesment pada psikologi klinis terlebih dahulu harus mengetahui
gambaran umum, melakukan wawancara dalam pemeriksaan psikologi klinis, melakukan
observasi dalam pemeriksaan psikologi klinis, dan laporan hasil psikologi klinis. Dalam
psikologi klinis juga terdapat istilah intervensi yaitu dalam rangka dan khususnya adalah
membantah klien menyelesaikan masalah psikologis terutama emosionalnya. Psikoterapi dan
teori kepribadian, teori kepribadian melandasi cara-cara pendekatan penyesuaian diri
bagaimana caranya terjadi gangguan, makna gangguan dan bagaimana cara mengubahnya.
Dalam praktek psikologi klinis juga harus memperhatikan etika-etika psikologi.
Psikologi memiliki cabang-cabang ilmu pengetahuan yaitu psikologi umum, klinis, sosial,
PIO, eksperimental, perkembangan, biopsikologi, olahraga, abnormal, dan pendidikan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dan sebagai penutup dari kajian ini, penulis akan
memberikan saran sebagai berikut:
1. Kepada pembaca dengan adanya buku diktat mengenai psikologi klinis ini diharapkan
agar pembaca dapat memahami dan mendapatkan pendalaman materi mengenai bagian-
bagian yang ada pada diktat tersebut. Semoga dengan adanya diktat psikologi klinis ini
dapat menambah referensi mengenai kajian materi yang akan dicari oleh mahasiswa
maupun masyarakat.
2. Kepada penulis sendiri diharapkan dapat menjadi acuan agar kedepannya lebih
mendalami mengenai psikologi klinis baik yang ada dalam diktat tersebut maupun yang
tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Gerald C, Davidson, dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Perss. Ed 9,Cet 2.
https://thebookee.net > psikologi- klinis-pdf akses 5 januari 2019 pukul 11.00 WIB
https://psikologi-uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/2_pengantar-psi-klinispdf. akses
3 Januari 2019 pukul 13.05 WIb
Slamet, Suprapti, dkk. 2003. Psikologi Klinis. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Prawitasari, Johana. 2010. Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Sarwono, Sarlito. 2013. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.