Anda di halaman 1dari 4

Ugamo Malim : bersemayam di tanah Batak

Jika melihat hamparan peta Bumi, maka kita dengan mudah menemukan Sumatera. Sumatera
dianugerahi berbagai peradaban dari suku-suku dimulai dari Aceh, Minangkabau, Nias,
Mentawai, Melayu. Salah satu suku yang besar adalah Batak. Diantara suku Batak yang berada
disekitar Danau Toba, ada dari mereka yang masih memegang teguh kepercayaannya yaitu
Ugamo Malim yang berada di Kabupaten Samosir, Para Malim, begitulah penganutnya disebut.
Jika hendak ke pusat bersembahayangan mereka yang terletak di Bale Pasogit, Huta Tinggi maka
tujuan pertama adalah kota Medan, kemudian menuju ke Danau Toba. Diperjalanan kita akan
menjumpai Danau Toba yang indah. Danau ini adalah segala-galanya bagi seluruh warga Batak.
Danau Toba merupakan sumber sejarah kehidupan, sumber inspirasi, sumber mata pencaharian
dan kumpulan berbagai kisah kehidupan dan kenangan bagi masyarakat Batak.
Proses budaya Batak yang panjang bisa kita jumpai dalam perkampungan Batak. Dalam
perkampungan khas Batak ini dapat kita jumpai patung Panalu Gala atau Ulu Gala, patung
tersebut diyakini bisa sebagai pelindung atau penjaga desa, khususnya saat penduduk desa
sedang meninggalkan desa untuk bertani. Pada saat-saat tertentu, patung ini diberi Kelea, atau
persembahan, dengan demikian artinya patung ini diberi roh, diberikan tugas untuk melindungi
desa.
Sudah menjadi adat istiadat bagi masyarakat Batak untuk memberikan tempat yang terhormat
untuk tamu-tamunya yang dinyatakan dengan selembar kain ulos yang diselempangkan ke
pundak si tamu. Inilah tradisi keramah tamahan masyarakat Batak dalam menyambut tamu
hingga sekarang. Ulos merupakan kain tenun khas Batak yang berbentuk selendang. Ulos
melambangkan kasih sayang antara orang tua dan anak-anak serta sebaliknya, juga antara
seseorang dan orang lain.
Kantor Bupati Toba Samosir sengaja didesain letaknya persis di lereng bukit menghadap Danau
Toba. Masyarakat Toba sangat pluralis sekaligus religius, mayoritas dari mereka penganut agama
Kristen. Dan warga Toba Samosir dikenal sangat toleran dan mampu hidup berdampingan secara
damai dengan penganut agama lain, seperti dengan Islam, Budha, hingga Parmalim. Masyarakat
yang menganut nilai-nilai religi yang tumbuh dan berproses dari nenek moyang suku bangsa
Batak yang masih tetap eksis hingga kini.
Jika melihat fisik bangunan rumah ibadah, Parmalim maka terdapat lambing tiga ekor ayam yang
berarti partondian atau keimanan. Dalam ajaran Parmalim, ada tiga partondian yaitu Batara
Guru, Debata sori, dan Bala Bulan, yang dilambangkan dengan warna putih, merah, hitam. Jadi
perlambangnya itu ada umbul-umbul seperti bendera warna putih, merah, hitam yang merupakan
lambang kerohaniannya.
Tertib, suatu tindakan yang harus dilakukan dalam Parmalim, seperti yang ada pada acara makan
bersama ini yang wajib diawali dan diakhiri dengan doa. Seperti yang diungkapkan Raja Nasiak
Bagi yang memberi bekal kepada penganutnya, Inilah yang kamu makan, makanan yang telah

ku sediakan, seiya sekata-lah kamu untuk kami membagi-baginya, sebab ini ku sediakan agar
kelak kamu tidak berkekurangan.
Kamis, 17 Juli 2008, bertepatan dalam kalender Batak adalah bulan Sipaha Lima, Parmalim yang
berpusat di Hutta Tinggi Kabupaten Tapanuli Toba, Samosir akan melaksanakan upacara
peribadatan akbar besar yaitu Pamilium Sipaha Lima. Di sini pada saat ini, seluruh warga
Parmalim secara serentak melaksanakan upacara peribadatan di Hutta Tinggi. Peribadatan ini
adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Mulajadi Nabolon atas berkat yang
diterima . Berkat itu bermacam-macam melalui hasil panen melimpah, anak-anak yang tumbuh
secara sehata, hasil ternak yang berkembang biak. Ini disyukuri oleh Parmalim. Dan Parmalim
melakukan persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itulah inti dari acara Pamilium Sipaha
Lima. Di sini dikorbankan hewan pilihan, pada saat itu adalah kerbau. Selain itu, masih banyak
lagi pilihan-pilihan hewan lainnya.
Dalam keramah tamahan masyarakat Batak dalam menyambut tamu yaitu dengan memberikan
ulos, hal itu juga yang dilakukan oeh Permalim sebagai bagian dari masyarakat Batak. Selain
memberi ulos, Permalim juga mengajak tamunya untuk melakukan tari tor-tor, menari bersama
sebagai ucapan terima kasih kepada tuhan YME yang telah mempertemukan, menghargai dan
saling hormat antar sesama umat manusia.
Permalim yang melakukan ajaran Ugamo Malim mengantarkan persembahannya agung kepada
Tuhan YME yang telah memberikan berkah kehidupan, kesehatan, limpahan hasil pertanian,
peternakan dan usaha hasil lainnya. Dalam setiap rangkaian doa yang terdiri dari 10 rangkaian.
Pertama, doa untuk Mulajadi Nabolon, Tuhan Pencipta langit dan bumi. Kedua, doa untuk
Debata Natolu (Batara Guru, Debata sori, dan Bala Bulan). Ketiga doa untuk Siboru Deak
Parujar, yang memberi sumber pengetahuan dan keturunan. Keempat, doa untuk Naga Padoha
Niaji, penguasa di dalam tanah. Kelima, doa untuk Saniang Naga Laut, penguasa air dan
kesuburan. Keenam, doa untuk Raja Uti yang diutus Tuhan sebagai perantara pertama bagi
manusia (Batak). Ketujuh doa untuk Tuhan Simarimbulu Bosi. Kedelapan, doa untuk Raja
Naopat Puluh Opat yakni semua nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa-bangsa melalui agamaagama tertentu, termasuk Sisingamangaraja yang diutus bagi orang Batak, doa untuk Raja
Sisingamangaraja, raja yang pernah bertahta di negeri Bakkara. Dan yang terakhir doa untuk
Raja Nasiak Bagi, yang dianggap sebagai penyamaran atau inkarnasi Raja Sisingamangaraja,
atau biasa disebut Patuan Raja Malim
Secara teologis, Ugamo Malim menganut paham percaya kepada Tuhan yang Maha Esa karena
semua doa tetap ditujukan kepada tetap berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Debata Mulajadi
Nabolon. Selesai berdoa, Ikhutan bergerak ke depan altar persembahan. Terakhir, Ikhutan
menerima persembahan Gondang Hasalatan sebagai tanda bahwa persembahan telah selesai
dilaksanakan. Kepada pimpinan rombongan, Ikhutan menyerahkan pisau halasan sebagai tanda
hewan persembahan telah diserahkan kepada mereka untuk diambil dari morotan. Mereka
kemudian bersiap untuk merobohkan kerbau persembahan.

Dalam keadaan hidup, hewan kurban tersebut telah dipersembahkan melalui doa-doa ritual.
Hewan persembahan yang selesai dimasak, dimasukkan ke Bale para Tonggoan, untuk
dipersembahkan kembali dengan dihadiri seluruh warga Parmalim.
Isi kitab Debata Sori adalah pemberi jalan kehidupan dan penghukum manusia yang salah, agar
manusia jangan jatuh ke dalam dosa. Tor-tor untuk membuat batin menjadi tentram. Tor-tor
bukan sekedar tari. Gondang bukan sekedar musik. Tari dan musik bukan hiburan, melainkan
untuk khusyuk menghadap dan berserah diri kepada Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan sang
pencipta semesta, Tuhan yang Maha Esa.
Tor-tor merupakan gerak hati, iramanya menyentuh jiwa, mencipta sanubari penuh getar,
gemulai penuh curahan, sadar dan hati-hati. Tor-tor adalah persembahan.
Bunyi yang mengiringi berasal dari gondang 7 (tujuh) perangkat. Bunyi gondang yang dipukul,
tiada melukai, tiada menyakitkan, tiada rasa menindas, tiada rasa memecah belah, bunyi yang
jernih, getar rasa yang terdengar dari gondang amat menghanyutkan dan mengalir ke dalam
kalbu, mengusik nurani, menggetarkan naluri. Persembahan penuh kesakralan. Tiada kata-kata
yang dinyanyikan, yang hadir hanyalah kata hati, kata-kata dalam hati. Seluruh yang hadir sadar
memasuki alam yang lain dalam keheningan. Para Malim menyatu dengan tatap mata hati,
dengan sikap yang agung, telapak kiri dan kanan menyatu penuh hormat, penuh kasih, memberi
kasih dalam kerendahan hati. Terompet Batak mengalun, terdengar jernih, ada kehadiran sukma
memasuki relung-relung yang tetap menyala. Dupa dan bara menyebarkan kepulan asap,
melayang memberikan aroma khusyuk, ke arah tujuan sukma. Getar sukma yang menggerakan
raga. Raga yang sadar akan sukma. Sukma yang sadar menyatu dalam raga. Sukma yang
menangkap bunyi, raga berayun-ayun menari dalam gerak sukma. Menortor, Parmalim beriring
satu per satu menghadap altar penuh dengan telea, persembahan tulus ikhlas. Bunyi gondang
terus memupus ke seluruh jagat raya. Mengingatkan kembali bait kitab Debata Sori, cerminan
Mulajadi Nabolon, Tuhan yang Maha Esa, memberi petunjuk ke manusia, apa yang boleh dan
tidak boleh diperbuat. Para Malim terpukur pada alam yang seimbang, mengalir dalam nurani.
Aturan yang besar dalam ugamo malim adalah sibasada yaitu awalan penanggalan dalam
kalender batak, dan saat itulah diperingati kelahiran Tuhan dan itulah yang disebut dengan
penebus ajaran Parmalim. Dan setelah kelahiran itu diberikan patit, itulah penuntun dan pencerah
hidup. Dalam Patit itu disebutlah aturan yang harus dilaksanakan. Jadi Permalim kalau tidak
mkelaksanakan aturan maka tidak akan sah. Jadi Parmalim bukan asal beragama tapi tunduk dan
patuh pada aturan agama. Pertama, Mararisantu, setiap sabtu diadakan Peribadatan. Kedua,
Martutuaek, kelahiran anak satu bulan setelah anak itu lahir harus didoakan dan disyukuri kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, Pasahat Tondi, yaitu apabila seorang warga meninggal dunia,
maka wajib selama sebulan itu dipersembahkan dimohonkan kepada Tuhan yang Maha Esa
menerima rohnya dan segala dosa-dosanya diampuni. Keempat adalah Mardebata, yaitu niat
bagi warga Permalim secara perseorangan untuk memberikan persembahan khusus kepada
Mulajadi Nabolon sesuai dengan kemampuannya. Kelima, Mangan Mapaet yaitu setiap akhir

tahun dalam kalender Batak, Parmalim harus introspeksi diri dalam membaca dirinya, dia
misalnya sudah banyak membuat dosa, tidak benar-benar mengikuti aturan Tuhan, sehingga dia
harus memohon ampun dosanya selama setahun penuh dengan berpuasa selama 24 jam, itu
dilakukan secara masal oleh Parmalim setiap akhir tahun di kalender Batak. Jadi selesai akhir
tahun itu Sipaha Sade yaitu inilah penyambutan kelahiran Tuhan, penebus umat manusia
menurut Parmalim. Dari situlah Parmalim begerak bekerja sehari-hari, dan hasil pekerjaan itu
disaring dan dinilai benar atau tidak, apabila banyak melanggar ajaran Ugamo Malim, maka dia
harus melakukan pengampunan dosa, lalu baru dia berhak mengantarkan hasil jerih payahnya ke
Bale Pasogit.
Seperti yang Anda tahui, Parmalim di tanah Batak banyak, tapi kita otonom, kita melaksanakan
ajaran kita, tidak mencampuri Parmalim di sana dan di sini, ya terserah kepada mereka.
Itulah kekuatan batin, semakin kokoh kita mengamalkan ajaran sehari-hari maka semakin kita
menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri, bagi keluarga dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai