Anda di halaman 1dari 33

PRAKTIKUM PSIKODIAGNOSTIKA 3: WAWANCARA

PENYESUAIAN DIRI PADA IBU PRIMIPARA YANG MENGALAMI


BABY BLUES SYNDROME
(SETTING PSIKOLOGI PERKEMBANGAN)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
LABORATORIUM DASAR PSIKOLOGI

Disusun Oleh:
3PA41
Kelompok 5
NO NAMA TANDA
NPM
MAHASISWA TANGAN
1 Adhisa Nurul Hikmah 10521011
2 Afif Nayottama Muflih 10521035
3 Aurell Khanza Geizka 10521281
4 Balqis Annisa Tahany 10521304
5. Deerla Vidya A.N 10521493
6. Emilia Agustina 10521493
7. Fatikah Nurul Izah 10521550
8. Zahra Annisa Salsabila 10521547

KARAWACI
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................ i


I. WAWANCARA AWAL............................................. 1
II. RUMUSAN MASALAH ........................................ 17
III. LANDASAN TEORI ........................................... 18
A. Penyesuaian Diri .............................................................................................. 18
1. Definisi Penyesuaian Diri...................................... 18
2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ................................. 19
B. Baby Blues Syndrome ...................................................................................... 20
1. Definisi Baby Blues Syndrome .................................. 20
2. Ciri-ciri Baby Blues Syndrome .................................. 21
IV. PEDOMAN WAWANCARA ..................................... 24
V. PELAKSANAAN WAWANCARA .................................. 27
A. Setting Fisik ..................................................................................................... 27
B. Setting Psikis .................................................................................................... 28
C. Tahap Pelaksanaan........................................................................................... 28
VI. HASIL WAWANCARA ......................................... 30
DAFTAR PUSTAKA................................................. 31

i
I. WAWANCARA AWAL

A. Verbatim
Interviewer 1 : “Selamat malam, kita dari mahasiswa Universitas
Gunadarma Fakultas Psikologi dari kelompok lima
ingin melakukan wawancara. Sebelumnya ini
dengan Ibu siapa?”

Interviewee : “Dengan Ibu AR. (senyum tersipu)”


Interviewer 1 : “Apakah Ibu berkenan untuk kami wawancarai?”
Interviewee : “Boleh.”
Interviewer 1 : “Ibu asli orang sini atau mana?”
Interviewee : “Asli orang sini, orang Jati.”
Interviewer 1 : “Kalo boleh tau, Ibu emang tinggal sini atau ini
rumah peninggalan orang tua Ibu?”
Interviewee : “Hmm.. Ibu… Ngontrak disini.”
Interviewer 1 : “Mohon maaf sebelumnya Ibu ini usia berapa?”
Interviewee : “Dua puluh sembilan tahun.”
Interviewer 1 : “Apakah Ibu sudah memiliki anak? Hmm.. Kalo
boleh tau berapa jumlah anaknya?”
Interviewee : “Hmm... Ibu baru punya anak satu.”
Interviewer 1 : “Pada usia berapa Ibu hamil anak pertama Ibu?”
Interviewee : “Dua puluh delapan.”
Interviewer 1 : “Kita dapat info nih bu dari Caca, terkait apa yang
Ibu alami. Kata Caca Ibu mengalami yang namanya
baby blues. Apa benar yang Caca omongin?”
Interviewee : (menggaruk kepala)… “Baby blues itu banyak,
Eeeee.. macamnya. Ada yang, Kalo dibilang kanker
itu ada yang stadium satu sampai empat gitu.
Mungkin kalo Ibu sendiri bisa dibilang stadiumnya
masih stadium satu. Yang terbilang, kalo tanpa

1
2

suami mungkin Ibu bisa marah-marah. Bisa


STRESS, gitu. Jadi faktor utamanya eee… karena
pahlawannya itu SUAMI. Tanpa SUAMI ya balik
lagi.” (Ketika menyebut suami adalah pahlawan,
intonasi subjek terdengar sedikit bergetar seperti
ingin menangis, dan ia selalu melakukan penekanan
saat menyebut “suami”)
Interviewer 1 : “Tapi Ibu sendiri itu ngerti gak sih, baby blues itu
sendiri seperti apa?”
Interviewee : “Ngerti.”
Interviewer 1 : “Boleh tolong dijelaskan?”
Interviewee : “Baby blues itu, STRESS, CEMAS, takut,
SEDIH… Apa yaa… BANYAK tidak bisa
diungkapkan. Tapi (sedikit terisak). Cuma bisa
dirasa gitu. Lebih ke MARAH. Kalo baby blues itu
STRESS, gamau di ganggu, maunya sendiri, gamau
ngeliat anak, gamau ngeliat SUAMI, maunya
marah-marah, nangis, teriak gitu..”
Interviewer 1 : “Eee.. Gejala baby blues apa sih yang Ibu alami saat
Ibu sedang mengurus anak?”
Interviewee : “Eee… Gejalanya banyak... hmm.. kayaa kesel,
hmm.. contohnya yaa.. anak mau tidur terus kita
kurang tidur. Terus SUAMI ga bantu. Kalo misalkan
anak nangis, gamau tidur, kita kurang tidur, kesel.
Jadi bawaannya KESEL. Bawaannya tuh pengen
mukul anak, bayangannya tuh kayak ada setan,
kayak ada yang ngupingin gitu. “Dah lu pukul nih
anak lu, eee.. cubit nih anak lu”. Gitu . Sampe
kadang dia sampe nangis (terisak), tapi ya itu tetep
balik lagi kita ke istigfar, banyak istigfar. Kalo gak
dipakein istigfar, gak pake doa, yaudah itu banyak
3

kaya berita-berita yang apa eee.. anaknya


dibuanglah, dicekek, banyak yang kejadian, gitu…
support SUAMI sih, intinya itu.”
Interviewer 1 : “Apa nih yang Ibu rasain, pas hari pertama anak Ibu
itu lahir?”
Interviewee : “Bahagialah…, senenglah.” (Intonasi suara subjek
terdengar seperti mesnyukuri tentang kelahiran
anaknya, dan matanya berkaca-kaca)
Interviewer 2 : “Perasaan Ibu setelah melahirkan, apa Ibu tuh
ngerasa sedih, cemas ataupun juga tertekan, ada
penekanan gitu?”
Interviewee : “Kalau SEDIH, hmm SEDIH kayak dunianya
berubah yaa, yang tadinya bisa bareng sama temen-
temen, teruus sama suami bisa makan berdua, terus
tidur juga gak ada yang ganggu, jam tidur juga
terganggu juga, semenjak ada anak kan semuanya
jadi berubah seratus persen. Kayak pola tidurnya,
pola makannya, mandi juga harus buru-buru gitu,
ibaratnya bisa kencing juga Alhamdulillah, bisa
mandi yaa... bisa diitung detik lah kali harus buru-
buru... tapi harus buru-buru kalau mau mandi,
syukur-syukur ada yang bantuin, ada yang jagain,
tapi kalau untuk bahagianya yaa gitu kayak
misalkan hmm apa ya? kalau bahagianya tuh
banyak, salah satunya kayak kita lagi SEDIH sama
suami berantem, tiba-tiba anak contoh, lagi
berantem sama suami, tiba-tiba anak kentut gitu,
proot gitu kan, atau anak tiba-tiba ketawa-ketawa
senyum. Yang tadinya kita marah sama suami hmm
berantem gitu sama suami gak jadi gitu.. kalau dulu
kan sebelum nikah, eh sebelum nikah sebelum
4

hamil, itu kita apa-apa berantem, yaa gitu harus


nunggu ada yang duluan nanya, terus semenjak ada
anak yaa.. itu semua berubah gitu. kalau bahagianya.
Kalau sedihnya yaa… itu doang… tadi yang tadinya
sama temen bisa main bisa hangout bisa jalan sama
temen hmm.. mau nge-date sama suami tinggal jalan
kalau sekarang kan harus nitipin dulu, alasan dulu
misalkan kalo mau keluar. Nek, mau nitip nih, mau
kemana? Mungkin kalo orang tua beberapa ada yang
mengerti, ada juga yang gak ngerti gitu, kalo yang
mengerti mungkin kitanya jujur gitu yaa. Mah, mau
makan keluar, ohh yaudah anaknya titip. Tapi klo
misalkan orang tua ih mau ngapain sih, gitu, mau
gak mau kita kan harus bohong, oh iya mah ini mau
beli ini mau beli pampers, padahal sebetulnya kita
mau quality time berdua emang begitu sih SEDIH
nya.” (Tangan bergetar sambil menggenggam
ponsel, suara merendah karena sedih)
Interviewer 2 : “Pernakah Ibu mengalami baby blues secara tiba-
tiba?”
Interviewee : “Baby blues? (memasang muka yang bertanya-
tanya) yaa.. tadi kalau baby blues itu sekeliling
gaada yang bantuin disaat kondisi udah capek, lelah,
ngantuk, itu aja sih. tapi untuk sekarang ini baby
blues itu dialamin sama Ibu paling hanya dua kali
atau tiga kali itu pun karena diawal masih dua
minggu, atau tiga minggu tapi setelah dia udah
ngelewatin umur dia yang lebih dari tiga minggu,
Alhamdulillah dia bisa normal, jadi kondisi Ibu juga
bisa normal, udah enggak ada baby blues.”
5

Interviewer 2 : “Oohh (sambil menganggukan kepala), pada saat


Ibu mengalami baby blues kayak ngediemin anak
nangis terus kayak nggak peduli, nggak ngasih ASI,
atau yang lainnya, ada rasa penyesalan gak setelah
Ibu melakukan perbuatan seperti itu?”
Interviewee : “Oh ada, ada.. Kalau misalkan hmm Ibu ngelakuin
kayak misalkan ngediemin, eee cubit atau pukul
pasti itu setelahnya Ibu akan nangis, nangis minta
maaf gitu, minta maaf ke anak Ibu sembari nangis.
Ah SEDIH..” (memegang kening dan menutup mata
hingga menangis) (awalnya intonasi subjek
terdengar biasa biasa saja, tetapi lama kelamaan
suara subjek semakin bergetar dan mengecil, seperti
marah kepada diri sendiri)
Semua Interviewer : “Aaa sedih, aduh bu… jangan nangis” (tertawa
sambil terharu)
Interviewee : “Soalnya kalau soal anak, emang SEDIH”
(berbicara sambil meringis sedih)
Interviewer 4 : “Emang kalau soal anak itu sensitif ya bu, karena
baru ngelahirin, kayak masih ini, anak pertama juga,
first impression, masih terharu.”
Interviewer 4 : “Sekarang usianya udah berapa bulan bu?”
Interviewee : “Dua bulan setengah.”
Interviewer 4 : “Masih dua bulan setengah kan masih baru kan,
cewek, lagi anaknya.”
Interviewee : “Jadi itu kalau misalkan kayak Ibu habis cubit itu
pasti langsung nangis gitu minta maaf, maafin. Kan
manggilnya Ambu ya maafin Ambu ya dek, Maaf
Ambu cubit, maaf Ambu udah pukul, gitu. Ambu
khilaf, gitu ya, gitu nanti dia nya kadang namanya
anak kecil kan, suka sembari dia tidur gitu, sembari
6

SEDIH gitu minta maaf, sembari cium peluk gitu


kayak gitu penyesalannya. Penyesalan banget dan
ya udah itu cuman dua kali atau tiga kali seterusnya
kalau misalnya Ibu kesel Ibu langsung kasih ke
suami Ibu.”
Interviewer 2 : “Gejala baby blues seperti apa, yang jika Ibu
lakukan akan mengancam keselamatan diri Ibu
sendiri?”
Interviewee : “Hmm... Itu nggak ada contohnya ya.”
Interviewer 2 : “Mungkin kayak ada rasa ingin bunuh diri atau
semacamnya atau menyakiti diri sendiri gitu?”
Interviewee : “Kalau untuk baby blues Kayak gitu sih Ibu merasa,
hmm untuk bunuh diri sendiri sih enggak ada ya,
cuman kalau untuk… balik lagi sih ke suami ya baby
blues itu karena SUAMI. Jadi kalau misalkan suami
Ibu bikin kesel, jadi ngaruhnya ke anak jadi Ibu
tinggal. Pernah kejadian, jadi hmm… namanya
masih sama-sama muda ya jadi suami Ibu tuh bawa
temen ya… mungkin dia tuh nggak tahu waktu, jadi
Ibu tuh kurang tidur, sedangkan Ibu kan sesar, Ibu
kan masih sakit gitu ya, Ibu tuh kan butuh istirahat.
Belum lagi Ibu tuh ada vertigo, itu posisinya sedang
ada vertigo jadi tu sakit ya intinya pengen dibantu
lah ya.. sama suami dibantu sama suami tapi suami
kurang pengertian karena memang dia posisinya ada
teman, untuk teman datanglah gitu ke rumah, ya itu
Ibu malah DICUEKIN. Sedangkan anak disini
nangis, Ibu sudah sakit kepalanya jadi yang bisa Ibu
pancing buat suami bantu itu ya itu dengan Ibu
diemin anak sampai nangis, dia nangis Ibu diemin
enggak Ibu susuin gitu supaya itu bisa gantian,
7

karena nggak ada cara lain lagi, biar si SUAMI Ibu


ini peduli, untuk selebihnya sih nggak ada kalau
misalkan anak nangis atau rewel si Ibu masih bisa
ya selama ini.”
Interviewer 2 : “Siapa saja yang tahu apakah Ibu pernah mengalami
baby blues ataupun pernah melihat secara langsung
Ibu sedang mengalami baby blues seperti itu?”
Interviewee : “Suami sendiri gapercaya sih apa itu baby blues uhm
uhm.. (berdeham) walaupun Ibu udah cerita cuman
bilang kamu tuh manja gitu, kamu tuh uhm.. harus
bisa seperti temen-temen aku gitu. Ya balik lagi yaa
berarti suami Ibu kurang informasi, kurang ilmu
pengetahuan, apa itu baby blues. Tapi untuk
sekarang sih dia udah mengerti karena mungkin
awal-awal dia kurang ilmu pengetahuan tentang
baby blues, tapi makin kesini Ibu kasih tau
pengetahuan tentang apa itu baby blues… gini, gini,
gini. Oke sekarang dia jadi udah tau jadi kalau
misalkan Ibu ngerasa ini uhm udah mood-nya udah
gak bagus udah diambil sama dia dah gitu.”
Interviewer 2 : “Apakah gejala baby blues seperti tadi itu dapat
mengganggu keseharian Ibu dan mohon untuk
dijelaskan terkait gejala baby blues. Baby blues
seperti apa nihh yang mengganggu keseharian ibu
ini?”
Interviewee : “Uhm baby blues Ibu itu salah satunya telat makan
yaa, misalkan kita perutnya kosong suami ga mau
bantu terus anak juga nangis atau dia mau tidur
biasanya kan rewel tapi SUAMI kan gangerti-ngerti
niihh gitu perut kosong… laper, jadi yaudah anak
Ibu diemin lagi gitu, biarin aja biar dia tau kalau
8

misalkan uhm… ini udah waktunya makan harusnya


kita kerjasama tapi kamu malah diem aja gitu
harusnya kan kamu tau ini jadwal makan kamu
gantian kamu dulu apa aku dulu… gitu kadang kalau
misalkan dia diem ya Ibunya kesel kan jadinya
mengganggu waktu makan harusnya. Kalau
misalkan peka gitu ya harusnya kan dia duluan atau
Ibu duluan gitu harusnya selesai. Gara-gara dia gak
peka jadinya semua terganggu jadi berantem diem-
dieman gitu.” (Intonasi subjek terdengar seperti
kesal pada suaminya)
Interviewer 2 : “Jadi harus mengerti satu sa
ma lain poinnya gitu ya bu.”
Interviewee : “Iyaa.”
Interviewer 2 : “Dalam hal mengurus anak suami Ibu ikut berperan
juga atau tidak?”
Interviewee : “Hmm (sambil mengucek mata), berperan kalau
dibilang nilai, dia 70 persen membantu gitu, karena
kita komitmen dari awal punya anak kita udah harus
saling ngerti apa itu namanya punya anak, apa itu
namanya rumah tangga, apa itu yang namanya istri
melahirkan anak ya pokoknya semua udah harus
uhmm.. saling membantu gitu aja.”
Interviewer 2 : “Apakah suami Ibu memberi dukungan yang penuh
serta membuat Ibu tenang disaat Ibu ini sedang
mengalami baby blues?”
Interviewee : “Iya dia kalau misalkan Ibu udah marah-marah,
udah merasa kesel, marah, BABY BLUES. Dia
langsung, sekarang bisa kelola Ibu gitu ngatur Ibu.”
(Tidak berhenti menggerakkan tangan)
9

Interviewer 2 : “Bagaimana tanggapan serta respon keluarga, serta


orang-orang terdekat Ibu terhadap Ibu yang sedang
mengalami baby blues, apakah mendukung Ibu atau
menganggap itu sebagai hal yang buruk?”
Interviewee : “Mungkin kalo orang dulu, gak ngerti baby blues ya,
tapi lebih ke strees, katanya STRESS. Ya keluarga
Ibu Allhamdulillah mengerti. Udah capek, yauda
sini kasih Ibu anaknya, sini anaknya sama Nenek,
yaudah kalo kamu mau istirahat, kamu mau tidur
yaudah gitu aja sih. Allhamdullilah sekeliling Ibu
perhatian semua, termasuk mertua gitu.”
Interviewer 2 : “Adakah cara yang bisa Ibu lakukan, untuk Ibu ini
mendapat dukungan gitu, agar Ibu tetap merasa
diperhatikan atau dipedulikan jika ada orang yang
gak peduli terkait dengan hal-hal yang Ibu alami
baby blues ini?”
Interviewee : “Kalo Ibu orangnya jujur, balik lagi ke Ibu
semuanya jujur, gak ada drama-drama misalkan
hmm... Ibu manggil suami tetep Aa ya…. A aku
cape gantian ya? Soalnya hmm... kepala aku udah
sakit. Kan suami tau kalo Ibu punya vertigo jadi dia
kek langsung. Ya gitu balik lagi ke mertua, suami,
ke Nenek, ataupun Kakek, Mamah. Ibu ngomong
gitu aja si kan kalo misalkan Ibu sakit gimana? Siapa
lagi yang mau megang kalo bukan Ibu gitu.”
Interviewer 2 : “Berarti Ibu secara jujur aja ya?”
Interviewee : “Karena itu penting, saling jujur itu penting ke
suami, gak ada drama mau leha-leha mau apa gak,
gak bisa untuk Ibu sendiri. Ya mungkin kalo untuk
Ibu-Ibu lain, Ibu ga tau. Tapi kalo untuk Ibu sendiri
Ibu butuh istirahat dah gitu aja.”
10

Interviewer 3 : “Mengapa Ibu bisa merasa nyaman saat


berkomunikasi dan berbagi perasaan tentang baby
blues yang Ibu alami kepada kita atau orang lain?”
Interviewee : “Karena itu penting (terharu) apalagi eee... sesama
wanita itu efeknya besar kalo nanti untuk yang
belom menikah yaa, jadi harus tau dari sekarang,
baby blues itu sangat penting terutama support
suami itu sangat penting jadi jangan salah pilih
SUAMI (intonasi subjek terdengar seperti senang).
Sebelum menikah, sebelum hamil itu penting untuk
komitmen ya. Kalo misalkan mau menikah itu pasti
siap hamil. Kalo misalkan memang eee... tapi di
Indonesia itu eee... mungkin hanya sepuluh persen
atau lima persen yah, yang gak siap untuk punya
anak gitu. Tapi rata-rata orang Indonesia terutama
orang Tangerang pasti seratus persen sebelum nikah
itu mereka udah kepikiran, ohh gua habis nikah pasti
punya anak, dan itu harus udah punya komitmen
buat hamil gitu. Jadi, sebisa mungkin sama suami
udah punya komitmen kalo nanti gua siap hamil
eeh... gua udah hamil lu tu harus siap nih gua gini,
gua begini, dan nanti kalo gua udah punya anak
lahir, anak lu bakal rewel eee... sakit apa harus
gantian, gitu aja sih.” (Batuk)
Interviewer 3 : “Selain oleh suami, apakah ada orang lain yang
membantu mengurus anak?”
Interviewee : “Eee Nenek, Kakek eee Ibu sama mertua, sepupu.”
(Ketawa)
Interviewer 3 : “Apakah Ibu pernah dianggap remeh karena Ibu
mengalami baby blues dan serta bagaimana cara Ibu
untuk menyikapinya?”
11

Interviewee : “Awalnya sih pas mungkin, eee... dua minggu itu


yah dua minggu sampai tiga minggu itu. Ibu
mengalami baby blues suami kan masih belum
percaya karena itu tadi suami kan belom banyak
informasi tentang baby blues itu apa gitu mungkin.
Dia juga walaupun dia banyak temen perempuan
tapi dia kayak, aahh apa sih itu baby blues gak lah
cuma tahayul, tapi mungkin liat sendiri kejadiannya
baru dia percaya, jadi sampe akhirnya Ibu sendiri
eee... lewat Tiktok ngasih tau nih lewat YouTube apa
itu baby blues baru dia paham, jadi dia semakin
kesini semakin ngerti kondisi Ibu.”
Interviewer 3 : “Adakah cara atau pembelajaran yang Ibu pelajari
agar mengurangi rasa baby blues?”
Interviewee : “Istirahat cukup, makan jangan telat, banyak berdoa,
dan banyak istigfar (ketawa) gitu aja.”
Interviewer 3 : “Seiring berjalan nya waktu apakah Ibu merasa
bahwa baby blues ini sudah mulai membaik jika
benar apa yang telah membantu Ibu untuk merasa
lebih baik?”
Interviewee : “Alhamdulillah seratus persen eee... Ibu udah baik
udah normal eee… yang bikin Ibu baik yaa karena
suami jadi suami Ibu sudah lebih mengerti kondisi
Ibu, keadaan Ibu. Anak muda sekarang lebih peka
gitu jadi saat Ibu udah merasa eee.. mukanya udah
kesal, mukanya udah bete. Terus udah sini aku yang
pegang kamu mandi, kamu makan biar anak aku
eee.. anak kita gitu aku yang pegang, udah gitu aja
atau dia nanya biasanya mau makan apa, eee.. mau
kemana gitu dia udah bisa ngerti.” (Intonasi subjek
terdengar senang)
12

Interview 3 : “Apa yang membuat Ibu semangat dalam


menghadapi sindrom baby blues?”
Interviewee : “Baby blues itu pasti dirasain sama semua Ibu ya
yang baru melahirkan, terutama Ibu yang baru
pertama kali punya anak. Jadi Ibu berfikirnya selalu
bersyukur Alhamdulillah karena ini yang Ibu tunggu
selama lebih dari sebelas tahun. Apalagi ini cucu
pertama dan dari mertua Ibu emang kepengennya
anak peremuan, dan Alhamdulillah itu yang bikin
Ibu semangat. Jadi kalau Ibu STRESS, MARAH,
Ibu balik lagi mikirnya eee.. aduh lu gaboleh ini
gaboleh, ini tuh cucu kesayangan gitu, anak
kesayangan dan ini tuh susah buat didapetin gitu
aja.”
Interviewer 3 : “Bagaimana cara Ibu dalam mengasuh anak disaat
Ibu sedang mengalami baby blues?”
Interviewee : “Eee... kalau Ibu merasa kesal Ibu tetep gendong sih,
yang pasti dengan sabar panggil suami eee... gitu aja
sih yang Ibu lakuin biasanya.”
Interviewer 3 : “Bagaimana cara Ibu mengatasi mood yang buruk
saat terjadinya baby blues?”
Interviewee : “Titipin anak ke suami gitu aja, kalau Ibu kan suka
makan… jadi cari makanan diluar hahahaha.”
Interviewer 3 : “Bagaimana cara Ibu beradapatasi dengan tugas,
peran, dan tanggung jawab Ibu saat dilanda gejala
baby blues ?”
Interviewee : “Yang pasti Ibu tenangin diri Ibu sih, baru Ibu bisa
kerjain semua pekerjaan rumah gitu. Kalau misalkan
Ibu sembari marah-marah pasti gak akan kepegang
yang ada acak-acakan, jadi sebisa mungkin Ibu
tenangin diri dulu... misalkan contoh kaya mau
13

makan kesukaan Ibu, Ibu makan kesukaan Ibuu, Ibu


titip in anak dulu, baru Ibu baru bisa ngelanjutin
pekerjaan. Kalau misalkan anak Ibu rewel ya paling
Ibu susuin dulu sampai dia tenang, sampai dia tidur,
eee... baru.”
Interviewer 3 : “Adakah pesan atau saran yang dapat Ibu bagikan
kepada Ibu-Ibu lain yang mungkin mengalami baby
blues?”
Interviewee : “Jangan salah pilih SUAMI…., itu yang penting,
jangan salah pilih suami, banyak berdoa, banyak
Istigfar, eee... posisi selama baby blues itu kan tiga
minggu yaa, jadi posisi masih masa nifas berarti
belom boleh sholat dong yaa, paling ya kita banyak
ini aja si, tadarus, banyak sholawat, nyebut-nyebut,
ya mungkin untuk orang-orang diluar sana yang
mungkin non-islam yaa jalan-jalan ajak suaminya,
minta sama suaminya diajak jalan-jalan gitu aja,
keluar rumah gitu, minta diperhatiin, disayang, gitu
aja sih.”
Interviewer 3 : “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih
dari depresi pasca persalinan?”
Interviewee : “Waduh, kalau itu beda-beda yaa, tapi kalau Ibu
sendiri eee… depresi setelah… suami Ibu lebih
perhatian aja sama lebih ngerti sama kondisi Ibu,
tapi Ibu banyak baca gitu di Google banyak Ibu-Ibu
juga yang sampe setahun atau dua tahun yang masih
gejala baby blues, tapi selama ini yang Ibu rasain itu
gak nyampe... Eee… gak nyampe seminggu gak
nyampe dua minggu lah, karena kejadian baby blues
waktu si dedek lagi rewel-rewelnya pas dia dua
14

minggu, umur dia dua minggu sampe tiga minggu


itu baby blues, dia lagi rewel, susah tidur.”
Interviewer 3 : “Berarti peran suami itu penting selama Ibu
mengalami baby blues?”
Interviewee : “Itu penting banget, seratus persen sangat penting.
Karena kalau gak ada suami eee... yahh setidaknya
ada keluarga di sekeliling yang bisa bantu yang
support.”
Interviewer 3 : “Apakah ada perasaan trauma untuk memiliki anak
lagi setelah pengalaman baby blues?”
Interviewee : “Trauma sih enggak, kalau pun misalkan nanti untuk
punya anak kedua, mungkin kita maksudnya Ibu
sama suami Ibu, mungkin lebih detail nambah list
komitmen untuk punya anak kedua. Itu harus seperti
apa supaya nanti eee… yang salah-salah di anak
pertama itu gak kejadian di anak kedua.”
Interviewer : “Baik... terima kasih, bu. Telah bersedia kami
wawancarai.”

Keterangan:
Interviewer 1: Aurell Khanza Geizka
Interviewer 2: Deerla Vidya Andyan N
Interviewer 3: Emilia Agustina
Interviewer 4: Adhisa Nurul Hikmah
Interviewer : Semua interviewer

Kesimpulan yang kami dapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan pada
minggu, 15 Oktober 2023 terhadap seorang Ibu yang berinisial AR mengalami baby
blues syndrome saat berusia 29 tahun yang berdomisili di daerah Jatiuwung. Subjek
menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami baby blues syndrome, tetapi tidak
15

parah. Subjek tersebut baru memiliki seorang anak yang berusia 2,5 bulan yang
sudah dinantikan selama 11 tahun.
Pada saat kondisi subjek merasa stress, cemas, sedih, marah, dan kelelahan
maka gejala baby blues syndrome itu muncul. Setiap kali subjek merasa gejala baby
blues syndrome itu muncul, subjek melakukan tindakan seperti mencubit, memukul
bokong, tidak ingin melihat anak, tidak ingin menyusui, dan membiarkan anak
menangis sendiri. Setiap kali subjek melakukan tindakan tersebut, subjek sering
merasa menyesal karena telah menyakiti anak yang telah ditunggunya selama 11
tahun. Hal ini mencerminkan kesadaran dan pertobatan atas tindakan tersebut.
Subjek merasa bahwa dukungan orang sekitar, seperti orang tua, mertua,
saudara dan khususnya support dari suami sangat penting. Menurutnya jika tidak
ada sosok suami yang suportif, maka kemungkinan gejala baby blues syndrome
yang dialaminya akan semakin parah. Pada kondisi yang subjek alami, suami subjek
kurang memahami arti dari baby blues syndrome. Sehingga apa yang terlihat oleh
sang suami seolah-olah hanya sifat manja, sedangkan subjek hanya minta untuk
dimengerti. Namun seiringnya waktu, suami mulai mempelajari arti dari baby blues
syndrome dan subjek pun menekankan pentingnya komunikasi yang jujur dengan
suami serta orang terdekat dalam menghadapi baby blues syndrome. Dengan
berbicara terbuka tentang kondisinya, agar subjek dapat memperoleh dukungan
yang lebih baik.
Subjek mencoba berbagai cara untuk mengatasi gejala baby blues dalam
menghadapi anak yang rewel seperti istirahat yang cukup, makan tepat waktu,
berdoa, dan sering-sering mengucap istighfar. Subjek mengatakan ia tidak merasa
trauma untuk memiliki anak lagi dan akan menetapkan komitmen mengenai pola
asuh yang akan diberikan kepada anak selanjutnya agar lebih baik dari pola asuh
yang diberikan kepada anak pertamanya.
Baby blues syndrome adalah pengalaman yang umum bagi Ibu yang baru
melahirkan. Dukungan suami, keluarga, dan informasi tentang kondisi seperti baby
blues sangat penting dalam membantu seorang bu menghadapi tantangan setelah
melahirkan. Subjek pun memberikan saran kepada para wanita di luar sana agar
16

jangan sampai salah pilih pasangan (suami). Pastikan ada komitmen yang kuat
dengan suami sebelum memiliki anak.
Subjek seringkali merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri pada masa awal
kelahiran sang anak. Banyaknya perubahan serta tuntutan yang subjek alami,
sehingga menyebabkan subjek mengalami baby blues syndrome. Namun berkat
dukungan orang sekitarnya, subjek berhasil menyesuaikan diri terhadap perubahan-
perubahan yang ada.
II. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
gambaran penyesuaian diri pada ibu primipara yang mengalami baby blues
syndrome.

17
III. LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai
keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna
tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna terjadi jika individu
selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di
mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua
fungsi organisme/individu berjalan normal. Penyesuaian diri lebih
bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia
terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan
tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat (Liansari, 2023).
Menurut Zain (2020) penyesuaian diri adalah sebuah proses yang
dilakukan individu untuk menyelaraskan diri sendiri terhadap
lingkungannya agar dapat mengatasi kebutuhan serta permasalahan baru
dalam lingkungan, sedangkan menurut Handayani (2022) penyesuaian
diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi
banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat
berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian
dan tahap perkembangannya.
Maka dari itu, penyesuaian diri didefinisikan sebagai proses
seseorang dalam menghadapi lingkungan baru dengan berusaha
menempatkan diri di lingkungan yang melibatkan respon tingkah laku
maupun mental yang dilakukan individu guna mengatasi kebutuhan-
kebutuhan dalam diri, tegangan emosional, frustasi, konflik batin yaitu
menyelaraskan tuntutan batin dengan tuntutan lingkungan sekitar, serta
kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya
tuntutan lingkungan yang diberikan padanya.

18
19

2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri


Menurut Handayani (2022) penyesuaian diri memiliki dua aspek,
yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya
kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
a. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk
menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang
harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari
sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan
kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan
kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai
dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi
dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya
kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa
cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang
dialaminya.
b. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat
individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-
hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di
sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat
luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat
sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.
Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat
yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh
eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.

Menurut Desmita (2009), maka secara garis besar penyesuaian diri


yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu:
a. Kematangan emosional mencakup aspek-aspek:
1) Kemantapan suasana kehidupan emosional
20

2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain


3) Kemampuan untuk santai, gembira, dan menyatakan
kejengkelan
4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri
sendiri
b. Kematangan Intelektual mencakup aspek-aspek:
1) Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
3) Kemampuan mengambil keputusan
4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
c. Kematangan social mencakup aspek-aspek:
1) Keterlibatan dalam partisipasi social
2) Kesediaan kerja sama
3) Kemampuan kepemimpinan
4) Sikap toleransi
5) Keakraban dalam pergaulan

B. Baby Blues Syndrome


1. Definisi Baby Blues Syndrome
Dilansir dari website resmi Siloam Hospital (Haryanto, Lim &
Salvirah, 2023), baby blues syndrome adalah gangguan kesehatan
mental yang dialami wanita pasca melahirkan. Gangguan ini ditandai
dengan munculnya perubahan suasana hati, seperti gundah dan sedih
secara berlebihan. Umumnya, gejala baby blues syndrome dapat
memburuk pada hari ke 3-4 setelah melahirkan dan berlangsung selama
14 hari.
Baby blues merupakan situasi psikologis pasca persalinan yang
bersifat sementara kerap dialami para ibu baru dengan gejala yang
muncul seperti sedih maupaun depresi dihari ketiga atau keempat serta
akan segera menghilang dalam 2 mingggu pasca persalinan. Tingkat
depresi ringan terdapat kemungkinan muncul gangguan lebih berat
21

akibat adanya perubahan tingkat hormon, serta tanggung jawab baru


atas kelahiran bayi dan pengasuhan terhadap bayi (Verda & Nuraidha,
2022).
Baby blues syndrome adalah perubahan gejala mengenai perubahan
mood yang signifikan yang dialami oleh ibu postpartum, dimana baby
blues syndrome adalah bentuk depresi yang paling ringan, biasanya
timbul antara hari ke 2 sampai 2 minggu masa postpartum (Amida,
Dahlia, Ronanarasafa, & Shammakh, 2023).
Baby blues syndrome merupakan gangguan perasaan akibat
penyesuaian terhadap kelahiran bayi dengan gejala memuncak pada hari
ke lima postpartum yang dipicu oleh banyak faktor antara lain faktor
umur, pendidilan, pelerjaan, paritas dan dukungan suami (Wahyuni,
Rahyani, & Senjaya, 2023).
Dengan demikian baby blues syndrome adalah gangguan yang
bersifat sementara pasca persalinan yang ditandai dengan perubahan
mood akibat penyesuaian terhadap kelahiran bayi.

2. Ciri-ciri Baby Blues Syndrome


Menurut klikdokter (Adnani, 2023) ciri-ciri pengidap baby blues
syndrome, antara lain:
a. Menangis tanpa alasan yang jelas
Ciri baby blues syndrome yang paling sering dialami adalah
sering menangis. Biasanya, seseorang akan menangis jika ada
alasan. Namun, berbeda halnya pada kasus baby blues. Ibu akan
menangis secara tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas.
b. Lebih mudah tersinggung dan cepat marah
Bila mudah tersinggung oleh hal sepele setelah melahirkan,
kamu patut mencurigai hal tersebut sebagai gejala sindrom baby
blues. Perkataan atau perbuatan orang lain dapat mudah membuat
kamu marah, padahal mungkin maksud orang tersebut baik dan
bukan ingin menyinggung perasaan sang penderita.
22

c. Mengalami mood swings


Mood swings atau perubahan suasana hati termasuk salah
satu ciri sindrom baby blues. Biasanya, perubahan suasana hati
terjadi pada minggu pertama pasca persalinan.
d. Tidak sabaran
Pada seorang ibu yang mengalami sindrom baby blues, ia
bisa saja menjadi tidak sabaran.
e. Cepet merasa lelah dan tidak bertenaga
Kelelahan yang luar biasa juga dapat menjadi tanda dari
sindrom baby blues. Ketika baru melahirkan, tenaga ibu memang
akan banyak terkuras untuk mengasuh bayi. Ditambah dengan jam
tidur yang menentu.
f. Merasa cemas berlebihan
Rasa cemas sebenarnya tidak masalah. Namun, jika merasa
khawatir atau cemas yang berlebihan terhadap sesuatu, kamu
sebaiknya berhati-hati.
g. Hipersensitif terhadap kritik
Memang akan ada saja kritikan ketika menjadi ibu baru.
Namun, sebaiknya sang ibu tidak perlu menanggapi yang tidak
penting. Bila ibu merasa sensitif terhadap kritikan tersebut, emosi
pun bisa meletup-letup yang akhirnya bermuara pada sindrom baby
blues.
h. Konsentrasi menurun
Ciri sindrom baby blues lainnya dapat ditunjukkan dengan
penurunan konsentrasi. Bila mengalaminya, kamu akan mudah
melakukan kesalahan tanpa sengaja. Misalnya melupakan hal-hal
kecil, seperti mematikan kompor, menaruh barang, dan sebagainya.
i. Tidak nafsu makan
Setelah melahirkan, biasanya ibu akan memiliki nafsu
makan yang lebih besar dari biasanya, apalagi jika sambil
23

memberikan ASI. Namun, jika tidak merasa bergairah dan tidak


nafsu makan, bisa jadi itu adalah pertanda sindrom ini.
IV. PEDOMAN WAWANCARA

I. Subjek
A. Identitas Subjek
1. Nama (inisial) : AR
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Usia : 29 tahun
4. Tempat tinggal : Jatiuwung

B. Latar Belakang Subjek


1. Bagaimana perasaan anda setelah melahirkan?
2. Apa yang membuat anda stress disaat mengasuh anak untuk pertama
kali?
3. Mengapa anda dapat berpikir bahwa anda mengalami baby blues?
4. Apa yang anda ketahui mengenai baby blues disaat pertama kali anda
mengalaminya?
5. Mengapa anda bisa mengalami baby blues syndrome?
6. Bagaimana respon anda disaat pertama kali mengalami baby blues?
7. Bagaimana gejala baby blues syndrome yang anda alami?
8. Bagaimana perasaan anda saat gejala baby blues muncul?
9. Apa yang dilakukan anda saat mengalami baby blues syndrome?
10. Siapakah support system terbaik anda?

C. Daftar Pertanyaan
1. Aspek-aspek Penyesuaian diri
a. Penyesuaian Pribadi
1) Bagaimana anda memandang perubahan yang terjadi setelah
melahirkan?
2) Bagaimana cara anda mengatasi rasa sedih dan kesal saat lelah
dalam mengurus anak?

24
25

3) Bagaimana cara anda menerima kondisi diri saat mengalami


baby blues syndrome?
4) Bagaimana cara anda menyesuaikan perubahan aktivitas anda
setelah memiliki anak?
5) Bagaimana cara anda menerima perubahan kondisi psikis yang
anda alami?
6) Bagaimana cara anda menerima perubahan fisik yang anda
alami?
7) Bagaimana cara anda menerima peran baru, yaitu menjadi
seorang ibu?
8) Mengapa saat di kondisi seperti itu, anda masih mau berusaha
menjalani tanggung jawab sebagai istri sekaligus ibu?
9) Hal apa yang paling anda sukai ketika menjadi seorang ibu?
10) Bagaimana cara anda untuk menguatkaan diri saat gejala baby
blues terjadi?
11) Bagaimana cara anda meredam emosi negatif ketika gejala baby
blues muncul?
12) Apa yang anda pikirkan, rasakan dan alami selama gejala baby
blues terjadi?
13) Bagaimana pandangan anda terhadap diri sendiri ketika
menyakiti anak saat gejala baby blues terjadi?
14) Bagaimana cara anda untuk menyemangati diri sendiri Ketika
tidak ada yang menyemangati dari lingkungan sekitar?
15) Apa usaha yang anda lakukan untuk memberi tahu lingkungan
sekitar mengenai baby blues yang anda alami?
b. Penyesuaian Sosial
1) Apa yang anda harapkan sebelumnya tentang respon lingkungan
terhadap ibu yang baru saja melahirkan?
2) Apa yang anda rasakan setelah memiliki anak karena ternyata
mempengaruhi dalam bersosialisasi ke lingkungan?
26

3) Bagaimana cara anda dalam mengatasi kesulitan beradaptasi


dengan perubahan yang berpengaruh pada sosialisasi
lingkungan?
4) Bagaimana cara anda menyesuaikan diri pada lingkungan
dengan peran yang baru?
5) Mengapa proses pemulihan baby blues yang anda alami
bergantung dengan support lingkungan sekitar?
6) Apa yang membuat anda berhasil dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan disaat mengalami baby blues?
7) Bagaimana respon lingkungan ketika melihat anda sedang
mengalami gejala baby blues?
8) Bagaimana cara lingkungan memberi masukan ketika anda
mengalami baby blues syndrome?
9) Bagaimana cara suami menerima kondisi anda saat mengalami
baby blues syndrome?
10) Bagaimana cara suami anda membantu menangani gejala baby
blues syndrome yang muncul secara tiba-tiba saat sedang berada
di luar rumah?
11) Bagaimana cara keluarga besar berusaha memahami tentang apa
yang anda alami?
12) Bagaimana cara lingkungan menyesuaikan diri dengan anda?
13) Apa bentuk support yang diberikan oleh lingkungan sekitar
kepada anda?
14) Bagaimana cara suami anda memberikan bantuan ketika
mengalami baby blues syndrome?
15) Mengapa respon positif dari lingkungan penting bagi anda?

Tangerang, 28 November 2023

Ajeng Furida Citra, Mpsi.,Psi


27

V. PELAKSANAAN WAWANCARA

A. Setting Fisik
Pada tanggal 15 Oktober 2023 di jam 19.30, kami kelompok lima memulai
proses wawancara awal kepada seorang ibu Primipara yang mengalami baby
blues syndrome. Pada saat melakukan wawancara awal subjek terlihat
mengenakan pakaian dress berwarna merah dengan motif bintik-bintik putih
dan kerudung panjangnya yang berwarna abu-abu muda. Subjek memiliki
tubuh yang tinggi dan berisi dengan warna kulit yang putih pucat.
Saat ini subjek berusia dua puluh sembilan tahun dengan gaya
berpenampilannya seperti anak muda pada umumnya. Subjek memiliki bentuk
mata yang bulat dan berwarna hitam kecoklatan dengan memakai kacamata
frame berbentuk kotak yang berwarna putih. Subjek memiliki bentuk bibir
yang tipis dan senyum indah.
Wawancara dilakukan pada malam hari yang bertempatan di halaman rumah
subjek. Interviewer dan interviewee duduk berhadapan diatas alas karpet yang
terhampar luas. Tepat di belakang subjek terdapat bangku plastik berwarna
merah bata serta di belakang interviewer terdapat meja panjang berbahan kayu.
Sepanjang wawancara berlangsung interviewer dan interviewee duduk
dengan posisi tegak dan kaki bersila. Tetapi pada pertengahan wawancara
berlangsung terdapat hambatan, karena anak dari subjek yang baru berusia dua
bulan setengah tersebut terbangun dan menangis sehingga subjek menenangkan
anaknya dengan cara memeluknya.
Proses wawancara berlangsung memakan waktu selama tujuh puluh menit.
Selama wawancara interviewer menggunakan pulpen dan kertas untuk mencatat
berbagai gerakan tubuh dan ekspresi wajah, serta memakai aplikasi perekam
suara untuk merekam semua intonasi yang subjek berikan.
28

B. Setting Psikis

Selama proses wawancara berlangsung terdapat beberapa intonasi suara


yang getar seolah-olah akan menangis, intonasi penekanan pada kata yang
terlihat seperti marah atau kesal. Serta terdapat satu pertanyaan yang membuat
subjek menangis tersendu-sedu, dengan rasa sedih dan penyesalan yang dirasa
oleh subjek.

C. Tahap Pelaksanaan

Hari/Tanggal : Minggu/15 Oktober 2023


Tempat : Kediaman interviewee
Waktu : 18.30 WIB – 21.10 WIB
1) 18.30 WIB : Para interviewer sampai di
kediaman interviewee

2) 19.00 WIB : Para interviewer dan interviewee


masing-masing mempersiapkan
diri untuk memulai sesi
wawancara

3) 19.20 WIB : Para interviewer dipersilahkan


masuk untuk kemudian bertegur
sapa dengan interviewee

4) 19.35 WIB : Para interviewer dan tim mulai


melakukan sesi pengambilan data
wawancara

5) 20.45 WIB : Para interviewer


selesai melakukan pengambilan
data wawancara, lalu interviewer
mengakhiri sesi wawancara
dengan interviewee. Para
interviewer melanjutkan diskusi
29

sejenak di teras rumah milik


interviewee

6) 21.10 WIB : Para interviewer pamit kepada


interviewee untuk pulang ke
rumah masing-masing
VI. HASIL WAWANCARA

1. Subjek
A. Identitas Subjek:
1. Nama Ibu : AR
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 29 tahun
4. Lokasi tinggal : Jatiuwung

B. Verbatim

30
DAFTAR PUSTAKA
Amida, E. N., Dahlia, Y., Ronanarasafa, & Shammakh, A. A. (2023). Hubungan
usia dan paritas terhadap kejadian baby blues syndrome pada ibu
postpartum di kecamatan sambelia, lombok timur. Nusantara Hasana
Journal, Vol 2 No. 11.
Basant, N. (2023, October 19). 9 Ciri-Ciri Baby Blues Syndrome, Tandanya Bisa
Mood Swing. Klikdokter.com; KlikDokter. https://www.klikdokter.com/ibu-
anak/kehamilan/kenali-tanda-tanda-sindrom-baby-blues
Handayani, E. S. (2022). Kesehatan Mental. Banjarmasin: Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Liansari, V. (2023). Buku ajar perkembangan peserta didik. Umsida Press.
Verda, N. K., & Nuraidha, A. (2022). Strategi coping pada ibu pasca persalinan
untuk mengantisipasi terjadinya baby blues. Jurnal Sudut Pandang, Vol 2
No. 12, 100.
Wahyuni, N. E., Rahyani, N. Y., & Senjaya, A. A. (2023). Karakteristik ibu
postpartum dan dukungan suami dengan baby blues syndrome. Jurnal
Ilmiah Kebidanan, Vol 11 No. 1.
Zain, M. R. (2020). Penyesuaian diri dan komunikasi interpersonal pada mahasiswa
asing yang mengalami gegar budaya. Psikoborneo, Vol 08 No. 1, 93.
(N.d.). diakses dari https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-
itu-baby-blues-syndrome

31

Anda mungkin juga menyukai