Anda di halaman 1dari 4

‘Bucin’Alias Budak Cinta, Fenomena

Ketika Cinta Menjadi Candu


Istilah ‘bucin’ alias ‘budak cinta’ memang cukup populer di Indonesia.
Fenomena bucin menggambarkan seseorang yang menggilai pasangannya
sendiri hingga mampu berbuat apa pun demi membahagiakan orang yang dia
cintai. Walaupun terdengar menggelikan, ternyata ada penjelasan psikologis,
mengapa seseorang menjadi ‘bucin’. 

Penjelasan psikologis terkait fenomena ‘bucin’


Penggunaan istilah ‘bucin’ memang belakangan ini gemar dipakai untuk
orang-orang yang terlihat terlalu sayang terhadap orang yang disukai.
Sebenarnya, ada alasan mengapa orang tersebut rela berkorban demi
kebahagiaan pasangannya hingga taraf yang ekstrem. 

Dari kacamata psikologis, budak cinta merupakan salah satu kondisi psikologis
yang disebut mirip dengan pecandu zat adiktif. Artinya, orang yang termasuk
golongan ‘bucin’ ketagihan terhadap hubungan romantis yang sedang dijalani
bersama pasangannya. 

Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang telah dipublikasikan di


jurnal Philosophy, Psychiatry, & Psychology. Di dalam studi tersebut
ditunjukkan bahwa cinta dapat membuat seseorang kecanduan.

Walaupun sifat antara cinta dan ketagihan terkadang tidak dapat dijelaskan,
ada dua pandangan yang membagi rasa candu ini menjadi baik dan buruk. 

Umumnya, fenomena ‘bucin’ dianggap sebagai bentuk cinta yang cukup


ekstrem yang berpotensi menimbulkan perilaku berbahaya. Namun, tingkat
kecanduan terhadap cinta ini tentu ada batas normalnya, sehingga beberapa
perilaku dapat dianggap aman. 

Alasan budak cinta dianggap sebagai rasa candu


Satu hal yang perlu diingat bahwa fenomena bucin atau ketagihan terhadap
rasa cinta belum dikategorikan sebagai diagnosis masalah kesehatan yang
resmi. Namun, beberapa ahli menganggap istilah kecanduan cinta ini akan
berguna demi memahami pola dan perilaku dalam hubungan yang
bermasalah. 

Menurut penelitian dari jurnal Frontiers Psychology, cinta romantis


digambarkan sebagai rasa candu yang alami. Pada saat Anda jatuh cinta,
euforia, ketergantungan, dan perilaku yang berhubungan dengan kecanduan
pun muncul. 

Hal ini dapat terjadi karena dopamin di otak Anda diaktifkan oleh cinta dan
kondisi ini juga dapat berlaku ketika seseorang mengonsumsi zat adiktif.
Hanya saja, peneliti menekankan perilaku budak cinta ini hanya memiliki
kemiripan dari segi kondisi psikologisnya, bukan perilaku atau secara kimia.

Tidak selamanya perilaku yang dihasilkan dari fenomena bucin dianggap


buruk selama dalam batas normal. Sebagai contoh, ‘kecanduan cinta’ yang
dianggap normal mungkin berlaku pada beberapa situasi, seperti cintanya
tidak bertepuk sebelah tangan atau memahami batasan. 

Tanda-tanda ‘bucin’ yang perlu diwaspadai


Walaupun tidak dianggap sebagai kondisi gangguan mental, fenomena bucin
terkadang mengakibatkan dampak negatif dalam kehidupan seseorang.
Berikut ini ada beberapa ciri-ciri yang perlu Anda waspadai ketika dilabeli
kecanduan cinta atau melihatnya di hubungan orang lain. 

1. Harus selalu jatuh cinta


Salah satu ciri dari fenomena bucin yang perlu diwaspadai adalah Anda
merasa harus terus jatuh cinta. Maksudnya, kita selalu ingin merasakan
perasaan bahagia ketika pertama kali jatuh cinta dengan pasangan. 

Kondisi ini dapat terjadi karena ketika seseorang jatuh cinta, dopamin dan
hormon bahagia lainnya pun diaktifkan hingga menimbulkan euforia yang
cukup tinggi.

Fenomena ini umum terjadi ketika Anda baru saja menjalani sebuah hubungan
hingga tidak mengherankan jika ada orang yang ingin merasakan perasaan itu
lagi dan lagi. 

Kecanduan terhadap rasa bahagia tersebut ternyata membuat sebagian orang


ingin selalu merasakan cinta di awal hubungan. Bahkan, tidak sedikit dari
mereka yang tidak ingin bertahan dalam sebuah hubungan terlalu lama
karena takut cintanya pudar. 

Akibatnya, perilaku ini tentu akan menyakiti orang lain yang mungkin ingin
bertahan dan tidak tahu tujuan dari hubungan yang Anda bangun sejak awal. 

2. Terus mendambakan cinta bertepuk sebelah tangan


Selain harus selalu jatuh cinta, fenomena ‘bucin’ yang butuh perhatian lebih
adalah terus mendambakan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Situasi ini
berlaku bagi mereka yang masih melakukan pendekatan maupun sedang
dalam sebuah hubungan. 

Sebagai contoh, Anda mungkin sulit move on meskipun sudah putus sejak


lama atau terlalu terpaku pada orang yang dicintai, tetapi mereka tidak
membalasnya.

Bagi mereka yang berada dalam hubungan mungkin istilah budak cinta ini
lebih cocok ketika orang tersebut terjebak dalam fantasi di hubungan
tersebut. Pasangan menjadi center of their world dan Anda tidak dapat
berhenti memikirkannya. 

Sementara itu, pasangan mulai menghindar dan merasa Anda terlalu


bergantung pada hubungan tersebut hingga menimbulkan rasa tidak nyaman.
Semakin pasangan menarik diri, Anda mungkin semakin ‘meradang’
hingga terobsesi dengan hubungan tersebut.

3. Harus selalu berada dalam hubungan 


Bagi mereka yang masih terjebak dalam kecanduan terhadap cinta yang cukup
parah, terkadang membutuhkan orang lain untuk membangun harga
dirinya. Apabila Anda merasa sulit mencintai diri sendiri atau mencari
kebahagiaan sendiri, mencari seseorang untuk memenuhi kebutuhan tersebut
akhirnya dilakukan. 

Kebutuhan untuk terus berada dalam hubungan, tidak peduli siapa


pasangannya, tentu akan lebih mudah berakhir. Terlebih lagi, ketika Anda
berusaha bertahan di hubungan yang tidak sehat karena tidak ingin kembali
menjadi jomblo. 

Anda terus memberikan alasan mengapa hubungan ini dapat dipertahankan


meskipun tidak realistis atau merasa panik ketika berpikir untuk mengakhiri
hubungan. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
seseorang ketika menjadi pecandu cinta yang sudah kelewat batas. 

4. Pola hubungan selalu sama


Bagi mereka yang termasuk kategori fenomena ‘bucin’ yang perlu diwaspadai
adalah berada dalam hubungan yang sering putus dan kembali lagi. Beberapa
orang mungkin merasa hal ini dapat memenuhi kecanduan mereka terhadap
pasangannya.

Begini, di awal hubungan mungkin tubuh melepaskan endorfin dan dopamin


yang membuat Anda bahagia. Sementara itu, putus cinta dapat memicu
depresi yang cukup dalam. Jika hal ini terjadi pada orang dengan kepribadian
tertentu, mereka merasa tertarik dengan hubungan roller coaster dan merasa
sulit keluar dari pola ini. 

Akibatnya, tidak jarang siklus hubungan putus nyambung ini memengaruhi


kemampuan Anda untuk memutuskan sesuatu dan mungkin bersikap impulsif.

Tips mengatasi kecanduan cinta yang berlebihan


Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku fenomena
bucin yang berlebihan adalah dengan mengenali masalahnya. Cara ini juga
dilakukan ketika melawan rasa candu terhadap apa pun. 

Proses pemulihan akan cukup berat karena mungkin Anda akan menghadapi


trauma atau rasa sakit di masa lalu yang belum terselesaikan. Namun, usaha
dan niat tidak akan mengkhianati dan bisa menghasilkan hubungan yang
sehat dan benar-benar memuaskan.

Cobalah langkah berikut ini.

 Melihat hubungan dari sisi yang lebih realistis.


 Mencoba tidak berhubungan dengan orang lain sementara waktu.
 Berlatih mencintai diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai