Anda di halaman 1dari 21

Pelaksanaan ritual ugamo malim dipimpin oleh ihutan yang merupakan pimpinan tertinggi dalam ugamo

malim.memiliki tanggung jawab untuk memimpin seluruh parmalim dan menjadi sumber utama
informasi segala hal terkait ajaran dan konsep-konsep tentang tuhan dan pandangan malim mengenai
alam semesta dan manusia. Ihutan berkedudukan di Hutatinggi Laguboti dan wilayah ini juga yang
menjadi pusat administrasi parmalim di Indonesia. Sedangkan ulu punguan merupakan pimpinan cabang
yang memimpin setiap cabang. Ada sekitar 40 cabang yang tersebar di seluruh nusantara.Setiap
punguan memiliki satu orang ulu punguan yang memimpin ritual pada masingmasing cabang serta
sebagai tempat ruas maupun pengurus bertanya seputar ritual maupun hal lainnya. Adapun proses
pemilihan ulu punguan dilakukan secara lisan dan musyawarah oleh seluruh parmalim dan dilakukan
pada saat diadakannya pelaksanaan ritual dimana sebagian besar anggota parmalim hadir. Masa jabatan
ulu punguan tidak langsung ditentukan dengan sistem periode. Di samping itu, ada juga pengurus atau
suhi ni ampang na opat pada tingkat punguan merupakan tim yang akan membantu ihutan dalam
mempersiapkan ritual maupun urusan administrasi. Berikut ini merupakan struktur kepemimpinan di
punguan/cabang:

: (1) Horbo (kerbau); (2) Hambing Puti (kambing putih); (3) Manuk (ayam); (4) Ihan Batak (ikan batak); (5)
Indahan nalas (nasi panas); (6) Pirani Ambalungan (telor ayam); (7) tuhor-tuhor (jajanjanan); (8) Gajut
Pandan (kantongan yang terbuat dari pandan); dan (9) Paradatan (penghormatan).

hari kedua sipahalima yaitu pada saat proses mempersiapkan ambu-ambuan pelean. Pelean tersebut
terdiri dari : 1. Nasi putih, ihan batak, telur rebus yang diletakkan dalam satu wadah. 2. Ayam putih,
ayam hitam, ayam merah dimasak secara utuh, masingmasing diletakkan dalam wadah yang berbeda. 3.
Kambing putih, dimasak dalam bentuk yang disyaratkan, diletakkan dalam pinggan menurut bagian-
bagiannya. 4. Parbuesanti, yaitu beras putih, bane-bane, baringin, sitompion, gaburgabur, napuran,
daung maligas, pisang dan mentimun satu buah, disusun dengan rapi dalam satu wadah ( pinggan) 5.
Nanidugu yaitu ayam yang dipanggang dan dihaluskan lalu diberi bumbu santan beserta asam,
dimasukkan dalam sebuah mangkok putih. 6. Pohul-pohulyaitu tepung yang dikukus dan dibentuk
dengan kepalan tangan, itak gurgur yaitu tepung beras mentah yang dicampur kelapa dan gula aren dan
dikepal sebanyak tujuh kepal, openg-openg yang terbuat dari tepung beras dan dicampur dengan pisang
lalu ditumbuk dalam lesung. Semua pelean tadi, diletakkan dalam pinggan, ditambah pisang dan
mentimun. 7. Hewan kurban, sebelum diikatkan pada borotan terlebih dahulu hewan kurban
dimandikan. Dalam keadaan hidup hewan kurban tersebut dipersembahkan dengan cara membacakan
doa-doa ritual (tonggo-tonggo). Kemudian di sembelih, dan dimasak menurut bagian-bagian yang telah
ditentukan.

jalan untuk bertemu dengan Debata Mulajadi Nabolon (pencipta langit dan bumi)

Brodbeck (1963), membagi makna pada tiga corak, yaitu 1. Makna inferensial, yaitu makna satu
kata (lambang) adalah objek,pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. dalam uraian
Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita
menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent). 2. Makna
yang menunjukkan arti (significance) yaitu suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang
lain, contoh: benda bernyala karena ada phlogistion, kini setelah ditemukan oksigen phlogistion tidak
berarti lagi. 3. Makna intesional, yaitu makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini
tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukan. Makna ini tidak terdapat pada pikiran orang
yang dimiliki dirinya saja”
Sobur, 2009:262)

Tidak heran jika masyarakat Batak Toba khususnya masyarakat Parmalin di Hutatinggi dikenal memiliki
banyak tradisi atau ritual yang bernuansa religi, salah satunya adalah upacara Sipaha Lima yang
dilakukan oleh masyarakat Parmalin Batak Toba. Hal ini sesuai dengan data yang ditemukan peneliti di
Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi melalui wawancara dengan informan bahwa dalam setahun
masyarakat Parmalin melaksanakan upacara Sipaha Lima setahun sekali yaitu bulan kelima penanggalan
Batak yaitu sekitar bulan Juli. Pada bulan Agustus, upacara ini biasanya diadakan pada tanggal 12, 13,
dan 14 hari sebelum bulan purnama. Upacara Sipaha Lima dilaksanakan di Bale Pasogit di Desa
Pardomuan Nauli Hutatinggi.

Ketujuh aturan atau ritual ibadah tersebut tentunya memiliki makna simbolis yang berbeda. Hal ini
terlihat pada beberapa hal yang menjadi bagian penting dari upacara, seperti lokasi dan waktu
pelaksanaan upacara, proses penyelenggaraan upacara, perlengkapan upacara, dan hal-hal yang
mendukung atau mendukung upacara. Karena pada dasarnya dalam ritual yang dilakukan di masyarakat,
maksud dan tujuan merupakan landasan dari nilai-nilai luhur yang dilakukan oleh masyarakat.

Upacara Sipaha Lima merupakan upacara sakral yang diadakan oleh seluruh masyarakat Ugamo Malim
untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat Parmalin atas berkah Tuhan Yang Maha Esa (Debata
Mulajadi Nabolon) sepanjang tahun, seperti panen, pemeliharaan ternak, kelahiran dan pertumbuhan,
anak-anak yang sehat.

Dalam upacara ini, masyarakat Palmalin akan mempersembahkan sebagian harta atau kekayaannya
kepada Debata Mulajadi Nabolon, yang biasa disebut Pelean Sipaha Lima dalam suku Batak. Pelean
Sipahalima dipersembahkan oleh komunitas Parmalim berupa hasil pertanian dan peternakan pilihan
berkualitas dalam upacara Sipaha Lima. Oleh karena itu, upacara Sipahalima disebut dengan pelean
bolon (Pengorbanan Besar) kepada Debata Mulajadi Nabolon.

Upacara Sipaha Lima dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, hari pertama disebut "Ulaon
Parsahadaton", yaitu acara doa. Hari berikutnya disebut "Ulaon Pameleon", yaitu upacara persembahan.
Hari ketiga disebut “Panggohi atau Mananti”, yang merupakan upacara penutupan, yang merupakan
realisasi dari semua tahapan ritual yang telah dilakukan.

Dalam setiap proses pelaksanaan upacara Sipaha Lima, hal ini menunjukkan keseriusan masyarakat
Palmalin untuk menghormati dan menghormati rajanya yaitu menghormati Debata Mulajadi Nabolon,
Sisinga Mangaraja dan seluruh pemilik Kerajaan Marin. Karena rakyat Palmalin harus menghormati atau
menghormati rajanya, seperti yang tertulis dalam kitab suci Ugamo Malim, Pustaha Habonaron "Oloan
Pasangapon Raja", yang artinya raja harus dihormati.
Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, informan menyatakan bahwa dalam upacara Sipaha Lima
diberikan pelean (sesajen) yang nantinya akan diberikan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Diantaranya
doa-doa yang dipanjatkan dalam upacara Sipaha Lima yang berarti pertemuan dan tukar menukar
antara komunitas Parmalim dan Debata.

Kemudian ada jeruk purut yang memiliki makna suci dan dipercaya dapat menyembuhkan segala
penyakit dan mensucikan setiap orang di komunitas Parmalim. Selain itu, kemenyan memiliki makna
sebagai cara untuk membawa arwah leluhur masyarakat Parmalin.

Menurut data wawancara yang diperoleh peneliti yang dijelaskan oleh Mak Tua Rumida selaku informan
dalam penelitian ini, makna simbolis dari upacara Sipaha Lima biasanya menjadi tanda kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat Palmalin dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai wujud rasa terima kasih
kepada masyarakat Parmalim, saya ucapkan terima kasih kepada Debata Mujadi Nabolon, dan terima
kasih kepada Debata yang telah membawa kebahagiaan bagi masyarakat Parmalim dalam hal kesehatan
jasmani dunia (ngolu pardagingon) dan kehidupan rohani (ngolu partondion). Khususnya dalam
kehidupan material, Debata Mulajadi Nabolon

Sarana kesehatan di Huta Tinggi hanya ada satu yaitu Bale pengobatan tetapi dipakai hanya pada saat
perayaan Upacara Sipaha Sada dan Sipaha Lima yaitu untuk membantu para Parmalim yang sakit pada
saat upacara berlangsung. Untuk sarana kesehatan yang dimanfaatkan sehari-harinya yaitu
menggunakan bantuan Polindes yang letaknya tepat dipinggir jalan menuju ke Huta Tinggi dan berjarak
sekitar ± 100 m dari Huta Tinggi.

merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu, ritual tersebut dilakukan sebagai pengucapan rasa
syukur atas limpahan rizki yang telah diberikan berupa hasil panen yang melimpah.

Rumusan Masalah

1. Bgaimana pelaksanaan ritual sipaha lima yang dilakukan masyarakat parmalim batak toba di
Hutatinggi?
2. Apa makna simbolik ritual sipaha lima yang dilakukan masyarakat Parmalim Natak Toba di
Hutatinggi?
(1) Untuk mendeskripsikan prosesi pelaksanaan ritual Sipaha Lima
(2) Untuk menganalisis makna dari simbol-simbol ritual Sipaha Lima pada amsyarakat Parmalim
Batak Toba
Ugamo Malim dalam melakukan suatu peribadatan dengan tujuan agar hidupnya tercapai dan memiliki
keberkahan. Dapat menenangkan hati, pikiran, perasaan saat melakukan peribadatan agar tidak adanya
suatu permasalahan yang buruk dan dengan keadaan yang damai.
Salah satu Salah satu peribadatan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah ritual Sipaha Lima.

Doa-doa yang digunakan tersebut ialah:(1) Doa untuk Mulajadi Nabolon, Tuhan Pencipta langit dan
bumi; Doa untuk Debata Natolu, (Batara Guru, Debata sori, dan Bala Bulan); Doa untuk Siboru Deak
Parujar, yang memberi sumber pengetahuan dan keturunan; Doa untuk Naga Padoha Niaji, penguasa di
dalam tanah; Doa untuk Saniang Naga Laut, penguasa air dan kesuburan; Doa untuk Raja Uti yang diutus
Tuhan sebagai perantara pertama bagi manusia (Batak); Doa untuk Tuhan Simarimbulu Bosi yang hari
kelahirannya sekaligus menjadi momentum perayaan Sipaha Sada; Doa untuk Raja Naopat Puluh Opat
yakni semua nabi yang diutus Tuhan kepada bangsabangsa melalui agama-agama tertentu, termasuk
Sisingamangaraja yang diutus bagi orang Batak; Doa untuk Raja Sisingamangaraja, raja yang pernah
bertahta di negeri Bakkara; Doa untuk Raja Nasiak Bagi, yang dianggap sebagai inkarnasi Raja
Sisingamangaraja (Patuan Raja Malim).

 Jeruk Purut (anggir) memiliki makna kesucian dan kemakmuran bagi semua keluarga yang
melaksanakan ritual Sipaha lima dan menyembuhkan segala penyakit dan menyucikan setiap
pribadi jemaat (ruas Parmalim
 Kemenyan yang dipercaya sebagai salah satu jalan untuk bertemu dengan Ompu Mula Jadi Na
Bolon
 kemenyan memiliki fungsi dan makna untuk mendatangkan roh leluhur mereka serta daun
kemangi, jeruk purut serta air berfungsi sebagai air pembersih atau air pemberkatan. Dengan
makna agar terberkatilah acara mereka ini. Dan pada lapisan terakhir inilah tempat pemimpin
duduk. Dimana pada tikar memiliki fungsi dan makna sebagai tempat yang sangat suci yang
tidak semua orang duduk disini
 air ini memilki makna dan fungsi sebagai bentuk pensucian diri untuk setiap umat yang dimana
air ini akan di minim setiap umat. Selain itu, pemimpin akan memercikkan air yang berisi air,
jeruk purut serta daun kemangi. Diamna makna air yang di percikkan ini yaitu sebagai air suci
ataupun pembersihan jika terdapat suatu penyakit.
 Air adalah sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap semua hal yang
mendukung pelestarian air.”
 Tikar (lage), tikar ini digunakan untuk melaksanakan acara mardebata atau persembahan kepada
Ompung Mulajadi Nabolon sebagai penghormatan kepada nenek moyang Batak dan duduk
mengarah persembahan yang akan dipersembahkan.
 Air jeruk purut memiliki arti sebagai simbol kesucian maupun kemakmuran untuk semua
keluarga yang melaksanakan ritual Sipaha Lima
 Ulos juga menjadi simbol penyatuan antara manusia dengan Tuhan, yaitu dalam
halpenyampaian doa dan harapan
 gondang sebagai penghantar dan penyempurna doa umat Golongan Siraja Batak kepada seluruh
tokoh spiritual yang terpanggil dalam 10 (sepulu). Dan sebagai perantara sekaligus sebagai alat
untuk berkomunikasi kepada supernatural guna menyuarakan hati seseorang selama upacara itu
berlangsung. Artinya, melalui gondang itulah niat dan hajat para peserta upacara tersampaikan
kepada Debata Mulajadi Nabolon. Jika seorang peserta misalnya tidak mampu untuk
menyuarakan hatinya lewat doadoa, maka melalui iringan suara gondang itulah suara hatinya
tersampaikan. juga dimaknakan sebagai kenderaan untuk merayu dan membujuk sang
supernatural agar semua permohonan itu dapat dikabulkan. Berbarengan dengan bunyi-bunyian
gondang itu semua peserta tentu harus menari seraya berpasrah diri dan bersikap rendah hati.
Itu berarti bahwa sebuah bunyi-bunyian gondang merupakan rangkaian dari sebuah doa-doa
yang dilafalkan
 tangiang/tonggo-tonggo yang dilafalkan pada saat menyampaikan pelean somba (sesajian
sembah) membuktikan keseriusan golongan siraja batak terhadap Debata Mulajadi Nabolon dan
Sisingamangaraja serta seluruh pemilik kerajaan malim. Gondang tersebut juga merupakan
bagian dari seluruh persembahan yang di persembahkan pada saat upacara tersebut, karna
makna gondang hasapi dalam upacara tersebut adalah gondang parhinaloan (gondang
permohonan).
 Tonggo-tonggo untuk berkomunikasi memohon berkat dari Debata Mula Jadi Na Bolon dan
penguasa alam roh lainnya.
 Tortor itu sendiri dalam upacara ritual sama dengan gendang yang berfungsi sebagai perantara
untuk menyampaikan niat dan suara hati masing-masing peserta kepada Debata Mulajadi
Nabolon. Dari gerak tortor itu akan tergambar bagaimana keadaan atau suasana hati seseorang
dalam mengabdikan diri kepadaNya. Jika keadaan jiwanya penuh dengan arsak (kesusahan hati),
jelas akan tampak dalam lakon tortor itu kurang bergairah. Itu bermakna bahwa kekuatan batin
dan ketulusan hatinya dalam mengikuti upacara itu kurang mantap dan kurang khusuk. Berbeda
dengan orang yang tampak gerak tortor-nya sangat bergairah dan menunjukkan sikap
kegembiraan, itu bermakna bahawa orang bersangkutan telah mempersiapkan diri dari segi fisik
maupun mental termasuk kesiapan rohani seperti kesabaran dan keikhlasan.
 Beras: penguatan kembali roh atau jiwa mereka, agar dapat tegar menjalani hidup ke depan.
Tidak terbelenggu oleh pengalaman buruk di masa lalu. penguat roh atau jiwa
 Sebelum jamuan makan dimulai, kepala keluarga memimpin upacara doa, mempersiapkan
pelean untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Dari tindakan ini tersirat makna bahwa hasil yang
diperoleh merupakan anugerah Tuhan maka harus dipersembahkan terlebih dahulu kepada
Tuhan sebelum kita makan, agar pada musim berikutnya Tuhan berkenan melimpahkan
rahmatnya.
 Air adalah sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap semua hal yang
mendukung pelestarian air.”

 bendera atau hembang yang dipersiapkan dalam 3 warna yaitu hitam, putih dan merah, dimana
ketiga warna tersebut memiliki makna sebagai berikut hitam sebagai lambang dari Debata
Batara Guru dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon dalam kebijakan atau Hahomion.
Putih sebagai lambang Debata Sori Sohaliapon yaitu sebagai wujud pancaran Debata Mulajadi
Na Bolon mengenai kesucian atau Hamalimon. Dan Merah sebagai lambang Debata Balabulan
yaitu sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon mengenai kekuatan alam.
 Setiap peribadahan yang dilakukan oleh setiap agama, pasti akan memiliki Makna dan Fungsi.
Begitu juga dengan agama Parmalim. Pada agama Parmalim ini, terdapat beberapa Makna dan
Fungsi dari setiap ibadah yang mereka lakukan yaitu: Sebelum melaksanakan ibadah, setiap
umat harus menggunakan pakaian yang rapi. Untuk pakaian sendiri, setiap umut, menggunakan
pakaian yang hampir sama antara perempuan dan laki-laki. Untuk laki-laki sendiri, semua harus
menggunakan Sarung, serta memakai ulos. Selain itu, bagi laki-laki yang sudah menikah, maka
akan memakai sorban di kepala. Sedangkan untuk yang belum menikah, tidak menggunakan
kain sorban. Selain itu, bagi perempuan, menggunakan Sarung, serta memakai ulos. Bagi
perempuan, mereka menyanggul rambutnya yang di sebut dengan sanggu toba. Selain itu, bagi
yang sudah menikah, mereka akan mengenakan kebaya. Makna dan fungsi dari pakaian mereka
ini yaitu, agar mereka lebih rapi serta lebih terlihat besih ketika menghadap Tuhan Yang Maha
Esa. Saat berlangsungnya acara, pemimpin ibadah akan memberikan sebuah Khotbah, maknah
ini dimaksudkan agar setiap umat dapat mengerti lebih dalam tentang setiap topik dalam
peribadahan mereka. Selain itu juga fungsinya yaitu agar mereka lebih dekat dengan tuhan.
 Selain itu, bagi perempuan, menggunakan Sarung, serta memakai ulos. Bagi perempuan, mereka
menyanggul rambutnya yang di sebut dengan sanggu toba. Selain itu, bagi yang sudah menikah,
mereka akan mengenakan kebaya. Makna dan fungsi dari pakaian mereka ini yaitu, agar mereka
lebih rapi serta lebih terlihat besih ketika menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Saat
berlangsungnya acara, pemimpin ibadah akan memberikan sebuah Khotbah, maknah ini
dimaksudkan agar setiap umat dapat mengerti lebih dalam tentang setiap topik dalam
peribadahan mereka. Selain itu juga fungsinya yaitu agar mereka lebih dekat dengan tuhan.
 Kerbau pemersatu kekerabatan pada masyarakat Batak Toba
Makna sastra lisan yang terkandung dalam bagian penting dari upacara Mangalahat Horbo
adalah permohonan kepada Mula Jadi Na Bolon agar kurban kerbau dapat memberikan manfaat
dan memenuhi hajat dari diadakannya upacara tersebut. Selain itu, juga menjadi harapan agar
dijauhkan dari kesedihan hidup.
permohonan kepada pencipta agar masyarakat Batak Toba bisa saling kompak dan menjunjung
kebersamaan melalui tata cara tertentu. Dalam hal ini, Gondang Elek Debata menjadi alat musik
perantara.
 kemenyan memiliki fungsi dan makna untuk mendatangkan roh leluhur mereka serta daun
kemangi, jeruk purut serta air berfungsi sebagai air pembersih atau air pemberkatan. Dengan
makna agar terberkatilah acara mereka ini. Dan pada lapisan terakhir inilah tempat pemimpin
duduk. Dimana pada tikar memiliki fungsi dan makna sebagai tempat yang sangat suci yang
tidak semua orang duduk disini.
 Air ini disebut dengan Air Suci. Dimana air ini memilki makna dan fungsi sebagai bentuk
pensucian diri untuk setiap umat yang dimana air ini akan di minim setiap umat. Selain itu,
pemimpin akan memercikkan air yang berisi air, jeruk purut serta daun kemangi. Diamna makna
air yang di percikkan ini yaitu sebagai air suci ataupun pembersihan jika terdapat suatu penyakit.
 Saat melakukan peribatan agama Malim menyampaikan doa – doa dalam bahasa Batak yang
dimana tidak semua dapat peneliti artikan. Namun pada saat melakukan wawancara peneliti
menanyakan tentang makna dan fungsi yang disampai selama melakukan ibadah. Panatua
tersebut mengatakan mereka memanjatkan doa kepada Debata Mula Jadi Nabolon tentang
permohonan atau keinginan. Dimana setiap peribatan selalu memanjatkan doa agar semua
hidup aman, damai, dan tentram
 Rangkaian tonggo-tonggo kepada Raja Naga Padohaniaji memiliki makna agar tanam-tanaman
yang ditanam di tanah yang di kuasai oleh Naga Padohaniaji bertumbuh subur, khususnya
tanaman yang digunakan sebagai persembahan dalam proses ritual ugamo malim.
 Alat yang diperbolehkan untuk digunakan ialah kapak, dan orang yang menebang boleh
bergantian. Hal tersebut bertujuan agar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56 manusia menyadari
bahwa dalam kehidupan ini, kita harus bekerja keras dan berusaha memenuhi setiap kebutuhan,
namun tetap tidak boleh merusak alam.
 Setelah penyampaian doa selesai, tahapan kedua dalam kegiatan pada hari ketiga pelaksanaan
upacara sipahalima ialah ihutan memberkati parbuesanti pada jemaat dibawahnya dengan
tujuan agar setiap umat menerima berkat melalui parbuesanti dan semoga mereka mendapat
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan. Inilah makna yang tesirat dari acara manatti
tersebut
 “Mulak ma nasa hosa ni pinahan on tu ho ale ompung debata, jala sahat ma jambar-Mu mudar
ni pinahan on tu ho ale nagapadohaniaji. Nabonar junjunganhu”. Makna dari tonggo-tonggo ini
adalah sebagai penyampaian darah hewan yang merupakan jatah ataupun bagian yang diterima
oleh Nagapadohaniaji.
 “Mauliate ma pande nami.baen ma gondang si tio-tio i hasahatanni tortor nami. sai asi ma
rohana, sai martamba ma pasu-pasu sian Debata Mulajadi Nabolon. Tio ma asi ni roha, roha na
sijangkonon nami”. Makna dari ungkapan tersebut merupakan ucapan terimakasih terhadap
Tuhan Yang Maha Esa melalui bunyi gondang sebagai penyampaian gerak tari yang dilakukan,
agar Debata Mulajadi Nabolon senantiasa memberikan rahmatnya kepada seluruh umat
parmalim.
 Gondang sitio-tio pun kembali di bunyikan mengiringi prosesi terakhir tor-tor parhobas.
 Gondang sabangunan yang mengeluarkan bunyian yang sangat lembut dan penuh kasih yang
menandakan sebagai persembahan yang penuh kesakralan, pada saat Manortor seluruh wanita
memegang demban sebanyak tiga lembar lengkap dengan kapur sirih dan pinang, demban ini
disebut demban na mauliate, pada adat Batak demban juga dapat menandakan penyampaian
rasa terima kasih seseorang kepada orang lain, demban dapat dilengkapi dengan kapur sirih,
pinang, maupun uang dan beras yang diletakkan diatas piring.

Berdasarkan informasi dari informan Mak Tua Rumida adapun isi dari tonggo-tonggo yang
dipanjatkan masyarakat Parmalim yaitu sebagai berikut.

“Tonggo-tonggo tu (doa kepada) Debata Mulajadi Nabolon (Kami mengucapkan terimaksih


kepada mu Ompung Mulajadi Nabolon melalui musik bunyi-bunyian ini.Biarlah kami tetap pada
sabda dan ajaranmu).

Tonggo-tonggo tu Debata Natolu (Ajaran bapa kami raja nasiakbagi itulah yang kami ingat ya
tuhan, kami mengucapkan terimakasih bersembah sujud pada keagunganmu, melalui sesaji
puji-pujian kami, yaitu: nasi hangat, ikan, telur, ayam janatan dan betina, kambing putih, yang
kami sampaikan dengan iringan musik sebagai sembah dan pujian kami kepadamu).

“Tonggo-tonggo tu Siboru Deak Parujar (Terimakasih kami sampaikan kepada tuah leluhur bapa
kami, tuah leluhur ibu kami, dan kepada tuah ibu kami Siboru Deakparujar. Kami bersembah
sujud kepadamu, ibu yang agung, Dengan perantaraan dupa dan air suci ini, dengan nasi yang
hangat, ikan telur ayam dan kambing putih yang kami persembahkan melalui musik puji-pujian
ini). Tonggo-tonggo tu Raja Naga Padoha (Buatlah persembahan kita kepada Raja Naga Padoha
yang berkuasa atas bumi ini. Sesajian berupa darah ayam jantan dan betina, darah ayam jarum
bosi, darah ayam mira polin, darah ayam panggangan dan darah ayam putih). Tonggo-tonggo tu
Boru Saniang Naga (Bunyikanlah musik persembahan kita kepada Namboru Boru Saniang Naga
pemilik air yang suci. kiranya kita disucikan oleh kasih Ompung Mula Jadi Na Bolon. Kehidupan
kita diberkati oleh kasih sucinya yang agung mulia, mensucikan kehidupan jasmani maupun
rohani).Tonggo-tonggo tu Tuhan Simarimbulu Bosi (Tuhan, terimalah sajian pujian kami pada
hari kelahiranmu ini, melalui nasi hangat, ikan, ayam jarum bosi, dan kambing putih. telah kami
sampaikan pujian kami kepada-Mu Tuhan dalam memperingati hari kelahiran-mu, yaitu air
pentahiran untuk mensucikanmu, kain putih buat pembersih badanmu, jubah yang indah buat
selendang mu, dupa buat wewangianmu, serta musik kegemaranmu ya tuhan yang kami
persembahkan dengan segenap jiwa raga kami).Tonggo-tonggo tu Patuan Raja Uti (Dengan satu
tujuan kami datang mempersembakan sajian dan doa pada hari suci dan penuh tuah ini, yaitu
suma ni anggara bulan pertama hari kelahiran TuhanSimarimbulu Bosi. Pada hari inilah kami
peringati hari kelahiran mu, melaui ssai persembahan kami mengucapkan terimakasih dan
pujian kepada-Mu, berupa, nasi hangat, ikan, telur ayam jarum bosi, kambing putih, yang kami
sampaikan melalui bunyi-bunyian gondang ini). Tonggo-tonggo tu Raja Na Opat Puluh Opat
(Kami bersembah sujud kepada-Mu mengucapkan terimakasih beralaskan sesajian berupa nasi
yang hangat, ikan, telur ayam mira polin, kambing putih, yang kami sampaikan melalui
perantaraan bunyi-bunyian gondang). Tonggo-tonggo tu Raja Sisingamangaraja (Terimakasih
kepadamu ya Ompung Sisingamangaraja, pesan bapa Raja Nasiakbagi itulah yang kami ingat,
memperingati kelahiran mu pada hari yang suci dan penuh tuah ini. Kami mengucapkan
terimakasih beralaskan sembah tangan kami melalui, nasi yang hangat, ikan, telur ayam, ayam
mira poin, kambing putih yang kami sampaikan melalui musik bunyi-bunyian ini ).Tonggo Tu
Raja Nasiak Bagi ( Bapafirman mu itulah yang kami ingat pada hari yang mulia, penuh tuah ada
hari kelahiranmu ini. Inilah sembah sujud pujian kami pada mu Bapa, yang kami persembahkan
dengan segenap kemampuan dan hidup kami. Kami mempersembahkannya atas dasar
kepercayaan yang telah engkau nubuatkan melalui firman mu yang suci itu beserta sesajian
berupa nasi hangat, ikan telur, ayam mira polin, kambing putih, dengan dihantarkan oleh suara
musik pujian kami ).
Salah satu ritual atau upacara tradisional yang masih dipertahankan sampai sekarang oleh masyarakat
Parmalim yang bermukim di DesaPardomuan Nauli Hutatinggi , adalah ritual Sipaha Lima. Pada dasarnya
makna yang terkandung dalam simbol-simbol ritual menjadi acuan sikap dan perilaku manusia yang
tidak terlepas dari kehidupan masyarakat dengan orientasi kebudayaannya yang khas. Menurut Firth
dalam Ismail (2007:8), bahwa simbol itu sendiri merupakan petunjuk untuk kita dapat membuat
abstraksi. Dalam hal ini, simbol memiliki nilai instrumental atau alat ekspresi, komunikasi, pengetahuan,
dan kontrol. Oleh karena itu, dilakukan upaya untuk mengkaji dan memahami makna dibalik simbol-
simbol dalam sebuah tradisi yang harus dilakukan. Masyarakat di Desa Tapango memaknai ritual
massorong lopi-lopi adalah tindakan manusia agar dapat bersinergi dengan alam dan lingkungannya,
agar tercipta rasa aman, dan dijauhkan dari wabah penyakit

Latar Belakang

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tradisi ritual orang Mandar yang telah
dilakukan antara lain: penelitian Hafid (2010: 57) tentang upacara baca-baca neneqta adam di
Lambanan, Kabupaten Polman, mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan upacara adat baca-baca
neneqta Adam banyak mengandung makna simbolik dalam proses pelaksanaannya, maupun sesajen
yang ditampilkan dalam upacara tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai filosofi dan pedoman dalam
kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Masyarakat di Lambanan begitu mengsakralkan upacara
neneqta Adam, sehingga masyarakat pendukungnya rela berkorban materi dan tenaga untuk
pelaksanaan upacara tersebut, dengan harapan akan mendapat keselamatan dan ketentraman jiwa.
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Ansaar (2010:65) tentang upacara massossor manurung
yaitu pencucian benda-benda Kerajaan Mamuju, bahwa penyelenggaraan upacara massossor manurung
diwarnai sikap, tindakan, dan ucapan-ucapan simbolik, yang memiliki makna budaya sebagai cerminan
adanya sistem nilai-nilai luhur yang sejak lama telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
pendukungnya. Penelitian Salam (2010:85) tentang ritual keagamaan pada upacara mammunuang
(Maulid nabi) pada masyarakat Salabose, di Kabupaten Majene, mengungkapkan tentang tradisi-tradisi
leluhur yakni galuga, tiriq, dan khataman Qur’an yang disajikan bersama Saeyyang Pattuddu, merupakan
sarana sosialisasi oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam tulisan Ismail (2007:110),
religi manusia nelayan pada masyarakat Mandar, mengungkapkan simbolsimbol dalam ritual kuliwa (doa
keselamatan) dari berbagai sesajen yang mengandung makna doa keselamatan yang tidak terlafazkan.
Selanjutnya, penelitian Raodah (2015) tentang tradisi ritual Mappaoli Banua pada masyarakat Mosso,
Kecamatan Balanipa, Mandar. Tradisi ritual ini bertujuan untuk mengobati atau menyucikan kampung,
agar terhindar dari bencana alam dan wabah penyakit. Pelaksanaan tradisi ini mengungkapkan beberapa
rangkaian upacara, setiap ritual sarat dengan makna simbol-simbol yang mengandung arti sebagai
manifestasi dari Terkait dengan hasil penelitian terdahulu yang dikemukakan, belum ada yang meneliti
jenis upacara seperti massorong lopi-lopi, sehingga inilah yang mendasari, sehingga peneliti
menganggap perlu dan bermanfaat untuk dilakukan penelitian, serta pengkajian tentang makna simbolik
dalam ritual Massorong lopilopi pada masyarakat Tapango, sebagai upaya penyelamatan aset budaya
bangsa, sekaligus dapat memberikan sosialisasi kepada generasi muda khususnya bagi masyarakat
Tapango dan masyarakat Mandar pada umumnya, agar lebih mengenal, memahami, dan menghargai
warisan leluhurnya.harapan dan keselamatan masyarakat pendukung kepercayaan tersebut, dan
sebagai perwujudan penguatan karakter dan jati diri masyarakat Moso dan Mandar pada umumnya.

Ugamo malim menganut konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang tidak bermula dan tidak berujung,
dalam kosmologi ugamo malim ada sebuah sebutan ’’partohap harajaon malim di banua ginjang” (si
pemiliki kerajaan malim di benua atas) yang terdiri dari Debata Mulajadi Nabolon, Debata Natolu,
Siborudeakparujar dan Siboru Saniangnaga. Sedangkan ’’partohap harajaon malim di banua tonga” (si
pemiliki kerajaan malim di benua tengah) yang terdiri dari Raja Uti, Tuhan Simarimbulubosi, Raja
Naopatpuluopat, Raja Sisingamangaraja dan Raja Nasiakbagi.

kepercayaan ugamo Malim yaitu melakukan titah-titah yang dipercayai berasal dari Debata Mulajadi
Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta manusia, langit dan bumi, segala isi alam semesta
serta roh nenek moyang orang Batak Toba (Gultom, 2010: 124-126).

Setiap acara ritual ini dipimpin Ihutan Parmalim atau Ulu Punguan sebagai mewakili Ihutan. Tetapi
dalam upacara besar (umum) harus dipimpin oleh Ihutan Parmalim. Semua peserta (umat Parmalim)
terlebih dahulu membersihkan diri sesuai dengan aturan, tidak melakukan perbuatan yang digolongkan
najis (ramun). Dengan berpakaian sopan (minimal berkain sarung), lebih diutamakan berpakaian adat
Batak lengkap dan bersorban (martali-tali) bagi kaum pria, memasuki tempat upacara, duduk dengan
teratur. Saat doa dimulai, semua peserta bersembah dengan kedua tangan. Sipaha Lima, dalam Ugamo
Malim merupakan aktifitas ibadah yang dilakukan selama sekali setahun, dan dilaksanakan selama 3 hari
berturut-turut, yang jatuh pada tanggal 12 (Boraspatinitangkup), 13 (Singkora Purasa), dan tanggal 14
(Samisarapurasa) bulan ke Lima (Sipaha Lima ) dalam penangglana Batak. Sipaha Lima merupakan ritual
rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Debata Mulajadi Nabolon selama setahun sebelumnya.
Acara tahunan ini berpusat di Bale Pasogitt Hutatinggi, Laguboti yang diikuti seluruh umat Malim, karena
dalam Ugama Malim ritual ini merupakan yang terbesar sehingga menyajikan banyak sesaji yang
diaturkan.

Makna simbolik dari 7 aturan tersebut berbeda-beda, dapat dilihat dari beberapa hal yang menjadi
bagian penting dalam upacara tersebut yaitu tempat peleksanaan dan waktu upacara, proses penyajian
upacara, perlengkapan dan pendukung upacara ataupun hal yang mendukung terjadinya kegiatan
tersebut.

Ihutan-lah yang bertindak sebagai pejabat (manghasuhutkon) dalam mempersembahkan sesaji


sembahan itu. Peranan ihutan di sini adalah sebagai wakil dari Raja Nasiakbagi yang pertama sekali
mengisbatkan (menetapkan) upacara Sipaha Sada wajib diamalkan. Hal ini juga bermakna bahwa Ihutan-
lah yang bertindak sebagai wakil seluruh warga parmalim dalam mempersembahkan sesaji sembahan
itu.

Ugamo Malim berasal dari kata ugamo dan malim. Ugamo adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan ngolu partondion (alam spritual), yaitu tata cara hubungan manusia dengan alam roh,
sedangkan malim artinya suci. Dengan demikian, Ugamo Malim adalah pengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan ngolu partondion (alam spritual), yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
kesucian yang bersumber dari Debata Mula Jadi Na Bolon (pencipta). Adapun penganut kepercayaan ini
disebut Parmalim, yaitu kumpulan orang-orang yang menjalankan Ugamo Malim.

Ugamo Malim terdiri dari dua kata yaitu Ugamo dan Malim. Kata Ugamo berarti yang mengatur segala
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan partondion (spiritual) yaitu tata cara hubungan manusia
dengan roh.

Upacara Sipaha Lima berlangsung selama 3 hari berturut-turut. Hari pertama upacara ini disebut dengan
“Ulaon Parsahadaton”, yaitu acara doa. Hari kedua disebut dengan “Ulaon Pameleon”, yaitu acara
persembahan. Sedangkan hari ketiga disebut dengan “Panggohi atau disebut juga dengan Mananti”,
yaitu acara penutup, yaitu sebagai penggenapan dari keseluruhan tahapan upacara yang sudah
dilaksanakan.

PEMBAHASAN

Masyarakat Batak khususnya masyarakat Batak Toba mengenal martutu aek sebagai bagian dari
beberapa kolektifitas budaya yang masih dilaksanakan sampai saat ini, dan martutu aek ini dilaksanakan
sebagai bentuk ungkapan terima kasih dalam konteks hagabeon(memiliki anak laki laki dan perempuan)
kepada ompung mulajadi nabolon sebagai persembahan pemberi berkah Dalam upacara adat martutu
aek etnik Batak Toba ada (5) tahapan performansi yang dilakukan yaitu : 1) Mardebata 2) Lao tu mual 3)
Maralaman 4) Mardalihan natolu 5) Marsaor

Gondang sebagai budaya musik yang hidup ditengah-tengah masyarakat suku Batak Toba memiliki
peran dalam ritual kepercayaan masyarakat Batak Toba. Pengertian gondang sebagai seperangkat alat
musik batak sebagai kumpulan alatalat musik tradisional batak toba terbagi menjadi dua bagian yaitu;
Gondang Sabangunan, yang terdiri dari: Taganing, Gordang, Sarune, Ogung Oloan, Ogung Ihutan, Ogung
Panggora, Ogung Doal dan Hesek, dan Gondang Hasapi yang terdiri dari: Sarune Etek, Sulim, Garantung,
Hasapi, Odap dan Hesek

di Bale Pasogot Partonggoan (Bale Pasogit Partonggoan adalah tempat peribadatan umat Parmalim yang
ada di pusat Parmalim, yaitu yang ada di huta tinggi, Kecamatan Laguboti). (Sipaha sada dan Sipaha
Lima), dan di Ruma 39 Parsatian (Parsantian adalah tempat peribadatan umat Parmalim yang terdapat di
setiap punguan)

sejarah

Salah seorang dari tokoh tersebut bernama Raja Mulia Naopospos dari Hutatinggi Kecamatan Laguboti,
mendapat mandat untuk menyebarkan Ugamo Malim ini. Kepada Raja Mulia Naipospos ini diamanahkan
agar kelak mendirikan Bale Pasogit di Hutatinggi Laguboti , sebagai pengganti Bale Pasogit yang dibakar
oleh Belanda pada tahun 1883 di Bakkara. Namun karena penindasan-penindasan dan kekuasaan
pemerintahan Belanda dan Jepang, amanah tersebut baru dapat diwujudkan setelah mendapat izin dari
pemerintahan Belanda melaui surat Covtroleur Van Toba nomor 1494/13 tanggal 25 Juni 1921 untuk
mendirikan Bale Partonggoan (rumah peribadatan) Parmalim di Hutatinggi Kecamatan Laguboti. Tanggal
25 Juni 1921 inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya Parmalim dan ditetapkannya Desa
Huta Tunggi Kecamatan Laguboti, sebagai pusat Ugamo Malim (Parmalim
Oleh karena itu untuk menyambut dan menyembahnya harus diadakan upacara persembahan kurban,
yang disebut dengan Pameleon Bolon Sipaha Lima. Hal inilah yang sampai saat ini diikuti oleh seluruh
umat Parmalim dan sudah menjadi suatu ketetapan yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat
Parmalim untuk selama-lamanya.

Untuk dapat melihat hubungan dan fungsi dari masing-masing Parhobas diatas, dapat kita lihat pada
pembahasan berikut ini. 2.2.1 Ihutan Parmalim Tugas dari seorang Ihutan Parmalim adalah memimpin
dan menetapkan seluruh upacara-upacara ritual Ugamo Malim, baik upacara- upacara rutin maupun
upacara-upacara yang bersifat khusus dan juga upacara yang berhubungan dengan pertanian;
membimbing dan membina seluruh umat Parmalim. Dalam melaksanakan tugasnya, Ihutan Parmalim
dibantu oleh Ulu Punguan dan Pangula Ugasan Torop Bale Pasogit. 2.2.2 Ulu Punguan Tugas Ulu
Punguan adalah memimpin yang membantu tugas-tugas Ihutan Parmalim di dalam upacara-upacara
peribadatan yang dilaksanakan ditiap-tiap cabang Punguan. Dalam hal membantu tugas dari Ihutan,
tidak semua upacara-upacara dalam Ugamo Malim dapat dipimpin oleh Ulu Punguan. Adapun upacara-
upacara yang dapat dipimpin oleh Ulu Punguan adalah: (1) Marari Sabtu; (2) Martutuaek;(3) 42
Mardebata di Jabu {4) Pasahat Tondi; dan (5) Mangan Napaet. Sedangkan Upacara Sipaha Sada, Upacara
Sipaha Lima, dan Upacara Pardebataon dialaman hanya dipimpin oleh Ihutan Parmalim. Tugas lain dari
Ulu Punguan adalah bersama-sama dengan Punguannya memilih dan menunjuk Pangula Ugasan Torop
Punguan di jemaatnya masingmasing. 2.2.3 Pangula Ugasan Bale Pasogit Pangula Ugasan Bale Pasogit
adalah salah seorang dari anggota jemaat Parmalim yang dipilih oleh Ihutan Parmalim untuk
mengumpulkan Ugasan Torop (kewajiban dari jemaat) Ugasan Torop adalah hasil dari apa yang telah
dikerjakan oleh umat Parmalim baik berupa hasil pertanian maupun berupa uang yang dalam Bahasa
Batak disebut Parbueni tangan (buah tangan), yang bertujuan untuk membantu sesama Parmalim yang
dilanda kemalangan dan yang ditimpa bencana. Ugasan torop ini disimpan di Hutatinggi kecamatan
Laguboti. dari semua umat (jemaat) melaui Ulu-ulu Punguan, yang kemudian disimpan di Bale Pasogit
bertempat di Huta tinggi Kecamatan Laguboti, menunggu disalurkan ketempat ataupun posnya masing-
masing. 2.2.4 Pangula Ugasan Torop Punguan Secara umum tugas dari Pangula Ugasan Bale Pasogit dan
Pangula Ugasan Torop Punguan adalah sama. Perbedaannya dapat dilihat pada tekhnis pelaksanaan
kerjanya saja. Pangula Ugasan Bale Pasogit bertugas mengumpulkan semua Ugasan Torop yang
diserahkan oleh Ulu-ulu Punguan ( pimpinan-pimpinan kelompok). 43 Sedangkan Pangula Ugasan Torop
Punguan bertugas mengumpulkan Ugasan Torop dari jemaat di Punguan masing-masing, untuk
diserahkan kepada Ulu Punguan.

Pada hari pertama pelaksanaan upacara ini, ditandai dengan membunyikan Gondang Sabangunan. Umat
Parmalim manortor (tarian ritual)5 bersama, yang diakhiri dengan tortor dari Ihutan Parmalim. Tujuan
dari pelaksanaan upacara pada hari pertama ini adalah : (1) untuk mengucap syukur kepada Debata
Mulajadi Nabolon, karena umat Parmalim telah sampai di lingkungan Bale Pasogit Partonggoan dengan
selamat; (2) untuk meminta pengampunan dosa atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang telah mereka
perbuat selama ini, agar mereka disucikan dan dilayakkan; (3) untuk mengucapkan syukur kepada Raja
Nasiak Bagi karena mereka telah mempersiapkan Pelean kepada Debata Mulajadi Nabolon; (4) untuk
meminta bimbingan dan petunjuk kepada Debata Mulajadi Nabolon dalam pelaksanaan upacara
Pameleon keesok harinya6 . Pada hari kedua pelaksanaan upacara adalah merupakan inti dari
keseluruhan rangkaian upacara. Pada hari inilah dilaksanakan upacara Pameleon, yaitu persembahan
sesajian dan hewan kurban kepada seluruh oknum-oknum yang disembah dan dihormati oleh umat
Parmalim, yakni : (1) Debata Mulajadi Nabolon; (2) Debata Natolu; (3) Siboru Deakparujar; (4) Naga
Padoha Niaji; (5) Boru Saniang Naga; (6) Patuan Raja Uti; (7) Tuhan Simarimbulu Bosi; (8) Raja
Naopatpuluopat; (9) Raja Sisingamangaraja; dan (10) Raja Nasiak Bagi. Tujuan dari pelaksanaan upacara
pada hari kedua ini adalah : (1) untuk menyampaikan pelean puji-pujian dari hasil pertama pekerjaan
dan rejeki lainnya yang sudah diperoleh, karena apa yang mereka dapatkan itu adalah merupakan
berkat kasih Debata Mulajadi Nabolon dan seluruh pancaran kuasanya; (2) memohon pengampunan
dosa dan meminta “pasu-pasu” (berkat), yaitu hidup yang baik, keselamatan, keturunan yang banyak,
pikiran yang terang dan kekuatan7 . Pada hari ketiga pelaksanaan upacara ditandai dengan pelaksanaan
dua acara, yaitu acara mambagi jambar (pembagian hewan kurban kepada seluruh jemaat), dan yang
kedua adalah acara mananti, yang disebut juga dengan manggohi, yaitu penggenapan yang dilaksanakan
di Bale Pasogit Partonggoan. Tujuan dari pelaksanaan upacara pada hari ketiga ini adalah : (1) untuk
mengucap syukur dan terimakasih kepada seluruh yang mereka sembah dan hormati, karena selama
tiga hari pelaksanaan upacara ini telah selesai mereka laksanakan dengan baik; (2) agar keseluruhan
pelaksanaan upacara tersebut diterima dan diberkati Debata Mulajadi Nabolon; (3) untuk memohon
pengampunan atas segala kekurangan-kekurangan selama dalam pelaksanaan upacara; dan (4) agar
seluruh umat Parmalim tetap mendapat bimbingan dan berkat pada hari kepulangan mereka ketempat
masing-masing serta memohon petunjuk dalam hal yang berhubungan dengan masa depan mereka

Tempat Pelaksanaan Upacara Dalam hal membahas tempat pelaksanaan upacara ini, akan dibagi dalam
dua bahagian besar. Pertama mengenai letak bangunan di lokasi pusat Ugamo Malim, yaitu Bale Pasogit
Partonggoan, Bale Parpintaan, Bale parhobasan, Bale Pangaminan dan Jabu Pamoparan. Sedangkan
pada bahagian yang kedua yaitu mengenai saat upacara dilaksanakan, yaitu pada pelaksanaan ketiga
hari upacara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada sub anak bab berikut .

tuasi Letak Bangunan Di Lokasi Pusat Ugamo Malim Untuk dapat membahas mengenai tempat
pelaksanaan upacara Sipaha Lima ini, pertama-tama kita harus melihat letak bangunan-bangunan yang
ada di lokasi pusat Ugamo Malim di Hutatinggi Kecamatan Laguboti. Bale Paosogi Partonggoan; Bale
Parpintaan; Bale Parhobasan; bale pangaminan; jabu pamoparan;

Dalam membicarakan benda-benda dan alat-alat upacara, penulis akan membaginya dalam tiga bahasan
yaitu : (1) daupa dohot aek pangurason, yaitu tempat pembakaran kemenyaan dan air pentahiran; (2)
ula-ula, yaitu benda-benda yang dipakai untuk mendukung jalannya upacara; (3) pelean, yaitu
persembahan (sesajian). Daupa adalah sebutan untuk kemenyaan yang dibakar. Kemenyaan yang
dibakar. Kemenyaan ini dibakar di dalam tempat pembakaran khusus yang disebut “Pardaupaaan”.
Aek Pangurason (air pentahiran) adalah air yang dimasukkan ke dalam cawan yang berwarna putih, yang
akan dipercikkan oleh Ihutan Parmalim kepada seluruh jemaat. Aek Pangurason dipercikkan dengan
mempergunakan satu ikan daun Baneba

i ula-ula adalah pekerjaan tangan. Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ula-ula tersebut adalah :
(1) langgatan; (2) Hembang (3) borotan; (4) Mombang di jabu; (5) mombang di alaman; (6) hobakni
hambing puti; (7) gantang; (8) solup si opat bale; (9) jual sionom solup; (10) parmasan si sampuludaua;
(11) ampang si duapuluopat; dan (12) ensambel Gondang Sabangunan.

LANGGATAN

Pada pucak pelaksanaan upacara Sipaha Lima ini (Hari II), ditengah halaman tempat upacara dibangun 3
buah langgatan dari bahan kayu meranti (hau maranti), sebagai rangka langgatan berbentuk segi empat.
Pada masing-masing langgatan diikatkan mare-mare (janur secara berkeliling) mengikuti rangka
langgatan, kemudian dibalut dengan kain putih, juga mengikuti rangka langgatan tersebut. Pada
bahagian depan atas langgatan dibuat bentuk menyerupai rumah Batak Toba, yang mana pada bahagian
puncak diikatkan daun enau berwarna hijau tua. Pada masing-masing sisi langgatan ditempatkan
Sanggul-sanggul (mahkota langgatan) yang terdiri dari : (1) bulung ni baringin, yaitu daun beringin yang
jumlahnya satu ikat; (2) opat bulung silinjuang, yaitu empat daun bunga hanjuang merah; (3) sambulung
hattunggal, yaitu satu lembar daun hanjuang hijau; (4) banebane (kemanggi); dan (5) bunga-bunga, yaitu
bunga raya Di antara ketiga langgatan tersebut, bentuk langgatan pada bahagian tengah (II) berbeda
dengan kedua langgatan lainnya, yakni dari segi besar dan tingginya.14 Sedangkan bentuknya secara
umum adalah sama, namun pada bahagian atas dilengkapi dengan penutup, yang disebut dengan
Tungkup, yaitu penutup berbentuk kerucut yang dibuat dari rotan sebagai kerangka yang berbentuk
kerucut yang dilapisi dengan kain putih. Pada bagian puncak dari tungkup tersebut diikatkan mange-
mange (bunga pinang) dan bane-bane (kemangi). Adapun kegunaan dari ketiga langgatan ini adalah : (1)
Langgatan I (bahagian kiri) adalah tempat pelean yang dipersembahkan kepada Raja Naopatpuluopat,
Raja Sisingamangaraja dan Raja Nasiak Bagi; (2) langgatan II (bahagian tengah) adalah tempat pelean
yang dipersembahkan kepada Parbanua ginjang (Penghuni benua atas, termasuk didalamnya Debata
Mulajadi Nabolon); dan (3) langgatan III adalah tempat pelean yang dipersembahakn kepada Boru
Saniangnaga, Patuan Raja Uti, dan Tuhan Simarimbulu Bosi.

HEMBANG Hembang Secara harafiah hembang berarti bendera. Hembang (bendera) ini letaknya di
antara langgatan II (tengah) dan langgatan III (sebelah kanan). Tiang dari hembang ini dibuat dari tulang
daun enau. Ketiga hembang ini terdiri dari warna hitam, putih, dan merah. Hembang berwarna hitam
yang diletakkan menghadap ke arah habinsaran (timur), menunjukkan pekerjaan Tuhan Batara Guru
yang memegang timbangan kerajaan. Hembang berwarna putih yang diletakkan menghadap ke arah
Toba (utara), menunjukkan pekerjaan Tuhan Harajaon Sori yang memegang timbangan kesucian.
Hembang berwarna merah yang diletakkan menghadap ke arah Dangsina (selatan), menunjukkan
pekerjaan Tuhan Balabulan, yang memegang kekuatan dan kerasulan.

BOROTAN Borotan Borotan adalah batang kayu yang ditanam (ditancapkan) sebagai tempat mengikat
kerbau kurban (horbo pelean) pada saat upacara dilaksanakan, yaitu sebelum dilakukan acara
mangalahat (memotong), untuk kemudian dimasak di Bale Parhobasan.15 Pada puncak borotan
diikatkan mare-mare /janur kuning (pada ranting borotan) sebanyak dua buah dengan ukuran masing-
masing satu depa (kira-kira 1,3 meter), yang dibuat dengan bentuk menyilang, sebagai lambang
petunjuk keempat penjuru mata angin. Pada puncak ranting-ranting borotan digantungkan manuk-
manuk sebanyak 7 buah, yaitu burung-burung buatan dari daun janur. Manuk-manuk ini adalah sebagai
lambang dari manuk-manuk (burung) Raja Sisingamangaraja, yang diyakini oleh umat Parmalim dapat
membawa rezeki.

Mombang Di Jabu Mombang ini terbuat dari rotan yang dibuat berbentuk lingkaran. Pada lingkaran
rotan yang berdiameter 50 cm ini diikatkan 3 buah tali yang terbuat dari ijuk, yang berfungsi sebagai
gantungan mombang. Tempat penutup mombang menggunakan kain berwarna putih. Bentuk dari
mombang ini adalah menyerupai bentuk kerucut. 112 Pada lingkaran rotan yang telah dianyam ini
dibuat mare-mare (janur muda) yang dibentuk mengelilingi bentuk bulatan rotan. Panjang untaian
mare-mare (janur muda) ini sekitar satu meter. Pengertian dari mombang di jabu adalah mombang yang
ditempatkan di dalam rumah (jabu), yang digantungkan di langit-langit rumah, tepatnya di ruang tengah
rumah tersebut. Adapun kegunaan mombang di jabu ini adalah sebagai tempat sesajian (pelean) yang
dipersembahkan kepada Habonaran ni parbanua tonga (malaikatmalaikat yang berdiam di benua
tengah/dunia).

Mombang Di Alaman Pada dasarnya mombang di alaman ini sama dengan mombang di jabu, dilihat dari
segi bentuk dan ukurannya. Namun seperti namanya yaitu mombang di jabu, yaitu mombang yang
digantungkan di dalam rumah dan mombang di alaman yaitu mombang yang digantungkan di halaman.
Mombang di alaman ini digantungkan pada ruas bambu setinggi 5 meter. Ruas bambu tersebut dihiasi
dengan mare-mare (janur muda) sepanjang 90 cm sebanyak empat buah yang diikatkan pada ruas-ruas
bambu. Adapun kegunaan daripada mombang di alaman ini adalah sebagai tempat sesajian (pelean)
yang dipersembahkan kepada Habonaran ni parbanua ginjang, yaitu malaikat-malaikat dari benua atas.

3.4.2.6. Hobak Ni Hambing Puti Hobak ni hambing puti ini adalah kulit kambing putih yang sudah kering.
Fungsi daripada hobak ni hambing puti pada pelaksanaan upacara ini adalah sebagai tempat duduk
Ihutan Parmalim ketika manonggohon (mendoakan) pelean (sesajian), yang diletakkan di depan
langgatan II (tengah).

3.4.2.7. Gantang Gantang adalah sejenis bakul yang kecil yang berukuran dua takaran beras. Gantang ini
adalah sebagai lambang ukuran keberadaan dan tingkah laku kehidupan manusia, ataupun tingkat sosial
masyarkaan; misalnya miskin, kaya.

3.4.2.8. Solup Si Opat Bale Bentuk dan fungsinya sama dengan Gantang, tetapi ukurannya adalah empat
takaran beras.

3.4.2.9. Jual Si Onom Solup Bentuk dan fungsinya sama dengan Gantang, tetapi ukurannya adalah enam
solup. 115

3.4.2.10.Parmasan Si Sampulu Dua Bentuk dan fungsinya sama dengan Gantang, tetapi ukurannya
adalah 12 solup.

Ampang Si Duapuluopat Bentuk dan fungsinya sama dengan gantang, tetapi ukurannya adalah 24 solup.

Ensembel Musik Gondang Sabangunan Instrumen Gondang Sabangunan ini terdiri dari : (1) Taganing
atau Tataganing (membranofon), yaitu seperangkat gondang yang terdiri dari lima buah gendang,
berbentuk konis. Alat musik ini dimainkan oleh seorang pemain dengan memakai dua buah stik atau
pukulan dari kayu. Kelima gondang ini digantung pada palang kayu yang menyilang, dengan urutan
gendang disusun dari yang terkecil hingga yang terbesar secara berurutan. Gendang yang paling kecil
dengan nada yang paling tinggi berada di sebelah kiri sipemain. Taganing ini berfungsi sebagai pembawa
variasi ritim dan melodi. (2) Gordang (membranofon), yaitu sebuah gendang yang berukuran besar,
dengan konstruksi yang sama dengan taganing. Gordang ini ditempatkan pada sisi kanan pemain
taganing, dan dimainkan oleh seorang pemain lainnya. Fungsi Gordang dalam ensembel ini sama dengan
taganing. (3) odap (Double Headed Drum), yaitu sebuah gendang dua sisi dengan konstruksi yang agak
berbeda dengan taganing dan gordang. Walaupun Odap ini terdiri dari 2 sisi, namun Odap ini
ditempatkan di bagian atas antara Gordang dan 116 Taganing, dimainkan oleh pemain Taganing.
Fungsinya dalam ensembel sama dengan fungsi Taganing dan Gordang. (4) Sarune Bolon (aerofon,
double reed), Sarune Bolon ini memiliki lima buah lubang jari di depan dan sebuah lobang untuk jempol
yang terletak di belakang. Tehnik bermainnya dikenal dengan istilah marsiulak hosa (Circular Breathing),
yaitu tehnik permainan menghirup nafas tanpa berhenti meniup. Fungsinya dalam ensembel adalah
sebagai pembawa melodi. Gambar 10. Pargonci Pada Pelaksanaan Upacara Sipaha Lima (5) Ogung
(meralofon). Ogung ini terdiri dari : Ogung Oloan; Ogung Ihutan; Doal, dan Ogung Panggora. Keempat
ogung ini dimainkan oleh 4 orang. Pola ogung ini mengorganisasikan pola ritmik yang konstan yang terus
menerus diulang, yang panjangnya empat ketukan. (6) Hesek (idiofon). Pada dasarnya ada banyak benda
yang dapat dijadikan sebagai alat musik hesek, sepanjang benda itu dapat menghasilkan suara yang
nyaring, misalnya : botol yang dipukul dengan sendok, dua buah besi yang saling dipukulkan, mata
cangkul yang dipukul dengan sepotong besi. Pada pelaksanaan upacara ini hesek yang digunakan adalah
botol yang dipukul dengan sepotong besi. Fungsi hesek dalam ensembel ini adalah sebagai pembawa
ritim konstan.

PELEAN

Adapun pelean-pelean tersebut adalah : (1) Horbo (kerbau); (2) Hambing Puti (kambing putih); (3)
Manuk (ayam); (4) Ihan Batak (ikan batak); (5) Indahan nalas (nasi panas); (6) Pirani Ambalungan (telor
ayam); (7) tuhor-tuhor (jajanjanan); (8) Gajut Pandan (kantongan yang terbuat dari pandan); dan (9)
Paradatan (penghormatan).

Horbo (Kerbau) Setiap pelaksanaan upacara Sipaha Lima, hewan yang dikurbankan tidaklah selalu
kerbau (horbo), tetapi berganti-ganti dengan lembu (lombu sitio-tio). Artinya adalah, bila pada tahun ini
kerbau maka pada tahun berikutnya yang dikurbankan adalah lembu. Sebelum dipersembahkan, kerbau
ini lebih dahulu dibersihkan, kemudian dimasukkan ke bara (kolong yang berada di Bale Parpintaan).
Pada bagian hidung kerbau dibuat hariri, yaitu bulatan rotan yang mirip gelang, yang berfungsi sebagai
tempat tali untuk menghubungkan dengan ungur-ungur (bambu sepangjang tiga meter) yang
dipergunakan untuk menarik kerbau dari bara menuju tempat upacara. Persembahan kerbau kurban ini
dilaksanakan dua kali, yaitu ketika masih hidup dan setelah disembelih. Kerbau kurban ini disembelih di
Bale Parhobasan oleh orang-orang yang telah ditunjuk oleh Ihutan Parmalim, yang disebut dengan
Parhobas Pelean (yang bertugas untuk mengerjakan pelean). Di dalam Bale Parhobasan inilah dikerjakan
Horbo Pelean (kerbau kurban), yang akan dipersembahkan di Bale Pasogit Partonggoan. Adapun bagian-
bagian dari kerbau kurban yang dipersembahkan di Bale Pasogit Partonggoan adlaah : (1) Upasira, yaitu
bagian belakang kerbau; (2) Uluna himpal, yaitu keseluruhan bagian kepala; (3) Ransangan, yaitu bagian
rusuk; (4) Ungkapan, yaitu bagian dada; (5) Sasap pangamun, yaitu daging yang ada di antara bagian
rusuk dan bagian belakang sebelah kanan; (6) Halimbagas pangaun, yaitu bagian rusuk sebelah kanan;
(7) Tanggo-tanggo, yaitu bagian daging yang dipotong kecil-kecil (lebih besar sedikit dari potongan
rendang); dan (8) Ate-ate, yaitu hati. Upasira dan uluna himpal ini tidak dimasak, sedangkan bagian
lainnya, yaitu rangsangan, ungkapan, sasap pangamun, halimbagas pangamun, tanggo-tanggo dan ate-
ate seluruhnya dimasak. Kedelapan bagian inilah yang dijadikan pelean, sedangkan bagian lainnya
dimasak untuk dimakan bersama oleh seluruh umat Parmalim.

Hambing Puti (Kambing Putih) Secara harafiah hambing puti berarti kambing putih. Namun pengertian
yang sebenarnya dari hambing puti ini adalah kambing yang benar-benar berwarna putih, yang telah
disucikan. Sebelum dipersembahkan, kambing ini lebih dahulu dibersihkan di tempat pembersihan
hewan kurban yang ada di Bale Parhobasan. Adapun bagian-bagian yang dipersembahkan dari kambing
ini adalah : (1) upasira, yaitu bagian belakang; (2) namarngingi, yaitu bagian rahang atas berikut dengan
gigi; (3) ransangan, yaitu bagian rusuk; (4) pusu-pusu, yaitu jantung; (5) pia, yaitu buah pinggang; (6)
limpa, yaitu limpa; (7) ate-ate, yaitu hati, bahagian hati ini dibuat menjadi dua, bahagian pertama dibuat
tanggo-tanggo (dipotong kecil-kecil) dan dibuat menjadi sibahue, yaitu ditumbuk halus. Sebelum
dipersembahkan, bagian-bagian yang akan dipersembahkan ini lebih dahulu dimasak. Adapun cara
memasak pelean ini adalah dengan menggunakan santan yang dicampur dengan kunyit. Bumbu-bumbu
yang dipakai adalah : garam, asam, bawang batak, dan lada yang sudang digiling. 3.4.3.3. Manuk (Ayam)
Ayam yang dipersembahkan dalam pelaksanaan upacara ini sebanyak 11 (sebelas) ekor, yang terdiri dari
: (1) 3 ekor manuk nabontar, yaitu ayam yang berwarna putih; (2) 3 ekor manuk jarum bosi, yaitu ayam
yang berwarna hitam berbintik-bintik merah dan putih; (3) 3 ekor manuk mirapolin, yaitu ayam yang
berwarna merah berbintik-bintik hitam dan putih; (4) 1 ekor manuk sampuborna namarretteng, yaitu
ayang yang lagi bertelor dan berwarna beraneka macam. Sebelum keseluruhan ayam ini
dipersembahkan, lebih dulu dipuruti (dikeluarkan bagian-bagain perutnya) dan kemudian dimasukkan ke
dalam air yang panas untuk memudahkan mencabuti bulu-bulunya (dilomang tu aek las). Setelah itu
dipanggang baru kemudian diserahkan kepada Parhobas Pelean, yaitu yang mengetahui cara-cara
penyajian ayam ini, yang sudah dilaksanakan turun-temurun oleh umat Parmalim. Adapun penyajian
keseluruhan ayam ini berbeda antara satu jenis ayam dengan jenis lainnya, yaitu dari cara memasak
serta bahagian-bahagian yang dipersembahkan. Dari segi cara memasak terdapat 3 jenis cara
memasaknya, yaitu : (1) ketiga ekor manuk nabontar dan ketiga ekor manuk merapolin dimasak dengan
cara menggunakan santan kelapa yang dicampur dengan kunyit ditambah dengan bumbu-bumbunya,
yaitu garam, asam, bawang batak, dan lada yang sudah digiling; (2) manuk sampuborna namarretteng
dimasak dengan menggunakan santan yang 121 dicampur dengan kunyit, daun bangun-bangun, kemiri
yang dibakar, bawang rambu, garam dan jeruk jungga, masakan ini disebut dengan Nanidugu; dan (3)
manuk sampuborna sabur bintang dimasak dengan menggunakan cabe merh (yang digiling tidak halus),
garam, jeruk jungga, masakan ini disebut Napinadar. Dari segi bagian-bagian yang dipersembahkan,
yaitu : (1) 1 ekor ayam nabontar dipersembahkan bulat-bulat (tidak dipotong-potong), dimana kaki dan
ujung sayang tidak ikut dipersembahkan, diletakkan pada langgatan II (tengah); (2) 2 ekor manuk
nabontar dipersembahkan bulat-bulat, dimana kaki sebelah kiri dan sayap sebelah kanan tidak
diikutkan, diletakkan pada mombang di jabu satu ekor dan mombang dialaman satu ekor; (3) 1 ekor
manuk jarum bosi dipersembahkan bulatbulat, dimana kaki dan ujung sayap tidak diikutkan, diletakkan
pada langgatan III; (4) 2 ekor manuk jarum bosi dipersembahkan bulat-bulat, dimana kaki sebelah kiri
dan sayap sebelah kiri tidak diikutkan, yang diletakkan pada mombang dijabu satu ekor; (5) 1 ekor
manuk mirapolin dipersembahkan bulat-bulat, dimana kaki dan ujung sayap tidak diikutkan, yang
diletakkan pada langgatan I; (6) 2 ekor manuk mirapolin dipersembahkan bulat-bulat, dimana kaki
sebelah kiri dan sayap sebelah kanan tidak diikutkan, yang diletakkan pada mombang dijabu satu ekor
dan mombang dialaman satu ekor; (7) 1 ekor manuk sampuborna namarretteng dipersembahkan bulat-
bulat, dimana kaki dan ujung sayap tidak diikutkan, yang diletakkan pada langgatan II; dan (8) 1 ekor
ayam sampuborna sabubintang dipersembahkan bulat-bulat, dimana kaki dan sayap tidak diikutkan,
diletakkan pada mombang dijabu. 122 3.4.3.4. Ihan Batak (Ikan Batak) Ihan Batak (Ikan Batak) atau
sering juga disebut dengan dengke batak, adalah sejenis ikan mas hitam, yang hanya hidup di perairan
Danau Toba. Ihan batak yang dipersembahkan dalam pelaksanaan upacara ini adalah sebanyak 14 ekor.
Keseluruhan ihan batak ini dibagi menjadi 2 bahagian, yaitu dengke nilaean sebanyak 7 ekor dan dengke
saur sebanyak 7 ekor. Dengke nilaean adalah ihan batak yang mempunyai ukuran kira-kira satu jengkal
tangan orang dewasa. Dengke nilaean ini dimasak dengan cara direbus, tidak menggunakan bumbu
tetapi hanya menggunakan garam secukupnya. Dengke saur adalah ihan batak yang ukurannya lebih
kecil dari dengke nilaean. Dengke saur ini dimasak dengan cara direbus, mengunakan bumbu, yaitu : air
jeruk jungga, kemiri yang digiling, bawang batak dan garam secukupnya. 3.4.3.5. Indahan Na Las (Nasi
Panas) Indahan na las adalah nasi putih yang panas. Dalam pelaksanaan upacara ini, indahan na las yang
dipersembahkan adalah sebanyak 5 piring. 3.4.3.6. Pira Ni Ambalungan (Telur ayam Rebus) Pira ni
ambalungan adalah sebutan untuk telur ayam yang direbus. Sebutan lain untuk telur ayam yang direbus
ini adalah pirani manuk nanihobolan. Dalam pelaksanaan upacara in telur ayam yang dipersembahkan
adalah sebanyak 7 butir. 123 3.4.3.7. Tuhot-Tuhor (Jajanan) Secara harafiah tuhor-tuhor berarti jajan-
jajanan. Tuhor-tuhor ini dapat juga diartikan dengan makanan ringan. Adapun yang termasuk dalam
tuhor-tuhor ini adalah sebagai berikut : (1) Openg-openg, yaitu sejenis kue yang dibuat dari tepung
beras dan pisang. Kedua bahan ini ditumbuk dengan menggunakan lesung. (2) Pisang, jenis pisang yang
digunakan adalah jenis pisang yang disebut dengan pisang toba, yaitu sejenis pisang ambon, tetapi
pisang toba ini agak lebih kecil sedikit ari pisang ambon. (3) Ansimun, yaitu mentimun. Dalam
penyajiannya, ansimun ini hanya dikupas dan disajikan bulat-bulat (tidak dipotong-potong). (4) Puhul-
pohul, yaitu sejenis kue yang dibuat dari tepung beras, gula dan kelapa yang diparut. Dikatakan pohul-
pohul adalah karena bentuknya, sama seperti kepalan tangan. Bentuknya demikian adalah dikarenakan
cara membuatnya adalah dengan menggunakan kepalan tangan sebagai tuangannya. Pohul-pohul ini
dimasak dengan cara dikukus. (5) Sitompion, yaitu kue asli Batak Toba (menurut keterangan R. M.
Naipospos). Sitompion ini dibuat dari bahan tepung beras, gula, dan kelpa yang diparut. Dibuat dalam
bentuk yang lebih besar dari kue-kue lainnya, panjang kira-kira 15 cm, lebar 10 cm dan tebalnya 5-7 cm.
Sitompion ini dibungkus dengan menggunakan daun pisang, dimasak dengan cara dikukus. (6) Gabur-
gabur, yaitu sejenis kue, yang bahan pembuatannya sama dengan pohul-pohul (4), hanya berbeda dalam
bentuknya saja. Gabur-gabur ini tidak 124 dibentuk, hanya dimasukkan ke dalam daun pisang sebagai
bungkusnya, kemudian dimasak dengan cara dikukus. (7) Napuran Martomu Uruk, yaitu sirih yang
mempunyai tulang daun yang bersatu antara tulang daun sebelah kanan dan tulang daun sebelah kir. (8)
Daung baligas, yaitu ihan batak (lihat sub bab 3.4.3.4), yang berukuran kecil yang dikeringkan dengan
sinar matahari. (9) Itak gurgur, yaitu sejenis kue Batak yang dibuat dari bahan tepung beras, gula, dan
kelapa yang diparut. Itak gurgur ini tidak dimasak seperti kue-kue lainnya. (10) Rondang, yaitu jenis
makanan yang terbuat dari biji beras. 3.4.3.8. Gajut Pandan Gajut pandan adalah sejenis kantongan yang
terbuat dari pandan, yang mempunyai ukuran dapat memuat 2 liter beras. Isi dari pada gajut pandan ini
adalah : (1) pirani manuk (telor ayam); (2) gambiri (kemiri); (3) napuran (daun sirih); (4) demban raungan
(beberapa daun sirih yang lengkap dengan tangkainya); (5) pinang tingkil-tingkilan (pinang yang masih
sangat kecil); dan (6) sanggul bane-bane (tumbuhan kemangi). Dalam pelaksanaan upacara ini, gajut
pandan yang dipergunakan sebanyak tiga buah, yaitu yang diletakkan pada langgatan II, mombang
dialaman dan mombang di jabu. Ketiga gajut pandan ini mempunyai isi yang sama, tetapi gajut pandan
yang diletakkan pada mombang di jabu ditambah dengan nauran pinarsalungsung, yaitu sirih yang
dilipat berbentuk kerucut. 125 3.4.3.9. Paradatan Paradatan adalah tanda penghormatan. Adapun yang
termasuk ke dalam paradatan ini adalah : (1) jugia nasopipot, yaitu ulos batak yang termahal, yang
disebut dengan pucca atau ragi idup19; (2) suri-suri nanirintaran20, yaitu salah satu dari jenis ulos Batak;
(3) Lima asta hio puti21, yaitu lima hasta (ukuran) kain putih; (4) daung baligas (lihat sub bab 3.4.3.7 dan
8); (5) batuanna onom rupia, yaitu uang sebanyak 6 rupiah; (6) napuran sangantuk, yaitu daun sirih
sebanyak tiga daun; dan (7) sanggul baringin dohot bane-bane, yaitu mahkota dari daun pohon beringin
dan bene-bene (kemangi). 3.4.3.10.Pembagian Pelean Adapun pembagian pelean yang dilaksanakan
pada pelaksanaan upacara ini adalah seperti pada berikut ini. Pelean yang dipersembahkan pada
langgatan I (kiri) adalah : (1) aek pangurasan; (2) indahan na las, dengke nilaean, pirani ambalungan,
diletakkan dalam satu piring; (3) manuk mira polin; (4) dengke saur; (5) hambing puti, yang terdiri dari
rangsangan, sasap pangamun, halimbagas pangamun, namarngingi pangambirang, osang pangamun,
sibahue, tanggo-tanggo dan limpa; (6) itak gurgur, pisang dan ansimun, diletakkan dalam satu piring; (7)
rondang, pisang, ansimun, diletakkan dalam satu piring; (8) sitompion, gabur-gabur, pisang, ansimun,
napuran, daung baligas, baringin dan bane-bane, diletakkan dalam satu piring; dan (9) paradatan, yang
terdiri dari : jugia nasiopat, suri-suri, lima asata hio puti, daung baligas, batuanna onom rupia, boras
sasolup, tolorni manuk, gambiri, napuran sangantuk, baringin dan bane-bane. Pelean yang
dipersembahkan pada langgatan II (tengah) adalah : (1) aek pangurasan; (2) indahan na las, dengke
nilaean, pirani ambalungan, diletakkan dalam satu piring; (3) manuk nabontar; (4) manuk nanidugu
(diletakkan dalam cawan); (5) dengke saur; (6) hambing puti, yang terdiri dari : upasira, pusu-pusu,
sibahue, dan tanggo-tanggo; (7) openg-openg, pisang ansimun, diletakkan dalam satu piring; (9)
sitompion, gabur-gabur, pisang ansimun, napuran, daung baligas, baringin dan banebane, diletakkan
dalam satu piring; dan (10) gajut pandan (isinya sama dengan pada gajut pandan yang diletakkan pada
langgatan I). Selanjutnya, pelean yang dipersembahkan pada langgatan III (sebelah kanan) adalah : (1)
aek pangurasan; (2) indahan na las, dengke nilaean, pirani ambalungan, diletakkan dalam satu piring; (3)
manuk jarum bosi; (4) dengke saur; (5) hambing puti, yang terdiri dari : ungkapan, namarngingi
pangamun, osang pangambirang, sibahue, dan tanggo-tanggo; (6) itak gurgur, pisang dan ansimun,
diletakkan dalam satu piring; (7) rondang, pisang, dan ansimun, yang diletakkan dalam satu piring; dan
(8) sitompion, gabur-gabur, pisang, ansimun, napuran, daung baligas, baringin dan bane-bane. Pelean
pada mombang dialaman adalah : (1) indahan na las yang diberi kunyit; (2) dengke nilaean 2 ekor; (3)
pira na nihobolan 2 butir; (4) dengke saur 2 127 ekor; (5) manuk nabontar; (6) manuk jarum bosi; (7)
manuk mirapolin; (8) sitompion 2 tempat, satu diberi kunyit; (9) pohul-pohul 7 buah; (10) rondang; (11)
openg-openg; (12) gabur-gabur 2 tempat; (13) pisang 6 buah; (14) ansimun 6 potong; (15) napuran 2
tusuk; (16) gajut pandan berisi : pirani manuk, gambiri, napuran, demban raungan, pining tingkil-
tingkilan dan bane-bane. Pelean yang dipersembahkan pada mombang dijabu sama dengan pada
mombang dialaman, hanya ditambah dengan manuk napinadar, napuran pinarsalungsung dan bunga
rondang (sejenis bunya raya).

Pendukung Upacara Yang dimaksud dengan pendukung upacara adalah seluruh orang-orang yang
terlibat dalam pelaksanaan upacara Sipaha Lima ini. Di bawah ini akan dibahas mengenai pendukung
upacara ini. 3.5.1. Ihutan Parmalim Pimpinan dalam seluruh tahapan-tahapan pelaksanaan upacara ini
adalah Ihutan Parmalim. Sebagai pemimpin, Ihutan Parmalim lah yang berhak menyampaikan tonggo-
tonggo (doa) dan pelean (sesajen) atas nama seluruh umat Parmalim. Selain itu dalam pelaksanaan
upacara ini, hanya Ihutan Parmalim lah yang memberikan poda (nasehat dan bimbingan) serta
penjelasan mengenai pelaksanaan upacara, dan juga hanya Ihutan Parmalim lah yang memercikkan Aek
Pangurasan kepada seluruh umat Parmalim yang mengikuti upacara. Dalam hal pakaian, pakaian yang
dikenakan oleh Ihutan Parmalim berbeda dengan pakaian yang dikenakan oleh umat Parmalim. Hal yang
paling jelas dilihat 128 adalah mengenai tali-tali (ikat kepala) yang dikenakan oleh Ihutan Parmalim
adalah berwarna hitam, sedangkan yang dikenakan oleh jemaat lainnya adalah warna putih. Di sebelah
kiri dan kanan tali-tali yang dikenakan Ihutan Parmalim terdapat rambu yang berwarna merah. Tali-tali
berwarna hitam yang dikenakan oleh Ihutan Parmalim tersebut menandakan akan hahomion, yaitu
rahasia kekuatan Debata Mulajadi Nabolon; maksudnya adalah hal-hal yang tidak mungkin dibahas
ataupun dipelajari oleh manusi. Sedangkan warna merah pada rambu menandakan harajaon, yaitu
kerajaan.22 Pakaian yang dikenakan pada bagian atas (badan) adalah kemeja yang dilengkapi dengan
jas, dan di bagian bawah adalah ulos yang dililitkan. Di bahu kanan juga diselempangkan ulos. Ulu
Punguan Dalam pelaksanaan upacara ini, Ulu Punguan bertugas sebagai pembantu Ihutan Parmalim
dalam hal membawa pelean yang akan dipersembahkan. Hal ini dapat dilihat ketika pelean akan
dipersembahkan ke langgatan, Ulu Punguan secara estafet membawa pelean dari Bale Parpintaan yang
kemudian diserahkan kepada Ihutan Parmalim dan Ihutan Parmalim meletakkannya sesuai dengan
tempatnya masing-masing. Mengenai pakaian, pakaian yang dikenakan oleh Ulu Punguan sama dengan
pakaian yang dikenakan oleh jemaat biasa, memakai tali-tali berwarna putih. Tali-tali warna putih ini
melambangkan iasni roha, yaitu kesucian hati. Sedangkan pakaian 130 lainnya sama dengan Ihutan
Parmalim, hanya ulos yang dipakai tidak diselempangkan, melainkan dibuat berbentuk huruf “V”, yang
dilipat di dada dari bahu kiri ke bahu kanan. Disamping itu, umat Parmalim yang sudah memakai tali-tali
adalah juga sebagai pertanda bahwa pemakainya telah berkedudukan sebagai orang tua (sudah
menikah). 3.5.3. Jemaat Dalam membicarakan mengenai jemaat, penulis akan membaginya dalam
beberapa bahagian menurut jenis kelamin dan status perkawinan. 3.5.3.1. Kelompok Ama Kelompok
Ama adalah kelompok pria yang sudah menikah (kaum Bapak). Dalam pelaksanaan upacara ini,
kelompok Ama adalah sebagai peserta upacara. Dalam hal pakaian, pakaian yang dikenakan oleh
kelompok ama ini sama dengan yang dikenakan oleh Ulu Punguan. 3.5.3.2. Kelompok Ina Kelompok Ina
adalah kelompok wanita yang sudah menikah (kaum Ibu). Sama halnya dengan kelompok Ama,
kelompok Ina adalah juga sebagai peserta upacara. Dalam hal pakaian, kelompok ini mengenakan
kebaya dengan memakai ulos yang diselempangkan di bahu kanan. Pada bahagian bawah, yaitu antara
pinggang hingga pergelangan kaki dililitkan ulos. Hal lain yang dapat dilihat dalam penampilan 131
kelompok ini adalah mengenai gaya rambut. Gaya rambut kelompok ini adalah sama yaitu yang disebut
dengan Sanggul Toba (rambut yang digulung membentuk sanggul). 3.5.3.2. Kelompok Tunas Naimbaru
Kelompok tunas naimbaru adalah kelompok pemuda dan pemudi, yang mempunyai umur di atas dari 15
tahun. Kelompok pemuda disebut dengan sebutan Naposo Baoa, sedangkan kelompok pemudi disebut
kelompok Naposo Boru. Dalam hal pakaian, pemuda hanya mengenakan pakaian biasa yang dilengkapi
dengan memakai ulos yang dililitkan di bahu seperti yang dikenakan oleh kelompok Ama, dan pada
bahagian bawah memakai sarung. Kelompok pemudi tidak memakai kebaya, hanya memakai gaun biasa
yang dilengkapi dengan ulos yang diselempangkan pada bahu sebelah kanan. Sedangkan pada bahagian
bawah memakai sarung. Gaya rambut dari kelompok Naposo Boru ini sama dengan kelompok Ina. 3.5.4.
Pargonci Sebutan yang diberikan kepada yang memainkan alat-alat musik yang ada di masyarakat Batak
Toba adalah Pargonci. Selain sebutan Pargonci adalah sebutan pande atau sering disebut dengan pande
nami, dan juga Tukang nami. Sebutan pargonci atau pande ini diberikan kepada yang memainkan
ensembel Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi. 132 Menurut Bapak R. M. Naipospos23
kedudukan pargonci dan Ihutan Parmalim pada pelaksanaan upacara ini adalah sama. Lebih jauh pada
kesempatan yang sama Bapak R. M. Naipospos menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan upacara ini
Ihutan Parmalim adalah merupakan orang yang menyampaikannya melalui bunyi Gondang Sabangunan.
Jadi dari keterangan ini dapat dikatakan bahwa kedudukan dan peran Pargonci dalam pelaksanaan
upacara ini adalah sangat penting. Kedudukan Pargonci ini dapat juga dilihat yaitu ketika acara makan
bersama, di mana merekan tidak makan dengan jemaat lainnya tetapi makan bersama dengan Ihutan
Parmalim di rumah Ihutan Parmalim, sedangkan jemaat lainnya makan di halaman Bale Pasogit
Partonggoan dan Bale Parpintaan. Pargonci dalam ensembel Gondang Sabangunan ini terdiri dari 8
orang, yaitu (1) yang memainkan Sarune Bolon disebut dengan Parsarune; (2) yang memainkan Taganing
dan Odap disebut dengan Partaganing; (3) yang memainkan Gordang disebut dengan Pargordang; (4)
sedangkan untuk yang memainkan Ogung (4 orang) dan yang memainkan hesek tidak memiliki sebutan
khusus.

Anda mungkin juga menyukai