•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pengertian Stratifikasi Sosial dan
Jenis - Jenis Stratifikasi Sosial
By
Adhisa Nurul Hikmah 10521011
Balqis Annisa Tahany 10521304
Fatikah Nurul Izah 10521550
01
Pengertian Stratifikasi
Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk/
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat
(hierarkis).
Soerjono Soekanto, stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi
seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-
beda secara vertikal.
Sregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat Sosial dalam Persfektif
Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna, 4(2), 135-142.
04
Dampak - Dampak Startifikasi
Dampak stratifikasi sosial terbagi menjadi 2 diantaranya
• Dampak positif yaitu mendorong seseorang atau orang-
orang untuk berkompetisi dan berusaha/berupaya
semaksimal mungkin agar dapat naik ke kelas/strata yang
lebih tinggi.
• Dampak negatif yaitu kesenjangan sosial dan konflik
pertentangan.
Koswara, A. A., & Rahman, M. T. (2012). Realitas Problematika Perburuhan (Stratifikasi Sosial Para
Buruh/Pekerja Di Lingkungan Sosial Tempat Mereka Tinggal)
05
Faktor - Faktor Startifikasi
• Kekayaan (materi, kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan keanggotaan masyarakat ke
dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, jika seseorang memiliki kekayaan yang banyak, maka ia
akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, dan juga sebaliknya jika tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan dalam lapisan rendah. Kekayaan itu dapat dilihat dari
tempat tinggal, benda - benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaian maupun kebiasaan dalam
berbelanja..
• Kekuasaan dan wewenangnya seseorang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar
akan menenmpatkan lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang
terkait.
• Kehormatan biasa dimiliki oleh orang – orang yang terlepas dari ukuran – ukuran kekayaan atau
kekuasaan. Orang – orang yang dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem lapisan sosial
masyarakat. Terkait ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya
orang – orang ini menghormati pada masyarakat yang banyak jasanya, pada orang tua ataupun
orang – orang yang berperilaku dan berbudi luhur. (Maunah, 2015)[2]
Maunah, B. (2015). Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan.
Ta'allum: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 19-38.
Pembahasan
Sorokin dalam Robert Lauer (1993) dan Abdul Syani. (1994: 82) mengatakan bahwa
stratifikasi sosial atau “social stratification” adalah perbedaan penduduk untuk masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau secara “hierarkis” perwujudannya adalah kelas
tinggi dan kelas rendah. (Indah, 2020)
Max Weber dalam karyanya “Wirtschaft und Gesesllschaft dalam D Mitchell (1984: 158) yaitu
tentang anggota-anggota masyarakat (atau kelompok masyarakat) mempunyai
persamaan cara hidup tertentu yang jauh berbeda dengan cara hidup kelompok-kelompok
status yang menurut Weber adalah “gaya hidup”.
Siregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat
Sosial dalam Persfektif Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna, 4(2),
135-142.
Thank
you!
MAKALAH
Pengertian Stratifikasi Sosial Dan Jenis – Jenis Stratifikasi Sosial
Di Susun Oleh :
Kelompok 7
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KARAWACI
2023
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
B. Pembahasan ............................................................................................................... 10
BAB III................................................................................................................................... 12
PENUTUP.............................................................................................................................. 12
Kesimpulan ........................................................................................................................ 12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, suatu bentuk variasi kehidupan
memiliki perbedaan yang cukup menonjol adalah fenomena stratifikasi
(tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan tersebut terjadi melalui proses suatu
bentuk kehidupan baik berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun
benda-benda) yang dianggap sebagai simbol kebenaran dan berguna bagi
kehidupan bermasyarakat, (Ibrahim, 2019).1 Fenomena dari stratifikasi sosial
akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan
sosial bermasyarakat akan tetap terjadi suatu perbedaan satu sama lain, semua
tergantung bagaimana masyarakat menempatkannya.
1
Ibrahim, J. T. (2019). Sosiologi Pedesaan. UMMPress.
2
Aji, R. H. S. (2015). Stratifikasi sosial dan kesadaran kelas.
1
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah pada makalah ini yaitu:
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mengenal
1. Stratifikasi sosial
2. Jenis-jenis stratifikasi sosial
3. Dampak dari stratifikasi ditengah kehidupan sosial bermasyarakat.
D. Sub CPMK
E. Indikator Penilaian
3
Siregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat
Sosial dalam Persfektif Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna, 4(2),
135-142.
3
4
4
Aji, R. H. S. (2015). Stratifikasi sosial dan kesadaran kelas.
5
Khairuddin, A., & Nasution, T. (2023). Pengantar Sosiologi Pendidikan.
5
6
Aji, R. H. S. (2015). Stratifikasi sosial dan kesadaran kelas.
7
Maulana, M. The SLAMETAN in a JAVANESE SOCIETY: A comparative study
of Clifford Geertz’s The Religion of Java (1960) and Andrew Beatty’s Varieties of
Javanese Religion (1999). Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic
Studies, 14(1), 57-65.
6
8
Siregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat
Sosial dalam Persfektif Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna, 4(2),
135-142.
7
9
Siregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat
Sosial dalam Persfektif Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna, 4(2),
135-142.
8
2. Dampak Negatif
Beberapa literatur menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga
dampak negatif stratifikasi sosial, yaitu:
a) Pertentangan antar kelas sosial
b) Pertentangan antar kelompok sosial
c) Pertentangan antar generasi. (Koswara, 2012)10
10
Koswara, A. A., & Rahman, M. T. (2012). Realitas Problematika Perburuhan
(Stratifikasi Sosial Para Buruh/Pekerja Di Lingkungan Sosial Tempat Mereka
Tinggal).
11
Maunah, B. (2015). Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif
Sosiologi Pendidikan. Ta'allum: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 19-38.
9
12
Maunah, B. (2015). Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif
Sosiologi Pendidikan. Ta'allum: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 19-38.
10
B. Pembahasan
a. Stratifikasi Berdasarkan Status Sosial
Dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara status
antara satu orang dengan yang lainnya,antara kelompok dengan kelompok
lainnya, terdapat masyarakat berstatus sosial tinggi, status sosial
menengah dan status sosial rendah.
Menurut Soerjono Soekanto (1990), selama dalam suatu masyarakat ada
sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang
berharga, maka hal ini akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan
adanya sistem lapisan dalam masyarakat. Barang sesuatu yang dihargai di
dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang
bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu
pengetahuan, kesalahan dalam agama atau mungkin keturunan dari
keluarga terhormat. (Fuadi, 2020)13
Sorokin dalam Robert Lauer (1993) dan Abdul Syani. (1994: 82)
mengatakan bahwa stratifikasi sosial atau “social stratification” adalah
perbedaan penduduk untuk masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat atau secara “hierarkis” perwujudannya adalah kelas tinggi dan
kelas rendah. (Indah, 2020)14
13
Fuadi, A. (2020). Keragaman dalam dinamika sosial budaya kompetensi sosial
kultural perekat bangsa. Deepublish.
14
Indah, S. (2022). Dinamika Sosial Dan Budaya Masyarakat Urban
11
15
Qayyum, M. (2022). Stratifikasi sosial ekonomi masyarakat urban.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan hasil pembahasan diatas bahwa stratifikasi berasarkan status sosial dapat
dimiliki atas sesuatu yang berharga yaitu berupa kekayaan, kekuasaan dan juga
keturunan. Sedangkan untuk stratifikasi sosial berdasarkan pola interaksi, masyarakat
yang berstatus sosial ekonomi rendah cenderung memiliki hubungan sosial yang
tinggi sedang yang berstatus sosial ekonomi yang tinggi cenderung memiliki
hubungan yang relatif rendah.
Dengan kata lain, pola interaksi sosial atau hubungan sosial pada masyarakat adalah
status sosial ekonomi – jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan.
Selain itu, terdapat faktor-faktor yang lain ikut menentukan pola interaksi sosial atau
hubungan sosial seperti proses sosialisasi, penduduk.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Sahlan, S. (2023). Studi Masyarakat Sosial Dalam Persfektif Kelompok Sosial Dan
Stratifikasi Sosial. JUPSI: Jurnal Pendidikan Sosial Indonesia, 1(1), 11-18.
Siregar, A. A., Zahra, M., Rambe, R., & Marpaung, Z. N. (2023). Studi Masyarakat
Sosial dalam Persfektif Kelompok Sosial dan Stratifikasi Sosial. Faidatuna,
4(2), 135-142.
Nuur Aanisah
ois (11521083) Rheda O
tia L vira
Chyn 57) (11521
52 13 219)
(10
topik pembahasan
A. Pengantar
B. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya
C. Unsur Unsur Saluran dan Dimesnsinya
D. Cara-cara Mempertahankan Kekuasaan
E. Beberapa Bentuk Lapisan Kekuasaan
F. Wewenang
A. Pengantar
Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang
sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat.
Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang
netral, maka menilai baik atau buruknya harus dilihat
pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat.
Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sebagai suatu proses, baik kekuasaan maupun
wewenang merupakan suatu pengaruh yang nyata
atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut,
lazimnya diadakan pembedaan di antaranya:
1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada
komunikasi dan bersifat persuasif.
2. Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi
efektif karena ciri tertentu yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang berpengaruh.
REferensi:
J.Bierens de Haan, Grondslagen der Samenleving, Sociologische Problemen in Overgangstijd, derde herziene druk, H.D. Tieenk Willink & Zoon N.V.
Haarlem, 1952, hlm. 66.
Pada jenis pengaruh ini, mungkin terjadi proses-proses sebagai berikut:
a. Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk
mencapai tujuannya, atau pihak yang berpengaruh mempunyai kekuatan
untuk memaksakan kehendaknya (kemungkinan dengan melancarkan
ancaman-ancaman mental atau fisik).
b. Pihak yang berpengaruh mempunyai ciri-ciri tertentu yang
menyebabkan pihak lain terpengaruh olehnya.
Ciri-ciri tersebut adalah:
1) kelebihan di dalam kemampuan dan pengetahuan.
2) sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang pantas atau
perilaku yang diharapkan.
3) mempunyai kekuasaan resmi yang sah.
b. hakikat kekuasaan
dan sumbernya
Kekuasaan terdapat di mana-mana, dalam
hubungan sosial maupun di dalam organisasi sosial.
Tetapi pada umumnya kekuasaan yang tertinggi
berada pada organisasi yang dinamakan “negara”.
Sifat hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam
hubungan yang simetris dan asimetris. Adapun
kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-
macam faktor.
C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan
dan Dimesnsinya
1. Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang misalnya pada
penguasa akan menimbulkan kepatuhan terhadap
segala kemajuan dan tindakan orang yang ditakuti
tersebut. Rasa takut merupakan gejala universal yang
terdapat di segala tempat dan biasanya
dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang
mempunyai pemerintahan otoriter.
C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan
dan Dimesnsinya
2. Rasa Cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan yang pada
umumnya bersifat positif, orang-orang bertindak
sesuai kehendak pihak yang berkuasa untuk
menyenangkan semua pihak. Apabila ada suatu reaksi
positif dari masyarakat yang dikuasai maka sistem
kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan
teratur.
C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan
dan Dimesnsinya
3. Kepercayaan
Kepercayaan bisa timbul sebagai hasil
hubungan langsung antara dua orang atau
lebih yang bersifat asosiatif. Soal
kepercayaan sangat penting demi
kelanggengan kekuasaan.
C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan
dan Dimesnsinya
4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin dapat
disangkal oleh orang lain, tetapi sistem
pemujaan membawa seseorang dan
kelompok untuk membenarkan segala
sesuatu yang datang dari penguasa
tersebut
Apabila dilihat dalam masyarakat dalam pelaksanannya kekuasaan
dijalankan melalui saluran-saluran tertentu sebagai berikut:
a. Saluran Militer
Penguasa akan lebih banyak mempergunakan paksaan (coercion)
serta kekuatan militer (military force) di dalam melaksanaka
kekuasaannya. Dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dalam
diri masyarakat atau tunduk kepada kemauan penguasa.
b. Saluran Ekonomi
Penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat
dengan jalan menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut
Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
D. Saluran Tradisional
C. Saluran Politik
Saluran tradisional
Penguasa dan pemerintah
biasanya paling disukai,
membuat peraturan-
karena dengan cara
peraturan yang harus
menyesuaikan tradisi
ditaati masyarakat dengan
pemegang kekuasaan
memaksa atau meyakinkan
dengan tradisi yang
untuk menaati peraturan
dikenal di dalam suatu
yang dibuat oleh badan
masyarakat, pelaksanaan
berwenang dan yang sah.
dapat berjalan lancar.
Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu
pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
E. Saluran Ideologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya
mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau
doktrin-doktrin, yang bertujuan untuk menerangkan
dan sekaligus memberi dasar pembenaran bagi
pelaksanaan kekuasaanya.
F. Saluran-saluran Lainnya
Saluran-saluran lainnya misalnya alat-alat komunikasi
didukung kemajuan teknologi komunikasi massa seperti
surat kabar, radio, televisi dan lain-lainnya. Selain itu dapat
juga digunakan saluran rekreasi seperti sandiwara rakyat.
Biasanya penguasa menggunakan lebih dari satu alasan
tergantung pada struktur masyarakat yang bersangkutan.
REferensi:
Robert A. Dahl, Modern Political Analysis, (New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, 1965), hlm. 20.
D. Cara-cara
mempertahankan
kekuasaan
Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan
lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan
penguasa kemudian akan digantikan dengan peraturan-
peraturan baru yang menguntungkan penguasa. Mengadakan
sistem-sistem kepercayaan melalui agama dan ideologi yang
akan memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya.
Melalui pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.
Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal, misalnya
memperkuat kekuasaan dengan menguasai bidang-bidang
kehidupan tertentu.
Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
e. Beberapa Bentuk
Lapisan Kekuasaan
Menurut MacIver ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau
piraminda kekuasaan yaitu sebagai berikut.
a. Tipe kasta – garis pemisah tegas dan kaku
Biasanya dijumpai pada masyrakat berkasta dimana hampir tak terjadi gerak
sosial vertikal.
referensi : Max Weber, The Theory of Social and Economic Organizations, diterjemahkan oleh A.M. Henderson dan Talcott Parsons, disunting dan diberi
pendahuluan oleh Talcott Parsons, (The Free Press of Glencoe, 1947), hlm. 57.
2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi
Wewenang resmi teratur, mempertimbangkan, dan logis. Wewenang
seperti ini biasanya ada di kelompok besar yang memerlukan aturan
yang jelas dan konsisten. Kelompok-kelompok ini biasanya memiliki
banyak anggota, jadi hak dan kewajiban para anggotanya ditentukan
dengan jelas.
Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-
hubungan antarpribadi yang sifatnya situasional, dan sangat
ditentukan oleh kepribadian para pihak. Sering kali
wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil
disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat
spontan
Referensi:
Robert A. Nisbet, the social bond, an introduction to the study of society. (NEWyork:alfred a. knopf,1970), hlm.119 dan seterusnya
3. Wewenang Pribadi dan Teritorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas
antara anggota-anggota kelompok, dan di sini unsur
kebersamaan sangat memegang peranan. Para individu
dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak.
Referensi:
soerjono soekanto, “inheritance law in indonesia peasant society, 14 malaya law review 2, 1972, hlm 244 sampai 258
4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh
Dalam pandangan lain wewenang adalah pembedaan antara
wewenang terbatas dengan wewenang menyeluruh. Apabila
dibicarakan tentang wewenang terbatas, maksudnya adalah
wewenang tidak mencakup semua sektor atau bidang kehidupan,
tetapi hanya terbatas pada salah satu sektor atau bidang saja.
3. Wibawa
Menurut Soerjono Soekanto, wibawa memiliki pengertian sebagai
pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi dihormati
orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung
kepemimpinan dan penuh daya tarik; kekuasaan. Berwibawa
memiliki pengertian mempunyai wibawa (sehingga disegani dan
dipatuhi), dan kewibawaan adalah hal yang menyangkut wibawa;
kekuasaan yang diakui dan ditaati.
Daftar Pustaka
Soekanto, S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
pers
Soekanto, S. (2007). Hukum dan kekuasaan.
terima kasih
Sosiologi
Kelompok 8 :
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2023
Daftar Isi
1
Konsep Kekuasaan dan Wewenang
A. Pengantar
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta
manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu
pengetahuan kemasyarakatan. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang
sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Karena kekuasaan sendiri
mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau buruknya harus dilihat pada
penggunaannya bagi keperluan masyarakat.
1
J.Bierens de Haan, Grondslagen der Samenleving, Sociologische Problemen in Overgangstijd, derde herziene
druk, H.D. Tieenk Willink & Zoon N.V. Haarlem, 1952, hlm. 66.
2
2) sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang pantas atau perilaku
yang diharapkan.
3) mempunyai kekuasaan resmi yang sah.
SIMETRIS ASIMETRIS
2
Ely Chinoy, Society, an Introduction to Sociology, (New York: Random House, 1961), hlm. 246 dan seterusnya.
3
Gaetano Mosca, The Ruling Class, diterjemahkan oleh Hannah D. Kahn, (New York: McGraw Hill Book
Company, Inc. 1939, hlm. 50 dan seterusnya.
3
Kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-macam faktor. Apabila sumber-sumber
kekuasaan tersebut dikaitkan dengan kegunaannya, maka dapat diperoleh gambaran
sebagai berikut.
Sumber kekuasaan
SUMBER KEGUNAAN
Militer, polisi, criminal Pengendalian kekerasam
Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan
Ekonomi
material, produksi
Politik Pengambilan keputusan
Mempertahankan, mengubah,
Hukum
melancarkan interaksi
Tradisi Sistem kepercayaan nilai-nilai
Ideologi Pandangan hidup, integrasi
1. Rasa Takut
2. Rasa Cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan yang pada umumnya bersifat positif, orang-
orang bertindak sesuai kehendak pihak yang berkuasa untuk menyenangkan semua
pihak. Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai maka sistem
kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
4
3. Kepercayaan
Kepercayaan bisa timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau
lebih yang bersifat asosiatif. Soal kepercayaan sangat penting demi kelanggengan
kekuasaan.
4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin dapat disangkal oleh orang lain, tetapi sistem
pemujaan membawa seseorang dan kelompok untuk membenarkan segala sesuatu yang
datang dari penguasa tersebut.
Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa
untuk menjalankan kekuasaan yang ia pegang. Apabila dilihat dalam masyarakat dalam
pelaksanannya kekuasaan dijalankan melalui saluran-saluran tertentu sebagai berikut:
a. Saluran Militer
b. Saluran Ekonomi
c. Saluran Politik
d. Saluran Tradisional
e. Saluran Ideologi
f. Saluran-saluran Lainnya
4
Robert A. Dahl, Modern Political Analysis, (New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, 1965), hlm. 20.
5
R.M. MacIver, op. cit., hlm. 100 dan seterusnya.
6
a. Tipe kasta – garis pemisah tegas dan kaku
Biasanya dijumpai pada masyrakat berkasta dimana hampir tak terjadi gerak sosial
vertikal.
Kedudukan para warga pada tipe ini masih didasarkan pada kelahiran ascribed status,
tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
7
Kenyataannya dalam perwujudan tipe-tipe kekuasaan itu tidak jarang
mengalami penyimpangan, terutama disebabkan oleh masyarakat selalu mengalami
perubahan sosial dan kebudayaan dimana setiap ada perubahan tersebut diperlukan juga
perubahan dalam pola-pola piramida kekuasaan agar kebutuhan-kebutuhan masyarakat
terpenuhi sesuai perkembangan yang dialami.
F. Wewenang
Wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk
menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-
masalah penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Seseorang yang
memiliki wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang
banyak. 6 Wewenang ada beberapa bentuk yaitu:
1. Wewenang Kharismatis, Tradisional, dan Rasional (Legal)
Perbedaan anatara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional
(legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada
hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. 7
o Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada
kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada
pada diri seseorang yang dianugerahi kemampuan oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa. Wewenang kharismatis tersebut akan dapat tetap bertahan
selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat.
Wewenang kharismatis tidak diukur oleh kaidah-kaidah, baik tradisional
maupun rasional. Ada kemungkinan bahwa kharisma seorang individu
6
Ibid., hlm. 83 dan seterusnya
7
Max Weber, The Theory of Social and Economic Organizations, diterjemahkan oleh A.M. Henderson dan
Talcott Parsons, disunting dan diberi pendahuluan oleh Talcott Parsons, (The Free Press of
Glencoe, 1947), hlm. 57.
8
hilang sebagai akibat dari perubahan masyarakat sendiri dan
pemahaman yang berbeda. Orang-orang yang sebelumnya memiliki
wewenang kharismatis seringkali tidak dapat mengikuti perubahan ini,
sehingga mereka tertinggal dari kemajuan dan perkembangan
masyarakat.
o Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang atau sekelompok
orang, atau oleh anggota kelompok yang telah memiliki kekuasaan di
dalam masyarakat sejak lama. Wewenang ini dimiliki oleh seseorang
atau sekelompok orang bukan karena mereka memiliki kemampuan
khusus seperti wewenang kharismatis, tetapi karena kelompok tersebut
telah melembagakan kekuasaan dan wewenang. Melainkan berapa lama
golongan tersebut memegang kekuasaan hingga membuat masyarakat
percaya dan mengakui kekuatan mereka.
o Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang didasarkan pada
sistem hukum yang berlaku di masyarakat. Sistem hukum di sini
didefinisikan sebagai prinsip-prinsip yang diakui dan dipatuhi oleh
masyarakat dan bahkan oleh negara. Untuk memastikan bahwa
kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan aman, wewenang yang
didasarkan pada sistem hukum juga harus dipertimbangkan apakah
didasarkan pada tradisi, agama, atau faktor lain. Selanjutnya, harus
dievaluasi bagaimana sistem hukum berhubungan dengan sistem
kekuasaan dan apakah cocok dengan sistem kebudayaan masyarakat.
8
Robert A. Nisbet, The Social Bond, An Introduction to the Study of Society. (New York: Alfred A. Knopf, 1970),
hlm. 119 dan seterusnya.
9
kelompok besar yang memiliki wewenang resmi tersebut. Peraturan resmi yang
sengaja dibuat tidak mengatur semuanya.
10
bidang saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang untuk
atas nama negara dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga
masyarakat yang melakukan tindak pidana. Namun, jaksa tidak berwenang
mengadilinya.
1. Kekuasaan Legal
Kekuasaan legal mengacu pada wewenang atau otoritas yang sah sesuai dengan
hukum atau konstitusi yang berlaku. Ini mencakup:
11
ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, seperti eksekutif
nasional atau lokal.
b. Kekuasaan Legislatif adalah wewenang yang dimiliki oleh badan
legislatif untuk membuat undang-undang dan peraturan yang sah sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan dalam konstitusi.
c. Kekuasaan Yudisial: nmerujuk pada otoritas yang dimiliki oleh
lembaga-lembaga yudisial, seperti pengadilan, untuk menafsirkan
hukum dan memutuskan sengketa hukum.
Kekuasaan legal beroperasi dalam kerangka hukum yang ada, dan tindakan
yang diambil oleh pemerintah atau lembaga-lembaga hukum yang sah
dianggap sah dan sah.
2. Kekuasaan Ilegal
Kekuasaan ilegal adalah tindakan atau otoritas yang bertentangan dengan
hukum yang berlaku atau konstitusi. Ini mencakup:
a. Pelanggaran Hukum, Kekuasaan ilegal sering kali mencakup
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu atau lembaga yang
tidak memiliki wewenang atau otoritas hukum untuk tindakan tersebut.
b. Pemberontakan atau Kudeta, Kekuasaan ilegal dapat terjadi ketika
kelompok atau individu mencoba untuk merebut atau menggulingkan
pemerintah yang sah secara tidak sah, seringkali melalui pemberontakan
atau kudeta.
c. Korupsi adalah contoh lain dari kekuasaan ilegal di mana pejabat
pemerintah atau individu yang memiliki wewenang memanfaatkan
posisinya untuk keuntungan pribadi atau tindakan yang melanggar
hukum.
3. Wibawa
Menurut Soerjono Soekanto, wibawa memiliki pengertian sebagai
pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi dihormati orang lain
melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh
daya tarik; kekuasaan. Berwibawa memiliki pengertian mempunyai wibawa
(sehingga disegani dan dipatuhi), dan kewibawaan adalah hal yang menyangkut
wibawa; kekuasaan yang diakui dan ditaati.
12
Daftar Pustaka
Soekanto , S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, S. (2007). Hukum dan kekuasaan.
13
Daftar Pertanyaan
1. Unsur pokok kekuasaan pada interaksi sosial antara manusia maupun antar kelompok
adalah...
A. Rasa Takut, Rasa Cinta, Kepercayaan, dan Pemujaan
B. Rasa Cinta, Rasa Takut, Keberanian, dan Pemujaan
C. Rasa Lapar, Rasa Cinta, Kepercayaan, dan Pemujaan
D. Rasa Takut, Rasa Cinta, Kepercayaan, dan Kesejahteraan
2. Salah satu pola umum Piramida kekuasaan diantaranya?
A. tipe penguasa
B. tipe rasional
C. tipe oligarkis
D. tipe kharismatis
3. Menurut Robert M.Maclver terdapat berapa tipe umum piramida kekuasaan?
A. 2
B. 3
C. 4
D. 1
4. Tipe kasta memikiki garis pemisah yaitu?
A. Tegas dan kaku
B. Tidak tegas dan tegas
C. kaku dan tidak tegas
D. tidak kaku dan tidak tegas
5. Wewenang dimana tidak ada pembatas yang tegas antara wewenang dengan
kemampuan-kemampuan pribadi seseorang, dinamakan...
A. Wewenang resmi
B. Wewenang tradisional
C. Wewenang kharismatis
D. Wewenang terbatas
6. Wewenang yang sifatnya sistematis diperthitungkan dan rasional merupakan
wewenang…
A. Wewenang resmi
B. Wewenang tradisional
C. Wewenang kharismatis
1
D. Wewenang terbatas
7. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui
lingkaran-lingkaran wewenang tertentu, merupakan wewenang….
A. Wewenang pribadi
B. Wewenang terbatas
C. Wewenang resmi
D. Wewenang kharismatis
2
PERUBAHAN SOSIAL
Kelompok 9
Anggota Kelompok
Desiya fitriani (10521411)
Najma Marsya fattiha (11521629)
vincent (11521493)
Topik Pembahasan
Konsep perubahan sosial
Kingsley Davis mengatakan perubahan sosial merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat, contohnya timbul pengorganisasian
buruh dalam masyarakat kapitalis yang menyebabkan
perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh
dengan majikan dan seterusnya menyebabkan
perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik.
Hubungan antara Perubahan Sosial dan
Perubahan Kebudayaan
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan mencakup kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan
perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan
organisasi sosial.
Bentuk perubahan sosial
& kebudayaan
1. Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan yang memerlukan waktu lama dan perubahan kecil
yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi.
2. Perubahan kecil dan perubahan besar
Perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi
pada unsur-unsur struktur sosial masyarakat yang tidak membawa
pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Sedangkan
perubahan besar merupakan suatu proses industrialisasi yang
berlangsung pada masyarakat agraris.
Bentuk perubahan sosial &
kebudayaan
3. Perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki Perubahan
yang dikehendaki yaitu seseorang atau kelompok yang mendapat
kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lembaga-
lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan yang tidak
dikehendaki merupakan perubahan yang berlangsung diluar
jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan
timbulnya akibat sosial yang tidak diharapkan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses
2.Sistem Pendidikan formal yang maju 3.Sikap masyarakat yang sangat tradisional
3.Sikap menghargai hasil karya seseorang 4.Adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam kuat
Terimakasih
MAKALAH KELOMPOK 9
SOSIOLOGI
3. Vincent (11521493)
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KARAWACI 2023
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
c. Disorganisai
Suatu disorganisai atau disintegrasi dapat dirumuskan sebagai suatu proses
berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan
yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan. Sedangkan reorganisasi adalah suatu
proses pembentukan norma-norma dan nilai baru agar serasi dengan lembaga
kemasyarakatan.
1.3 Modernisasi
Ada metode yang bersifat preventif dan represif, metode preventif lebih sulit
untuk di laksanakan karena harus didasarkan pada penelitian yang mendalam
mengenai sebab-sebab terjadinya masalah social. Sebaliknya metode represif lebih
banyak digunakan, yang artinya setelah suatu gejala dipastikan sebagai masalah
social, baru akan diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Soal
Referensi:
Max Weber. Sosiologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1946)
4 TIPE TINDAKAN SOSIAL MENURUT MAX WEBER
• Rasionalitas Instrumental
• Rasionalitas Berorientasi Nilai
• Tindakan Afektif
• Tindakan Tradisional
Referensi:
Max Weber. Sosiologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1946)
THANK YOU!
Any Question?
MAKALAH SOSIOLOGI
PARADIGMA DALAM SOSIOLOGI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah sosiologi
Dosen Pengampu:
Afmi Fuad, S.Psi, M.Si
COVER
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Di susun oleh:
Kelompok 10 - 3PA41
NO NAMA NPM
1. Alfy Nizam 10521086
2. Nurlaila Khoirunisa 11521074
3. Siti Nurzulaikhah 11521395
KARAWACI
OKTOBER 2023
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
PARADIGMA SOSIOLOGI ................................................................................. 1
1. Konsep Konsensus Dalam Paradigma Sosiologi .............................................. 1
2. Konsep Konflik Dalam Paradigma Psikologi ................................................... 3
3. Konsep Tindakan Sosial Dalam Paradigma Sosiologi ...................................... 9
Soal Paradigma Dalam Sosiologi ........................................................................ 11
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 13
ii
PARADIGMA SOSIOLOGI
Secara umum paradigma diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar
yang menentukan seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari hari. ada yang menyatakan
bahwa paradigma merupakan suatu citra yang fundamental dari pokok permasalahan dari suatu
ilmu. Paradigma menggariskan apa yang harus dipelajari, pernyataan-pernyataan apa yang
seharusnya dikemukakan, dan kaidah-kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan
jawaban yang diperolehnya. Secara demikian maka paradigma adalah ibarat sebuah jendela
tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan
wawasannya (Muslih M, 2004).
Paradigma adalah suatu pendekatan investigasi suatu objek atau titik awal
mengungkapkan point of view (Nurkholis N,2012) menurut Thomas Khunt dalam Muslih M
(2004), paradigma sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan
kita, yang di mana ketika adanya asumsi harus adanya perlakuan kegiatan empirik yang tidak
terbantahkan. Dengan demikian paradigma bisa dikatakan sebagai frame yang tidak perlu
dibuktikan kebenarannya karena paradigma memiliki pendukung yaitu masyarakat yang
mempercayainya.
Sosiologi memiliki berbagai paradigma untuk mengkaji suatu masalah sehingga sosiologi
merupakan ilmu sosial yang berparadigma ganda (Adibah, 2017). Paradigma sosiologi lahir dari
teori-teori sosiologi dari masa klasik hingga era modern ini. Thomas Khunt mengatakan bahwa
paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif seperti pendapat
sosiolog sebelumnya.
Khunt mengemukakan munculnya paradigma sebagai berikut: Paradigma I - Normal
science - anomalies - crisis - Revolusi science - Paradigma II. Sehingga paradigma sosiologi
dapat berkembang sesuai dengan fakta sosial.
1
2
antara individu, konflik antara kelompok, dan bahkan konflik antara bangsa. Tetapi
bentuk konflik yang paling menonjol menurut Marx adalah konflik yang disebabkan
oleh cara produksi barang-barang material.
Menurut Marx, dalam proses produksi barang-barang material, ada dua
kelompok yang terlibat. Pertama adalah kelompok kapitalis. Mereka adalah orang-
orang yang mempunyai modal (capital) dan menguasai sarana-sarana produksi. Kedua
adalah kaum proletariat atau kelompok pekerja yang jumlahnya jauh lebih banyak dari
kelompok pertama.
Menurut Marx, kebanyakan anggota masyarakat kapitalis tidak memandang
sistem perundangan sebagai bagian dari sebab konflik yang sedang berlangsung. Hak-
hak individu untuk memiliki barang-barang pribadi diterima begitu saja sebagai hal
yang wajar (take for granted). Kenyataan ini dapat dilihat dari penilaian mereka yang
cenderung mempersalahkan korban (blaming the victim) dalam masalah-masalah
sosial. Sebagai ilustrasi, masyarakat modern berpikir bahwa orang-orang yang tinggal
dalam di wilayah kumuh disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk membeli
atau menyewa rumah yang lebih layak. Menurut mereka itu adalah salah mereka
sendiri. Orang lain tidak mungkin membangun rumah untuk orang-orang seperti itu,
kecuali kalau hal itu akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Menurut Marx, pola
pikir seperti ini sangat dipengaruhi oleh paham kapitalisme. Pada hal menurut dia,
‘kebenaran’ argumentasi seperti itu bisa dipertanyakan. Kehidupan di daerah kumuh
tidak semata-mata disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri melainkan karena sistem
ekonomi yang menguntungkan para pemilik modal. Marx menyebut konsep atau
pemikiran ini sebagai kesadaran palsu, hal ini seolah membenarkan anggapan bahwa
masalah sosial disebabkan oleh kesalahan-kesalahan individual dan bukannya karena
struktur ekonomi makro yang menguntungkan kaum pemilik modal. Kebanyakan
masyarakat hidup dalam kesadaran palsu ini, sehingga mereka tidak bisa keluar dari
masalah sosial yang mereka alami. Tetapi Marx tetap optimis bahwa orang menjadi
sadar akan penyebab sebenarnya dari penderitaan mereka.
c. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut
teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni
5
konflik dan konsensus. Kita tidak mungkin mengalami konflik kalau sebelumnya tidak
ada konsensus. Dahrendorf tidak terlalu optimis bisa membangun satu teori tunggal
yang bisa mencakupi konflik dan konsensus. Karena itu, dia berusaha membangun
suatu teori konflik yang kritis tentang masyarakat. Lewat teorinya itu, ia ingin
menerjemahkan pikiran-pikiran Marx ke dalam suatu teori sosiologi. Dia memulai
teorinya dengan kembali bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia mengatakan
bahwa dalam fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan
karena kerjasama yang sukarela atau karena konsensus yang bersifat umum.
Sedangkan dalam teori teori konflik, kestabilan atau keseimbangan terjadi karena
paksaan. Hal itu berarti bahwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat
kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kestabilan bisa dicapai.
Kenyataan ini membawa Dahrendorf kepada tesis penting yang dikemukakannya yakni
bahwa distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-beda merupakan faktor yang
menentukan bagi terciptanya konflik sosial yang sistematis. Menurut dia, berbagai
posisi yang ada di dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan
intensitas yang berbeda-beda. Ada orang yang sangat berkuasa atau mempunyai
otoritas yang tinggi dan ada orang lain yang mempunyai cuma sedikit kekuasaan atau
otoritas yang sedikit. Mereka yang menduduki posisi sebagai penguasa atau atasan
diharapkan untuk mengontrol orang-orang yang dikuasai atau bawahan. Dengan
demikian orang-orang itu menjadi berkuasa atau mempunyai otoritas bukan karena tipe
kepribadiannya yang demikian melainkan karena masyarakat mengharapkannya
demikian. Dengan demikian kekuasaan atau otoritas itu adalah sesuatu yang sah
(legitimate). Oleh karena kekuasaan itu adalah sah (legitimate) maka sah pula sanksi-
sanksi yang dikenakan terhadap orang-orang yang melawan kekuasaan itu.
Kekuasaan atau otoritas tidak bersifat tetap karena ia melekat pada posisi dan
bukan pada pribadi. Jadi, orang bisa saja berkuasa atau mempunyai otoritas dalam latar
belakang tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu dalam latar
belakang yang lain.
d. Teori Konflik Jonathan Turner
Turner lalu memusatkan perhatiannya pada “konflik sebagai suatu proses
dari peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada interakasi yang disertai kekerasan
6
antara dua pihak atau lebih. Dia menjelaskan sembilan tahap menuju konflik terbuka.
Adapun kesembilan tahap itu adalah sebagai berikut (Turner, 1975:194)
1) Sistem sosial terdiri dari unit-unit atau kelompok-kelompok yang saling
berhubungan satu sama lain
2) Di dalam unit-unit atau kelompok-kelompok itu terdapat ketidak-seimbangan
pembagian kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan.
3) Unit-unit atau kelompok-kelompok yang tidak berkuasa atau tidak mendapat
bagian dari sumber-sumber penghasilan mulai mempertanyakan legitimasi sistem
tersebut.
4) Pertanyaan atas legitimasi itu membawa mereka kepada kesadaran bahwa mereka
harus merubah sistem alokasi kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan itu
demi kepentingan mereka.
5) Kesadaran itu menyebabkan mereka secara emosional terpancing untuk marah.
6) Kemarahan tersebut seringkali meledak begitu saja atas cara yang tidak
terorganisir.
7) Keadaan yang demikian menyebabkan mereka semakin tegang.
8) Ketegangan yang semakin hebat menyebabkan mereka mencari jalan untuk
mengorganisir diri guna melawan kelompok yang berkuasa.
9) Akhirnya konflik terbuka bisa terjadi antara kelompok yang berkuasa dan tidak
berkuasa.
Pada akhirnya konflik yang terbuka antara kelompok-kelompok yang
bertikai sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk
mendefinisikan kepentingan mereka secara obyektif dan untuk menangani, mengatur,
dan mengontrol kelompok itu.
e. Teori Konflik Lewis Coser
Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali disebut teori
fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau
masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul The Functions of Social Conflicts, Lewis
Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik. Dari judul itu bisa
dilihat bahwa uraian Coser terhadap konflik bersifat fungsional dan terarah kepada
pengintegrasian teori konflik dan teori fungsionalisme struktural.
7
Salah satu hal yang membedakan Coser dari pendukung teori konflik lainnya
ialah bahwa ia menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan
kelompok. Pada hal pendukung teori konflik lainnya memusatkan analisa mereka pada
konflik sebagai penyebab perubahan sosial. Lewis Coser menyebutkan beberapa fungsi
dari konflik, yakni:
1) Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar.
2) Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolir
menjadi berperan secara aktif.
3) Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi.
Tetapi harus diakui bahwa dalam banyak hal, konflik juga menghasilkan
ketidak-berfungsian, atau disfungsi. Artinya, fungsi-fungsi yang disebutkan oleh Coser
itu tidak seberapa dibandingkan dengan ketidak-stabilan atau kehancuran yang
disebabkan oleh konflik itu.
Dalam satu atau lain cara, gagasan konflik telah menyebar hampir ke seluruh
cabang psikologi modern sejak awal abad ke-20. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
penyelesaian konflik menyediakan mesin konseptual yang mengubah entitas yang
tidak dapat diamati (seperti dorongan, kecenderungan respons, tetapi juga kepribadian,
tujuan, dan sebagainya) menjadi perilaku yang dapat diamati. Misalnya, dalam teori
psikoanalitik, ego, yang membawa kekuatan psikologis ke dalam kontak dengan
kenyataan, dianggap menengahi konflik antara dorongan biologis (Id) dan norma-
norma budaya (Super-Ego). Ach adalah orang pertama yang merancang paradigma
eksperimental untuk memicu konflik dengan terlebih dahulu mengasosiasikan
rangsangan tertentu dengan respons tertentu, yang pada tahap selanjutnya dari
eksperimen tersebut harus diatasi dengan mengganti respons sebelumnya dengan
respons yang baru dipelajari. Dalam nada yang agak mirip, psikolog behavioristik
menggunakan gagasan konflik di antara beberapa respons yang terkondisi atau tidak
terkondisi untuk menjelaskan perilaku terbuka yang kompleks (misalnya, 'teori konflik'
dari 'neurosis eksperimental', lih.
8
Salah satu kisah konflik yang paling berpengaruh pada paruh pertama abad
ke-20 adalah tipologi konflik motivasi Lewin. Lewin membedakan tiga tipe dasar
konflik (pendekatan-pendekatan, penghindaran-penghindaran, pendekatan-
penghindaran) serta konflik pendekatan-penghindaran ganda, yang pada dasarnya
merupakan konflik antara dua alternatif yang muncul dalam kedua konflik pendekatan-
penghindaran. Karya Lewin serta karya selanjutnya oleh Miller, mengenai kecuraman
gradien penghindaran dan pendekatan, telah melahirkan banyak sekali karya, termasuk
teori Sistem Penghambatan Perilaku yang berpengaruh oleh Gray, yang telah
diterapkan pada sejumlah masalah klinis, seperti kecemasan (Bach).
Dengan munculnya psikologi kognitif, gagasan konflik didasari dengan
metafora dari teknologi informasi (misalnya interferensi, crosstalk) yang memberikan
konsep ini nuansa yang lebih mekanistik. Selain itu, sejumlah paradigma
eksperimental muncul yang menerapkan konflik dengan cara yang terkendali. Sejalan
dengan penjelasan seleksi awal mengenai perhatian yang mendominasi fase awal
psikologi kognitif, paradigma eksperimental pertama memahami konflik terutama
sebagai konflik di antara berbagai sumber informasi (misalnya, mendengarkan dikotik).
Dengan semakin berkembangnya laporan seleksi yang terlambat, konflik semakin
banyak terjadi di sisi respon. Saat ini, telah terbukti bahwa tugas-tugas konflik yang
sederhana sekalipun (yang pada awalnya dianggap dapat menangkap konflik baik dari
sisi stimulus maupun respons) dapat memicu konflik pada sejumlah tingkatan secara
bersamaan. Meskipun perkembangan ini telah menyebabkan peningkatan dramatis
dalam pengetahuan mengenai pemrosesan informasi manusia selama beberapa dekade
terakhir, perkembangan ini juga mengidentifikasi sejumlah masalah dan kendala yang
terkait dengan penggunaan tugas-tugas konflik eksperimental begitu saja. Lebih jauh
lagi, kini telah diketahui bahwa tugas-tugas direpresentasikan pada beberapa tingkatan
yang tidak cukup dicirikan oleh perbedaan tradisional antara tingkat persepsi, sentral,
dan motorik. Seiring dengan itu, jumlah potensi konflik juga meningkat.
Tugas yang sangat sederhana pun dapat menimbulkan sejumlah proses yang
dapat menyebabkan banyak konflik. Yang lebih buruk lagi, penyederhanaan tugas tidak
memberikan jaminan bahwa konflik yang ditimbulkannya akan menjadi lebih
transparan.
9
Kemiskinan Kemiskinan
absolut kultural
2 4
Kemiskinan Kemiskinan
relatif struktural
Pola Kemiskinan
Menurut Djojohadikusumo
(1995)
Tualeka, M. W. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern. Jurnal Al-Hikmah,
3(1).
Analisa Pendekatan Sosiologi terhadap Masalah Sosial yang Up to Date dan Mengkaji
Kaitannya dengan Psikologi
“Kemiskinan”
Di susun oleh:
Kelompok 11
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jl. Kelapa Dua Raya No.93, Klp. Dua, Kec. Klp. Dua, Kabupaten Tangerang, Banten
15810
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 DEFINISI KEMISKINAN ........................................................................1
BAB 2 PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP KEMISKINAN ...............4
2.1 Teori Konflik ........................................................................................4
BAB 3 KAITAN KEMISKINAN DENGAN PSIKOLOGI................................5
3.1 Kesehatan Mental ..................................................................................5
3.2 Perilaku Sosial .......................................................................................5
3.3 Identitas Sosial ......................................................................................5
BAB 4 PERTANYAAN .........................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................8
BAB 1
DEFINISI KEMISKINAN
1
enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa
mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan
lainnya yang berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak
merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang sudah
demikian.
d. Structural explanation: Mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan timbul akibat
dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat,
kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah
dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya
rendah dan haknya terbatas.
Faktor kemiskinan menurut Chambers dalam Khomsan, dkk (2015) yaitu:
a. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan atau
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan dasar
termasuk papan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan yang diperlukan
untuk bisa hidup dan bekerja.
b. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan
yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan atau dapat dikatakan orang tersebut sebenarnya
telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya.
c. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
bantuan dari pihak lain.
d. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses
terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya politik yang
tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi kerap menyebabkan suburnya
kemiskinan.
Menurut Djojohadikusumo (1995) pola kemiskinan ada empat yaitu:
1. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun.
2. Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan.
2
3. Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan
dan petani tanaman pangan.
4. Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau
dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat.
Menurut Badan Pusat Statistik, indikator kemiskinan terdiri dari:
a. Head Count Index, yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan
b. Poverty Gap Index (Indeks kedalaman kemiskinan), merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan.
c. Poverty Severity Indeks (Indeks keparahan kemiskinan), merupakan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2017:27) menyatakan bahwa:
“Kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan (walfare) semata,
tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan
(powerless), tertutupnya akses kepada pelbagai peluang kerja, menghabiskan sebagian
besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi,
rendahnya akses terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi dalam budaya kemiskinan
yang diwarisi dari satu generas ke generasi berikutnya”.
Menurut Wright Mills (1950) dalam Sociological Imagination, Masalah sosial
terdiri dari dua komponen yaitu personal trouble dan public issue. Personal trouble
adalah permasalahan individual yang hanya mengancam nilai-nilai dan kehidupan
pribadi seseorang. Sedangkan, public issue adalah permasalahan yang bersumber dari
masalah individual namun telah mengancam tata nilai dan norma dalam suatu
masyarakat hingga menjadi issue nasional.
Dapat disimpulkan bahwa masalah sosial merupakan permasalahan yang dapat
mengancam kehidupan pribadi seseorang dan juga masyarakat maupun negara. Karena
masalah sosial bertentangan dengan norma dan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan negara itu sendiri.
3
BAB 2
PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP KEMISKINAN
4
BAB 3
KAITAN KEMISKINAN DENGAN PSIKOLOGI
5
BAB 4
PERTANYAAN
3. Menurut Wright Mills, apa beda antara personal trouble dan public issue dalam
konteks masalah sosial?
a. Personal trouble hanya mengancam kehidupan individu, sementara public
issue adalah isu nasional
b. Personal trouble hanya terdiri dari satu komponen, sementara public issue
bersumber dari masalah individual namun telah menjadi isu nasional
c. Personal trouble adalah isu nasional, sementara public issue hanya
mengancam kehidupan individu
d. Personal trouble dan public issue memiliki arti yang sama dalam konteks
masalah sosial
6
b. Kemiskinan dapat menyebabkan perilaku antisosial seperti kriminalitas dan
kekerasan
c. Kemiskinan tidak memiliki pengaruh pada perilaku sosial individu
d. Kemiskinan hanya mempengaruhi perilaku individu secara emosional
7
DAFTAR PUSTAKA
8
Masyarakat :
Lembaga &Stratifikasi
Anggota Kelompok 12
02/
01/ Deerla Vidya 03/
Aurell Khanza A.N. Emilia Agustina
Geizka 10521395
10521493
10521281
Lembaga Masyarakat
Robert Maclver dan Charles H. Page mengartikan lembaga kemasyarakatan
sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur
hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok
kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi.
Lembaga
Kemasyarakatan
Terdapat di dalam setiap masyarakat tanpa mempedulikan apakah
masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan bersahaja atau
modern karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-
kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun
menjadi lembaga kemasyarakatan. Wujud konkret lembaga
kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi
Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
yang berfungsi memenuhi kebutuhan
pokok manusia, antara lain;
Daftar Pustaka
LEMBAGA MASYARAKAT DAN STRATIFIKASI MASYARAKAT
Disusun Oleh:
1. Aurell Khanza Geizka (10521281)
2. Deerla Vidya Andyan Nafeesha (10521395)
3. Emilia Agustina (10521493)
Kelas: 3PA41
FAKULTAS PSIKOLOGI
PRODI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2023
DAFTAR ISI
1
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
2
Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian
sosial. Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-
anggotanya.
3
STRATIFIKASI SOSIAL
4
II. Contoh Kelembagaan
1) RT dan RW
RT dan RW merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang ada di desa/kelurahan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga berfungsi sebagai perantara
penyampaian kebijakan, program, dan kegiatan-kegiatan pemerintah kelurahan, daerah
maupun nasional dan juga sebagai lembaga pertama penerima aspirasi dan kepentingan
masyarakat.. RT dan RW sebagai bagian dari Lembaga Kemasyarakatan Desa memiliki
tugas sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Permendagri 18/2018,
yaitu:
1. Membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan pemerintahan;
2. Membantu Kepala Desa dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan;
3. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa;
4. Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi
tanggungjawab Pemerintah;
5. Memelihara kerukunan hidup warga;
6. Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi
dan swadaya murni Masyarakat;
7. Pengkoordinasian antar warga;
5
8. Pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar sesama dan antar masyarakat dengan
Pemerintah Daerah. Penanganan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi
warga.
2) Lurah
Lurah mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh camat sesuai karakteristik wilayah dan kebutuhan daerah serta
melaksanakan tugas pemerintahan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam Pasal 24. Berikut adalah fungsi dari lurah:
1. Penyelenggaraan dan evaluasi di bidang pemerintahan;
2. Penyelenggaraan dan pembinaan di bidang pemberdayaan masyarakat;
3. Penyelenggaraan, pembinaan, pengembangan dan fasilitasi ekonomi dan pembangunan;
4. Penyelenggaraan dan pembinaan di bidang ketentraman dan ketertiban umum;
5. Pembinaan terhadap lembaga kemasyarakatan di wilayah kelurahan;
6. Pengelolaan urusan kesekretariatan;
7. Pengoordinasian pelaksanaan pelayanan perizinan dan nonperizinan sesuai dengan
kewenangan Kelurahan;
8. Pengoordinasian dan fasilitasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan
oleh Perangkat Daerah/unit kerja di tingkat Kelurahan;
9. Pengoordinasian pelaksanaan sebagian urusan keistimewaan di tingkat Kelurahan.
3) Camat
Tugas pokok Camat adalah melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan,
pembangunan, kemasyarakatan, dan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh
Walikota. Tugas Camat diatur pada Pasal 225 UU No 23 Tahun 2014 dalam Pasal 224
ayat (1). Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Camat mempunyai fungsi:
1. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
3. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan Peraturan Perundang-undangan;
6
4. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5. Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat Kecamatan;
6. Pembina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/atau kelurahan;
7. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau
yang belum dapat dilaksanakan Pemerintah Desa atau Kelurahan;
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota;
9. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada.
4) Bupati/Walikota
Walikota memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan bersama dengan DPRD tingkat
Kota. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan tentang tugas, wewenang,
kewajiban dan hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tugas Kepala Daerah adalah
sebagai berikut :
1. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD;
2. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda
tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD;
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
5. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan;
6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah;
7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7
5) Gubernur
Berdasarkan ketentuan Pasal 91 ayat (8) dan Pasal 93 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tugas dan Wewenang Gubernur :
Tugas :
1. Mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan
di daerah kabupaten/kota;
2. Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;
3. Memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di wilayahnya;
4. Melakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
rencana pembangunan jangka panjang daerah, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, tata ruang daerah, pajak
daerah, dan retribusi daerah;
5. Melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota;
6. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undang.
Wewenang :
1. Membatalkan peraturan daerah kabupaten/kota;
2. Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
3. Menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah antardaerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
4. Memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah kabupaten/kota; dan
melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
8
6) Presiden
Presiden adalah orang yang terpilih atau dipilih secara demokratis untuk memimpin negara
atau organisasi. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, presiden merupakan kepala negara
dan kepala pemerintahan yang memegang kendali atas kebijakan dan tindakan
pemerintahan.
9
8. Mengangkat dan memberhentikan anggota yudisial dengan persetujuan DPR,
berdasarkan Undang-undang Pasal 24B ayat 3;
9. Menetapkan anggota hakim konstitusi di MK yang diajukan oleh MA, DPR, dan
Presiden, berdasarkan Undang-Undang Pasal 24C ayat 3.
Wewenang Presiden
1. Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR untuk akhirnya
ditindaklanjuti, berdasarkan Undang-Undang Pasal 5 ayat 1;
2. Dapat menyatakan perang,membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
melalui persetujuan DPR, berdasarkan Undang-Undang Pasal 11 ayat 1;
3. Dapat membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara dan/atau mengharuskan pembentukan dan perubahan UU dengan persetujuan
DPR, berdasarkan Undang-Undang Pasal 11 ayat 2;
4. Berwenang menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syarat dan akibatnya dalam
keadaan bahaya telah ditetapkan dalam Undang-Undang, wewenang presiden
berdasarkan Undang-Undang Pasal 12;
5. Berwenang memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung, berdasarkan Undang-Undang Pasal 14 ayat 1;
6. Berwenang memberi amnesti dan abolasi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR, berdasarkan Undang-Undang Pasal 14 ayat 2;
7. Berwenang memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang telah
diatur dalam Undang-Undang, wewenang presiden berdasarkan Undang-Undang
Pasal 15;
8. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden yang kemudian telah diatus dalam Undang-Undang,
wewenang presiden berdasarkan Undang-Undang Pasal 16;
9. Berwenang menetapkan peraturan pemerintan penganti Undang-Undang jika dalam
hal genting yang memaksa, berdasarkan Undang-Undang Pasal 22 ayat 1.
10
SOAL
1. Di ibawah ini yang merupakan tipe lembaga masyarakat dari sudut perkembangannya,
yaitu…
a. Enacted Institutions
b. Subsidiary Institutions
c. Unsanctioned Institutions
d. Approved-Socially Sanctioned Institutions
3. Menurut Gillin dan Gillin, lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa ciri umum, salah
satunya adalah…
a. Analisis komperatif
b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri sema lembaga kemasyarakatan.
c. Adat istiadat
d. Kriteria sistem pertentangan dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan
11
c. 2
d. 5
7. Di bawah ini yang termasuk ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan yaitu, kecuali…
a. Ukuran penghargaan
b. Ukuran kekayaan
c. Ukuran kehormatan
d. Ukuran ilmu pengetahuan
8. Berikut ini yang bukan termasuk dari fungsi Lembaga kemasyarakatan, yaitu..
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Melaksanakan fungsi politik
d. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian
sosial
9. Pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) mengatakan di dalam negara
terdapat tiga unsur lapisan masyarakat, yang bukan dari unsur lapisan masyarakat
adalah…
a. Sederhana
b. Kaya sekali
c. Melarat
d. Berada di tengah-tengahnya
12
10. Seorang sosiolog terkemuka, pernah mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri
yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Siapakah sosiolog
tersebut…
a. Aristoteles
b. Pitirim A. Sorokin
c. Robert Maclver
d. Leopold Von Wiese
11. Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara
hierarkis) merupakan pengertian dari…
a. Lembaga Kemasyarakatan
b. Struktur Negara
c. Stratifikasi Sosial (Pelapisan Sosial)
d. Struktur Masyarakat
12. Pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar sesama dan antar masyarakat dengan
Pemerintah Daerah, merupakan salah satu fungsi dari..
a. Lurah
b. Camat
c. RT/RW
d. Presiden
13
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, S., & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
https://mekarjaya-banjaran.desa.id/artikel/2022/2/4/rt-rw
https://pematangberangan.rokanhulukab.go.id/pages/rt-dan-rw
https://ngupasankel.jogjakota.go.id/page/index/kedudukan-dan-tupoksi
https://kecamatanbobotsari.purbalinggakab.go.id/wp-content/uploads/2016/06/Camat_dan_-
Kecamatan_menurut_UU_-23_th_-2014.pdf
https://setkab.go.id/pp-no-332018-inilah-tugas-dan-wewenang-gubernur-sebagai-wakil-
pemerintah-pusat/
https://banjarkota.go.id/tugas-dan-fungsi/
https://kecptkselatan.pontianak.go.id/profil/tugas-pokok-dan-fungsi
https://kelayanbarat.banjarmasinkota.go.id/p/tupoksi.html
https://www.gramedia.com/literasi/tugas-dan-wewenang-presiden/
14