Anda di halaman 1dari 17

STRATIFIKASI SOSIAL

Muhammad Syaiful Ulum


Email:Saifulu2404@gmail.com

Abstract

Life in society cannot be separated from the stratified levels of life


status. This status is caused by many factors such as heredity,
education and religion. Even though the reality is that human status is
different, humans should not be dichotomized by this status so that it
disrupts harmony in national and state life. One form of variation in
life resulting from differences is the phenomenon of social
stratification (levels) which occurs through the process of a form of
life in the form of ideas, values, norms, social activities and objects.
The phenomenon of social stratification will always exist in human
life. no matter how simple life is, they are different from each other,
depending on how they are placed.
Keywords: Social Stratification, Society, Status.

Absrak

Kehidupan dalam bermasyarakat tidak dapat dipisahkan dari jenjang


status kehidupan yang bertingkat-tingkat. Status tersebut diakibatkan
oleh banyak faktor seperti karena keturunan, pendidikan, dan agama.
Meskipun realitanya status manusia yang berbeda-beda, manusia tidak
boleh terdikotomi dengan status tersebut sehingga mengganggu
keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satu bentuk
variasi kehidupan dari hasil perbedaan adalah fenomena stratifikasi
(tingkatan-tingkatan) sosial yang terjadi melalui proses suatu bentuk
kehidupan baik berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun
benda-benda, Fenomena dari stratifikasi sosial akan selalu ada dalam
kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan, berbeda satu sama
lain, tergantung bagaimana mereka menempatkannya.
Kata kunci: Stratifikasi Sosial, Masyarakat, Status.

A. PENDAHULUAN

Individu sebagai makhluk sosial tentu tidak bisa dihindarkan dar


yang namanya interaksi sosial di masyarakat. Adanya interaks sosial in
akan mempengaruhi pembentukan sebuah kelompok. Secara umum
pengelompokan masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua bentuk.
Pertama, pengelompokan secara horizontal berupa deferensiasi dan Kedua,
pengelompokan secara vertikal berupa stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial adalah sistem pembedaan individu atau kelompok
dalam masyarakat, yang menempatkannya pada kelas-kelas sosial yang
berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang
berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan dengan lapisan
lainnya.1 Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan
dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah. Dasar dan inti sistem
stratifikasi masyarakat adalah adanya ketidak seimbangan pembagian hak
dan kewajiban, serta tanggung jawab masing-masing individu atau
kelompok dalam suatu sistem sosial.2 Penggolongan dalam kelas-kelas
tersebut berdasarkan dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam suatu
lapisan-lapisan yang lebih hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese
dan prestise.3 Stratifikasi sosial terjadi karena adanya pembagian
(segmentasi) kelas-kelas sosial di masyarakat. Kelas sosial adalah suatu
lapisan (strata) dari orang-orang yang memiliki berkedudukan sama dalam
rangkaian kesatuan dari status sosial.4

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan
keadaan kehidupan masyarakat manusia pada umumnya. Menurut
Pitirim A. Sorokin, bahwa stratifikasi sosial (social stratification)
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (secara hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selanjutnya Sorokin
menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat
adalah karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-
nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.

1
Indianto Muin, Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 2004), hal. 48.
2
Pitirin A. Sorokin, Social Stratification, (New York: Harper, 1998), hal. 36.
3
Robert, M.Z. Lawang, Teori Sosiologi Mikro dan Makro Jilid I, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998), hal. 42.
4
Horton, Paul B., Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 1999), hal.5.
Lapisan-lapisan dalam masyarakat itu ada sejak manusia mengenal
kehidupan bersama dalam masyarakat. Mula- mula lapisan-lapisan
didasarkan pada pembedaan jenis kelamin, perbedaan antara
pemimpin dengan yang dipimpin, pembagian kerja dan sebagainya.
Semakin kompleks dan majunya pengetahuan dan teknologi dalam
masyarakat, maka sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat akan
semakin kompleks pula .
Stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam
masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang
berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban
yang berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan sosial
lainnya. Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang
dianggap berharga dalam masyarakat. Sistem stratifikasi merupakan
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang dan
kelas rendah.5 Atau dapat pula diartikan sebagai pembedaan posisi
seseorang atau kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara
vertikal. Biasanya stratifikasi didasarkan pada kedudukan yang
diperoleh melalui serangkaian usaha perjuangan.
Dalam kehidupan masyarakat biasanya selalu terdapat perbedaan
status antara orang satu dengan yang lainnya, antara kelompok satu
dengan yang lainnya. Ada yang mempunyai status sosial yang tinggi
dan ada pula yang mempunyai status yang paling rendah dalam
kehidupan masyarakat, sehingga kalau dilihat dari bentuknya seakan-
akan status manusia dalam masyarakat itu berlapis-lapis dari atas ke
bawah. Menurut konsep status sosial, bahwa di dalam sekelompok
masyarakat tertentu pasti di dalamnya terdapat beberapa orang yang
lebih dihormati daripada orang lainnya. Status ekonomi, biasanya juga
ada beberapa orang yang memiliki faktor ekonomi yang lebih tinggi
daripada yang lainnya, begitu seterusnya bagi status-status lain yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat.
5
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, (Jakarta: PT.
Setia Purna, 2007), hal.16.
Sedang sistem sosial merupakan suatu jaringan di mana
bagianbagian/elemen-elemen jaringan tersebut saling pengaruh
mempengaruhi secara deterministik.6 Keharmonisan dalam sistem
sosial didasarkan pada pranata sosial, sistem yang mengatur interaksi
yang mengintegrasikan pola perilaku dan komunikasi agar masyarakat
dapat hidup tentram dan harmonis.7 Dalam masyarakat Jawa, sistem
sosial dapat dilihat dari pembagian stratifikasi sosial dan pola sikap
anggota masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto, selama dalam suatu masyarakat ada
sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang
dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan
adanya sistem berlapis-lapisan dalam masyarakat itu. Barang sesuatu
yang dihargai didalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau
benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah,
kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama atau
mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.
Menurut Hasan Shadily mengatakan bahwa pada umumnya lapisan
dalam masyarakat menunjukkan:
a. Keadaan senasib. Dengan paham ini kita mengenal lapisan yang
terendah. yaitu lapisan pengemis, lapisan rakyat dan sebagainya.
b. Persamaan batin ataupun kepandaian: lapisan terpelajar dan
sebagainya.
Menurut Pitirim A. Sorokin, bahwa sistem berlapis-lapis itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat. Bagi
siapa saja yang memiliki sesuatu yang dihargai atau dibanggakan
dalam jumlah yang lebih daripada yang lainnya, maka ia akan
dianggap mempunyai status yang lebih tinggi pula dalam masyarakat.
Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai kuantitas sesuatu
yang dibanggakan lebih sedikit, maka ia akan dianggap mempunyai
6
Pertampilan S. Brahmana, “Sistem Pengendalian Sosial”, 2003: hal. 1-3. USU
digital Library, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. 20 November 2007 <
http://library.usu.ac.id/download/fs/bhsindonesia-pertampilan.pdf>.
7
"Konsekuensi Pengendalian Sosial." BamboomediaOnNet. 2007.25 November
2007. < http://mysimplebiz.info/tutorial/isi/sosiologi3.htm >.
status dalam masyarakat yang lebih rendah. Bagi seseorang yang
memiliki status, baik yang rendah maupun yang tinggi, sama-sama
mempunyai sifat yang kumulatif: artinya bagi mereka yang
mempunyai status ekonomi yang tinggi biasanya relatif mudah ia akan
dapat menduduki status-status yang lain, seperti status sosial, politik
ataupun kehormatan tertentu dalam masyarakat. Begitu juga bagi
mereka yang sedikit mempunyai status atau mereka yang tidak
mempunyai sama sekali sesuatu yang dibanggakan, biasanya mereka
cenderung akan semakin sulit untuk dapat naik status, atau bahkan
dapat dikatakan seorang yang miskin cenderung semakin menjadi-jadi
kemiskinannya.
Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama
di dalam bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai
timbul. Pada masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana,
pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia, perbedaan
antara pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dengan yang
dipimpin, atau perbedaan berdasarkan kekayaan. Seorang ahli filsafat,
Aristoteles, pernah mengatakan bahwa dalam tiap-tiap negara terdapat
tiga unsur ukuran kedudukan manusia dalam masyarakat, yaitu
mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang
berada di tengah-tengahnya. Sedangkan pada masyarakat yang relatif
kompleks dan maju tingkat kehidupannya, maka semakin kompleks
pula sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat itu, keadaan ini mudah
untuk dimengerti karena jumlah manusia yang semakin banyak maka
kedudukan (pembagian tugas-kerja). hak-hak, kewajiban, serta
tanggung jawab sosial menjadi semakin kompleks pula.
Mengenai bentuk-bentuk konkret dari stratifikasi sosial dalam
masyarakat, pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi tiga macam.
yaitu kelas ekonomi, politik dan sistem nilai yang berlaku dan
berkembang dalam masyarakat tertentu. Orang yang mempunyai
kebanggaan tertentu dibidang politik (kekuasaan), biasanya cenderung
akan menduduki juga lapisan tertentu atas dasar nilai ekonomis.
Mereka yang kaya biasanya mempunyai kecenderungan dapat
menempati kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan,
sepanjang didukung oleh nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat yang bersangkutan, Orang yang kaya dan mempunyai
kekuasaan tinggi cenderung mempunyai keluarga dan anak-anak yang
cantik-cantik, lantaran orang-orang miskin yang tidak mempunyai
pemilikan yang pantas untuk dibanggakan senantiasa tabu diri, tidak
berani mendekatkan diri dan memang tidak boleh mendekat. Secara
sederhana pada umumnya sistem stratifikasi akan berbentuk seperti:
2. Terjadinya Stratifikasi Sosial
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa secara sederhana
terjadinya stratifikasi sosial karena ada sesuatu yang dibanggakan oleh
setiap orang atau kelompok orang dalam kehidupan masyarakat.
Stratifikasi ini dapat terjadi pada setiap masyarakat; bahkan terjadi
pada masyarakat yang paling sederhana sekalipun. Hanya jarak dan
tingkatan antara lapisan-lapisan itu yang berbeda.
Stratifikasi sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam
masyarakat, dapat pula dibentuk dengan sengaja dalam rangka usaha
manusia untuk mengejar cita-cita bersama. Stratifikasi sosial yang
terjadi dengan sendirinya, seperti pembedaan umur, sifat keaslian adat
istiadat, atau mungkin harta benda karena warisan. Sedangkan
stratifikasi yang dibentuk dengan sengaja, biasanya berhubungan
dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam
organisasi-organisasi formal. seperti pemerintahan, partai politik,
angkatan bersenjata dan lain-lain bentuk perkumpulan.
Pembagian kekuasaan dan sebagainya itu sama halnya dengan
sistem berlapis-lapisan dalam masyarakat yang menyangkut
pembagian uang, anal, kehormatan dan benda-benda ekonomis
lainnya. Uang dapat dibagi secara bebas di antara anggota suatu
organisasi berdasarkan kepangkatan atau ukuran senioritas tanpa
merusak keutuhan organisasi yang bersangkutan. Malah apabila dalam
suatu sistem pemerintahan, kekuasaan dan wewenang tidak dibagi-
bagi secara teratur sesuai dengan ukuran stratanya masing-masing,
maka justru akan menimbulkan kekacauan-kekacauan yang tidak
hanya berbahaya bagi keutuhan kehidupan masyarakat, akan tetapi
berbahaya pula bagi suatu Negara.
Menurut Soerjono Soekanto, semua manusia dapat dianggap
sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam
kelompok-kelompok sosial, tidaklah demikian. Pembedaan atas
lapisan-lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian
dari sistem sosial setiap masyarakat.
Mengenai sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam
masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi
yang terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup
etnis, dimana grup etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam
waktu yang relatif lama. Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari
sumber sosial, karena adanya tuntutan masyarakat terhadap faktor-
faktor sosial tertentu. Faktor-faktor sosial itu merupakan ukuran yang
biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang
dipandang berharga. Faktor-faktor sosial yang berharga itu kemudian
dimasukkan pada level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya
guna yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya.8
Menurut Abdul Syani , ada beberapa ciri umum tentang faktor-
faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial, antara lain:
a. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam
berbagai bentuk dan ukuran; artinya strata dalam kehidupan
masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam
masyarakat.
b. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai
dokter, dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya; semua
ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat
c. Kesalahan seseorang dalam beragama: jika seseorang sungguh-
sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan
8
Soekanto,Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih
tinggi oleh masyarakat.
d. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang
dianggap terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang yang
memiliki status tinggi dalam masyarakat.
e. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok
orang tinggal pada suatu tempat. Pada umumnya seseorang
sebagai pendirian suatu kampung atau perguruan tertentu,
biasanya dianggap masyarakat sebagai orang yang berstatus
tinggi, terhormat dan disegani.
f. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang. Pada
umumnya seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati
dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga
jenis kelamin: laki-laki pada umumnya dianggap lebih tinggi
statusnya dalam keluarga dan dalam masyarakat.9
Dari beberapa ciri tersebut kemudian berproses ke dalam
berbagai kondisi sosial masyarakat, misalnya perbedaan ciri biologis,
etnis, ataupun ras, jika di antaranya terdapat kelompok yang mampu
menguasai yang lainnya, maka terjadilah pembedaan status yang
menunjuk pada eksistensi stratifikasi` sosial. Bisa juga tumbuhnya
stratifikasi bermula dari kondisi kelangkaan alokasi hak dan
kesempatan, atau perbedaan posisi, kekuasaan dalam waktu yang
sama; kesemuanya itu dapat mengakibatkan terbentuknya stratifikasi
sosial.
Sementara itu Robin Williams J R. Dalam bukunya yang
diterbitkan pada tahun 1960, beliau menyebutkan pokok-pokok
pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi dalam masyarakat
sebagai berikut: a. Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada
sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya
mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu
yang menjadi obyek penyelidikan. b. Sistem stratifikasi sosial dapat
9
Syani, Abdul. 2007. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara hal. 87.
dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut:
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya
penghasilan. Kekayaan, keselamatan (kesehatan. Laju angka
kejahatan). Wewenang dan sebagainya;
b. Sistem pertentangan yang diciptakan warga masyarakat (prestise
dan penghargaan);
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan
berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat
tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan:
d. Lambang-lambang status, seperti misalnya tingkah laku hidup,
cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
dan sebagainya.
e. Mudah atau sukarnya bertukar status;
f. Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok-
kelompok sosial yang menduduki status yang sama dalam
sistem sosial masyarakat
g. Pola-pola interaksi (struktur cliqe, keanggotaan organisasi
perkawinan dan sebagainya);
h. Kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-
nilai;
i. Kesadaran akan status masing-masing.
j. Aktivitas sebagai organ kolektif.
3. Sifat Sistem Stratifikasi Sosial
Sifat sistem pelapisan sosial dalam suatu masyarakat, dapat
dibedakan dua macam, yaitu:
a. Bersifat tertutup (closed sosial stratification)
Sistem pelapisan dalam masyarakat yang tertutup tidak
memungkinkan pindahnya orang dari satu lapisan sosial
tertentu kelapisan sosial yang lain, baik gerak pindahnya itu ke
atas (sosial climbing) atau gerak pindahnya ke bawah (sosial
sinking). Dalam sistem tertutup semacam itu satu-satunya cara
untuk menjadi anggota suatu lapisan tertentu dalam masyarakat
adalah kelahiran. Seseorang mempunyai kedudukan sosial
menurut orang tuanya. Sistem sosial yang tertutup ini terdapat
di masyarakat yang menganut sistem berkasta. Dalam sistem
ini, seseorang tidak bisa merubah kedudukan atau statusnya
seperti yang dimiliki oleh orang tuanya.
b. Bersifat terbuka (open sosial stratification)
Dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat
mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan
kemampuannya sendiri. Apabila mampu dan beruntung
seseorang dapat untuk naik ke lapisan yang lebih atas, atau
bagi mereka yang tidak beruntung dapat turun kelapisan yang
lebih rendah.
Adanya lapisan masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya
ataupun dengan sebuah proses. Apabila dengan sebuah proses,
biasanya proses tersebut ditentukan beberapa faktor antara lain:
kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas
tertentu. Serta ada beberapa alasan yang dipakai oleh beberapa
daerah.10
Perpindahan lapisan atau startifikasi sosial disebabkan
mobilitas sosial. Mobilitas berarti gerak yang menghasilkan
perpindahan tempat, misalnya melihat mobil yang bergerak dari
satu tempat ke tempat lain. Jadi mobilitas sosial adalah
perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain, atau
dari dimensi satu ke dimensi yang lainnya.
Berkaitan dengan mobilitas ini, maka memunculkan stratifikasi
sosial yang memiliki dua sifat sebagaimana di atas, yaitu
stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi
terbuka kemungkinan terjadinya mobilitas sosial cukup besar,
sedangkan pada stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya
mobilitas sosial sangat kecil. Stratifikasi sosial terbuka umumnya
sering dirasakan pada saat ini, namun stratifikasi sosial tertutup

10
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 14.
sudah jarang terjadi di kondisi masyarakat saat ini. Dan untuk
itulah kita akan mencoba menjelaskan kembali tentang stratifikasi
sosial yang tertutup yang mungkin saja masih ada di kehidupan
masyarakat saat ini.
4. Dasar Lapisan Masyarakat
Menurut Basrowi, dasar atau kreteria yang umumnya di pakai
untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan
dalam masyarakat antara lain:
a. Kekayaan
Kekayaan merupakan dasar yang paling banyak digunakan
dalam pelapisan masyarakat. Seseorang yang mempunyai
kekayaan banyak akan dimasukan ke dalam lapisan atas dan
yang mempunyai kekayaan sedikit akan dimasukkan ke dalam
lapisan bawah.
b. Kekuasaan
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang
yang besar akan masuk pada lapisan atas dan yang tidak
mempunyai kekuasaan akan masuk ke lapisan bawah.
c. Kehormatan
Orang yang paling disegani dan dihormati, akan
dimasukkan kelapisan atas. Dasar semacam ini, biasanya
dijumpai pada masyarakat tradisional.
d. Ilmu pengetahuan
Dasar ini dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan, walaupun kadang-kadang masyarakat salah
persepsi, karena hanya meninjau dari gelar seseorang.
Ukuran di atas tidaklah bersifat limitatif, karena masih ada
ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran
di atas sangat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan
dalam masyarakat tertentu. Pada beberapa masyarakat tradisional di
Indonesia. golongan pembuka tanahlah yang dianggap menduduki
lapisan tertinggi.
Misalnya di Jawa, kerabat dan keturunan pembuka tanahlah
yang dianggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian
menyusul para pemilik tanah, walaupun mereka bukan keturunan
pembuka tanah, mereka disebut pribumi, sikep atau kulikenceng. Lalu
menyusul mereka yang hanya mempunyai pekarangan rumah saja
(golongan ini disebut kuli gundul, lindung atau indung), dan akhirnya
mereka yang hanya menumpang saja pada tanah milik orang lain.11
Ukuran atau kriteria yang menjadi dasar pembentukan pelapisan
sosial adalah: ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ilmu pengetahuan
sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu
pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan
sosial masyarakat yang ber sangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan
ini biasanya terdapat dalam gelargelar akademik (kesarjanaan), atau
profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
magister, doktor atau gelar profesional seperti profesor. Namun sering
timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang
disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya,
sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak
benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli
skipsi, menyuap, ijasah palsu dan seterusnya.12
Golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status
dikalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial
dapat diikuti 3 metode yakni: Pertama, metode obyektif. Pada metode
ini stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain
jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan.
Kedua, metode subyektif. Golongan sosial anggota masyarakat
menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu.
Ketiga, metode reputasi. Golongan sosial dirumuskan menurut
bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam

11
Ibid, hal. 48.
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1985), hal. 231.
stratifikasi masyarakat itu.13
5. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat
Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem pelapisan sosial
masyarakat adalah:
a. Kedudukan (Status)
Kedudukan (status) adalah sebagai tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang lain dalam kelompok tersebut, atau tempat suatu
kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di
dalam kelompok yang lebih besar lagi. Status atau kedudukan
yang menentukan seseorang dalam masyarakat adalah tempat
orang itu digolongkan berdasarkan umur, kelamin, agama,
pekerjaan dan sebagainya. Kedudukan ini memberikan
pengaruh, kehormatan, kewibawaan, dan juga kewajiban
kepadanya.14 Menurut Ralph Linton, kedudukan di bedakan
menjadi dua macam, yaitu:
1. Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat
tanpa memperhatikan perbedaan seseorang, kedudukan tersebut
diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang
bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta
Brahmana juga akan memperolch kedudukan yang demikian.
Kebanyakan ascribed status dijumpai pada masyarakat. dengan
sistem pelapisan sosial yang tertutup, seperti sistem pelapisan
berdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian bukan berarti
dalam masyarakat dengan sistem pelapisan terbuka tidak ditemui
dengan adanya ascribed status. Kita lihat kedudukan laki-laki
dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan istri dan
anak-anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan
menjadi kepala keluarga.
2. Achieved Status, yaitu kedudukan yang dicapai atau

13
Ibid., hal. 175-177.
14
Hassan, Shadily, 1989. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Bina
Aksara.hal. 285.
diperjuangkan oleh seseorang dengan usaha-usaha yang dengan
sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran.
Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari
kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan
mencapai tujuan-tujuanya. Misalnya setiap orang bisa menjadi
dokter, guru, hakim dan sebagainya, asalkan memenuhi
persyaratan yang telah di tentukan. Dengan demikian tergantung
pada masing- masing orang, apakah sanggup dan mampu
memenuhi persyaratan yang telah di tentukan atau tidak.
Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan yaitu
assigned status. assigned status sering mempunyai hubungan yang
erat dengan achieved status. Artinya suatu kelompok atau golongan
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang
berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
b. Peranan (role)
Peranan adalah tingkah laku atau kelakuan yang diharapkan
dari seseorang yang mempunyai satu kedudukan. Peran dapat
dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat. Peranan baru ada jika ada kedudukan.
Seperti telah disebutkan, peranan (role) merupakan aspek yang
dinamis dari status atau aspek fungsional dari kedudukan
(status). Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kewajibannya, berarti orang tersebut
menjalankan perananya. Dengan kata lain, peran seseorang
tergantung pada kedudukannya. Pembedaan antara kedudukan
dan peranan (status dan role) hanya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, secara praktis tidak dapat dipisahkan. Tidak ada
peranan tanpa kedudukan dan sebaliknya tidak ada kedudukan
yang tidak ada peranan.
Menurut Levinson dalam buku yang diterbitkan tahun 1964,
menurut beliau bahwa peranan itu mencakup tiga hal, yaitu:
Pertama, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan. Kedua, peranan adalah suatu konsep perihal
apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
sebagai organisasi. Ketiga, peranan juga dapat dikatakan
sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.15
6. Perlunya Sistem Lapisan Masyarakat
Menurut Kingsley Davis dan Wilbert Moore, stratifikasi sosial
dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat. Dalam masyarakat
terdapat status-status yang harus ditempati agar masyarakat dapat
berlangsung. Anggota masyarakat perlu diberi rangsangan agar mau
menempati status-status tersebut dan setelah menempati status,
bersedia menjalankan peranan sesuai dengan harapan masyarakat
(role expectation). Semakin penting status yang perlu ditempati dan
semakin sedikit tersedia anggota masyarakat yang dapat
menempatinya, semakin besar pula imbalan yang diberikan
masyarakat. Perbedaan imbalan tersebut kemudian mengakibatkan
terjadinya stratifikasi dalam masyarakat. Status yang penting tetapi
hanya dapat ditempati sejumlah kecil orang karena persediaan orang
yang memenuhi syarat terbatas diberi imbalan besar dan terletak di
stratum atas pada stratifikasi sosial; status yang tidak penting dan
dapat ditempati banyak orang karena persediaan orang yang
memenuhi syarat sangat besar memperoleh imbalan kecil terletak di
stratum bawah. Menurut pandangan ini, misalnya, status sebagai
buruh kasar menduduki peringkat rendah karena tidak memerlukan
ketrampilan dan keahlian tinggi dan dapat ditempati banyak orang
sehingga diberi imbalan rendah. Status sebagai manajer atau eksekutif,
di lain pihak, memerlukan pendidikan, latihan, keahlian dan
15
Syani, Abdul. 2007. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara. Hal.94.
kemampuan tinggi yang hanya dapat dipenuhi sejumlah kecil orang
sehingga orang yang menempatinya perlu diberi imbalan tinggi.
Namun jika dilihat dari pendekatan konflik maka stratifikasi
sosial dalam masyarakat sangat tidak dibutuhkan. Menurut teori
konflik bahwa timbulnya pelapisan sosial sesungguhnya hanyalah ulah
kelompok-kelompok elite masyarakat yang berkuasa untuk
mempertahankan dominasinya. Adanya pelapisan sosial bukan
dipandang sebagai hasil konsensus (bersama), tetapi lebih dikarenakan
anggota masyarakat terpaksa harus menerima adanya perbedaan itu.
Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki kemampuan untuk
menentang kelompok elite. Dengan adanya pemberian kesempatan
yang tidak sama dan adanya diskriminasi, dinilai menghambat orang-
orang dari strata rendah untuk mengembangkan bakat dan potensi
mereka semaksimal mungkin.16

C. PENUTUP
Stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang tidak dapat
dihindari, artinya terdapat pada setiap masyarakat. Selanjutnya
pandangan mengenai pendidikan, keperluan akan pendidikan dan
dorongan serta cita-cita dan hal-hal lain yang berkenaan dengan
pendidikan, diwarnai oleh stratifikasi sosial. Di lain pihak, sistem
pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui fungsi
seleksi, alokasi dan distribsi yang semuanya berakibat pada
terbentuknya atau terpeliharanya stratifikasi sosial. Jadi, secara
langsung atau tidak langsung sistem pendidikan bersama dengan faktor-
faktor lain diluar pendidikan melestarikan adanya sistem stratifikasi
sosial.

D. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Kurniati. 2017. Pengantar Sosiologi dan Antarpologi. Makassar:


Universitas Negri Makassar.
Brahmana, Pertampilan S. “Sistem Pengendalian Sosial”, 2003. USU

16
Ibid, hal 51-52.
digital Library, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. 20 November
2007<
http://library.usu.ac.id/download/fs/bhsindonesiapertampilan.pdf>.
Geertz, Clifford. 1960. “The Religion of Java”. USA: The Free Press of
Glencoe.
https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/taalum/article/view/334
Hubungan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial
https://jurnal.staibsllg.ac.id/index.php/el-ghiroh/article/view/64
Kartodirdjo, Sartono dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. 1987.
Perkembangan Peradaban Priyayi. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pendidikan Masyarakat Dan Stratifikasi Sosial Dalam Prespektif Islam
https://jurnal.iimsurakarta.ac.id/index.php/mu/article/view/42
Rizqon Halal Syah Aji Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam
Perspektif Sosiologi Pendidikan.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/31358
Shadily, Hassan. 1989. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta:
PT. Bina Aksara.
Soepomo, R. 1996. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Penerbit
Universitas.
Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif Sosiologi
Pendidikan
Stratifikasi Sosial Masyarakat Sasak dalam Novel Ketika Cinta Tak Mau
Pergi Karya Nadhira Khalid
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Prosedur Analisis Stratifikasi
Sosial.pdf
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Syani, Abdul. 2007. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta:
Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai