Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial dalam hal ini berasal dari bahasa latin, yaitu stratum yang memiliki arti
tingkatan dan socius yang berarti teman atau masyarakat. Jadi dalam hal ini secara
umum dapat kita katakan bahwa pengertian stratifikasi sosial merupakan tingkatan
sosial yang ada dalam masyarakat. Stratifikasi sosial “sosial stratifikasion” ialah
perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
“hierarkis”. Dengan kata lain, perbedaan kedudukan akan menimbulkan stratifikasi
sosial atau pelapisan sosial. Yang dalam perwujudan dari adanya stratifikasi sosial atau
pelapisan sosial ialah adanya perbedaan golongan tingkat kedudukan atau kelas
(Narwoko, 2006 : 170).

Beberapa pengertian stratifikasi sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut :

Pitirim A. Sorokin (1959)

Pitirim mengatakan Stratifikasi social merupakan suatu ciri khas yang tetap pada setiap
kelompok social yang berjalan teratur. Ia juga mengatakan bahwa stratifikasi social
merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas dengan skala
bertingkat.

Menurut Bruce J. Cohen

Mengatakan bahwa Stratifikasi sosial ialah sistem yang menempatkan seseorang


sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang
sesuai.

Menurut Astrid S. Susanto

Menurutnya Stratifikasi sosial ialah hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara
teratur dan tersusun sehingga setiap orang setiap saat mempunyai situasi yang
menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun horizontal dalam
masyarakat.

Pelapisan sosial dalam kehidupan sehari-hari memiliki sejumlah ukuran yang


dipergunakan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial, ukuran tersebut yaitu:

1. Kekayaan, pada umumnya orang kaya memperoleh pelapisan sosial atas


ditengah-tengah masyarakat.
2. Kehormatan, pada masyarakat tradisional, faktor kehormatan menjadi tolak ukur
pelapisan sosial, di mana umumnya orang yang pernah berjasa, termasuk orang yang
disegani menduduki pelapisan sosial atas dalam masyarakat.
3. Kepandaian, di mana orang yang pandai atau ilmuwan ditempatkan sebagai
masyarakat kelompok atas.
4. Kekuasaan, pada umumnya penguasa atau seseorang yang memiliki jabatan
tertentu dengan kewenangan yang lebih banyak atau tinggi, di tengah masyarakat akan
menduduki pelapisan sosial atas.

Pelapisan Sosial dalam Masyarakat

Ada 2 proses terjadinya pelapisan sosial yaitu secara disengaja dan tidak disengaja.
Berikut penjelasannya :

1. Secara Tidak Disengaja

Pelapisan sosial disini adalah pelapisan sosial yang terbentuk dengan sendirinya, yaitu
sesuai dengan kondisi anggota masyarakat karena aktif dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Orang-orang seperti itu akan menempati pelapisan sosial teratas.
Sebaliknya, bagi anggota masyarakat yang malas dan nasibnya kurang
menguntungkan, mereka biasanya akan menempati pelapisan sosial bawah. pelapisan
sosial di masyarakat dapat terjadi disebabkan adanya kelas, status sosial, dan
kekuasaan.

Pelapisan sosial yang terbentuk dengan sendirinya ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut:

 Pelapisan sosial yang terbentuk sejalan dengan perkembangan masyarakat


yang bersangkutan. Perkembangan itu meliputi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik.
 Pelapisan sosial terjadi sesuai dengan kondisi sosial budaya di wilayah yang
bersangkutan. Realitasnya adalah dengan adanya diferensiasi atau perbedaan sosial di
masyarakat.
 Kedudukan seseorang yang dimiliki individu tertentu di dalam masyarakat.
Misalnya turunan pembuka desa (wong baku) dalam masyarakat jawa otomatis
mendapat tempat terhormat daripada turunan pendatang (kuli gondok atau lindung).

2. Secara Disengaja

Pelapisan sosial semacam ini menunjukan pada diferensiasi sosial yang dibentuk oleh
suatu kelompok sosial atau masyarakat dalam rangka mengejar tujuan tertentu. Bahwa
masyarakat yang unik yang nantinya akan berdampak pada teratur atau tidaknya pola
perilaku dan interaksi sosial di masyarakat. Jika kondisi tersebut dibiarkan begitu saja
maka kehidupan sosial masyarakatnya pun akan terganggu. Oleh karena itu, harus
diadaknnya upaya dalam mengatur tindakan dan interaksi sosial guna mendapatkan
wujud dalam pembentukan lapisan sosial di masyarakat itu sendiri. Dalam kehidupan
sehari-hari pelapisan sosial yang terbentuk secara disengaja berlaku dalam badan-
badan resmi (organisasi formal) seperti pemerintahan, militer, pendidikan, perusahaan,
dan koperasi.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita
mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned
status.

Ascribed Status

Ascribed status merupakan Status sosial diperoleh karena warisan, keturunan, atau
kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari keturunan bangsawan atau raja,
tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan
atau raja.

Achieved Status

Status ini bukan diperoleh berdasar keturunan, akan tetapi tergantung pada
kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.
Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas
Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha
tertentu.

Assigned Status

Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap
pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau
kelompok tersebut. Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru
atau adipura, dan lainnya.

. Pengertian Stratifikasi Sosial

Dalam masyarakat di mana kita tinggal, kita dapat menjumpai orang-orang yang termasuk
golongan kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam
masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain.

Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu itu


disebut dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial secara umum
dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara
vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang sifatnya umum pada setiap
masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322 SM) telah menyatakan
bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali,
mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai stratifikasi sosial :

a. Pitirim A. Sorokin

Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas


secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam
masyarakat. Setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial..

b. P.J. Bouman

Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam
kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi
kemasyarakatan.

c. Soerjono Soekanto

Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan
yang berbeda-beda secara vertikal.

d. Bruce J. Cohen

Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang
dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.

e. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt

Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.

2. Ukuran sebagai Dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”
menyatakan bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan
sendirinya pelapisan sosial akan terjadi. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan
sebagai dasar pembentukan stratifikasi social adalah ukuran kekayaan, kekuasaan dan
wewenang, kehormatan, serta ilmu pengetahuan.

a. Ukuran kekayaan

adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan materiil saja. Biasanya
orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan menempati posisi teratas dalam
penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria ini.

b. Ukuran kekuasaan dan wewenang

adalah kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai
sumber produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan kedudukan
atau status social seseorang dalam bidang politik.
c. Ukuran kehormatan

dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan materiil.
Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya, seperti raden,
raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam masyarakat.

d. Ukuran ilmu pengetahuan,

artinya ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu
pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam kualitas.
Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya seorang sarjana akan
menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di masyarakat.

Secara luas, kriteria umum penentuan seseorang dalam stratifikasi sosial adalah sebagai
berikut.

a. Kekayaan dalam berbagai bentuk yang diketahui oleh masyarakat diukur dalam kuantitas
atau dinyatakan secara kualitatif.

b. Daya guna fungsional perorangan dalam hal pekerjaan.

c. Keturunan yang menunjukkan reputasi keluarga, lamanya tinggal atau berdiam di suatu
tempat, latar belakang rasial atau etnis, dan kebangsaan.

d. Agama yang menunjukkan tingkat kesalehan seseorang dalam menjalankan ajaran


agamanya.

e. Ciri-ciri biologis, termasuk umur dan jenis kelamin.

Ada 3 jenis status sosial dalam masyarakat dilihat dari sudut pandang Ilmu Sosiologi :

1. Asscribed Status

Merupakan status atau kedudukan yang diperoleh seseorang secara otomatis tanpa melalui
usaha-usaha tertentu, yang didapatnya sejak lahir.

Contoh : jenis kelamin, ras, keturunan, kasta, suku, dll.

1. Achieved Status

Merupakan status atau kedudukan yang diperoleh seseorang melalui usaha-usaha tertentu.

Contoh : dokter, guru, presiden.

1. Assigned Status

Merupakan status yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan
didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat.
Contoh : kepala suku, ketua adat, sesepuh.

3. Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial

Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat
adalah sebagai berikut.

1. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis, seperti warna kulit, latar belakang
etnis, dan budaya telah mengarah pada lahirnya stratifikasi dalam masyarakat. Dalam hal ini
biasanya akan terjadi penguasaan grup yang satu terhadap grup yang lain.
2. Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat menunjukkan sistem pembagian tugas
yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi dalam spesialisasi ini berkaitan dengan perbedaan
fungsi stratifikasi dan kekuasaan dari order sosial yang muncul.
3. Kejarangan. Stratifikasi lambat laun terjadi, karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang
atau langka. Kelangkaan ini terasa apabila masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat
kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi yang
mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota dapat menciptakan
stratifikasi.

Sementara itu, Koentjaraningrat mengatakan ada tujuh hal yang dapat mengakibatkan atau
melahirkan stratifikasi social dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.

a. Kualitas dan kepandaian.

b. Kekuasaan dan pengaruhnya.

c. Pangkat dan jabatan.

d. Kekayaan harta benda.

e. Tingkat umur yang berbeda.

f. Sifat keaslian.

g. Keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat.

Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau stratifikasi social ditandai dengan adanya
beberapa hal berikut ini.

a. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang untuk hidup masing-
masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi yang berupa penguasaan barang serta

kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan.

b. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan dalam kelompok-kelompok


berdasarkan peluang untuk hidup yang ditentukan oleh ukuran kehormatan. Persamaan
kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan gaya hidup.
c. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber adalah suatu peluang bagi
seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu
tindakan komunal, meskipun mengalami pertentangan dari orang lain yang ikut serta
dalam tindakan komunal tersebut.

4. Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial

Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi
sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.

a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)

Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan
seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas
maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari
suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain,
anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak
sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok
hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.

Stratifikasi sosial secara tertutup :

a.       Brahmana (tertinggi)

b.      Ksatria

c.       Waisya

d.      Sudra

e.       Paria

Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat
Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa
pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta
yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)

Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah
dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan
kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung
akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan
memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk
dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.

a.       Kekayaan
Kekayaan dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-
lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan
termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut
dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya,
cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

b.      Kekuatan

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.

c.       Kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-
orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan
sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional,
biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada
masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

d.      Ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang


menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan
menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang.

c. Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutupdan terbuka.


Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukanterhormat di Bali,
namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperolehkedudukan rendah.
Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompokmasyarakat di Jakarta

Analisa

Dari permasalahan di atas merupakan contoh akibat dari adanya suatu stratifikasi sosial
yang terjadi di dalam tahanan / penjara. Yang merupakan salah satu dari stratifikasi sosial
terbuka. Seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi di lembaga peradilan kita. Karena
keadilan harus ditegakkan dan lembaga tersebut merupakan lembaga yang seharusnya
ditegakkan bukaanya menjadi tempat untuk terbentuknya stratifikasi sosial di dalamnya.
Oleh karena itu penegak hukum maupun hukum itu sendiri harus melakukannya dengan
benar dan bertindak dengan jelas. Bukan seperti yang seharusnya terjadi. ini adalah
perbedaan yang terjadi antara kelas tinggi dengan kelas rendahan .

Stratifikasi Sosial di Indonesia


Indonesia merupakan bangsa yang memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau pengelompokan
suatu masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu secara vertikal. Stratifikasi sosial
sebenarnya sudah ada sejak jaman Indonesia di jajah oleh Belanda dan Jepang. Koloni
mengelompokkan masyarakat Indonesia ke dalam golongan-golongan tertentu sesuai
dengan rasnya. Akan tetapi di jaman sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi dikelompokkan
berdasarkan ras. Stratifikasi sosial di Indonesia lebih mengarahkan penggolongan suatu
masyarakat yang dinilai dari segi status sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan
atau sistem feodal pada masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat Bali. Sedangkan ras,
suku, klan, budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal.

Terdapatnya masyarakat majemuk di Indonesia tidak serta muncul begitu saja, akan tetapi
karena faktor-faktor seperti yang dijelaskan dalam artikel Nasikun (1995) yaitu, pertama
keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih 3000 pulau. Hal tersebut yang
menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya yang banyak seperti Jawa, Sunda, Bugis,
Dayak, dan lain-lain. Kedua ialah Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam masyarakat
Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Dan ketiga ialah iklim yang berbeda-
beda dan struktur tanah yang tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata pencaharian
antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat membedakan
moblitas suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah yang
berbeda.

Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik
dari masyarakat majemuk ialah (1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok
yang memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain, (2) Memiliki struktur sosial
yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, (3) Kurang
mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang
bersifat dasar, (4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok satu dengan
kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6) Adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok atas kelompok lainnya.

Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap adanya konflik. Hal tersebut dikarenakan
etnosentrisme suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lainnya.
Hal tersebut dirasa wajar mengingat terdapat banyaknya suku budaya yang ada di
Indonesia yang masing-masing dari suku tersebut merasa bahwa sukunya lebih dominan
dari suku lain. Seperti pernyataan dari pendekatan konflik, bahwa masyarakat majemuk
terintegrasi di atas paksaan dari suatu kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling
ketergantungan antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64). Kelangsungan
hidup suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai umum
tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang akan tetapi lebih daripada itu
nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun
1995, 65). Sehingga dari proses sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi
resiko konflik antar masyarakat dalam pandangan yang etnosentris.

Dari pandangan penulis dapat disimpulkan bahwa, stratifikasi yang terdapat di dalam
bangsa Indonesia seharusnya dapat dimengerti secara bijak. Kemunculan sistem
penggolongan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu tidak begitu saja muncul
di atas kemajemukan suatu bangsa. Ada sebuah hal yang dihargai dalam suatu kelompok
masyarakat yang menyebabkan stratifikasi sosial itu dibutuhkan. Dan pluralitas yang
terdapat dalam bangsa Indonesia seperti perbedaan agama, suku, budaya dan ras
seharusnya tidak dijadikan sebuah masalah mengingat semboyan yang selalu ditanamkan
oleh masyarakat Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Dan pasca merdekanya Indonesia,
menurut penulis perbedaan-perbedaan tersebut semakin membesar mengingat bahwa
suatu masyarakat di dalam suatu wilayah akan terus berkembang.

Anda mungkin juga menyukai