Anda di halaman 1dari 15

Makalah Stratifikasi Sosial

MAKALAH
STRATIFIKASI SOSIAL

Dosen pengampu
Widiastuti Furbani. S. Sos.. M. S.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Anggota :
Amirudin : (2022B1C005)
Dede arya harisandi : (2022B1C041)
Mussaiyad : (2022B1C025)

KELAS B / SEMESTER 1
PRODI: ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2022

BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang


Manusia dalam perannya sebagai masyarakat terdiri dari bermacam-macam kelompok dan
memiliki beberapa ciri-ciri pembeda, yakni jenis kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan
agama atau politik, warna kulit, tinggi badan, pendapatan atau pendidikan. Hal tersebut mau
tidak mau selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah ketidaksamaan. Beberapa
pendapat sosiologis  mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan di
berbagai bidang misalnya saja dalam dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat
mempunyai kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan
sisanya miskin dan hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain
misalnya kekuasaan: sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai.
Suka atau tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya realitas yang hanya bisa ditangkap
oleh panca indera dan kemampuan berpikir manusia. Pembedaan anggota masyarakat ini
dalam sosiologi dinamakan stratifikasi sosial.
Seringkali dalam pengalaman sehari-hari kita melihat fenomena sosial seperti seseorang yang
tadinya mempunyai status tertentu di kemudian hari memperoleh status yang lebih tinggi
daripada status sebelumnya. Hal demikian disebut mobilitas sosial. Sistem Stratifikasi
menuruf sifatnya dapat digolongkan menjadi straifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup,
contoh yang disebutkan diatas tadi merupakan contoh dari stratifikasi terbuka dimana
mobilitas sosial dimungkinkan.
Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala setiap anggota masyarakat tetap pada
status yang sama dengan orang tuanya, sedangkan dinamakan terbuka karena setiap anggota
masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih
rendah. Mobilitas Sosial yang disebut tadi berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah status,
pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang mungkin dapat meyebabkan
perpindahan status ini.
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat sejak jaman perbudakan sampai revolusi
industri hingga sekarang secara mendasar dan menyeluruh telah memperlihatkan pembagian
kerja dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka diferensiasi sosial yang tidak hanya
berarti peningkatan perbedaan status secara horizontal maupun vertical. Hal ini telah menarik
para perintis sosiologi awal untuk memperhatikan diferensiasi sosial, yang termasuk juga
stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat di dalam masyarakat ternyata juga memiliki
berbagai macam implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Status yang diperoleh kemudian
menjadi kunci akses kesegala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat yang pada
dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil dari rampasan dan penguasaan secara paksa
oleh yang satu terhadap yang lainya, mendominasi dan didominasi, yang pada akhirnya
merupakan sumber dari ketidaksamaan di dalam masyarakat. Berbagai macam argumentasi
pun diajukan guna menjelaskan ketidaksamaan ini yang kemudian berubah menjadi
ketidakadilan.
Hal tersebut mengilhami kami sebagai penulis untuk mengangkat tema stratifikasi sosial yang
terjadi di masyarakat dewasa ini.

1.2      Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat)?
2. Apa saja bentuk stratifikasi sosial itu?
3. Apa faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial?
4. Bagaimana kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial?
5. Bagaimana dampak dari adanya stratifikasi sosial?

1.3      Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat).
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk stratifikasi sosial.
3.  Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial.
4. Untuk mengetahui kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial.
5. Untuk mengetahui dampak dari adanya stratifikasi sosial.
BAB II
ISI PEMBAHASAN
1.Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau
“strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan
sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial adalah Sebagai berikut:
a. Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial Sebago perbedaan penduduk atau
masyarak kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
b. Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hierarki menurut
dimensi kekuasaan, previllege, Dan prestise.
c. Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai suatu pola yang di tempatkan diatas
kategori dari hak-hak yang berbeda.

lahir seseorang memperoleh sejumlah status tanpa memandang perbedaan antar individu
atau kemampuan. Berdasarkan status yang diperoleh dengan sendirinya itu, anggota
masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan
keanggotaan dalam kelompok tertentu, seperti kasta, dan kelas.
Bentuk-bentuk stratifikasi sosial (lapisan) masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali.
Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis,
komunis dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal
adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula
didasarkan pada perbedaan seks, perbendaan antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Golongan buangan/budak dengan golongan dan bukan buangan/budak, pembagian kerja dan
bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju
teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat.
Pada masyarakat-masyarakat kecil dan bersahaja, biasanya pembedaan kedudukan dan
peranan bersifat minim, karena warganya sedikit dan orang-orang yang dianggap tinggi
kedudukanya juga tak banyak baik macam maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang
sudah kompleks, pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks karena
banyaknya orang dan aneka warna ukuran yang dapat diterapkan padanya.
Bentuk –bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut banyak. Akan tetapi secara prinsipil
bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan kedalam tiga macam yaitu yang ekonomis,
politis, dan yang didasarkan kepada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

2. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial


Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang
dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk
stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan masyarakat
semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk
stratifikasi sosial sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam
ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum
klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut.
1) Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak, yang dapat
memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan. Golongan kelas ini
dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan,
dan lain-lain.
2) Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan. Keadaan
golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan kelas atas.
3) Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat
memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri atas
pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.

b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial


Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat
ke dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota
masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan
tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan
menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat
akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.

c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik


Apabila kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat
dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan salah
satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau
pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan disanjung-
sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintahan
dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa. Stratifikasi sosial
berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar.
Kelompok lapisan atas yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai)
sedangkan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai
disebut massa atau kelompok terdominasi (terkuasai).
d. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar
pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi
statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun
penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai berikut.
1) Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang
dinilai tinggi oleh masyarakat.
2) Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan serta orang dari
dunia perdagangan yang berhasil.
3) Semiprofesional mereka adalah para pegawai kantor, pedagang, teknisi
berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar, para pedagang
buku, dan sebagainya.
4) Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan teknik
mekanik seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5) Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebun.

e. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan


Antara kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk
mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga
motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya pendidikan akan
berpengaruh pada jenjang kelas sosial.

f. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa


Pada dasarnya setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda.
Misalnya pada suku Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah
sebagai berikut.
1) Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orangorang keturunan para pendiri desa.
Mereka mempunyai hak pakai atas tanah pertanian dan berkewajiban memikul beban
anak keturunan para cikal bakal tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol
atau sikep.
2) Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang mempunyai rumah
sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3) Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri pada
tanah pekarangan orang lain.
4) Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah berumah tangga, tetapi belum
mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5) Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan masih
tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.

Selain itu, stratifikasi sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula atas pekerjaan
atau keturunan, yaitu golongan priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi adalah
orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum cendekiawan
yang menempati lapisan atas. Sedangkan golongan wong cilik antara lain para petani, tukang,
pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan kelas bawah. Pada tahun 1960-an,
Clifford Geertz seorang pakar antropolog Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga
kelompok, yaitu santri, abangan, dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama
Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau menganut
Kejawen, sedangkan kaum priayi adalah kaum bangsawan.

3. Faktor-FaktorPembentuk Stratifikasi Sosial


Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, seperti kepandaian, kekayaan,
kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masayrakat, dan sebagainya. selama manusia
membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, akan timbul lapisan-
lapisan dalam masyarakat. semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang
terhadap sesuau yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. sebaliknya,
mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, mempunyai
kedudukan dan lapisan yang rendah.
Penghargaan terhadap jasa atau pengabdian seseorang bisa pula menempatkanya pada
posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Demikian pula,
keahlian dan keterampilan seseorang dalami pekerjaan tertentu akan membuatnya menduduki
posisi tinggi jika dibandingkan daengan pekerja yang tidak mempunyai keterampilan apaun.
Adanya sistem lapisan sosial bisa terjadi dengan sendirinya dalam proses
pertumbuhan masyarakat, tetapi bisa juga dengan sengaja disusun unutuk mengejar suatu
tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya
adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang
dari kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tetentu. Alasan-alasan
yang dipakai pun berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidup dari
berburu hewan, alasan utamanya adalah kepandaian berburu. Adapun pada masyarakat yang
telah menetap dan bercocok tanam, kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap
Sebagai orang – orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini Dapat dilihat pada masyarakat
batak, di mana marga tanah, yakni marga yang pertama-tama membuka tanah dianggap
mempunyai kedudukan tinggi. Demikian juga, golongan pembuka tanah di kalangan orang
jawa di desa, dianggap mempunyai kedudukan tinggi, karena mereka dianggap Sebagai
pembuka tanah dan pendiri desa yang bersangkutan. Masyarakat lainya mengaggap bahwa
kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat,
misalnya pada masyarakat ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, kenyataan
hidup kelompok-kelompok yang ada di masyarakat tidaklah demikian. Pembedaan atas
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.

4. Kaitan Interaksi Sosial dan Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial merupakan konsep yang berkaitan dengan adanya perbedaan dalam
masyarakat. Perbedaan itu muncul akibat adanya ketimpangan distribusi ekonomi, kekuasaan,
pendidikan, dan semacamnya yang terwujud dengan adanya kelas tinggi dan kelas rendah
dalai masyarakat, seperti “kaya-miskin”, “priyayi-wong cilik”, “pejabat – rakyat biasa”,
“kaum ningrat-rakyat jelata”, dan seterusnya. Dengan demikian yang dimaksud dengan
stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
hirarkhis ( Sorokin, 1959:11). Oleh Piktim A. Sorokin fenomena ini dikatakan sebagai suatu
ciri yang tetap dan umum bagi setiap masyarakat yang hidup teratur (organized).
Bernard Barber dalam social stratification, strutcture and terms of social mobility in
western society (1857), mengemukakan enam dimensi dari pelapisan sosial. Pertama adalah
prestise jabatan atau jabatan (occupational prestige). Kedua, rangking dalam wewenang dan
kekuasaan (authority and power rangking). Ketiga, pendapatan dan kekayaan (income of
wealth). Keempat, pendidikan atau pengetahuan (educational or knowledge). Kelima,
kesufian/ketaatan beragama atau pimpinan keagamaan (religious or ritual purity), dan
keenam adalah kedudukan dalam kekerabatan atau kedudukan dalam suku-suku bangsa
(kinship and ethnic grup rangkings). Unsur-unsur atau dimensi-dimensi dari pelapisan sosial
tersebut pada dasarnya sulit untuk dipisahkan secara tegas oleh karena dalam kenyataanya
tumpang tindih (akumulatif) antara satu sama lainya atau bahkan saling berhubungan seperti
dikemukakan diatas.
Unsur baku dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (social status) yaitu tempat
atau posisi seesorang secara umum dalam masyarakatnya sehingga dengan orang-orang lain,
dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Dalam konteks interaksi sosial, kedudukan sosial memberi bentuk atau pola interaksi
sosial .Hal ini dapat dijabarkan Sebagai berikut: untuk mencapai ketertiban dan keteraturan
dalam masyarakat, maka dalam berinteraksi, seseorang tidak hanya dituntut kemampuan
untuk bertindak sesuai dengan konteks sosial (norma-norma yang berlaku), tetapi juga
memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilku kita sendiri dari sudut
pandang orang lain. Pertanyaan umum yang lazim mucul adalah: apakah perilaku atau
tindakan kita sudah cukup pantas diahadapan cdx yang notebene dosen kita atau mertua kita
tau bahkan orang tua kita/ kalau kita biasa berbicara ngiko terhadap teman sendiri, misalnya,
apakah hal itu juga pantas biola kita lakukan terhadap orangtua? (suyanto, 2006:20).

 5.Dampak Stratifikasi Sosial


Pada dasarnya manusia itu adalah sama kedudukan dan derajatnya tetapi pada
realitasnya lapisan-lapisan masyarakat adalah seusuatu yang benar-benar ada dan nyata.
Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak dalam cara menyapa, bahasa dan gaya
bicara. Seperti gaya bicara orang kaya kepada orang miskin, atau orang berkuasa kepada
orang bawahan akan berbeda cara berbicaranya. Begitu pula penyebutan gelar, pangkat atau
jabatan memberikan petunjuk mengenai status seseorang dalam masyarakat. Kemudian cara
berpakaian merupakan salah satu dampak lain dari stratifikasi sosial.
Akan tetapi selain menimbulkan dampak tertentu, ternyata stratifikasi sosial juga
diperlukan dalam suatu lingkungan masyarakat. Melalui stratifikasi sosial juga diperlukan
dalam suatu lingkungan masyarakat. Melalui stratifikasi sosial setiap masyarakat harus
menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan
mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya Sebagai akibat
penempatan tersebut. Dengan demikian masyarakat menghadapi dua persoalan, pertama
menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan
kewajibannya.
Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan si individu, dan sesuai pula
dengan kemampuan-kemampuanya dan seterusnya, maka persoalanya tak akan terlalu sulit
untuk dilaksananakan. Tetapi kenyataanya tidaklah demikian. Kedudukan dan peranan
tertentu sering memerlukan kemampuan-kemampuan dan latihan-latihan tertentu. Pentingnya
kedudukan dan peranan tersebut juga tidak selalu sama. Maka tak akan dapat dihindarkan
bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa macam sistem pembalasan jasa Sebagai
pendorong agar individu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang ssesuai dengan
posisinya dalam masyarakat. Balas jasa dapat berupa intensif bidang ekonomis, estetis, atau
mungkin secara perlambang. Yang paling penting adalah bahwa individu-individu tersebut
mendapat hak-hak, yang merupakan himpunan kewenangan-kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sering pula dijumpai hak-hak yang
secara tidak langsung berhubungan dengan kedudukan dan peranan seseorang. Akan tetapi
hak-hak tersebut sedikit banyaknya merupakan pendorong bagi si individu. Hak-hak tersebut
di lain pihak juga mendorong individu-individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan
tertentu dalam masyarakat.
Dengan demikian maka mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat. Karena gejala
tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat; yaitu penempatan
individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar
melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perannya. Pengisian tempat-
tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat bergerak sesuai dengan
fungsinya. akan tetapi wujudnya dalam setiap masyarakat juga berlainan. Karena tergantung
pada bentuk dan kebutuhan masing-masing masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan
yang dianggap terpenting serta memerlukan kemmapuan dan latihan-latihan maksimal. Tak
banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahwa akan mungkin hanya
segolongan kecil dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu pada umumnya warga lapisan atas
(upper class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (middle
Class) dan lapisan bawah (lower Class). (Soekanto, 1992:281)

6.Ukuran Stratifikasi Sosial


Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk lapisan masyarakat terbagi kepada beberapa
kriteria yaitu:
a. Ukuran kekayaan. Barangsiapa yang memilki kekayaan paling banyak, termasuk
dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk
rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan
pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-
barang mahal dan seterusnya.
b. Ukuran kekuasaan. Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai
wewenang terbesar, menempati lapisan atasan.
c.  Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-
ukuran kekayaan dan/atau kekuasaaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau
mereka yang pernah berjasa.
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan Sebagai ukuran, dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut
kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena
ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetap
gelar kesarjanaanya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha
untuk mendapat gelar, walau tidak halal. (Soekanto, 1992:262)

7.Perbedaan Stratifikasi Sosial Dengan Status Sosial


Status atau kedudukan, yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat yang didasarkan
pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. dalam teori sosiologi, unsur-unsur dalam
sistem pelapisan masyarakat adalah status (kedudukan) dan role (peranan). kedua unsur ini
merupakan unsur baku. Dengan demikian status sosial atau kedudukan sosial merupakan
unsur yang membentuk terciptanya stratifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah
pelapisan sosial yang disusun oleh satus-status sosial.

8. Tiga Lapisan Sosial Dengan Dasar Kualitas Pribadi


Dalam masyarakat yang paling sederhana dan homogen, pembedaan peranan dan status
relatif sedikit, sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit . pelapisan sosial dalam masyarakat
ini umumnya didasarkan pada jenis kelamin senioritas, dan keturunan, yang merupakan
kualitas pribadi seseorang.
a. Jenis Kelamin
Pada sebagian masyarakat indonesia, kedudukan laki-klaki dinilai lebih tinggi
daripada kedudukan wanita. laki-laki yang menjadi kepala keluarga/rumah tangga
dihormati oleh istri dan anak-anak mereka.
b. Senioritas
Senioritas disini dapat berarti senioritas, usia maupun generasi. orang yang lebih tua
memilki kedudukan yang lebih tinggi daripada yang muda.
c. Keturunan
Keturunan bangsawan dianggap lebih tinggi daripada keturunan rakyat jelata.

9. Kriteria Dasar Penentuan Stratifikasi Sosial


Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan anggota masyarakat
kedalam suatu lapisan tertentu adalah Sebagai berikut.
a.      Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda
berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.
b.      Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat.
Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan
sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan
bawah.
c.       keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang
dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan.
Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar Andi di masyarakat
Bugis, Raden di masyarakat jawa, Tengku di masyarakat Aceh.
d.      Kepandaian/Penguasaan Ilmu Pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi meraih gelar kesarjanaan atau yang memilki
keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi dibandingkan orang
berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan
pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian, dan
sebagainya.

10. Sifat Sistem Lapisan Masyarakat


Sifat sistem di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social
stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan yang bersifat tertutup
membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik
yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya
jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya di
dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha
dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung jatuh
dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi
perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan
pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
Sistem kasta di india telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Istilah untuk kasta dalam
bahasaindia adalah yati, sedangkan sistemnya disebut varna. Menurut kitab Rig-Vedadan
kitab-kitab Brahmana, dalam masyarakat india kuno dijumpai empat varna yang tersusun dari
atas kebawah. Masing-masing adalah kasta brahmana, ksatria, vaicya, dan sebagai lapisan
tertinggi. Ksatria merupakan kasta orang-orang bangsawan dan tentara dipandang
Sebagailapisan kedua. Kasta vaicya merupakan kasta para pedagang yang dianggap Sebago
lapisan menengah (ketiga) dan sudra adalah kasta orang-orang biasa (rakyat jelata). Mereka
yang tak berkasta adalah golongan paria. Susunan kasta tersebut sangat kompleks dan hingga
kini masih dipertahankan dengan kuat, walaupun orang-orang india sendiri kadangkala tidak
mengakuinya.
sistem kasta semacam di India juga dijumpai di Amerika Serikat, di mana terdapat
pemisahan yang tajam antara golongan kulit putih dengan golongan kulit hitam. Sistem
tersebut dikenal dengan segregation yang sebenarnya tak berbeda jauh dengan sistem
apartheid yang memisahkan golongan kulit putih dengan golongan asli pribumi di Uni Afrika
Selatan.
Sistem lapisan yang tertutup, dalambatas-batas tertentu, juga dijumpai pada
masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalamempat
lapisan, yaitu brahmana, satria, vesia, dan sudra. Ketiga lapisan pertama biasa disebut
triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yan merupakan lapisan dengan jumlah
warga terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus.
Biasanya orang-orang mengetahui dari gelar seseorang, kedalam kasta mana dia tergolong.
Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut garis keturunan laki-laki yang sepihak patrilinear
seperti ida bagus, tjokorda, dewa, ngahan, bagus, I gusti, gusti. Gelar pertama adalah gelar
orang brahmana. Gelar kedua sampai keempat bagi orang-orang satria, sedangkan yang
kelima dan keenam berlaku bagi orang-orang vaicya. Orang-orang sudra juga memakai gelar-
gelar seperti pande, kbon, pasek dan selanjutnya. Dahulu kala gelar tersebut berhubungan erat
dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut tidak
memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi sopan santun
pergaulan. Di samping ketat, hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar,
misalnya, dalammemakai tanda-tanda, perhiasan-perhiasan, pakaian tertentu dan lain-lain.
Kehidupan sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seorang
gadis suatu kasta tertentu umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta yang lebih
rendah.

11. Kelas-Kelas Dalam Masyarakat (Social Classes)


Di dalam uraian tentang teori lapisan, senantiasa dijumpai istilah kelas (social class).
Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah lain dalam sosiologi, istilah kelas juga
tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun pada hakikatnya mewujudkan sistem
kedudukan-kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam
masyarakat disebut class-system. Artinya, semua orang dan keluarga sadar akan keududukan
mereka itu diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian kelas
pararel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang,
tanah, kekuasaaan, atau dasar lainnya.
Ada pula yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang berdasarkan atas
unsur ekonomis. Sementara itu, lapisan yang berdasarkan atas kehormatan dinamakan
kelompok kedudukan (status gruup). Selanjutnya dikatakan bahwa harus diadakan
pembedaan yang tegas antara kelas dan kelompok kedudukan.
Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar kedudukan
sosial, tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas yang
bersifat ekonomis dibaginya lagi kedalam sub kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi
dengan menggunakan kecakapannya. Disamping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya
golongan yang mendapatkan kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakan stand.
Joseph Schumpeter mengatakan bawah kelas-kelas dalam masyarakat terbentuk
karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata.
Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya hanya dapat dimengerti dengan benar
apabila diketahui riwayat terjadinya.
Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas sekali karena
orang-orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan kewajiban yang dilindungi
oleh hukum positif masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu sering
kali mempunyai kesadaran dan konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam
masyarakat. Misalnya di Inggris ada istilah-istilah tertentu seperti commoners bagi orang
biasa serta nobility bagi bangsawan. Sebagian besar warga masyarakat Inggris menyadari
bahwa orang-orang nobility berada diatas commoners (sesuai dengan adat-istiadat).
Contoh lain adalah masyarakat atoni pah metoh di Timor. Di sana kaum bangsawan
disebut usif untuk membedakannya dengan tog yang merupakan sebutan bagi orang-orang
biasa. Maysarakat menyadari bahwa kedudukan golongan usif ada di atas tog. Lapisan yang
demikian, yaitu yang ditegaskan dengan sistem hak dan kewajiban tertentu bagi warganya,
dinamakan estate. Estate tersebut oleh masyarakat seolah-olah telah diresmikan bentuknya,
berbeda dengan lapisan tak resmi yang didasarkan pada kekuasaaan, kekayaan, dan
selanjutnya. Seseorang yang kaya misalnya, belum tentu tergolong ke dalam lapisan sosial
tertinggi karena hal itu paling tidak juga tergantung pada gaya dan tingkah laku hidupnya.
Apabila pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka akan dapat dijumpai beberapa
kriteria yang tradisional, yaitu:
1. Besar jumlah anggota-anggotanya
2.  Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warganya
3.  Kelanggengan
4.  Tanda/lamnbang-lambang yang merupakan ciri khas
5.  Batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain)
6.  Antagonisme tertentu

Sehubungan dengan kriteria tersebut diatas, kelas memberikan fasilitas-fasilitas hidup


yang tertentu (life-chances) bagi anggotanya. Misalnya, keselamatan atas hidup dan harta
benda, kebebasan, standar hidup yang tinggi, dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu
tidak dipunyai oleh para warga kelas-kelas lainnya. Selain itu, kelas juga, memengaruhi gaya
dan tingkah laku hidup masing-masing warganya (life style) karena kelas-kelas yang ada
dalam masyarakat mempunyai perbenaan dalamkesempatan-kesempatan menjalani jenis
pendidikan atau rekreasi tertentu. Misalnya, ada perbedaan dalamapa yang telah dipelajari
warga-warganya, perilakunya, dan sebagainya. Dalam masyarakat indonesia terutama di
kota-kota besar pernah dikenal pembedaan antara golongan yang pernah mengalami
pendidikan barat (misalnya pendidikan belanda) dengan golongan yang tidak pernah. Di
dalam mendidik anak-anak, golongan-golongan tersebut mengembangkan pola sosialisasi
yang berbeda.
12. Mobilitas Sosial
Dalam sosiologi mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Sebagaimana nampak dari definisi Ransford, mobilitas sosial dapat mengacu pada individu
maupun kelompok. Contoh yang diberikan Ronsford mengenai mobilitas sosial individu ialah
perubahan status seseorang dari seorang petani menjadi seoarang dokter. Mobilitas sosial
suatu kelompok terjadi manakala suatu minoritas etnik atau kaum perempuan mengalami
monilitas, misalnya mengalami peningkatan dalam penghasilan rata-rata bila dibandingkan
dengan kelompok mayoritas.
Suatu bahan pokok yang banyak mendapat perhatian ahli sosiologi adalah masalah
mobilitas intragenerasi dan mobilitas antargenerasi. mobilitas intragenerasi mengacu pada
mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya; misalnya dari asisten dosen
menjadi guru besar atau dari perwira pertama menjadi perwira tinggi. Mobilitas
anatargenerasi dipihak lain mengacu kepada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan
status orang tuanya; misalnya anak seorang tukang sepatu yang berhasil menjadi insyiur, atau
anak menteri menjadi pedagang kaki lima.
Suatu study yang sering menjadi bahan acuan dalam bahasan mengenai mobilitas
antargenerasi ialah penelitian Blau dan Duncan terhadap mobilitas pekerjaan di AS. Kedua
ilmuan sosial ini menyimpulkan dari data mereka bahwa masyarakat Amerika merupakan
masyarakat yang relatif terbuka karena didalamnya telah terjadi mobilitas sosial vertikal
antargenerasi, dan dalam mobilitas intragenerasi pengaruh pendidikan dan pekerjaan individu
yang bersangkutan lebih besar dari pada pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tau.
Dengan perkatan lain, dalam tiap generasi telah terjadi peningkatan sattus anak sehingga
melebihi status orang tuanya. Dan dalam tiap generasi pun telah terjadi peningkatan status
anak sehingga melebihi status yang diduduki pada awal kariernya sendiri.
Pada masyrakat yang mempunyai sistem stratifikasi terbuka pergantian status
dimungkinkan. Meski dalam masyarakat demikian terbuka kemungkinan bagi setiap anggota
masyarakat untuk naik turun dalam herarki sosial, dalam kenyataan mobilitas sosial
antargenerasi maupun intragenerasi yang terjadi bersifat terbatas.

13. Pendekatan Dalam Stratifikasi Sosial


Ada tiga pendekatan dalam mempelajari stratifikasi sosial:

1. Metode obyektif
Yaitu suatu penilaian obyektif terhadap orang lain dengan melihat dari sisi
pendapatannya, lama atau tingginya pendidikan dan jenis pekerjaan.
2.   Metode subyektif
Dalam metode ini strata sosial dapat dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat
yang menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat.
3.    Metode reputasi
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat
menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan dalam memplajari stratifikasi sosial, yaitu:
metode obyektif yang mengarah kepada secara fisiknya, metode subyektif yang mengarah
pada kedudukan dalam masyarakat sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian
seseorang dalam bermasyarakat.

14. Teori-teori Stratifikasi Sosial

Ada beberapa teori yang harus kita pahami dalam memplajari stratifikasi sosial:

1.    Teori Evolusioner-Fungsionalis


Dikemukakan oleh ilmuwan sosial yaitu Talcott parsons. Dia menganggap bahwa evolusi
sosial secara umum terjadi karena sifat kecenderungan masyarakat untuk berkembang, yang
disebutnya sebagai ”kapitalis adaptif”.
2.      Teori Surplus Lenski
Sosiolog Gerhard Lenski mengemukakan bahwa makhluk yang mementingkan diri sendiri
dan selalu berusaha untuk mensejahterakan dirinya.
3.      Teori Kelangkaan
Teori kelangkaan beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan semakin intensnya
stratifikasi disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk.
4.      Teori Marxian
Menekankan pemilikan kekayaan pribadi sebagi penentu struktur stratifikasi.
5.  Teori Weberian
Menekankan pentingnya dimensi stratifikasi tidak berlandaskan dalam hubungan pemilikan
modal.

Dengan demikian, ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial,
diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada kecenderungan
perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang mengarah kepada egoisme, teori
Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan jumlah penduduk, teori Marxian mengarah
kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang
menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.

PENUTUP

Kesimpulan
Stratifikasi sosial pada masyarakat nelayan di RT 05 Anak Air yaitu:
1. Berdasarkan kepemilikan anggota masyarakat yang menempati kelas atas adalah (Induk semang:
mempunyai kapal lebih dari 1, tenaga kerja, memiliki tanah, rumah permanen secara pribadi dan
penghasilan Rp. 250.000-300.000 anggota masyarakat yang menempati kelas bawah yaitu Anak
pukek mengoperasionalkan alat tangkapan ikan orang lain, rumah papan, mengontrak rumah orang
lain, tidak mempunyai tanah penghasilan
Rp. 20.000-50.000).
2. Kelompok kekuasaan ditempati oleh anggota masyarakat yang memiliki
pengaruh atau wewenang seperti: ketua RT, ketua Pemuda.
3. Berdasarkan prestise (kehormatan) yaitu pawang karena dianggap mempunyai kemampuan atau
pengalaman dalam kegiatan melaut.
6.2. Saran
1. Bagi masyarakat nelayan untuk lebih dewasa menyikapi adanya stratifikasi sosial karena
startifikasi sosial diperlukan dalam lingkungan masyarakat dan berperan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan adanya kelas atas dan kelas bawah.
2. Bagi pemerintah khususnya pihak perikanan yang mempunyai andil dalam kemajuan kehidupan
masyarakat nelayan diharapkan memberikan khususnya bantuan perahu, jarring dan modal melalui
PNPM atau Kredit 73 Usaha Kecil pada kelompok nelayan buruh guna peningkatan modal
usaha.
3. Untuk peneliti lainnya dapat dijadikan sebagai rujukan maupun kajian
lanjutan yang berkaitan dengan permasalahan yang sama sehingga dapat menyempurnakan hasil
penelitian yang sudah penulis teliti tentang stratifikasi sosial masyarakat nelayan.

Anda mungkin juga menyukai