Anda di halaman 1dari 29

Struktur Sosial

Struktur sosial merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan status dan peran yang
didalamnya terdapat relasi-relasi sosial yang menentukan tindakan maupun perilaku masyarakat.
Struktur sosial berfungsi sebagai kontrol sosial atas perilaku masyarakat agar setiap perilaku masyarakat
tidak melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Struktur sosial juga berfungsi sebagai
media untuk menanamkan disiplin sosial pada masyarakat. Dalam hal ini, disiplin sosial yang dimaksud
adalah pengetahuan, kesadaran tentang perilaku, dan kepercayaan masyarakat. Terdapat beberapa
unsur-unsur dalam struktur sosial diantaranya yaitu; penegtahuan dan keyakinan masyarakat sebagai
alat analisis; solidaritas masyarakat; terdapat sebuah tujuan dan cita-cita yang sama; nilai dna norma
sosial sebagai pedoman dalam berperilaku; adanya status dan peran; adanya kekuasaan; terdapat
tingkatan sistem sosial berdasarkan status dan peran masyarakat; terdapat sebuah sanksi; terdapat
pranata atau lembaga sosial; dan terdapat sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan.

Struktur sosial dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu stratifikasi sosial yang
mengelompokan masyarakat secara vertical, dan diferensiasi sosial yang mengelompokan
masyarakat secara horizontal.
 Sratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pengelompokan atau pelapisan masyarakat kedalam kelas-
kelas tertentu secara vertikal, yakni kelas atas (high class), kelas menengah (middle class), dan
kelas bawah (lower class) sehingga masyarakat akan mengalami kesenjangan sosial dan
kesenjangan ekonomi. Karakteristik stratifikasi sosial yaitu terdapat perbedaan kekuasaan,
perbedaan gaya hidup, dan perbedaan dalam memanfaatkan sumber daya. Adapun bentuk-bentuk
dari stratifikasi sosial yaitu stratifikasi ekonomi, stratifikasi pendidikan atau pekerjaan, dan stratifikasi
politik. Sratifikasi ekonomi mengakibatkan masyarakat dikelompokkan kedalam kelas atas dan kelas
bawah, dimana masyarakat yang memiliki kekayaan dan pendapatan yang besar maka akan berada pada
lapisan atas, biasanya yang berada pada lapisan atas adalah pengusaha-pengusaha besar dan para
pejabat, sebaliknya semakin kecil jumlah pendapatan atau kekayaan seseoranag maka semakin rendah
pula kedudukannya di masyarakat atau berada pada lapisan bawah, biasanya masyarakat yang berada
pada lapisan bawah adalah para pengemis, pemulung, dan buruh kasar. Stratifikasi pendidikan dapat
dilihat ketika pendidikan seseorang semakin tinggi maka ia akan semakin dihargai dan cenderung
berada pada lapisan atas, sementara semakin rendah pendidikan seseorang maka ia akan sering
ditindas atau di abaikan karena tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik biasanya
masyarakat yang demikian berada pada lapisan bawah. Selanjutnya stratifikasi kekuasaan,
dimana masyarakat yang memiliki kekuasaan terbesar akan menempati lapisan atas sementara
masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan akan menempati lapisan bawah.
Adapun yang menjadi acuan dalam pembentukan stratifikasi sosial yakni berdasarkan
ukuran pendapatan atau kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan pendidikan yang dimiliki. Dengan
demikian dapat bahwa pelapisan sosial atau stratifikasi sosial mempengaruhi kehidupan masyarakat,
karena stratifikasi sosial akan menghasilkan perbedaan gaya hidup dan perlakuan yang berbeda dari
masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki lapisan tertentu. Misalnya saja orang-orang yang
berada pada lapisan atas akan dihargai, dihormati, dan disegani sementara orang-orang yang berada
pada lapisan bawah akan ditindas, dan diacuhkan.
Sistem kasta di India telah ada sejak berabad-abad yang lalu, yang disebut Yati, sedangkan sistemnya
disebut Varna. Kasta pada masyarakat tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut. a. Brahmana,
yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat. b . Ksatria,
yaitu kasta para bangsawan dan tentara. c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap
sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat. d. Sudra, yaitu kasta yang dimiliki oleh orang
kebanyakan atau rakyat jelata. e. Di dalam sistem kasta ini terdapat kelompok masyarakat yang tidak
memiliki kasta, yaitu mereka yang termasuk para penjahat atau budak. Adapun mereka yang tidak
berkasta disebut kaum Paria.

Lapisan sosial bersifat tertutup ini lebih bersifat statis, terutama mereka yang berada pada lapisan
bawah jarang memiliki cita-cita tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang
keberhasilan yang ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap
individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula hubungan yang dilakukan
dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan Jendela Info Dalam sosiologi, kita mengenal
pembedaan antara stratifikasi atau pelapisan sosial tertutup dan terbuka. Keterbukaan suatu sistem
stratifikasi diukur dari mudah atau tidaknya dan sering atau tidaknya seseorang yang memperoleh status
dalam strata yang lebih tinggi. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI 22
lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem lapisan sosial tertutup ini
sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Akibatnya, kemampuan pribadi tidak
diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang di masyarakat. Sistem pelapisan
sosial tertutup dalam masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Kedudukan ditentukan atas dasar
keturunan. b. Kedudukan yang diperoleh atas dasar keturunan tidak dapat diubah dan berlaku seumur
hidup, kecuali karena suatu pelanggaran sehingga seorang pewaris kedudukan dikeluarkan dari
kelompoknya. c. Hubungan antarsesama ditentukan atas dasar kesamaan kedudukan dengan mengikuti
pola perilaku dan tata krama adat yang berlaku. d. Harga diri yang dimiliki individu merupakan
pandangan hidupnya. Sistem sosial lapisan tertutup ini dalam batas-batas tertentu dijumpai pula pada
masyarakat Bali, tetapi tidak ketat seperti halnya di India. Di Bali pun masyarakat terbagi menjadi empat
lapisan yang terdiri atas brahmana, ksatria, veicya (waisya), dan sudra. Ketiga lapisan pertama disebut
Triwangsa, dan lapisan terakhir yang terdiri atas orang kebanyakan disebut Jaba. Lapisan sosial tersebut
dapat diketahui dari nama-nama depan yang dipakai orang Bali, seperti: a. nama bagi lapisan Brahmana,
yaitu Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk wanita; b. laki-laki lapisan Ksatria memiliki nama
Cokorda; c. lapisan Veicya dengan nama Gusti; d. nama depan yang dipakai oleh lapisan Sudra yaitu Putu
atau Gede, Made, Nyoman, Wayan. Kedudukan atau lapisan sosial berdasarkan kasta saat ini sudah
tidak berlaku lagi karena adanya kemajuan di bidang pendidikan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
perubahanperubahan status seseorang sehingga kedudukan mereka akan tampak pada latar belakang
pendidikan dan pekerjaan yang dimiliki dan lapisan sosial tidak dapat diukur dari keturunan seseorang.
Demikian juga halnya dengan perkawinan yang dilakukan, dapat terjadi antara seseorang yang berasal
dari keturunan Brahmana atau bangsawan dapat menikah dengan orang yang berasal dari keturunan
rakyat biasa. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan
berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik ke lapisan yang lebih atas. Namun, bagi mereka yang
kurang beruntung dapat turun ke lapisan yang lebih bawah daripada lapisan semula. Pada sistem sosial
lapisan terbuka ini, akan memberi peluang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk
dijadikan landasan membangun dirinya dan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik,
dibandingkan dengan sistem tertutup. Pada sistem lapisan terbuka ini kemungkinan terjadinya mobilitas
sosial lebih besar. 5. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi
tentang sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan
peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti penting bagi sistem
sosial. Untuk mendapatkan gambaran yang mendalam, berikut penjelasannya. a. Kedudukan atau Status
Kadang-kadang dibedakan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan sosial (social status).
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan
kedudukan sosial tempat seseorang dalam lingkungan pergaulannya, prestisenya, serta hak-hak dan
kewajiban-kewa jibannya. Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama dan digambarkan dengan
kedudukan (status) saja. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu tempat
tertentu. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu sebagai berikut. 1)
Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-
perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya
kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Pada umumnya ascribed-status dijumpai
pada masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal, atau masyarakat tempat
sistem lapisan bergantung pada perbedaan rasial. 2) Achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh
seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Misalnya, setiap orang dapat menjadi seorang dokter
asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut bergantung pada yang bersangkutan bisa
atau tidak menjalaninya. Apabila yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, ia
tidak akan mendapat kedudukan yang diinginkannya3) Assigned status, merupakan kedudukan yang
diberikan kepada seseorang. Kedudukan ini mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status.
Artinya, suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang
yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Zoom Ascribed status Achieved status Assigned status Kedudukan dan peranan merupakan
unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti penting bagi sistem sosial. Untuk
mendapatkan gambaran yang mendalam, berikut penjelasannya. a. Kedudukan atau Status Kadang-
kadang dibedakan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan sosial (social status).
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan
kedudukan sosial tempat seseorang dalam lingkungan pergaulannya, prestisenya, serta hak-hak dan
kewajiban-kewa jibannya. Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama dan digambarkan dengan
kedudukan (status) saja. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu tempat
tertentu. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu sebagai berikut. 1)
Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-
perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya
kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Pada umumnya ascribed-status dijumpai
pada masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal, atau masyarakat tempat
sistem lapisan bergantung pada perbedaan rasial. 2) Achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh
seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Misalnya, setiap orang dapat menjadi seorang dokter
asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut bergantung pada yang bersangkutan bisa
atau tidak menjalaninya. Apabila yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, ia
tidak akan mendapat kedudukan yang diinginkannya. Gambar 1.18 Dokter Untuk menjadi seorang
dokter perlu usahausaha, misalnya harus lulus di fakultas kedokteran. Sumber: wwww.alubi.or.id
Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI 24 b. Peranan (Role) Peranan (role)
adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, ia telah menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dan
peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak
ada kedudukan tanpa peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang.
Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang
sekelompoknya. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara
perananperanan individu dalam masyarakat. Peranan juga diatur oleh norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam
pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,
penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat
serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut. 1) Peranan meliputi
norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan
dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan. 2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi. 3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat. 6. Konsekuensi Adanya Stratifikasi dan Diferensiasi Sosial Dalam
tindakan dan interaksi sosial, stratifikasi sosial memiliki dua unsur pokok, yaitu status dan peranan.
Status dan peran memiliki hubungan yang erat dan sulit sekali untuk dipisahkan karena merupakan
unsur penentu bagi penempatan seseorang dalam strata tertentu di masyarakat. Status atau kedudukan
dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan pada seseorang. Adapun peranan merupakan
sikap dan tindakan seseorang yang mengandung status dalam kehidupan masyarakat. Di dalam
masyarakat, dengan adanya perbedaan status dan peran sosial akan timbul perbedaan perilaku yang
terlihat dalam gaya hidup, terutama dalam hal-hal berikut. a) Cara Berpakaian 1) Kelas atas
berkecenderungan berpakaian yang mengacu pada karya perancang mode terkenal. 2) Kelas menengah
cenderung berpakaian yang mengacu pada karya perancang mode dalam negeri. 3) Kelas bawah
berorientasi pada pakaian jadi atau grosiran. b) Cara Berkendaraan 1) Kelas atas berkendaraan mobil
pribadi yang mewah dengan sopir pribadi. 2) Kelas menengah berkendaraan mobil yang sederhana
dengan menyetir sendiri. 3) Kelas bawah berkendaraan dengan menggunakan kendaraan umum. c) Cara
Bermukim 1) Kelas atas tinggal di perumahan dan apartemen mewah. 2) Kelas menengah tinggal di
kompleks perumahan KPR yang layak huni. 3) Kelas bawah tinggal di kompleks perumahan tipe 21 atau
rumah sederhana yang berada di bawahnya. d) Cara Berbelanja 1) Kelas atas berbelanja di pusat-pusat
belanja modern dan eksklusif. 2) Kelas menengah berbelanja di pasar swalayan biasa. 3) Kelas bawah
berbelanja di pasar tradisional. e) Cara Berekreasi 1) Kelas atas berekreasi ke luar negeri. 2) Kelas
menengah berekreasi ke daerah tujuan wisata dalam negeri. 3) Kelas bawah berekreasi ke lokasi hiburan
lokal di daerah sendiri

a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi Potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh
seseorang memang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang potensial tetapi tidak pernah
memperoleh kesempatan untuk maju. Ada sebagian orang yang memiliki kesempatan yang
sangat luas untuk maju sehingga memperoleh kesuksesan dalam bidang ekonomi. Dalam
kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pencapaian, penguasaan, dan kepemilikan
seseorang dalam bidang ekonomi sangat bervariasi. Variasi inilah yang telah memunculkan
kelas-kelas ekonomi (economic classes) tertentu dalam kehidupan masyarakat. Tolak ukur kelas
ekonomi (economis classes) adalah seberapa banyak seseorang memiliki pendapatan dan/atau
kekayaan. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) lapisan masyarakat dipandang dari sudut
ekonomi, yaitu: kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower
class). Masyarakat kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi dengan
kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan kelompok orang yang
berkecukupan, yakni mereka yang berkecukupan dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan
papan. Sedangkan masyarakat kelas bawah (lower class) merupakan sekelompok orang miskin
yang sering mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Status sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka, dalam arti, siapapun orangnya
dapat menempati kelas sosial tertentu, baik kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah,
tergantung dari kemampuan orang tersebut dalam bekerja dan memperoleh kekayaan. Orang
kaya sewaktu-waktu dapat mengalami kebangkrutan dan jatuh miskin. Sebaliknya, tidak
mustahil orang miskin dapat mengubah nasibnya menjadi orang kaya asal bersedia bekerja
keras dan hidup hemat
b. b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial
merupakan pengelompokan anggota masyarakat berdasarkan status sosial yang dimiliki di
dalam kehidupan masyarakat. Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam suatu pola soaial
(hubungan sosial) tertentu. Seperti yang diketahui, bahwa biasanya seseorang tidak hanya
memiliki satu pola sosial (hubungan sosial), melainkan beberapa pola sosial (hubungan sosial).
Oleh karena itu, biasanya seseorang memiliki lebih dari satu kedudukan (status sosial). Bisa saja
Si A berkedudukan sebagai pimpinan parpol yang sekaligus berkedudukan sebagai pejabat
negara, pembina olah raga, dan sebagainya. Sehubungan dengan status sosial, Robert M.Z.
Lawang mengemukakan dua pengertian, yakni ditinjau dari sudut objektif dan subjektif. Secara
objektif, status sosial merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara hierarkis
terdapat dalam suatu struktur formal sebuah organisasi. Sebagai misal, seorang pimpinan partai
politik akan memiliki hak dan sekaligus kewajiban tertentu yang melekat pada status tersebut.
Sedangkan secara subjektif, status sosial merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri
seseorang yang terkait dengan siapa seseorang tersebut berhubungan. Dalam kaitan ini, secara
subjektif seseorang bisa saja memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi atau
lebih rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk memberikan penilaian, apakah
seseorang memiliki status (kedudukan) sosial lebih tinggi atau lebih rendah dalam kehidupan
sosial, Talcott Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut: 1) Kelahiran, yakni status
yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawanan, ras, dan lain-lain.
2) Kepemilikan, yakni status yang diperoleh berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang. 3) Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan kualitas-kualitas
kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan,
dan lain sebagainya.
1) Otoritas, yakni status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan. 5) Prestasi, yakni status yang
diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan,
dan lain sebagainya
Berdasarkan kriteria sosial, masyarakat dapat digolongkan ke dalam berbagai lapisan yang dikenal
dengan kelas sosial. Contoh nyata dari kelas sosial ini dapat diperhatikan pada sistem kasta yang
terdapat pada masyarakat Hindu Bali. Dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali dikenal sistem kasta yang
terdiri dari empat bagian, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana merupakan
lapisan sosial yang terdiri dari kaum pendeta dan ahli agama Hindu. Kasta Ksatria merupakan lapisan
sosial yang terdiri dari kaum bangsawan. Kasta Waisya merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum
petani dan kaum pedagang. Sedangkan Kasta Sudra merupakan lapisan sosial yang terdiri dari para
pekerja kasar seperti tukang batu, tukang kayu, dan lain sebagainya. Kasta merupakan stratifikasi sosial
yang bersifat tertutup. Artinya, jika seseorang dilahirkan sebagai seorang Sudra, maka selamanya orang
tersebut akan menjadi seorang Sudra. Bahkan, seorang Sudra akan melahirkan kelompok Sudra pula.
Demikian juga seorang Brahmana, Ksatria, maupun Waisya, kasta tersebut juga dilahirkan dan sekaligus
akan melahirkan kasta yang sama, yaitu Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Meskipun sistem kasta dalam
kehidupan masyarakat Bali tidak terlalu ketat memisah-misahkan antara kasta yang satu dengan kasta
yang lainnya, akan tetapi sistem kasta tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem adab dan tata cara
pergaulan sehari-hari. Misalnya, seorang Brahmana pantang melakukan perkawinan dengan seorang
Sudra atau kasta yang lebih rendah lainnya Status sosial yang terjadi dalam sistem kasta bersifat
keturunan. Artinya, kasta merupakan status sosial yang dapat diwariskan. Dengan demikian, kasta
merupakan status bawaan (ascribed status) yang sangat berbeda dengan status yang diusahakan
(achieved status). Pada masyarakat modern, status sosial lebih cenderung diusahakan (achieved status),
bukan diperoleh secara keturunan (ascribed status). Status sosial yang diusahakan tersebut, menurut
William J. Goode, secara bertingkat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: (1) profesional (professional), (2)
pengusaha (business), (3) karyawan kantor (white collar), (4) pekerja trampil (skilled), (5) pekerja semi
trampil (semiskilled), (6) jasa domestik dan perorangan (domestic and personal service), (7) pertanian
(farm), dan (8) tenaga kasan nonpertanian (nonfarm labor). Setiap orang bisa saja mencapai salah satu
atau lebih dari status sosial tersebut asalkan berusaha secara sungguh-sungguh

c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik Status sosial yang berdasarkan kriteria politik merupakan
penggolongan anggota masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar
kekuasaan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Lalu, apa yang dimaksud dengan kekuasaan? Pada dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar menuruti segala kehendak dan
kemauannya. Dengan demikian terdapat dua kutub dalam kekuasaan, yaitu yang menguasai dengan
yang dikuasai. Antara yang menguasai dengan yang dikuasai terdapat batas-batas yang tegas yang
menimbulkan stratifikasi kekuasaan atau piramida kekuasaan. Bentu-bentuk kekuasaan terdiri dari
bermacam-macam, akan tetapi terdapat satu pola umum yakni sistem sistem kekuasaan selalu
menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dan pola perilaku yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam
hubungan ini Mac Iver mengemukakan tiga pola umum sistem stratifikasi kekuasaan, yaitu tipe kasta,
tipe oligarkhis, dan tipe demokratis. Pola stratifikasi kekuasaan tipe kasta memiliki garis pemisah yang
sangat tegas dan sulit ditembus. Pola stratifikasi kekuasaan tipe kasta ini dapat diperhatikan pada sistem
kekuasaan yang terdapat pada kerajaan-kerajaan. Pola stratifikasi kekuasaan tipe oligarkhis juga
menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara tiap-tiap lapisan, akan tetapi diferensiasi
antara tiap-tiap stratifikasi tersebut tidak terlalu kaku. Artinya, lapisan bawah dari sistem kekuasaan ini
masih bisa berusaha untuk mencapai lapisan di atasnya. Pola stratifikasi kekuasaan tipe demokratis
ditandai dengan garis pemisah antara tiap-tiap lapisan kekuasaan yang bisa berubah-ubah. Setiap orang
berkesempatan untuk memperoleh kekuasaan tertentu sesuai dengan usaha, kemampuan, dan mungkin
juga keberuntungan.

Struktur sosial meliputi stratifikasi, diferensiasi yang akan menimbulkan adanya kelompok-kelompok
dan kelas-kelas sosial di dalam masyarakat. Sedangkan mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang
dari status sosial tertentu ke status yang lain. Perubahan status sosial seseorang ini sering dijadikan
tolok ukur keberhasilan dalam meningkatkan kesejahtaraan masyarakat dalam pembangunan,
khususnya pembangunan ekonomi. Berhasil tidaknya program pembangunan diukur dari banyak
sedikitnya perubahan statur ekonomi seseorang dalam masyarakat tersebut.

Status dan peran


1. status
Status dan status sosial (social status) adalah dua istilah yang sering dibedakan (Soekanto, 2002:239).
Status adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang-oranglain dalam kelompok tersebut. Sedangkan status sosial adalah posisi seseorang secara
umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,
prestisenya, hak-hak dan kewajibankewajibannya. Status sosial tidaklah semata-mata merupakan
kumpulan posisi seseorang dalam kelompok yang berbeda, tetapi status sosial tersebut mempengaruhi
posisi orang tadi dalam kelompok sosial yang berbeda. Oleh karena status diartikan sebagai posisi
seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial, maka seseorang dapat mempunyai beberapa posisi
sekaligus. Misalnya, Pak Johan sebagai warga masyarakat merupakan kombinasi dari berbagai posisi,
yaitu sebagai kepala sekolah, ketua rukun warga, suami dari nyonya Rina, ayah dari anak-anaknya, dan
sebagainya. Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin (Suyanto dan Narwoko, 2004:
156) secara rinci dapat dilihat dari: 1) jabatan atau pekerjaan 2) pendidikan; 3) kekayaan; 4) kekuasaan;
5) keturunan, dan 6) agama. Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni yang bersifat
objektif dan subjektif. Status objektif merupakan status yang dimiliki seseorang secara hierarkhis dalam
struktur formal suatu organisasi. Jabatan sebagai direktur merupakan posisi status yang bersifat objektif
dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sedangkan, yang dimaksud status yang bersifat
subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain, dimana sumber status yang
berhubungan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang. Contoh status
seseorang karena faktor-faktor: keturunan, kualitas pribadi (prestasi), kepemilikan, dan kekuasaan.
Dalam masyarakat seringkali status dibedakan menjadi tiga macam (Soekanto, 2002: 240), yaitu: 1)
Ascribed-status. Status ini diartikan sebagai status seseorang dalam masyarakat yang diperoleh karena
kelahiran. Misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari
kasta Brahmana juga akan memperoleh kedudukan dalam kasta Brahmana. Kebanyakan ascribed-status
dijumpai pada masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial yang tertutup, seperti sistem stratifikasi
berdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa dalam masyarakat dengan sistem
stratifikasi sosial terbuka tidak ditemui adanya ascribed-status. Misalnya, pada sebagian masyarakat,
kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan isteri dan anakanaknya,
karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga. 2) Achieved-status, yaitu status
yang dicapai oleh seseorang dengan usahausaha yang sengaja dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka
bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa menjadi dokter, hakim, guru, dan sebagainya, asalkan
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. 3) Assigned-status sangat erat hubungannya dengan
achieved-status, artinya suatu kelompok atau golongan memberikan status yang lebih tinggi kepada
seseorang karena telah berjasa pada masyarakat. Status seseorang dalam masyarakat sebenarnya dapat
dilihat melalui kehidupan sehari-harinya yang merupakan ciri-ciri tertentu. Dalam sosiologi hal ini
disebut sebagai simbol status (status symbol). Hal ini dapat terjadi karena ciri-ciri tersebut telah menjadi
bagian dari hidup mereka, dan seringkali telah melembaga (institutionalized) atau bahkan
terinternalisasi (internalized). Simbol status tersebut nampak dalam cara berpakaian, pergaulan,
memilih tempat tinggal dan sebagainya. Contoh, gaya hidup orang kelas atas tentunya akan berbeda
dengan kehidupan keseharian orang kelas bawah.

Mobilitas sosial sangat terkait erat dengan status dan peranan sosial. Peranan sosial diartikan sebagai
kedudukan seseorang di dalam masyarakat dan kelompoknya, dalam kelompok tersebut seseorang
mempunyai hak dan kewajiban. Contoh, mahasiswa berstatus sebagai siswa yang mempunyai hak
mendapatkan bimbingan untuk memperoleh ilmu dari dosen, namun mahasiswa juga mempunyai
kewajiban untuk belajar lebih giat baik secara mandiri maupun berkelompok untuk memperkaya ilmu
pengetahuannya. Seseorang dalam kelompok sosial atau masyarakat dalam waktu yang sama bisa
memiliki beberapa status sosial sekaligus. Misalnya sebagai tokoh masyarakat, ketua rukun tangga,
ketua organisasi kemasyarakatan, pegawai negeri dan sebagainya. Seseorang dapat memperoleh status
sosial dengan berbagai macam cara, yaitu :

a. Ascribed Status Yaitu status sosial seseorang yang diperoleh atas dasar keturunan/kelahiran.
Status sosial atas dasar keturunan, diperoleh seseorang secara otomatis sejak dilahirkan sudah
menempati pada status tertentu. Status sosial ini terjadi pada kelompok masyarakat yang
mobilitas sosialnya rendah, dan memiliki struktur sosial yang tertutup. Misalnya pemerintahan
yang menganut sistem kerajaan, gelar kebangsawanan seseorang yang terlahir dari orang tua
yang memiliki gelar bangsawan tertentu secara otomatis anak keturunannya juga akan
memperoleh status sesuai dengan kedudukan orang tuanya. Masyarakat yang beragama Hindu
(India, Bali), seseorang yang terlahir dari orang tua yangberkasta rendah (sudra) secara otomatis
juga akan masuk kestatus kasta sudra, demikian pula kasta kasta yang lainnya
b. b. Achieved Status Adalah status seseotang yang diperoleh atas dasar usaha. Status sosial ini
dapat dicapai oleh siapa saja dengan cara tertentu dan berusaha secara mandiri, maksimal
sesuai dengan kemampuannya. Apabila seseorang telah mampu memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam status tertentu, maka seseorang tersebut dapat memperoleh status tersebut.
Contohnya, untuk memperoleh status pendidikan sarjana maka seseorang (mahasiswa)
diwajibkan mengikuti prosedur dan persyaratan tertentu sehingga dapat memunuhi kriteria
yang ditentukan sebagai seorang sarjana. Status yang dapat diusahakan umumnya dalam bidang
pendidikan, jabatan, politik dan pekerjaan. Sistem politik di Indonesia memungkinkan seseorang
menaikan status sosialnya melalui partai politik, yaitu dengan cara mencalonkan diri sebagai
anggota dewan perwakilan rakyat pusat ataupun daerah, sebagai wali kota, bupati, gubernur,
wakil presiden atau bahkan presidenpun sangat memungkinkan.
c. c. Assigned Status Adalah status sosial atas dasar pemberian. Status ini berkaitan dengan status
yang diperoleh melalui usaha. Keberhasilan seseorang dalam melakukan usaha, akan
memperoleh (diberi ) status tertentu, termasuk orang yang berjasa terhadap negara sering
diberi status ini. Misalnya pemenang olimpiade dalamcabang olahraga bulutangkis “Owi dan
Butet” mendapat gelar pahlawan olah raga. Seorang siswa yang memenangkan olimpiade
matetatika akan mendapat sebutan pelajar berprestasi.
2. Peran
Peran (role) Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari status. Artinya seseorang telah
menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan statusnya, maka orang tersebut telah
melaksanakan sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain saling
tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran. Sebagaimana
kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola
pergaulan hidupnya. Hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuat
seseorang bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yangdiberikan masyarakat kepadanya.
Peran sangat penting karena dapat mengatur tingkah laku seseorang, disamping itu peran menyebabkan
seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat
menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peran yang melekat
pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan.
Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak
menunjukkan pada fungsi artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan
menjalankan suatu peran. Levinson menyebutkan bahwa suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal,
yaitu (Soekanto, 2002: 244): 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. 2. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat, dan 3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang pasti memiliki kedudukan
yang lebih dari satu, akan tetapi dengan adanya berbagai kedudukan yang dimiliki seseorang tidak
jarang terjadi berbagai pertentangan ataupun konflik antara kedudukan yang satu dengan yang lainnya,
dalam sosiologi inilah yang dinamakan dengan konflik status (status-conflict). Konflik status adalah
konflik batin yang dialami seseorang sebagai akibat aadnya beberapa status yang dimilikinya yang saling
bertentangan. Contoh, Pak Amir adalah seorang anggota polantas. Pada saat razia di jalan, ternyata
Andi, anaknya, ikut terjaring razia. Pak Amir bingung harus memilih status mana yang harus ia lakukan,
apakah seorang polantas ataukah seorang ayah. Jika seseorang dalam waktu bersamaan mempunyai
status yang harus dipilih sehingga mengakibatkan konflik status, maka dalam peranan pundemikian.
Konflik peranan adalah suatu peranan yang harus dilakukan seseorang dalam waktu bersamaan, dalam
hal ini peranan-peranan yang terdapat dalam satu status. Contoh, Pak Lurah sedang menghadiri rapat
penting dengan perangkat desa, pada waktu bersamaan di ujung desa ada konflik antar warga. Saat itu
terjadi konflik peranan yang dialami pak lurah, apakah ia melanjutkan rapat penting tersebut ataukah
melerai warga yang bertikai. Di sisi lain terkadang juga terjadi pemisahan antara individu dengan
perannya, hal ini dinamakan dengan (role distance). Role distance terjadi apabila seseorang merasa
tertekan dengan peran yang dimilikinya, karena peran yang dimilikinya tidak dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Contoh, seorang anggota DPR mengundurkan diri karena merasa tidak dapat memenuhi
harapan masyarakat yang telah memilihnya. Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku,
karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut (Suyanto dan Narwoko, 2004:160): 1. Memberi arah
pada proses sosialisasi 2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan 3.
Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat 4. Menghidupkan sistem kontrol sosial, sehingga
dapat melestarikan kehidupan masyarakat. Peranan sosial dalam masyarakat dapat diklasifikasikan
menurut beberapa sudut pandang sebagai berikut (Hendropuspito, 1989:185): Berdasarkan
pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu (1) peranan yang diharapkan
(expected roles): cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat
menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat
ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan hakim,
peranan protokoler diplomatik, dan sebagainya; dan (2) peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu
cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisitertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan
situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat. Berdasarkan
cara memperolehnya, peranan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: (1) peranan bawaan (ascribed roles),
yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek,
anak, dan sebagainya; dan (2) peranan pilihan (achieved role), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar
keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih menjadi Guru Sosiologi.

peran sosial adalah kegiatan seseorang dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan statusnya di dalam masyarakat. Ciri keduanya status sosial bersifat aktif sedangkan peran sosial
bersifat dinamis, peran sosial merupakan aspek dinamis dari status sosial. Semakin tinggi status
seseorang maka akan semakin tinggi peran sosial yang dijalankan di dalam masyarakat. Selaku individu
mahasiswa mempunyai status sebagai siswa, maka hak mengikuti aturan dan cara belajar yang diberikan
oleh dosen, kewajibannya adalah belajar, membaca literature, mengerjakan tugas, berdiskusi, mengikuti
perkuliahan dan mengikuti ujian, dan berhak mendapatkan penilaiaan dari dosen. Kegiatan selaku
mahasiswa tersebut (memenuhi hak dan kewajibannya) disebut dengan menjalankan peran sosialnya.
Besar kecilnya peran sosial yang dijalankan akan mempengaruhi hasil dalam meningkatkan status
sosialnya.

Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial


Stratifikasi

b.Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial merupakan perbedaan-perbedaan individu atau kelompok dalam struktur sosial
yang bersifat horizontal. Beberapa jenis diferensiasi sosial dalam masyarakat sebagai berikut. 1)
Diferensiasi Agama. Diferensiasi agama terjadi dalam realitas masyarakat yang terdiri atas individu
yang menganut agama berbeda. Setiap agama memberikan pedoman kepada pemeluknya
mengenai tata cara yang baik. Oleh karena itu, agama bersifat sejajar atau setara satu dengan lain.
2) Diferensiasi Ras. Ras adalah sekelompok manusia yang berbeda dengan kelompok-kelompok lain
berdasarkan ciri-ciri fisik bawaan. Ciri fisik sebagai dasar pembagian ras meliputi ciri kualitas dan
kuantitas. Ciri kualitas berkaitan dengan warna kulit, bentuk rambut, bentuk bibir, dan bentuk
lipatan mata. Sementara itu, ciri kuantitas meliputi tinggi badan, berat badan, dan indeks kepala. 3)
Diferensiasi Gender. Diferensiasi gender merupakan pembedaan sosial berdasarkan perbedaaan
peran laki-laki dan perempuan secara budaya. Dilihat dari sisi gender, laki-laki dan perempuan
memilikikesamaan kedudukan dan hak. Sebagai contoh kesamaan kedudukan laki-laki dan
perempuan dalam pekerjaan. 4) Diferensiasi Pekerjaan/Profesi. Keberagaman profesi tergolong
sebagai diferensiasi. Profesi atau pekerjaan berkaitan dengan suatu keterampilan atau keahlian
khusus seseorang. Oleh karena itu, tidak ada pekerjaan yang lebih baik atau tinggi kedudukannya.
Setiap pekerjaan membutuhkan keahlian dan ilmu khusus sehingga tidak setiap orang dapat
menjalankannya. Perbedaan mengenai profesi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu letak
geografis, perbedaan iklim, perbedaan ideologi, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi.

c. Pengaruh Struktur Sosial dalam Masyarakat Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat
terhadap perbedaan-perbedaan sosial. 1) Pengaruh Stratifikasi Sosial Pengaruh stratifikasi sosial
dalam masyarakat sebagai berikut. a) Pendidikan. Masyarakat lapisan atas memiliki kemampuan
mengakses dan meningkatkan strata pendidikan. Sebaliknya, masyarakat kelas menengah ke bawah
memilih pendidikan sesuai kemampuan. b) Tempat tinggal. Masyarakat kelas atas biasanya
mempunyai tempat tinggal mewah menyesuaikan status sosialnya. Sebaliknya, masyarakat kelas
menengah ke bawah lebih memilih membangun rumah sederhana. c) Pemenuhan kesehatan.
Masyarakat kelas atas mampu mengakses pe- layanan kesehatan terbaik. Adapun masyarakat kelas
menengah ke bawah memiliki kemampuan ekonomi untuk mengakses pelayanan kesehatan lebih
rendah. d) Gaya hidup. Golongan kelas atas cenderung memiliki gaya hidup mewah. Sebaliknya,
masyarakat kelas menengah ke bawah memiliki gaya hidup yang sederhana. e) Hobi dan rekreasi.
Hobi dan rekreasi masyarakat kelas atas 98 | IPS-SOSIOLOGI cenderung membutuhkan banyak
biaya. Sementara itu, masyarakat menengah ke bawah memilih rekreasi yang lebih terjangkau. 2)
Pengaruh Diferensiasi Sosial Pengaruh diferensiasi sosial terhadap kehidupan masyarakat sebagai
berikut: a) Etnosentrisme yaitu pandangan yang cenderung menganggap kelompoknya lebih baik
dibandingkan kelompok lain. b) Primordialisme yaitu pandangan atau paham yang menunjukkan
sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu. c) Politik
aliran/sektarian yaitu keadaan suatu kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi atau diikuti oleh
sejumlah organisasi lain yang memiliki kesamaan pandangan dan ideologi tertentu. d) Rasisme yaitu
pandangan diskriminasi berdasarkan perbedaan fisik seperti perbedaan warna kulit.

d. Tahap-Tahap Perkembangan Struktur Sosial Masyarakat

Menurut Selo Soemardjan (1964), perkembangan struktur sosial masyarakat dibagi menjadi tiga
bentuk berikut. 1) Masyarakat Sederhana Ciri-ciri struktur sosial masyarakat sederhana sebagai
berikut. a) Memiliki ikatan organisasi berdasarkan tradisi turun-temurun. b) Memiliki ikatan
kekeluargaan sangat kuat. c) Mengedepankan sistem gotong royong. d) Hasil produksi tidak untuk
dijual, tetapi untuk dikonsumsi sendiri. e) Masih memiliki kepercayaan terhadap kekuatan gaib. f)
Menerapkan sistem hukum tidak tertulis.

2) Masyarakat Madya Ciri-ciri struktur sosial masyarakat madya sebagai berikut. a) Intensitas ikatan
kekeluargaan tidak seerat masyarakat sederhana. b) Lebih terbuka terhadap pengaruh perubahan
sosial. c) Mulai memiliki pemikiran rasional meskipun tetap memercayai kekuatan gaib. d) Mulai
mengenal sistem diferensiasi dan stratifikasi sosial. e) Mulai membentuk lembaga formal. f)
Menerapkan sistem hukum tertulis dan tidak tertulis.
3) Masyarakat Modern Ciri-ciri struktur sosial masyarakat modern sebagai berikut. a) Membentuk
stratifikasi sosial berdasarkan keahlian. b) Hubungan sosial berdasarkan kepentingan pribadi. c)
Mengembangkan pola pikir positivis. d) Memiliki tingkat ilmu pengetahuan tinggi. e) Membentuk
hubungan sosial bersifat terbuka. f) Memberlakukan sistem hukum formal/ tertulis

Berdasarkan jenisnya, diferensiasi sosial dapat dibedakan sebagai berikut. a. Diferensiasi tingkatan
(rank differentiation), terjadi akibat adanya ketidakseimbangan penyaluran barang dan jasa yang
dibutuhkan ke suatu daerah. Penyalurannya melalui berbagai tangan sehingga sampai ke tujuan
memiliki harga yang berbeda. b. Diferensiasi fungsional (functional differentiation), terjadi karena
adanya pembagian kerja yang berbeda-beda di suatu lembaga sosial. Setiap orang yang bekerja
harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan fungsinya. c. Diferensiasi adat (custom
differentiation), aturan dan norma yang mengikat masyarakat muncul di suatu daerah sebagai
kebutuhan. Munculnya norma atau aturan untuk mengatur ketenteraman dan ketertiban
masyarakat sengaja diadakan pada saat dan situasi tertentu karena keberadaannya memang
dibutuhkan. Adanya aturan atau norma yang muncul, sejalan dengan nilai yang ada pada
masyarakat bersangkutan, agar perilaku setiap warganya terkendali

Bentuk-Bentuk Diferensiasi Sosial

Perbedaan Ras dan Etnis; Umat manusia yang menempati permukaan bumi telah digolongkan
menurut ciri lahiriahnya (ras) ke dalam dua golongan, yaitu sebagai berikut. 1) Ciri-ciri kualitatif,
meliputi warna kulit, warna dan bentuk rambut, bentuk bibir, bentuk hidung, dan lain-lain. a) Warna
kulit, merupakan ciri yang paling tampak pada setiap ras manusia. Warna kulit terdiri atas hitam
(malanoderma) dan putih (leucoderma), serta variasi hitam dan putih, misalnya kuning
(xanthoderma). Sebagai contoh, putih (Nordik), kuning (Tionghoa), cokelat (Dravia), kuningcokelat
(Polinesia), cokelat-hitam (ras Negro). b) Warna rambut terdiri atas hitam, cokelat, dan keemasan. c)
Warna mata terdiri atas hitam, cokelat, biru, hijau, dan abuabu. d) Bentuk rambut terdiri atas
bentuk lurus (leiotris), bergelombang (cymotris), dan seperti wol (ulotris). e) Bentuk muka atau
wajah, dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) indeks muka, misalnya panjang, lebar, dan
sedang; (2) bentuk tulang pipi; (3) prognatisme, yaitu derajat proyeksi muka di banding kan posisi
kepala secara vertikal atau tegak; (4) bentuk dagu; (5) bentuk hidung, misalnya sempit (leptorrhine),
sedang (mesorrhine), dan lebar (playhyrrhine).

2) Ciri-ciri kuantitatif, meliputi berat badan, tinggi badan, ukuran badan, bentuk dan ukuran kepala.
Untuk mengetahui ukuran kepala (index chephalis), dilakukan dengan cara membagi lebar kepala
dengan panjangnya, kemudian dikalikan seratus. Kepala manusia terdiri atas tujuh bentuk, yaitu
ultradolichocephalis, hyperdolichocephalis, dolichocephalis, mesocephalis, brachycephalis,
hyperbracycephalis, dan ultra bracycephalis. Untuk memudahkan Anda dalam mengenal ras, A.L.
Kroeber membuat klasifikasi serta hubungan-hubungan antarras di dunia, sebagai berikut. 1) Ras
Kaukasoid. Ras ini meliputi orang-orang kulit putih dengan beberapa variasinya yang diklasifikasikan
ke dalam empat rumpun, yaitu sebagai berikut. a) Kaukasoid Nordik (Nordic Caucasoid): ukuran
tubuh tinggi, rambut keemasan, mata biru, bentuk muka lonjong atau oval. Ras tersebut terdapat di
daerah Eropa Utara sekitar Laut Baltik. b) Kaukasoid Mediterania (Mediteran Caucasoid): ukuran
tubuh lebih pendek daripada Nordik, rambut cokelat dan hitam, mata coklat, bentuk muka bulat.
Ras tersebut terdapat di sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Saudi Arabia, dan Iran. c)
Kaukasoid Alpin (Alpin Caucasoid): ciri-ciri tubuh antara tipe Nordik dan Mediterania. Mereka
terdapat di daerah Eropa Timur dan Eropa Tengah. d) Kaukasoid Indik atau Hindu (Indic Caucasoid):
ukuran tubuh lebih pendek daripada Mediterania, warna kulit ras Mong o loid (kuning dan coklat),
tetapi bentuk muka ras Kaukasoid, mata hitam, rambut hitam, bentuk muka lonjong atau oval dan
bulat. Mereka terdapat di Pakistan, India, Banglades, dan Srilanka. 2) Ras Mongoloid. Ras ini
diklasifikasikan ke dalam tiga rumpun, yaitu sebagai berikut. a) Mongoloid Asia (Asiatic Mongoloid):
warna kulit kuning pucat atau putih lobak, ukuran tubuh sedang, rambut hitam kejur, bentuk muka
lonjong atau oval dan bulat, mata sipit. Ras tersebut terdapat di daerah Asia Utara, Asia Tengah, dan
Asia Timur. b) Mongoloid Malaya atau Oceania (Malayan Mongoloid): warna kulit kuning
kecokelatan, ukuran tubuh agak tinggi, bentuk muka lonjong atau oval dan bulat, mata biasa,
rambut hitam lurus, dan bergelombang (ikal). Mereka terdapat di daerah Asia Tenggara, Kepulauan
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Taiwan. c) Mongoloid Amerika atau Indian
(American Mongoloid): warna kulit merah, ukuran tubuh tinggi, rambut hitam lurus, bentuk muka
lonjong atau oval, mata sipit. Mereka terdapat di daerah Amerika Selatan (penduduk Terra del
Fuego) dan di Amerika Utara (penduduk asli Eskimo). 3) Ras Negroid, memiliki ciri khusus terutama
warna dan bentuk rambut (hitam dan keriting). Ras ini diklasifikasikan atas tiga rumpun, yaitu
sebagai berikut. a) Negroid Afrika (African Negroid): badan kekar dan tinggi, kulit hitam pekat,
rambut hitam keriting, bentuk muka bulat atau tebal. Jenis ras ini terdapat di Benua Afrika. b)
Negrito: ukuran tubuh pendek dan kekar, ukuran kaki dan tangan pendek. Mereka terdapat di Afrika
Tengah, semenanjung Melayu, dan Filipina. c) Negroid Melanesia (Papua Melanosoid): ciri-ciri tubuh
antara Negroid Afrika dan Negrito. Mereka terdapat di Pulau Papua dan Kepulauan Melanesia. d)
Austroloid: ciri-ciri tubuh hampir sama dengan Negroid Afrika. Kelompok ini merupakan ras
penduduk asli Australia: bertempat tinggal di daerah pedalaman, hidup secara bergerombol dan
berpindah-pindah. Saat ini jumlahnya relatif sedikit dan semakin berkurang. 4) Ras-ras Khusus,
adalah ras yang tidak termasuk ras induk (Kaukasoid, Mongoloid, Negroid). Ras ini diklasifikasikan ke
dalam empat rumpun, yaitu sebagai berikut. a) Bushman, memiliki ukuran tubuh sedang, warna kulit
coklat, rambut hitam keriting, mata lebar. Mereka terdapat di daerah gurun Kalahari (Afrika
Selatan). b) Veddoid, ciri-cirinya hampir sama dengan Negrito, ukuran tubuh lebih pendek
mendekati kerdil. Mereka terdapat di daerah pedalaman Srilanka dan Sulawesi Utara. c) Polinesoid,
ukuran tubuh sedang, warna kulit cokelat, mata lebar, rambut hitam berombak. Mereka terdapat di
Kepulauan Mikronesia dan Polinesia. d) Ainu, memiliki warna kulit dan rambut ras Kaukasoid, tetapi
bentuk muka ras Mongoloid. Mereka terdapat di Pulau Hokaido dan Karafuko (Jepang Utara).

b. Perbedaan Agama

c. Perbedaan Suku Bangsa

Perbedaan Jenis Kelamin

Perbedaan profesi

Perbdesaan klanKlan berhubungan dengan latar belakang keturunan yang tergabung dalam keluarga
luas, baik berdasarkan garis keturunan wanita (matrilineal) maupun laki-laki (patrileneal) atau
keduanya. Klan merupakan suatu organisasi sosial yang khusus menghimpun anggotanya berasal
dari satu keturunan yang sama sehingga klan akan memiliki struktur sosial tersendiri yang secara
khusus untuk memperkokoh ikatan kekerabatan di antara mereka.
Adapun ketimpangan sosial yang timbul akibat diferensiasi sosial antara lain sebagai berikut. a)
Diskriminasi ras, jenis kelamin, dan profesi. b) Etnosentrisme, yaitu pandangan bahwa kelompok
sendiri merupakan pusat segalanya, dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai
berdasarkan standar kelompok sendiri. Akibatnya, timbul prasangka buruk terhadap kelompok lain
yang tidak sesuai. c) Disharmoni kehidupan agama, yaitu adanya fanatisme yang berlebihan yang
mengakibatkan rendahnya kesadaran dan toleransi beragama. Contohnya, peledakan bom bunuh
diri di tempat-tempat umum. Sebenarnya peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan
politik, tetapi sering dikondisikan sebagai kepentingan agama. d) Benturan kepentingan
antargolongan yang mengarah pada terjadinya pertentangan dan konflik akibat terjadi persaingan
yang tidak sehat. Contohnya, benturan kepentingan antarpartai politik untuk memperoleh suara
terbanyak dalam Pemilu.

Diferensiasi sosial atau perbedaan sosial merupakan pembedaan warga masyarakat ke dalam
golongan-golongan atau kelompok-kelompok secara horisontal. Berbeda dengan stratifikasi sosial
atau pelapisan sosial yang mengelompokkan masyarakat ke dalam struktur kelas yang bersifat
hierarkhies dan vertical, diferensiasi sosial atau diferensiasi sosial mengelompokkan masyarakat
secara horizontal, yakni pengelompokan masyarakat dari sudut fisik semata. Namun demikian,
seperti halnya stratifikasi sosial (pelapisan sosial), diferensiasi sosial (perbedaan sosial) menunjukkan
adanya keanekaragaman yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Keanekaragaman seperti ini
merupakan potensi pembangunan tersendiri yang patut disyukuri. Keanekaragaman yang ada dalam
masyarakat akan memicu proses dinamika dalam kehidupan masyarakat tersebut. Adapun
diferensiasi sosial (perbedaan sosial) tersebut mengandung ciri-ciri sebagai berikut: a. Ciri-ciri fisik,
yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan sifat-sifat yang ditunjukkan oleh ras, seperti: bentuk dan
warna rambut, warna kulit, postur tubuh, bentuk dan warna mata, dan lain sebagainya. Pada
prinsipnya ciri-ciri fisik yang ditunjukkan oleh manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
sehingga adanya politik aphartheid atau rasdiskriminasi yang sempat diterapkan di Afrika Selatan
merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai ketuhanan. b. Ciri-ciri sosial,
yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan fungsi warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap warga masyarakat memiliki fungsi dan tugas yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan profesi, pekerjaan, maupun mata pencaharian sehari-hari,
baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun untuk kepentingan sosial. Profesi, pekerjaan,
maupun mata pencaharian yang dipilih Di unduh dari : Bukupaket.com Struktur Sosial 13 oleh
seseorang tidak menunjukkan adanya tingkatan yang bersifat vertikal, melainkan menunjukkan
adanya perbedaan bakat dan minat antara orang yang satu dengan orang yang lain yang bersifat
horisontal.. c. Ciri-ciri budaya, yakni yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan adat istiadat dan
kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Setiap bangsa memiliki adat istiadat
dan kebudayaan yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia terdapat sekitar dua ratusan sistem adat dan
sistem budaya, seperti yang terdapat pada masyarakat Jawa, Sunda, Bali, Madura, Lombok, Batak,
Dayak, dan lain sebagainya. Dalam cakupan dunia tentu sistem adat dan system budaya akan
semakin banyak jumlahnya. Masyarakat Asia, Afrika, Australia, Eropa, dan Amerika tentu mamiliki
karakteristik yang khas yang membedakan satu sama lain. Diferensiasi sosial (perbedaan sosial)
memang dapat menyebabkan timbulnya stra-tifikasi sosial (pelapisan sosial) karena diferensiasi
sosial (perbedaan sosial) dapat mempengaruhi seseorang dalam memberikan pertimbangan,
penilaian, dan akhirnya pemilihan terhadap suatu golongan tertentu yang dianggapnya cocok
dengan bakat, minat, dan keyakinannya. Namun demikian, tidak semua diferensiasi sosial
(diferensiasi sosial) yang ada akan mengarah kepada terbentuknya stratifikasi sosial (pelapisan
sosial), meskipun stratifikasi sosial (pelapisan sosial) sangat berperan dalam mengekalkan
diferensiasi sosial (perbedaan sosial). Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama yang berkaitan dengan teknologi komunikasi, merupakan kekuatan baru yang dapat
mengurangi lintas batas dari diferensiasi sosial (perbedaan sosial) yang ada.

MOBILITAS SOSIAL

Mobilitas sosial adalah suatu gerak atau perpindahan seseorang dari suatu status atau kelas sosial
ke kelas sosial lainnya.

Menurut Kimball Young (Soekanto, 2002: 249) mobilitas sosial atau gerak sosial atau social mobility
adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure) yaitu pola-pola tertentu yang mengatur
organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu
dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Pitirim A. Sorokin (Sunarto,
2004) menyebutkan bahwa mobilitas sosial menjelaskan beberapa perpindahan dari seorang
individu atau objek sosial atau nilai, apapun yang diakibatkan karena kreasi atau perubahan akibat
aktivitas manusia dari posisi sosial yang satu ke posisi sosial lainnya. Horton dan Hunt (1999: 36)
menyatakan bahwa mobilitas sosial (social mobility) dapat diartikan sebagai suatu gerak
perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa mobilitas sosial adalah posisi sosial seseorang yang mengalami gerak atau perpindahan dari
satu posisi sosial ke posisi sosial yang lain. Mobilitas sosial mudah dilaksanakan dalam masyarakat
dengan sistem stratifikasi sosial terbuka dan sulit dilaksanakan dalam masyarakat berkelas sosial
tertutup. Konsep mobilitas sosial tidak dapat dipisahkan dengan konsep serta dimensi (kriteria)
stratifikasi sosial. Seringkali konsep mobilitas sosial disamakan dengan konsep mobilitas penduduk
(population mobility). Secara 100 | IPS-SOSIOLOGI konseptual, antar keduanya berbeda. Mobilitas
sosial terfokus pada perpindahan status sosial, sedangkan mobilitas penduduk terkait dengan
perpindahan secara geografis (teritorial), baik perpindahan tempat tinggal dan atau tempat bekerja.
a. Bentuk-Bentuk Mobilitas Sosial Pitirim A. Sorokin menyebut mobilitas sosial dengan istilah gerak
sosial (Soekanto, 2002: 249). Ada dua prinsip bentuk gerak sosial meliputi gerak sosial horisontal dan
gerak sosial vertikal. Gerak sosial horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial
lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat, dan dengan gerak
sosial yang horizontal tidak terjadi perubahan derajat kedudukan seseorang ataupun suatu obyek
sosial. Contoh: Seorang cleaning service beralih profesi menjadi office boy. Gerak sosial vertikal
dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau obyek sosial dari suatu kedudukan sosial ke
kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Ada dua jenis gerak sosial vertikal, meliputi: (a) Gerak
sosial vertikal naik (social climbing) yaitu masuknya individu yang mempunyai kedudukan rendah ke
dalam kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Anak seorang tukang bubur yang karena ketekunannya
menjadi sarjana, yang menjadikan kedudukan keluarganya menjadi terpandang dan naik karena
menjadi keluarga “sarjana”; (b) Gerak sosial menurun (social sinking) mempunyai dua bentuk utama
yaitu: (1) Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya. Contoh:
Seseorang pejabat sebuah instansi yang kaya dan terhormat, tiba-tiba diketahui telah
menyelewengkan uang perusahaan, akhirnya ia dipecat, harta kekayaannya disita dan ia menjadi
orang miskin dan pengangguran. (2) Turunnya derajat kelompok individu yang dapat berupa
disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contoh: Sekelompok buruh yang berdemo menuntut
kesejahteraan dan jaminan kerja dapat mengalami disintegrasi dengan seluruh buruh yang ada.
Henslin (2006: 221-222) menyebut ada tiga tipe dasar mobilitas yaitu mobilitas antargenerasi,
mobilitas struktural dan mobilitas pertukaran. Mobilitas antargenerasi (intergenerational mobility)
merujuk pada suatu perubahan yang terjadi di antara generasi-generasi. Jika generasi sekarang
(anak) berada pada tingkat kelas sosial lebih tinggi dari generasi sebelumnya (orang tua), maka
keadaan ini dinamakan mobilitas sosial ke atas (upward social mobility). Sebaliknya, apabila seorang
anak dalam bisnisnya mengalami kebangkrutan, lantas kemudian meminta bantuan orang tuanya,
maka kondisi ini dinamakan mobilitas sosial ke bawah (downward social mobility). Mobilitas
struktural (structural mobility) merujuk pada perubahan dalam masyarakat yang menyebabkan
sejumlah besar orang naik atau turun tangga kelas sosial. Pesatnya perkembangan teknologi dan
globalisasi telah membuka banyak peluang untuk bermobilitas dengan menghadirkan beragam jenis
pekerjaan baru. Sejumlah besar orang mengikuti pendidikan, pelatihan, kursus, pindah pekerjaan
dari kerah biru ke kerah putih. Meskipun hal ini melibatkan upaya individu, namun yang melandasi
mobilitas ini adalah perubahan pada struktur pekerjaan. Dengan kata lain, perubahan status
seseorang bukan karena perilaku individu melainkan karena perubahan struktural dalam
masyarakat. Mobilitas pertukaran (exchange mobility) terjadi ketika sejumlah besar besar
masyarakat naik dan turun tangga kelas sosial secara seimbang, proporsi kelas-kelas sosial tetap
sama. Diandaikan bahwa sebanyak satu juta orang dilatih dengan teknologi baru lalu mereka naik
tingkat kelas sosial. Di sisi lain ada sekitar satu juta orang yang tergeser kelas sosialnya akibat
kegagalan pengembangan perusahaan atau terkena pemutusan hubungan kerja. Diasumsikan hasil
akhirnya adalah keseimbangan, dan sistem kelas pada dasarnya tetap tak tersentuh.

b. Prinsip-Prinsip Umum Mobilitas Sosial

Dalam mempelajari mobilitas sosial, harus dipahami beberapa prinsip umum yang terdapat di dalam
mobilitas itu sendiri (Kanto, 2007). 1. Tidak ada masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial
mutlak tertutup (absolutely closed social stratification) di mana sama sekali tidak ada mobilitas
sosial vertikal. Dalam masyarakat yang menerapkan sistem kasta sekalipun, proses mobilitas sosial
vertikal pasti terjadi, hanya saja frekuensinya sangat terbatas. Misalnya turun dari kasta atas karena
melakukan penyimpangan norma, atau dari kasta bawah bisa naik ke kasta yang lebih atas melalui
perkawinan. 2. Betapapun terbukanya sistem stratifikasi sosial tak mungkin bersifat mutlak terbuka
(absolutely open social stratification). Artinya, mobilitas sosial tidak dapat dilakukan sebebas-
bebasnya, sedikit banyak pasti ada hambatanhambatannya, terutama untuk mobilitas sosial vertikal
naik. 3. Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat cenderung bersifat relatif terbuka (relatively
open social stratification) atau relatif tertutup (relatively closed social stratification). Pada
masyarakat yang satu memiliki sistem statifikasi sosial yang relatif lebih terbuka dibandingkan
masyarakat lainnya, atau sebaliknya. Ini berarti bahwa fenomena terjadinya mobilitas sosial dalam
masyarakat cukup beragam. 4. Mobilitas sosial yang berlaku secara umum bagi semua tipe
masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap masyarakat cenderung memiliki ciri-ciri spesifik bagi
proses mobilitas sosialnya. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan budaya, kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan lingkungannya. 5. Beragam faktor, baik sosio-kultural, ekonomi bahkan politik,
cenderung memiliki pengaruh yang berbeda terhadap laju mobilitas sosial dalam masyarakat
maupun negara. c. Determinan Mobilitas Sosial Fenomena mobilitas sosial sangat kompleks, oleh
karena itu baik faktor penentu maupun prosesnya juga sangat beragam. Dalam masyarakat terdapat
beberapa faktor penyebab pokok mobilitas sosial, antara lain (Kanto, 2007): 1) Sifat dari sistem
stratifikasi sosial dalam masyarakat Pada masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial relatif
terbuka akan memberi peluang meningkatnya proses mobilitas sosial vertikal naik. Sebaliknya yang
relatif tertutup bisa menghambat proses mobilitas sosial vertikal naik. Sifat sistem stratifikasi sosial
ini kurang berpengaruh (cenderung netral) terhadap proses mobilitas sosial horisontal. 2) Kondisi
sosial budaya dan ekonomi masyarakat a) Nilai dan norma sosial yang dulunya menghambat proses
mobilitas sosial secara bertahap berubah menjadi netral dan bahkan memberikan toleransi
meningkatnya proses mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Pengaruh yang cukup
signifikan terlihat dari meningkatnya proses mobilitas sosial kaum perempuan, terutama di daerah
pedesaan, baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan. b) Tingkat pendidikan masyarakat yang
semakin maju. Merupakan salah satu faktor pendorong terciptanya masyarakat maju dan modern
yang sarat dengan proses mobilitas sosial. Meningkatnya fenomena mobilitas sosial dalam
masyarakat transisi (dari tradisional ke modern) dan masyarakat modern, pada gilirannya akan
berdampak pada semakin kompleksnya struktur stratifikasi sosial. c) Kondisi ekonomi masyarakat.
Cukup baiknya kondisi ekonomi masyarakat akan memberikan peluang yang besar terhadap laju
mobilitas sosial vertikal karena sifatnya yang kumulatif. Dipihak lain, kondisi ekonomi yang kurang
menguntungkan, misalnya kemiskinan, cenderung memotivasi individu untuk melakukan mobilitas
sosial agarbisa keluar dari lingkaran kemiskinan dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih
sejahtera. 3) Kondisi lingkungan luar yang memberi peluang terjadinya mobilitas sosial a) Nilai dan
norma sosial yang lebih longgar b) Kesempatan kerja dan peluang berusaha cukup tersedia c)
Peluang untuk berprestasi (peningkatan karier) lebih besar d) Fasilitas umum (misalnya lembaga
pendidikan) cukup memadai e) Adaptasi antar budaya relatif mudah, baik melalui proses asimilasi
budaya maupun akulturasi. 4) Motivasi individu, khususnya generasi muda untuk melakukan
mobilitas sosial. Hal ini ada kaitannya dengan motivasi yang cukup besar untuk melakukan
perubahan, dan cenderung mulai meninggalkan sifat fatalistik (pasrah pada nasib) 5) Tersedianya
saluran mobilitas sosial, Menurut Pitirim A. Sorokin (Soekanto, 2002: 252-254), proses mobilitas
sosial vertikal melalui saluransaluran tadi disebut social circulation. Adapun saluran yang terpenting
adalah angkatan bersenjata, lembaga-lembaga keagamaan, sekolahsekolah, organisasi politik,
organisasi ekonomi dan organisasi profesi

Sementara itu Sadiyo (1996: 26-28) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial
sebagai berikut: 1) Perubahan kondisi sosial. Struktur masyarakat dapat berubah dengan sendirinya
karena adanya perubahan dari dalam maupun dari luar masyarakat. Kemajuan teknologi misalnya
dapat membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas, perubahan ideologi pun juga dapat
menimbulkan stratifikasi baru. 2) Ekspansi teritorial dan gerak populasi. Ekspansi teritorial dan
perpindahan penduduk yang cepat, membuktikan ciri fleksibilitas struktur sosial dan mobilitas sosial.
3) Pembatasan komunikasi. Situasi-situasi yang membatasi komunikasi di antara strata yang
beraneka ragam itu menghalangi pertukaran pengetahuandan pengalaman di antara mereka. Hal ini
akan memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada, dan akan menghalangi mobilitas
sosial. 4) Pembagian kerja. Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas, relatif dipengaruhi oleh
tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispesialisasikan,
maka mobilitas sosial akan menjadi lemah, karena mobilitas sosial akan menyulitkan individu
bergerak dari satu stata ke strata lain, karena spesialisasi kerja menuntut ketrampilan khusus. 5)
Tingkat fertilitas yang berbeda Tingkat kelahiran yang tinggi dari kelas-kelas yang lebih rendah
membatasi anggota-anggota keluarganya meningkatkan mobilitas sosial akibat rendahnya tingkat
kehidupan secara ekonomis. 6) Situasi politik Tidak sedikit penduduk meninggalkan negara sendiri
pindah ke negara lain karena sistem politik di negaranya yang tidak mereka setujui. Misalnya
pengungsi Myanmar, Kamboja, Afganistan , dan lain-lain

d. Faktor Penghambat Mobilitas Sosial Masyarakat selalu berusaha untuk meningkatkan


kesejahteraannya dengan mengadakan mobilitas sosial, namun usaha itu selalu ada
hambatanhambatan. Adapun berbagai faktor yang menghambat terjadinya mobilitas sosial, antara
lain: 1) Kemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi orang-orang untuk berkembang dan
mencapai kemajuan sosial. Kemiskinan ini bukan hanya kemiskinan material, tetapi juga kemiskinan
struktural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan mental. 2) Perbedaan jenis kelamin dalam
masyarakat berpengaruh dalam prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan
untuk meningkatkan derajat kehidupan. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan mobiltias ke atas.
Dalam banyak masyarakat, pria dipandang lebih tinggi dan cenderung menjadi lebih mobil daripada
wanita. 3) Perbedaan rasial dan agama; dalam kaitan dengan status sosial, merupakan faktor
penting bagi terciptanya sistem kelas tertutup atau 106 | IPS-SOSIOLOGI kasta, yang tidak
memungkinkan mobilitas vertikal, misalnya sistem kasta di India. Pada masyarakat yang memiliki
perbedaan tajam tentang rasial, maka hanya mereka yang superior yang dianggap mampu untuk
melaksanakan berbagai aktivitas sosial, sedangkan mereka yang dianggap inferior sangat dibatasi
gerak sosialnya. 4) Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka dapat juga menjadi perintang
mobilitas ke atas seperti terbukti melalui pembatasan keanggotaan dari organisasi tertentu dalam
masyarakat. 5) Proses sosialisasi dalam subkultur. Kadang-kadang kelas-kelas sosial menjadi
subkultur di mana seseorang berkembang sejak kecil dan mengalami proses sosialisasi, sehingga
dapat menjadi pembatas mobilitas ke atas. Anak-anak dari kelas menengah misalnya diajar dan
dilatih untuk menyesuaikan diri dengan kelasnya dalam peranan, harapan, nilai, dan norma yang
ada. e. Konsekuensi Mobilitas Sosial Sadiyo (1996: 28-29) menyebutkan bahwa adanya mobilitas
dalam masyarakat akan menimbulkan beraneka ragam akibat atau konsekuensi (dampak) baik yang
negatif maupun positif, seperti kemungkinan timbulnya konflik antar kelas, antar kelompok sosial,
dan antar generasi serta kemungkinan terjadinya penyesuaian kembali setelah terjadinya konflik.
Konsekuensi lain yang ditimbulkan dari mobilitas sosial, baik yang secara vertikal maupun horizontal
dapat memberikan akibat yang positif, baik bagi orang yang mengalami mobilitas itu sendiri maupun
bagi masyarakat. Beberapa akibat yang menimbulkan dampak positif dari mobilitas sosial antara
lain: 1) Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju. Karena adanya
kesempatan atau keterbukaan untuk pindah dari lapisan bawah ke lapisan atas, mendorong orang
untuk bekerja keras mencapai lapisan atau kedudukan yang lebih tinggi. 2) Mobilitas sosial akan
lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Mobilitas sosial
mendorongmasyarakat mengalami perubahan sosial ke arah yang diinginkan. Perubahan dari
masyarakat agraris ke masyarakat industri akan lebih cepat terjadi bila didukung oleh mobilitas
sosial vertikal dalam pendidikan masyarakat. Masyarakat yang dinamis menciptakan harapan-
harapan yang tidak selalu dapat dipenuhi, sehingga dapat menimbulkan ketidakpuasan dan
ketidakbahagiaan. Menurut Horton dan Hunt (1999: 39), ada beberapa konsekuensi negatif dari
adanya mobilitas sosial vertikal yaitu: 1) Kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi
mobilitas menurun 2) Ketegangan (stress) dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang
meningkat. 3) Keretakan hubungan antar anggota kelompok primer, karena seseorang berpindah
status yang lebih tinggi atau ke status yang lebih rendah. 4) Meningkatnya mobilitas geografis, yang
bisa saja membawa kerugian. Beberapa studi lain (Horton dan Hunt, 1999: 41; Henslin, 2006: 219-
221) mengemukakan bahwa mobilitas menurun berkaitan dengan banyak hal yang berkaitan dengan
dampak negatif terhadap mental-emosional seseorang, seperti gangguan kesehatan, frustasi,
perasaan terasing, keterpencilan sosial, hingga berdampak pada keretakan keluarga. Masalah
mental akan berdampak lebih besar bila merupakan bagian stres yang terkait dengan kemiskinan.

Mobilitas sosial merupakan suatu gerak dan perpindahan status sosial, dalam proses tersebut
menunjukkan adanya posisi awal dan posisi tujuan. Mobilitas sosial berjalan sangat cepat biasanya
terjadi pada masyarakat yang menganut sistem terbuka, karena lebih memungkinkan untuk berpindah
31 strata setiap saat. Masyarakat yang menganut sistem terbuka memberi kesempatan pada
masyarakatnya untuk berusaha melakukan perubahan status sosial secara terbuka pula atau diberi
kebebasan. Pada umumnya seseorang yang melakukan usaha secara keras akan mencapai perubahan ke
status yang lebih tinggi sesuai dengan keinginannya secara cepat, karena pada sistem terbuka tidak ada
aturan-aturan atau norma-norma yang mengikat untuk melakukan perubahan. Demikian pula warga
masyarakat di lingkungannya juga menerima dan mengakui apa yang telah diperoleh seseorang dalam
usaha meningkatkan statusnya. Sedangkan pada masyarakat yang bersifat tertutup kemungkinan untuk
pindah status lebih sulit. Contohnya, masyarakat yang dalam kehidupannya mengikuti sistem kasta
(India, Bali). Adat masyarakat Bali, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah, maka untuk
selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah tersebut, meskipun ia memiliki kemampuan atau
keahlian yang lebih baik ia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi. Masyarakat dengan
sistem kasta yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan, sehingga tidak terjadi mobilitas sosial
dari strata satu ke strata lain. Kemungkinan yang bisa terjadi, bila seseorang menikah dengan kasta yang
lebih tinggi, sehingga anaknya nanti akan masuk ke kasta yang lebih tinggi. Namun kasta yang tinggi
sangat ketat memagari dengan aturannya agar kasta rendah tidak bisa nikah dengan kasta lain yang
lebih rendah.

Para ahli sosiologi mengidentifikasikan bahwa naik turunya kedudukan seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pendidikan, kelas sosial dari orang tua, ras, pekerjaan, usia, dan gender.

Bantuk-Bentuk Mobiliats Sosial

Titik awal adalah status semula yang dimiliki seseorang, titik awal ini menentukan arah
mobilitas/perpindahan ke status seseorang ke status yang lain. Bila status awalnya lebih rendah dan
status barunya lebih tinggi maka mobilitas sosialnya menaik, demikian pula sebaliknya. Tetapi juga ada
perpindahan yang tidak naik ataupun turun yaitu perpindahan secara horizontal, biasanya status sama
hanya mobilitas ke posisi atau ke kelompok sama yang lain. Mobilitas sosial dapat dikategorikan menjadi
beberapa, yaitu:

1. Mobilitas horizontal (Horizontal Mobility) Mobilitas horizontal adalah perpindahan individu atau
objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Dengan demikian seseorang hanya mengalami perpindahan semata, akan tetapi tidak
menambah tingkatan atau mengurangi tingkatan status yang lama. Perubahan ini tidak
membuat seseorang berubah kelas sosialnya, karena perpindahan pada posisi yang sederajat.
Mobilitas horizontal biasanya dilakukan seseorang karena alasan perpindahan tempat tinggal,
perubahanlingkungan fisik, lingkungan pekerjaan (mutasi). Sering disebut perpindahan lateral
(dari desa ke kota), dari kota besar ke kota kecil, dari negara satu ke negara lain, dari sekolah
satu ke sekolaah lain. Migrasi, tranmigrasi, imigrasi, emigrasi merupakan bentuk perpindahan
geografis atau mobilitas lateral. Mobilitas horizontal sering diikuti perubahan perkerjaan,
misalnya dari petani menjadi pedagang, dari buruh tani menjadi petani pemilik. Perubahan jenis
pekerjaan banyak dialami masyarakat yang melakukan perpindahan horizontal ini, baik kalangan
buruh, kelas ekonomi kelas bawah, menengah, namun pergantian pekerjaan tersebut tidak
mengubah status mereka, hanya mungkin kekayaan (kondisi sosial kesejahteraannya) semakin
membaik tetapi status sosialnya tidak meng alami perubahan.
2. Mobilitas vertikal Mobilitas vertikal merupakan perpindahan individu atau kelompok masyarakat
dari suatu kedudukan sosial satu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Artinya
terjadi perubahan derajat seseorang dari yang rendah menjadi yang tinggi atau sebaliknya. Ciri
khas dalam mobilitas sosial vertikal adalah terjadinya perubahan derajat pada individu dalam
mobilitas sosial tersebut. Mobilitas vertikal terbagi menjadi dua yaitu:
a. Mobilitas vertikal naik (Sosial climbing) Sosial climbing adalah perpindahan status seseorang
dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. Disebut mobilitas vertikal naik
karena mobilitas sosial yang di dalamnya terjadi kenaikan derajat. Sosial climbing memiliki
dua bentuk utama yaitu: 1). Masuknya individuindividu yang mempunyai kedudukan rendah
ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. 2). Pembentukan suatu kelompok baru yang
kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individuindividu
pembentuk kelompok tersebut. Contohnya, seorang guru yang berprestasi diangkat menjadi
kepala sekolah.
b. b. Mobilitas vertical turun ( Social sinking) Social sinking adalah perpindahan status dan
peran seseorang dari kelas sosial lebih tinggi menuju kelas sosial lebih rendah. Disebut
mobilitas vertikal turun karena mobilitas sosial yang berlangsung adalah terjadinya
penurunan derajat. Sosial sinking memiliki dua bentuk utama, yaitu: 1) Turunnya kedudukan
individu-individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya. 2) Turunnya derajat
sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.
Contohnya, seorang ketua partai politik diturunkan atau dikeluarkan karena terdakwa
korupsi (sebagai koruptor). Pada mobilitas sosial vertikal memiliki lima prinsip antara lain
yaitu : 1) Hampir tidak ada masyarakat yang sifatnya mutlak tertutup, sekalipun pada
masyarakat sistem kasta. 2) Gerak sosial vertikal tidak mungkin dapat dilakukan sebebas-
bebasnya meski stratifikasinya terbuka karena ada hambatan-hambatan. 3) Gerak sosial
vertikal memiliki cirri-ciri khas dalam setiap masyarakat. 4) Laju gerak sosial vertikal yang
disebabkan oleh faktor yang berbedabeda, seperti: ekonomi, politik, pekerjaan,
pendidikaan. 5) Tidak ada kecendrungan yang kontinu mengenai bertambah atau
berkurangnya laju gerak sosial, dan ini berlaku bagi semua masyarakat.
3. Mobilitas Sosial Intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam satu generasi. Mobilitas intragenerasi merupakan mobilitas sosial yang dialami
seseorang selama masa hidupnya (dalam satu generasi) atau berdasarkan riwayat hidupnya.
Mobilitas ini hanya terjadi pada generasi yang sama, yaitu adik, kakak. Dalam suatu keluarga
sering memiliki banyak anak, dalam keluarga ini secara normal kakak memiliki status yang lebih
tinggi dari pada adiknya. Sepanjang riwayat hidupnya, bisa juga terjadi kebalikannya bila adik
mempunyai status sosial yang lenih tinggi, kalau adik mempunyai kekudukan dalam masyarakat
yang lebih tinggi dari kakaknya. Misalnya, kakak beradik semula sama sama buruh tani, adik
mempunyai semangat dan bekerja keras. Hasil kerja kerasnya sang adik meningkat ekonominya
dan menjadi pedagang hasil bumi yang sukses, sementara sang kakak tetap menjadi buruh tani.
Dalam pandangan masyarakat sang adik mempunyai status ekonomi yang lebih dari pada
kakaknya. Mobilitas dalam keluarga tersebut mengalami perubahan, perubahan pada status
kakak dan adik inilah yang dinamakan sebagai mobilitas intragenerasi. Mobilitas intragenerasi
juga bisa naik dan turun. Contoh mobilitas intragenerasi naik: Adik yang sukses menjadi kepala
desa sedang kakaknya menjadi warga masyarakat biasa. Namun bisa juga kakak yang semula
rakyat biasa, belajar dengan giat sehingga menjadi sarjana. Dengan kepandaiannya sang kakak
memperoleh pekerjaan menjadi direktur perusahaan, sementara sang adik tetap menjadi
pamong desa. Ada pula pandangan lain, ahli yang mengatakan bahwa mobilitas intragenerasi
adalah gerak perpindahan dalam kelompok yang sama, seperti seseorang yang semula bekerja
di suatu perusaha menjadi staf biasa, kemudian dipindahkan ke perusahaan lain menjadi
direktur. Orang tersebut mengalami perpindahan status.

4. Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antargenerasi adalah mobilitas antar dua generasi atau lebih. Merupakan perbedaan
status seseorang dibandingkan dengan status orang tuanya, atau gegerasi lainnya (sebelum dan
sesudahnya). Gerak perpindahan ini terjadi antar generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi
cucu, generasi buyut dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi ditandai dengan perubahan dan
perkembangan taraf hidup dalam suatu generasi, baik perkembangan naik atau turun.
Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan
status sosial ekonomi dari satu generasi ke generasi lainnya. Kalau mobilitas intragenerasi hanya
meliputi satu generasi yang sama, maka berbeda halnya dengan mobilitas antargenerasi.
Mobilitas antargenerasi adalah perbedaan status seseorang dibandingkan dengan status
generasi lainnya. Mobilitas sosial ini yang terjadi antara dua generasi atau lebih. Mobilitas
seperti ini terjadi karena adanya perubahan status sosial antara ayah dengan anak, anak dengan
cucu, dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi mengacu kepada perbedaan status yang
dicapaiseseorang yang telah memiliki keluarga sendiri dibandingkan dengan status sosial yang
dimiliki orang tua atau geenerasi lainnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf
hidup. Dalam mobilitas antargenerasi juga bisa terjadi gerak naik maupun turun. Contoh
mobilitas sosial antargenerasi naik, anak seorang petani yang rajin dan bersekolah cukup tinggi
bisa menjadi pegawai negeri, menjadi kepala kantor / direktur perusahaan dsb. Dalam mobilitas
sosial ini terjadi perbedaan status sosial antara generasi orang tua dan generasi keturunannya.
Namun hal ini bisa saja terjadi sebaliknya, justru anak keturunannya tidak mampu memperoleh
status sosial yang lebih baik dari orang tuanya.
5. Mobilitas geografis
Mobilitas geografi adalah perpindahan seseorang atas dasar posisi geografisnya. Mobilitas
geografis menekankan pada perpindahan individu atau kelompok masyarakat dari satu daerah
ke daerah yang lain. Proses terjadinya mobilitas geografi karena transmigrasi, urbanisasi,
migrasi, imigasi dan emigrasi. Mobilitas ini lebih menekankan pada tempat yang membuat
individu atau kelompok mengalami perubahan status tempat tinggalnya. Misalnya, seorang
petani yang semula tinggal di pedesaan, mencari pekerjaan ditempat lain, ke kota menjadi sopir
atau pembantu rumah tangga dan menetap dirumah majikannya. Sekelompok warga pindah ke
desa lain karena tempat tinggal semula rumahnya hancur karena tertimpa tanah longsor.

C. Saluran-saluran mobilitas sosial (sosial circulation)

Saluran mobilitas sosial adalah sarana yang menjadi jalan bagi seseorang atau kelompok orang untuk
mencapai status baru yang lebih tinggi. Seseorang untuk meningkatkan status sosialnya harus mencapai
persyaratan tertentu, tetapi kenyataannya tidak secara otomatis status yang diharapkan bisa melekat
pada diri seseorang tersebut, meskipun orang tersebut telah menenuhi persyaratan yang diperlukan.
Seseorang masih memerlukan saluran untuk menduduki status tersebut. Banyak saluran yang dapat
mengantarkan seseorang atau sekelompok orang dalam mencapai status sosial yang diharapkan, bahkan
lembaga sosial, organisasi sosial di masyarakat mampu mengantarkan seseorang untuk meningkatkan
status sosialnya. Menurut Pitirim A. Sorokin, ada lima saluran mobilitas sosial yang dapat mengantarkan
seseorang untuk meningkatkan status sosialna, yaitu : angkatan bersenjaata, lembagaa pendidikan,
lembaga keagamaan, organisasi politik dan organisasi ekonomi. Berikut ini garis besar saluran mobilitas
sosial vertical yang diambil dari penuturan Pitirim.

1. Angkatan bersenjata. Angkatan bersenjata merupakan salah satu saluran mobilitas sosial, yang
dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan status sosial. Angkatan bersenjata
merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui
tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara
karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan mendapatkan penghargaan dari
masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun
berasal dari golongan masyarakat rendah.
2. . Lembaga-lembaga keagamaan. Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial
seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu
dan lain lain.
3. Lembaga pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang
nyata dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai sosial elevator (perangkat) yang
bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yanglebih tinggi. Pendidikan memberikan
kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh:
Seorang anak dari keluarga miskin bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang yang tinggi,
sampai memperoleh kesarjanaan bidang ekonomi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan
dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi
pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.
4. 4. Organisasi politik. Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan seseorang
yang menjadi anggota partai politik yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan
yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.
5. 5. Organisasi ekonomi. Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain)
dapat meningkatkan status seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin tinggi
jabatannya. Karena jabatannya tinggi, pendapatannya bertambah, karena pendapatannya
bertambah kekayaannya bertambah. Dan kekayaannya bertambah menghasilkan status
sosialnya di masyarakat meningkat.
6. 6. Organisasi keahlian. Seperti seseorang yang rajin menulis dan banyak menyumbangkan
pengetahuan /keahliannya kepada kelompok lain pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi
daripada orang lain yang kehidupannya biasa saja.
7. 7. Perkawinan. Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang seseorang. Seorang yang
menikah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi dan terpandang akan dihormati
karena pengaruh pasangannya. Sehingga perkawinan itu akan meningkatkan statusnya.

D. Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas Sosia

Mobilitas sosial terjadi karena adanya perubahan status sosial seseorang di dalam masyarakat. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan proses terjadinya dan arah pergeseran perubahan status sosial
tersebut. Perubahan status social menyebabkan terjadinya pergeseran, dan menimbulkan serangkaian
akibat dari pergeseran tersebut. Akibat-akibat itu merupakan konsekuensi dari proses mobilitas sosial.
Berikut ini beberapa penyebab dan konsekkuensi mobilitas tersebut. 1. Faktor penyebab mobilitas sosial
Banyak faktor yang dapat menentukan terjadinya mobilitas sosial yang dialami oleh seseorang. Faktor-
faktor itu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. faktor struktur sosial, b. faktor kemampuan individu, c.
faktor kemujuran. Ketiga faktor tersebut dapat membuat seseorang mengalami perubahan sosial,
misalnya melalui a. kekayaan karena setiap orang mempunyai kesempatan untuk memperoleh materi
(kekayaan) lebih banyak, b. Setiap orang dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik, c. Setiap pegawai
mempunyai kesempatan kenaikan pangkat (jabatan), atau sebaliknya, dan setiap orang memungkinkan
mendapatkan keberuntungan yang tidak diduga sebelumnya. Berikut ini dijelaskan ketiga faktor
tersebut. a. Faktor struktur sosial

Faktor struktur sosial meliputi ketersediaan lapangan kerja (kesempatan), sistem ekonomi dalam suatu
masyarakat (negara), dan tingkat kelahiran dan kematian penduduk. Hampir setiap kelompok
masyarakat atau bangsa memiliki struktur sosial tidak sama. Daerah yang sebagian besar masyarakat
sebagai petani, masyarakatnya sebagai petani tradisional, bekerja kasar mengolah sawah, hanya sedikit
tersedia lapangan kerja yang bergengsi seperti pengusaha penggilingan, pedagang hasil bumi dan
penyalur sarana pertanian. Termasuk masyarakat nelayan tradisional, pekerjaannya sebagai pencari dan
pengolah ikan, sebaliknya hanya sedikit lapangan kerja tersedia untuk menjadi pengusaha di bidang
perikanan, distributor, atau pemilik kapal besar. Hal ini berbeda dengan masyarakat industri, berbagai
lapangan pekerjaan tersedia, seperti satpam, maintenen, tenaga produksi, pengawas/mandor,
pemasaran produk, salesman, periklanan, manajer hingga pemimpin dan pemilik perusahaan.
Banyaknya perusahaan berdiri maka semakin banyak tersedia lapangan pekerjaan, maka semakin
banyak pula peluang terjadinya mobilitas sosial. Orang juga memiliki peluang lebih besar berganti
pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat pertani atau nelayan tradisional. Hal ini disadari oleh
bangsa kita, bahwa bekerja di sektor pertanian atau nelayaan sangat sulit untuk meningkatkan status
sosialnya maka yang terjadi adalah besarnya perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar
(urbanisasi). Pemuda-pemuda desa yang berpotensi mengolah lahan pertaniannya berbondong-
bondong pergi ke kota mencari pekerjaan yang lebih menjajikan. Apalagi dengan besarnya pertumbuhan
industri di kota yang menjanjikan adanya peluang dan kesempatan kerja bagi mereka untuk
meningkatkan status sosialnya. Hal ini karena pekerjaan sebagai petani dianggap tidak menarik, tidak
bergengsi, pekerjaan kasar dan kurang menjajikan, sedikit memberikan hasil tetapi memerlukan tenaga
yang cukup besar. Sementara itu di kota banyak tersedia pekerjaan, mulai dari pekerja pabrik hingga
menjadi tenaga eksekutif. Bahkan, sangat memungkinkan bila seseorang mau bekerja keras dan
beruntung mampu mendirikan pabrik sendiri, menjadi pemilik perusahaan. Di desa kemungkinan seperti
itu sangat kecil dan kalu bisa sulit untuk memulai dan mengelolanya. Ada beberapa Negara / daerah
yang memberlakukan sistem ekonomi sering berpengaruh terhadap pertumbuhan industri. Seperti,
pembatasan pertumbuhan industri karena adanya regulasi pemerintah, berdampak terhadap
perkembangan industri sehingga membatasi pertambahan lapangan kerja, akibatnya semakin sulit pula
orang mencari pekerjaan. Sebaliknya, apabila pemerintah membuka seluas-luasnya kesempatan
mendirikan industri, maka semakin banyak pula kesempatan dan peluang kerja kerja. Negara-negara
berkembang seperti Indonesia, memberi peluang dan kebebasan berusaha, tetapi tetap melindungi
warga masyarakatnya (pribumi) dari datangnya tenaga dan pengusaha asing yang lebih berpengalaman
dari negara lain. Jika para penanam modal asing dibebaskan seluas-luasnya, maka para tenaga kerja dan
pengusaha pribumi akan tersingkir bahkan gulung tikar, karena pekerjaanpekerjaan kelas atas hanya
akan dinikmati orang-orang asing yang lebih terampil. Bila kondisi tersebut tidak diantisipasi oleh
pemerintah maka perubahan status sosialnya tidak akan berlangsung, akibatnya mobilitas sosial tidak
akan berlangsung

b.Faktor kemampuan individu.

Kemampuan individu merupakan faktor yang perannya dalam mobilitas sosial. Faktor individu meliputi
faktor pendidikan, etos kerja, cara bersikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Seluas apa
pun kesempatan mobilitas terbuka bagi semua orang, jika orang tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk mencapainya, maka tidak mungkin terjadi mobilitas naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang
dalam mempertahankan kedudukan sosialnya justru dapat menyebabkan terjadinya mobilitas menurun.
Kemampuan individu dapat dilihat dari :

1) Faktor Pendidikan. Kemampuan individu dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, pengetahuan,


pengalaman. Semakin terdidik seseorang biasanya semakin cakap, namun kemampuan individu
dalam bidang pendidikan tidak dapat disamakan dengan 49 prestasi akademik di sekolah. Angka
yang tertinggi di bangku sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang dalam hidup. Sebab,
angka (nilai) tertinggi hanya menunjukkan salah satu aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan
intelektual. Padahal untuk berhasil dalam hidup, seseorang tidak hanya dapat mengandalkan
kecerdasan intelektual semata. Aspek-aspek kecerdasan lainnya perlu dikembangkan melalui
pendidikan, antara lain kecerdasan matematis, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial,
kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika, kecerdasan
motorik dan lain-lain. Semua aspek kecerdasan tersebut dapat memengaruhi keberhasilan
seseorang dalam hidup sehingga perlu dikembangkan di sekolah. Seseorang yang mempunyai
kecerdasan musical kemampuan seni (melukis, menyanyi), ternyata sukses dalam hidupnya
meskipun orang-orang seperti itu mungkin saja tidak cerdas secara intelektual, tetapi
kemampuan dalam berolah seni (estetika) telah membuatnya mencapai kedudukan sosial
ekonomi bagus. Olahragawan yang berprestasi dalam bidang olah tubuh (kecerdasan kinestika),
mempunyai kesempatan besar untuk merubah kehidupannya. Demikian juga kecerdasan sosial,
yang aktualisasinya berupa kemampuan bergaul dengan orang lain. Orang yang mampu bergaul
(dalam arti positif) mengetahui cara menghadapi orang lain, cerdas dalam membaca situasi dan
kondisi, sehingga sehingga caranya berperilaku membuatnya memperoleh dukungan dari orang
lain dalam meraih keberhasilan. Semua aspek kecerdasan dikembangkan dalam proses
pendidikan, sehingga seseorang dapat memiliki kemampuan sesuai bakat masing-masing.
Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung naiknya status sosial seseorang, karena : a)
Tingginya pendidikan membuat seseorang dihormati di dalam masyarakat, b) Pendidikan
mengantarkannya memperoleh pekerjaan yang bagus, berpenghasilan besar sehingga semakin
memudahkan seseorang memperoleh status sosial yang lebih tinggi. Prestasi di sekolah
mencerminkan kemampuan intelektualnya, petunjuk pribadi seseorang dalam menghadapi
pekerjaan dan rasa tanggung jawab. 50 2) Faktor Etos Kerja. Etos kerja dapat diartikan sebagai
kebiasaan yang telah menjadi ciri khas seseorang atau suatu masyarakat dalam bekerja.
Kebiasaan itu berkaitan dengan perilaku, kebudayaan dan nilai-nilai sosial individu dalam
mengembangkan etos kerja pribadinya. Kebiasaan yang sering dilakukan mulai masa kanak-
kanak merupakan awal terbentuknya etos kerja seseorang, dan akan menentukan berhasil atau
tidaknya seseorang di masa dewasa nanti. Ketekunan, kerajinan, keuletan, kedisiplinan,
keteguhan, pantang menyerah, dan suka bekerja keras merupakan faktor yang menentukan
etos kerja seseorang. Apabila kebiasaan itu telah menjadi etos kerja yang mendarah daging
dalam diri seseorang, maka besar kemungkinan seseorang tersebut akan mengalami mobilitas
sosial naik dalam karir maupun pendapatan dimasa dewasa. Apabila seseorang ingin mencapai
keberhasilan di masa depan, harus mulai maju berjuang dan memilki etos kerja yang baik dari
sekarang. Masa sekolah dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi pada dasarnya adalah
perjuangan panjang. Seseorang rela menghabiskan waktu lama untuk menekuni ilmu di bangku
sekolah, padahal di luar sekolah banyak kesenangan yang ditawarkan. Seseorang meninggalkan
kesenangan sesaat yang ditawarkan itu demi mencapai cita-cita. Namun masa perjuangan di
sekolah yang panjang tersebut tidak akan banyak berarti bila seseorang tidak mempunyai etos
belajar yang baik. Bangsa Jepang, Korea merupakan bangsa yang gila kerja mempunyai etos
kerja yang tinggi, sekarang ini kondisinya sangat berlawanan dengan etos kerja Bangsa
Indonesia. Presiden kita, membentuk kabinet kerja, manganjurkan agar kita bekerja, bekerja,
bekerja dan bekerja nyata untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. 51 c. Faktor
kemujuran (keberuntungan). Faktor keberuntungan adalah faktor yang menimbulkan mobilitas
sosial tanpa diduga/direncanakan terlebih dahulu. Faktor ini sebenarnya mempunyai peranan
yang sangat kecil dalam keberhasilan seseorang, bahkan hanya dialami oleh sebagian kecil
anggota masyarakat (keberuntungan hanyalah 1%, sedangkan 99% adalah keja keras).
Seseorang tidak melakukan kerja keras tiba-tiba mendapat hadiah berupa uang ratusan juta
karena memenangkan undian, ada banyak orang yang bekerja keras bertahun tahun tetapi tidak
mampu mengumpulkan uang sebesar undian yang dimenangkan seseorang tersebut. Yang
mendapatkan undian mengalami kenaikan kekayaan, sedangkan yang tidak mendapatkan tetap
seperti biasanya, berarti dari segi kekayaan orang yang memperoleh undian mangalami
mobilitas naik. Sebagian besar orang mengakui bahwa keberhasilannya diperoleh dari hasil
usaha kerasnya, keberhasilan tidak datang dengan tiba-tiba tapi diupayakan. Walaupun faktor
keberuntungan turut menjadi penentu, namun kita hendaknya jangan bersikap menyerah
kepada takdir. Sebab, Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang bila orang tersebut tidak
melakukan usaha perubahan nasibnya sendiri. Agama mengajarkan kepada kita untuk bekerja
dan berusaha, disertai dengan doa.

Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas sosial.

Mobilitas sosial tidak akan berlangsung dengan sendirinya, pasti ada beberapa factor yang menjadi
penggeraknya. 1. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, diantaranya adalah
sebagai berikut : a. Faktor kondisi sosial. Masyarakat yang mengikuti sistem terbuka, mempunyai
pandangan lebih terbuka, lebih maju akan mengalami mobilitas lebih cepat. Selain itu kemajuan
teknologi juga akan mendorong mobilitas sosial lebih cepat, karena kemajuan teknologi akan
mengantarkan seseorang memncapai statifikasi sosial yang lebih tinggi dan lebih mapan. 52 b. Faktor
Lapangan kerja. Lapangan kerja menyediakan seseorang untuk memperoleh pekerjaan, dan
menentukan spesifikasi jenis pekerjaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang berdampak langsung
terhadap kesempatan mobilitas sosial juga dipengaruhi oleh angka pertumbuhan penduduk. Bila saat ini
terjadi angka kelahiran tinggi, maka dapat diramalkan dua puluh tahun lagi akan terjadi ledakan jumlah
pencari kerja, karena anakyang lahir sekarang ini, dua puluh tahun lagi akan memasuki lapangan kerja.
Seandainya tingkat pertumbuhan lapangan kerja tetap, sedangkan jumlah penduduk bertambah, tentu
akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Semakin banyak pencari kerja berarti semakin kecil peluang
terjadinya mobilitas sosial naik. Spesifik kerja juga menuntut keahlian khusus, semakin spesifik
pekerjaan yang tersedia semakin sedikit pula kemungkinan seseorang memperoleh atau berpindah ke
pekerjaan yang satu ke yang lainnya. Hal ini juga akan mempersulit terjadinya mobilitas sosial. c.
Perluasan daerah otonomi Adanya wilayah baru yang dikembangkan, semula kecamatan diperluas
menjadi kabupaten baru akan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk
ini dimaksudkan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari pada tetap berada di daerah asalnya,
karena perluasan daerah baru membutuhkan pekerja yang lebih banyak. Posisiposisi jabatan yang
semula tidak ada, dengan adanya birokrasi baru maka di adakan, pegawai yang terbatas ditambah,
sarana prasarana yang semula belum ada dibangun. Itu semua akam membuka lapangan pekerjaan baru
yang merupakan lahan yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan status sosialnya. Kondisi
seperti itu akam mendorong cepatnya mobilitas sosial. d. Tingkat fertilitas. Tingkat fertilitas
mempengaruhi mobilitas sosial, terkait dengan semakin banyak jumlah kelahiran bayi akan semakin
membutuhkan lapangan pekerjaan baru, padahal lapangan pekerjaan sangat sulit dikembangkan.
Tingkat kelahiran yang tinggi biasanya terjadi pada golongan masyarakat kelompok menengah ke bawa,
akibatnya akan mempersulit tingkat ekonominya. Sementara kelompok kelas sosial yang tinggi,
pendidikannya tinggi sebagian besar mereka mempunyai kesadaran reproduksi dan mempertimbangkan
resiko melahirkan, sehingga mereka menentukan jumlah anak yang dilahirkan. Oleh karena itu
kelompok kelas tinggi ini mampu mempertahankan status sosialnya tetap berada pada kondisi yang
lebih mapan, bahkan anak-anaknya bisa lebih sukses sehingga dapat meningkatkan status sosialnya
sendiri. Kedua kondisi tersebut yang menimbulkan mobilitas sosial yang tetap atau bahkan menaik. e.
Situasi politik dan pemerintahan Kondisi pemerintahan yang stabil memungkinkan seseorang dapat
meningkatkan pendidikannya, memperoleh pekerjaan dan meningkatkan tarap hidupnya. Kenaikan taraf
hidup akan mendorong terjadinya mobilitas sosial. Hal ini terbukti di negara kita, semakin mapannya
pemerintahan dan sistem politik semakin banyak orang yang mencapai kesuksesan, terbukti banyaknya
kendaraan di jalanan sehingga hampir semua kota besar mengalami permasalahan transportasi karena
jalanan macet. Disetiap musim libur, hampir semua daerah tujuan wisata didatangi wisatawan, sehingga
obyek wisata ramai bahkan hampir setiap daerah membuka obyek wisata baru penuh didatangi
pengunjung. Hampir setiap rumah makan diserbu oleh penggemar kuliner, sehingga di kota samapai di
desa tumbuh distinasi wisata kuliner baru. Itu semua merupakan tanda kestabilan pemerintahan yang
dapat mempengaruhi mobilitas sosial.

Faktor Penghambat mobilitas sosial

Ada beberapa faktor yang dapat menghambat mobilitas sosial, yaitu : a. Ras dan kasta Perbedaan ras
dapat menimbulkan perbedaan status sosial, karena dengan sistem rasial dapat menciptakan kelas kelas
sosial. Kelas sosial rendah berbeda dengan kelas sosial menengah apalagi ras tinggi, demikian pula
sebaliknya. Setiap kelas dalam ras menentukan pola kehidupannya, kelas 54 rendah biasanya berada
pada taran sosial ekonomi yang rendah, mereka mengalami kesulitan untuk meningkatkan
kesejahteraannya karena dibatasi dengan berbagai aturan dan norma. Contohnya, ras kulit putih dan
kult hitam di Afrika; Sistem kasta di Bali dan di India. b. Diskriminasi kelas sosial. Suatu keanggotaan di
dalam organisasi kemasyarakatan sering dibatasi dengan berbagai aturan yang mempersyaratkan
anggotanya memiliki kemampuan dan pengakuan tertentu untuk menduduki suatu posisi yang lebih
tinggi. Adanya diskriminasi kelas dalam system kelas terbuka dapat menghalangi seseorang untuk
melakukan mobilitas ke kelas yang lebih tinggi. Sistem terbuka sering ada pembatasan keanggotaan dan
bila akan menduduki posisi tertentu harus memenuhi berbagai syarat tertentu pula, syarat ini belum
tentu setiap anggotanya mempunyai. Misal, posisi pimpinan dan keanggotaan dalam partai politik,
jumlah anggota terbatas, jumlah anggota dalam lembaga tertentu dibatasi (DPR hanya 500 orang).
Masyarakat yang hidup di kelas sosial redah, mereka akan mempunyai pola pikir, nilai sosial dan
kebiasaan hidup sederhana. Lingkungan tersebut mempengaruhi masyarakatnya untuk tetap hidup
dalam kondisi apa adanya yang dihadapi dan ditemui kesehariannya, mereka merasa sulit dan enggan
untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kondisi tersebut akan memperlambat mobilitas sosial. c.
Kemiskinan Kemiskinan akan sangat mempengaruhi seseorang atau masyarakatnya untuk berkembang
ke arah yang lebih maju. Kemiskinan membatasi seseorang untuk meningkatkan pendidikannya,
pekerjaannya dan kesejahteraannya sehingga mereka tetap terbelenggu pada kondisi yang
memprihatinkan. Dengan kata lain mereka mengalami kesulitan untuk mengubah status sosialnya ke
posisi yang lebih baik. Hal itu akan menghambat mobilitas sosialnya

F. Konsekuensi mobilitas sosial

Mobilitas sosial, pada dasarnya mobilitas sosial memiliki hubungan erat struktur sosial. Mobilitas sosial
merupakan proses perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari kelas atau kelompok sosial yang
satu menuju kelas atau kelompok sosial lainnya. Apabila seseorang berpindah dari satu status sosial
menuju status sosial lain, orang tersebut akan menghadapi beberapa kemungkinan. Kemungkinan-
kemungkinan itu antara lain penyesuaian diri, terlibat konflik dengan kelas atau kelompok sosial yang
baru dimasukinya, dan beberapa hal lain yang menyenangkan atau justru mengecewakan. 1.
Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru Kelompok sosial atau kelas sosial merupakan sebuah
subkultur, yaitu suatu kesatuan masyarakat (unit sosial) pada kelas atau kelompok sosial tertentu yang
mengalami perkembangan kebudayaan sesuai dengaan kelompok tersebut. Di dalam setiap kelas dan
kelompok sosial berkembang nilai dan norma tertentu yang hanya berlaku bagi para anggotanya. Gaya
dan pola hidup setiap kelas dan kelompok sosial selalu berbeda. Gaya hidup kelas atas berbeda dengan
gaya hidup pedagang; Gaya hidup orang desa berbeda dengan gaya hidup orang kota; Gaya hidup orang
Jawa berbeda dengan gaya hidup orang Batak. Perbedaan kultur antar kelompok sosial yang tercermin
dalam gaya hidup seperti ini, sering menjadi tantangan bagi anggota yang baru masuk melalui proses
mobilitas sosial. Kelompok sosial pada masyarakat desa, biasanya sangat menjunjung tinggi nilai
kebersamaan, gotong-royong, dan paguyuban. Berbeda dengan kultur masyarakat kota yang bersifat
individualistis, mementingkan diri sendiri, dan impersonal. Misalnya, seseorang yang telah bertahun-
tahun hidup di kota besar, setelah berhenti dari pekerjaannya (pensiun) dia memutuskan untuk
menghabiskan masa tuanya di desa kelahirannya. Apabila dia ingin diterima sebagai warga desa yang
baik, maka dia harus menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, tradisi, dan budaya di desa tersebut.
Pola kehidupan di kota yang individualis dan mementingkan diri 56 sendiri harus sedikit demi sedikit
ditinggalkan dan mulai menyesuaikan diri dengan pola di desa. Penyesuaian diri seperti ini berlaku bagi
siapa saja yang memasuki kelas atau kelompok sosial baru sebagai akibat mobilitas sosial. Di lingkungan
tempat tinggal yang baru, seseorang harus menyesuaikan diri dengan kultur masyarakat setempat.
Penyesuaian diri seperti ini dapat terjadi dengan baik jika lingkungan baru yang dimasuki mau menerima
kehadiran pendatang baru. Sering terjadi tidak semua kelas atau kelompok sosial mau menerima
pendatang baru, sehingga sering seseorang menghadapi konsekuensi kedua, yaitu tidak diterima pada
kelompok baru tersebut. 2. Konflik dengan lingkungan baru Konflik terjadi bila masyarakat yang
dimasuki tidak menerima kehadiran orang baru, terutama bila pendatang baru tidak bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungan barunya. Selain itu ada juga orang yang berperilaku menyimpang. Orang-orang
berperilaku menyimpang biasanya menghadapi konflik dengan lingkungan di manapun dia berada.
Orang yang suka mabuk, mengonsumsi narkoba, para penjaja seks, atau suka mengganggu orang lain,
mengganggu ketertiban umum biasanya selalu ditolak di kelas atau kelompok sosial mana pun.
Kehadirannya dianggap sebagai pengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Sehingga sering
masyarakat mengusir dan tidak menghendaki kehadirannya yang dinilai mengganggu ketertiban
masyarakat tersebut. Mobilitas yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, misalnya kasus kembalinya
residivis (narapidana) ke lingkungan asalnya. Mobilitas sosial dalam lingkungan pekerjaan dapat
mengalami konflik apabila terjadi proses yang dianggap tidak benar atau menyalahi norma sosial dan
prosedur yang berlaku. Misalnya kehadiran pejabat baru pada suatu lingkungan kerja, yang tidak melalui
proses yang wajar melalui jenjang karir atau prestasi, akan tetapi melalui praktek nepotisme, akan
ditolah oleh lingkungannya. 3. Adanya harapan dan kekecewaan 57 Struktur masyarakat yang terbuka
telah memberi kesempatan terjadinya mobilitas secara luas. Keterbukaan ini selain memberikan
kesempatan untuk terjadinya mobilitas naik, juga sekaligus memberikan kemudahan pula untuk
terjadinya mobilitas menurun. Akibatnya, penurunan status dan kenaikan status sosial memiliki peluang
yang sama untuk dialami seseorang. Baik peningkatan maupun penurunan status dapat berdampak
positif dan negatif. Mobilitas naik memberikan kesempatan bagi orang yang mengalaminya untuk
menikmati hidup secara lebih baik. Seseorang yang memperoleh kedudukan lebih tinggi berarti
memperoleh pendapatan tinggi pula untuk naik, sehingga kualitas hidupnya semakin lebih baik, tingkat
ekonomi, kesejahteraan dan kebahagiannya lebih baik dari pada orang yang statusnya lebih rendah. Hal
ini juga sering menimbulkan adanya kecemburuan sosial pada masyarakat disekitarnya. Masyarakat
dengan sistem mobilitas terbuka, persaingan yang terjadi berdasarkan prestasi, siapapun yang unggul
akan menduduki posisi puncak dalam struktur masyarakat. Akibatnya masyarakat akan diatur dan
dikendalikan oleh orang-orang yang benar-benar berkualitas. Tetapi mobilitas terbuka juga dapat
menimbulkan persaingan yang mengarah kepada konflik karena setiap orang mempunyai kesempatan
dan harapan terlalu tinggi. Tidak selamanya harapan-harapan yang lebih baik dapat tercapai. Pada
kondisi seperti inilah seseorang dapat mengalami kekecewaan sehingga hidupnya tidak bahagia. Orang
yang belum siap menerima kedudukan tinggi dapat merasa tidak nyaman dalam posisinya, karena
tanggung jawab dan beban juga semakin berat. Kesibukan yang bertambah membuat hubungan orang
tua dengan anak menjadi berkurang. Jika anak-anak yang merasa kehilangan kasih saying dari orang tua
ini merasa tidak puas, mereka akan mencari pelampiasan. Demikian juga sebaliknya, orang yang
kehilangan kekuasaan atau kedudukan sering mengalami postpower syndrome. Sindrom ini merupakan
ciri-ciri perilaku tertentu yang ditunjukkan 58 seseorang sebagai akibat kedudukan dan kekuasaan.
Selama memiliki kekuasaan dan kedudukan, dia dihormati banyak orang karena pengaruhnya, setelah
tidak menduduki jabatan berarti kehilangan kekuasaannya, hal ini membuat orang merasa kecewa,
putus asa dan merasa kurang berharga dalam lingkungannya
mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas
sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal
diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam
mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan
mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya,
yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua
jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status
yang menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok
maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A merupakan bukti dari mobilitas individu; sedang
arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah kantong-kantong kemiskinan
di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kesejahteraan mereka relatif lebih baik dibanding
di daerah asal, merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-
aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam hal ini adalah mereka yang
bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa. Konsep
mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan
mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial,
seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya
mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala
kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian
halnya mobilitas geografis akan mempengaruhi

Anda mungkin juga menyukai