BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelapisan sosial dewasa ini membawa paradigma baru dalam dalam masyarakat
perkotaaan maupun pedesaan, yang membawa dampak pada kehidupan mereka dalam berbagai
segi kehidupan, Pitirim A. Sorokin memberkan definisi bahwa pelapisan sosial merupakan
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). P.J.
Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan
manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa
tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
jadi dari kesimpulan di atas banyak perbedaan antara lapisan masyarakat yang condong
ke yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang melatar belakangi pelapisan social dalam masyarakat?
2. bagaimana cara atau solusi terbaik untuk itu?
C. Tujuan
1. sebagai kajian dalam menangani pelapisan social yang terjadi dalam masyarakat
2. mahasiswa mampu mengerti tentang pelapisan social.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelapisan Sosial
Istilah Stratifikasi (Stratification) berasal dari kata straf atau stratum yang berarti lapisan
oleh karena itu, social stratification sering di terjemahkan dengan pelapisan sosial.[1] Pitirim A.
Sorokin memberkan definisi bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di
bawahnya atau bertingkat-tingkat dari segi jabatan maupun tingkat sosialnya dalam kehidupan
masyarakat. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah
tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai
dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut
gengsi
kemasyarakatan.
Dasar-dasar
Istilah
stand
pembentukan
juga
dipakai
oleh
pelapisan
Max
Weber.
sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial
adalah sebagai berikut :
1.
Ukuran kekayaan
anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan
paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian
pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan
yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, bendabenda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang
dapat mendatangkan kekayaan.
3. Ukuran kekuasaan dan wewenang.
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan
teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan
sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya
dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang
dapat mendatangkan kekayaan.
4. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang
yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya
mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang
tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
5. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan
tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu
pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang
disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar
profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika
gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga
banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar
kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
Kriteria diatas tidaklah bersifat mutlak karena masih ada criteria lainnya. Akan tetapi,
criteria itu paling banyak digunakan sebagai dasar pembentukan pelapisan social.
1. Tiga Sifat Stratifikasi Sosial Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial
dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem
pelapisan sosial campuran. yaitu :
1) Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas
vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja. Contoh:
1. Sistem kasta.
Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
2. Rasialis.
Kedudukan kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam ( negro)
3.
Feodal.
Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
2)
Stratifikasi
Sosial
Terbuka
(Opened
Social
Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat
bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
-
Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan
usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Mawardi, Nur Hidayati, IAD-ISD-IBD untuk uin,stain,dan ptais Pustaka Setia, 2000
http/Wikimedia.net
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan terhadap hal-hal tertentu , akan menempatkan hal
tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih
menghargai kekayaan material dari pada kehormatan, maka mereka yang lebih banyak
mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan fihak-fihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat
(stratifikasi sosial), yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam
berbeda-beda secara vertikal.1[1]
Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial berbeda-beda dan banyak sekali. Stratifikasi tersebut
tetap ada , sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis dan lain sebagainya.
Stratifikasi Sosial mulai ada ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam
suatu organisasi sosial, misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan masih
bersahaja. Untuk lebih jelasnya, pembahasan tentang Stratifikasi Sosial akan dijelaskan secara
terperinci pada bagian selanjutnya.2[2]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,dapat diambil sebuah masalah yang akan dikaji dalam
makalah ini diantaranya :
1. Apa pengertian Stratifikasi Sosial ?
2. Apa penyebab terjadinya Stratifikasi Sosial ?
3. Bagaimanakah sistem Stratifikasi Sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki)
b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam
suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan,
previllege dan prestise.
c.
Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori
dari
Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran; artinya
strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan srrorang dalam masyarakat.
2. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai Dokter, Dosen, buruh atau pekerja
teknis dan sebagainya; semuanya ini sangat mentukan status seseorang dalam masyarakat.
3. Kesalahan seseoran dalam beragama; jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan
dalam menjalankan agamanya , maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh
masyarakat.
4. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat ( ningrat )
merupakan ciri seseoarang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat.
5.
Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang. Pada umumnya seseorang yang lebih tua
umurnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga jenis
kelamin; laki-laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam keluarga dan
masyarakat.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi sesuai dengan
kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demkian.5[5] Pembedaan atas
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.
Untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan masyarakat, dapatlah pokok-pokok sebagai
berikut6[6] yaitu sebagai brikut :
1. Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertengahan dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempuyai arti yang khusus bagi masyarakat tertentu yang menjadi obyek
penyelidikan.
2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam rung lingkup unsur-unsur sebagai brikut :
a) Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan,
wewenang dan sebagainya:
b) Sistem pertentangan yang diciptakan warga-warga masyarakat (prestise dan penghargaan)
c) Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan :
d) Lambang-lambang status, seperti misalnya tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan,
keanggotaan pada suatu organisasi dan sebagainya;
e) Mudah atau sukarnya bertukar status;
f)
nilai;
iii.
iv.
C. Sistem Stratifikasi
Sistem stratifikasi sosial dalam masyrakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat
tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan anggota masyarakat dapat berpindah
dari status satu kestatus yang lainnya berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang
berkerja sebagai petani mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu
meningkatkan kesalehannya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat
mengubah statusnya menjadi seorang dokter atau menjadi presiden sekalipun, apabila ia rajin
belajar, berpolitik dan bercita-cita untuk itu. Sebaliknya seorang anak presiden belum tentu dapat
mencapai status presiden.
Dengan demikian berarti dalam sistem Sistem stratifikasi terbuka, setiap anggota
masyarakat berhak dan mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri
untuk naik status, atau mungkin juga justru stabil atau turun status sesuai dengan kualitas dan
kuantitas usahanya sendiri. Dalam Sistem stratifikasi ini biasanya terdapat motivasi yang kuat
pada setiap anggota masyarakat untuk berusaha memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya.
Sistem stratifikasi terbuka lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung mempunyai citacita yang tinggi.
Pada Sistem stratifikasi sosial tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah
kestatus satu kestatus lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini satu-satunya kemungkinan
untuk dapat masuk ada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena kelahiran
atau keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang mengabungkan
kasta seperti di india misalnya:8[8]
a)
Keanggotaan pada kasta diperoleh karna warisan/kelahiran. Anak yang lahir memperolah
kedudukan orang tuanya
b)
Keangotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karna seseorang takmungkin
mengubah kedudukannya, kecuali bika ia dikeluarkan dari kastanya.
c) Perkawinan bersifat endogam, artinya harus dipilih dari orang yang kekasta.
d) Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
e)
Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama kasta,
identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma kasta dan
lain sebagainya.
f)
Ukuran kekuasaan Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar, menempati lapisan atasan.
3.
4.
Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersbut Kadang-kadang yang menyebabkan
terjadinya akibat-akibat yang negative. Karna ternya bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang
dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaanya. Sudah tentu hal yang demikian memacu
segala macam usaha untuk mendapatkan gelar, walau tidak halal.
Ukuran diatas tidaklah bersipat limitatif, karna masih ada ukuran-uakuaran lain yang dapat
digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran diatas amat menentukan sebagai timbulnya sistem lapisan
pada masyarakat tertentu.
E. Kelas-kelas Sosial
Di dalam tentang teori lapisan senantiasa dijumpai istilah kelas (social clas ).10[10]
Seperti yang sering terjadi dengan berbagai istilah lain dalam sosiologi, maka istilah kelas, tidak
selalu mempunyai arti yang sama. Walaupun pada hakikatnya mewujudkan sistem kedudukankedudukan yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut
class-system.11[11] Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu
diketahui dan diakui oleh masyarakat umum.12[12] Dengan demikian, maka pengertian kelas
adalah paralel dengan pengetian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang,
tanah, kekuasaan atau dasar lainnya.
Adapula yang mengunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang berdasarkan atas unsur
ekonomis. Sedangkan lapisan yang berdasarkan atas kehormatan dinamakan kelompok
kedudukan (status group). Selanjutnya dikatakan bahwa harus diadakan pemdedaan yang tegas
antara kelas dan kelompok kedudukan.13[13]
Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar kedudukan
sosial akan tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas yang
bersifat ekonomis dibaginya lagi ke dalam sub kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi
dengan mengunakan kecakapannya. Disamping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya
golongan yang mendapat kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakan Stand.14[14]
Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas sekali. Karena orangorang dari kelas tersebut memperoleh hak dan kewjiban yang di lindungi oleh hukum positif
masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu seringkali mempunyai kesadaran
dan konsepsi yang jelas seluruh sususan lapisan dalam masyarakat. Misalnya di Inggris, ada
istilah-istilah tertentu seperti commoners bagi orang biasa serta nobility bagi bangsawan.
Sebagaian besar warga masyarakat Inggris, menyadari bahwa orang-orang nobility berada diatas
commoners (sesuai dengan adat istiadat)
Apabila pengertian kelas ditinjau serta lebih mendalam, maka akan dapat dijumpai
beberapa kriteria yang tradisional, yaitu:15[15]
b)
Achieved-Status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang denagan usaha-usaha yang
disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi tetapi bersifat
terbukabagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya. Setiap orang dapat menjadi hakim asalkan mempunyai persyratan
tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan apakah dia mampu menjalani persyaratanpersyaratan tersebut. Apabila tidak, tak mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan
diperolehnya.
sering
mempunyai hubungan yang erat dengan Achieved-Status. Artinya suatu kelompok atau golongan
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada orang yang lebih berjasa, yang telah
memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dankepentingan masyarakat. Akan tetapi
kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan , karena seseorang telah lama menduduki suatu
kepangkatan tertentu. Misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara reguler,
setelah menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu tertentu.
2. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankansuatu
peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu dan
pengetahuan. Keduanya takdapat dipisah-pisahkan, karna yang satu tergantung pada yang lain
dan sbaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana
halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti.21[21] Setiap orang mempunyai
macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa
peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa
yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karna ia mengatur
perillaku seseorang. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dan
perilaku orang-orang sekelompoknya.22[22] Hubungan-hubungan sosial yang ada masyarakat,
merupakan hubungan antara peranan- peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh
norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang lelaki
berjalan bersama seorang wanita.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
ke3maqsyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur
statis yang menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak
menunjuk pada fungsi, penyusuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki
suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal,
yaitu :23[23]
a)
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
sebagai organisasi.
c)
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaaku individu yang penting bagi struktur sosioal
masyarakat.
Perlu pula disingung perihal fasilitas bagi peranan indivudu (role-facilities). Masyarakat
biasanyamemberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagaian masyarakat yang banyak menyediakan
peluang-peluang untuk pelasaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu
golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan organisasi
suatu sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi, dan seterusnya. Akan
tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang, apabila terpaksa diadakan
rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan
sebagai berikut:24[24]
Selama dalam satu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti
mempunyai sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan
dalam masyarakat. Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan istilah socil
stratification yang merupakan pembedaan penduduk atau nasyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (secara hirarkis).
Sistem lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya (dalam proses
pertubuhan masyarakat itu) tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu
tujuan bersama. Sifat Sistem lapisan dalam masyarakat dapat tertutup dan dapat pula terbuka.
yang bersifat tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan
yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau kebawah. Sebaliknya di dalam system terbuka,
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri
naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke
lapisan di bawahnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Soekanto Soerjono, 1990;
Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persaja, Jakarta,
2. Abdulsyani, 1992;
Sosiologi Skematika, teori dan Terapan, PT. Bumi Aksara,
25[1] Soerjono Soekanto : Sosiologi Pengantar, edisi baru keempat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1990, halaman 253.
26[2] Soerjono Soekanto : Sosiologi Pengantar, edisi baru keempat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1990, halaman 253.
27[3] Abdulsyani : Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Bumi Aksara, Jakarta Anggota
IKAPI, 1994, halaman 83
28[4]Soerjono Soekanto : Sosiologi Pengantar, edisi baru keempat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1990, halaman 254
29[5] Robin Willams Jr.,American Society, edisdi baru ke-2, A Fred A Knop. New York, 1960,
hal 88,89
30[6] Ibid., hal 89
31[7] Abdulsyani : Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Bumi Aksara, Jakarta Anggota
IKAPI, 1994, halaman 85 dan seterusnya
32[8] Kingslay Davis, Human Society, cetakan ke-13, The Macmillan Company, New York,
1960 hal 378-379
33[9] Koentjaraningrat: Beberapa Pokok Antropologi Sosial, cetakan pertama. Penerbit Dian
Rakyat, 1967, hal 174 dan seterusnya.
34[10] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi: Setankai Bunga Sosiologi, edisi pertama,
Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1964, hal 255 dan
seterusnya.
35[11] Misalnhya Ronald Freedman, Amos . Hawiey, Werner S. Landecker, Horace M. Miner
dalam Principles of Sosiology, a text with readings, Henry Holt and Company, New York, 1952,
hal 229
36[12] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi: ope. Cit., hal 255.
37[13] Pendapat ini berasal dari Kurt B. Mayer dalam karangannya Dimensions of Social
Stratification in Modern Society. Yang dikutip dalam Setangkai Bunga Sosiologi, hal 281 dan
seterusnya.
38[14] Max Weber, Sosial Stratification and Class Structure, Yang dikutip dalam Setangkai
Bunga Sosiologi, hal 303 dan seterusnya.
39[15] William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff, Sosiologi, edisi ke-4, A.P. Feffer dan Simons
International University Edition, 19.
40[16] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, op. cit., hal 256.
41[17] Ralph Linton, The Study of Man, an introduction, Appleton Century. Crofts. New York,
1956, hal 105.
42[18] Roucek dan Werren, Sosiology, an introduction, Littlefield, Adams & Co. Paterson New
Jersey, 1962, hal 60 dan setrusnya.
43[19] Ralph Linton, op. cit., hal 113
44[20] JBAF Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Pengantar Ringkas, catatan kelima, Penerbit dan
Balai Buku ikhtiar, Jakarta 1966, hal 198.
45[21] Ralph Linton, op. cit., hal 114
46[22] Ely Chinoy, Society, An Introduction to Sociology, cetakan pertama, Random House, New
York, 1961, hal 31.
47[23] Levinson, Role Personality and Social Strukture, dalam Lewis A. Coser dan Bernard
Rosenberg, Sosiological Theory, a book of readings, edisi ke-2, The Macmillan Company, New
York, 1964, hal 204 dst.
48[24] Soerjono Soekanto : Sosiologi Pengantar, edisi baru keempat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1990, halaman 284-285