Kaharingan adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Pencipta Alam
Semesta yang mempunyai sebutan berbeda-beda di tiap daerah (Ranying Hatalla Langit /
Suwara / Yustu Ha Latalla), dianut secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak
di Kalimantan. Kaharingan dan suku Dayak di Kalimantan adalah satu kesatuan yang tak
dipisahkan. Menurut orang Dayak, agama Kaharingan telah ada sejak awal penciptaan. Sejak
Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan alam semesta.Masyarakat
Dayak yang masih memegang teguh agama Kaharingan percaya adanya Tuhan tunggal yang
mempunyai beberapa sebutan berbeda antara satu suku Dayak dan suku Dayak lainnya,
namun mayoritas umat Kaharingan menyebut Tuhan dengan sebutan "Ranying Hatalla
Langit". Walaupun penyebutannya berbeda, tetap saja memiliki arti sebagai 'Tuhan Yang
Maha Esa' atau Pencipta Alam Semesta.
Pada tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan yang merupakan agama suku
Dayak agar diakui sebagai salah satu agama resmi di Indonesia, namun usulan tersebut
ditolak oleh pemerintah Indonesia dengan alasan agama Kaharingan belum menyebar di
seluruh daerah/kepulauan Indonesia, bahkan pemerintah Indonesia menganggap bahwa
Kaharingan hanyalah sebuah adat.[13] Penganut Kaharingan yang tidak terima dengan
keputusan pemerintah pada masa itu melakukan berbagai upaya untuk meresmikan agama
Kaharingan sebagai agama yang diakui negara Indonesia, namun hal tersebut terasa sia-sia
karena pada akhirnya pemerintah Indonesia hanya meresmikan agama yang berasal
dari negara luar yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, lalu disusul oleh agama Konghucu
pada Tahun 2000. Ada banyak Agama asli Nusantara yang tidak diakui oleh pemerintah
Indonesia, dan malah dikelompokkan sebagai aliran kepercayaan.[14]
Mengikuti jejak penganut Tolotang, akhirnya para penganut Kaharingan pun memilih untuk
mengintegrasikan agama Kaharingan dengan Hindu pada 20 April 1980 supaya umat
Kaharingan bisa memperoleh hak hidup dan beragama yang setara dengan masyarakat
beragama lainnnya di Indonesia. Keputusan ini disepakati berdasarkan hasil pengamatan
bahwa ajaran Hindu bersifat "local genius" yang artinya agama Hindu bisa disesuaikan
dengan budaya lokal tanpa menghilangkan ritual serta ajaran inti Kaharingan. Contohnya
seperti menghaturkan sesaji dan pengorbanan hewan suci, yang mana ajaran Hindu dan
Kaharingan sama-sama melakukannya dalam banyak ritual dan upacara keagamaan. Alasan
lainnya adalah karena agama Hindu merupakan salah satu agama tertua yang masuk ke
Kalimantan dan dianut oleh Suku Kutai zaman dulu, dibuktikan sejak adanya Kerajaan Kutai
Martadipura. Beberapa agama lokal yang resmi tergabung ke dalam Hindu adalah
Kaharingan, Tollotang, Aluk To Dolo, Pemena, dan Naurus. Dalam dunia pendidikan masa
kini, bentuk ketidakadilan yang diterima oleh para penganut Agama asli Nusantara adalah
tidak tercantumnya Agama asli Nusantara ke dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia, hanya
sepintas disebut sebagai animisme atau dinamisme.
Kitab Suci Agama Kaharingan bernama Panaturan dan tempat ibadatnya bernama Balai
Basarah.
Istilah persembahyangan dalam agama Kaharingan yang sering terdengar di kalangan suku
Dayak adalah "Basarah", khususnya suku Dayak di Kalimantan Tengah. Basarah artinya
berserah diri kepada Ranying Hatalla(Tuhan). Terdapat 3 macam Basarah, yakni:
Basarah umum, yaitu ibadah wajib bagi umat Kaharingan yang diadakan rutin setiap
hari kamis (malam jum'at) seminggu sekali, dilaksanakan di Balai Basarah dan
dihadiri oleh banyak umat. Pemuka agama atau pemimpin dalam Basarah umum
adalah Mantir Basarah, namun jika diperlukan akan ada satu umat lagi yang bertugas
sebagai pembaca susunan ibadah. Sikap tubuh saat berlangsungnya Basarah umum
adalah duduk bersila di lantai mengelilingi Sangku Tambak Raja. Ada aturan dalam
Basarah bahwa perempuan yang sedang datang bulan tidak diperkenankan mengikuti
peribadahan.
Dalam melaksanakan Basarah umum dan Basarah keluarga, sarana persembahyangan yang
wajid disediakan adalah Sangku Tambak Raja, yang meliputi :
1) Sangku Tambak, sejenis wadah/mangkok yang terbuat dari tembaga atau kuningan (mirip
seperti wadah Sasanggan dalam adat Banjar). Sangku Tambak diletakan di atas meja dan di
tengah-tengah orang yang beribadah.
2) Behas, yaitu beras yang dipakai untuk mengisi Sangku Tambak secukupnya.
3) Dandang Tingang, yaitu bulu ekor dari burung Tingang dan ditancapkan ke dalam beras
Sangku Tambak
4) Sipa / Giling Pinang, yaitu gulungan daun sirih yang diolesi kapur dan diisi pinang,
diletakan ke dalam Sangku Tambak
6) Bulau Pungkal Raja / Duit Singah Sangku, yaitu uang persembahan yang diletakan ke
dalam Sangku Tambak secara sukarela oleh umat yang beribadah
7) Behas Hambaruan, adalah 7 butir beras yang diambil dari beras biasa namun hanya dipilih
yang bersih, bening dan tidak rusak sedikitpun, kemudian dibungkus dengan kain kecil, dan
diletakan ke dalam Sangku Tambak
8) Undus Tanak, yaitu minyak kelapa yang dimuat dalam wadah kecil, juga diletakan ke
dalam Sangku Tambak
9) Tampung Tawar, yaitu gelas kecil berisi air yang disucikan, di campur dengan minyak
wangi dan dibubuhkan ketupat telur sebagai alat untuk memercikan airnya, diletakan ke
dalam Sangku Tambak
10) Kambang sukup macam, yaitu bermacam jenis bunga secukupnya diletakan ke dalam
sangku
11) Lapik Sangku, yaitu kain sebagai alas sangku
12) Tanteluh manuk manta, yaitu telur ayam kampung mentah yang di buka sedikit dengan
uang koin, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
13) Parapen, yaitu perapian yang berisi dupa, kemenyan, dan kayu gaharu yang dibakar, yang
nantinya digunakan untuk mensucikan Sangku Tambak beserta isinya.
Adapun kidung suci yang di nyanyikan saat Basarah umum dan Keluarga yaitu :
Basarah umum diawali dengan mensucikan sangku tambak, disebut dengan Manggaru
Sangku Tambak Raja. Sangku Tambak yang sudah lengkap akan diangkat dan disucikan
secara memutar di atas Parapen sembari melantunkan kidung Tandak, yaitu do'a untuk
mensucikan Sangku yang dinyanyikan dengan nada dan cengkok yang khas. Manggaru
Sangku dilakukan oleh Mantir Basarah atau bisa juga salah satu umat yang bersedia atas
permintaan Mantir Basarah, hal ini dilakukan dengan tujuan memberikan kesempatan pada
semua umat Kaharingan untuk percaya diri dan semangat dalam beribadah. Karena Tandak
dan Karungut adalah seni suara yang diwariskan melalui umat agama Kaharingan.
Dan tahapan Basarah yang paling akhir adalah menyanyikan Kandayu Mambuwur Behas
Hambaruan yang diiringi dengan pemberian berkat kepada semua yang beribadah
menggunakan 4 sarana yang diambil dari Sangku Tambak Raja, yaitu:
1) Tampung tawar
4) Tujuh butir beras Hambaruan yang dicampur dengan beras Sangku, supaya jumlahnya
agak banyak
Pemberian berkat ini dilakukan oleh empat orang kepada seluruh orang yang Basarah,
termasuk keempat pemberi berkat itu sendiri. Tahapan Pemberian berkat dilakukan secara
berututan, diawali dari menabur beras Hambaruan pada pucuk kepala, kemudian memercikan
air Tampung Tawar pada pucuk kepala maupun telapak tangan, kemudian mengoleskan telur
ayam mentah pada dahi menggunakan uang koin atau bulu ekor burung tingang, dan yang
terakhir adalah mengoleskan minyak kelapa pada rambut. Kandayu Mambuwur Behas
Hambaruan tidak boleh berhenti dinyanyikan jika semua orang yang beribadah belum
diberikan ke-empat berkat tersebut.
Ritual Pernikahan/Perkawinan
Nyanyian Sakral
Karungut (suku Dayak Ngaju)
Kelentangan (suku Dayak Benuaq)
Kandayu (suku Dayak ngaju)
Tandak (suku Dayak Ngaju)
Deder (suku Dayak Ngaju)
Kasana Kayau (suku Dayak Ngaju, Dayak Katingan)
Tumet Leut (suku Dayak Ma'anyan era Kerajaan Nansarunai-Sekarang)
Santangis (suku Dayak Ma'anyan era Kerajaan Nansarunai-Sekarang)
Nyiang Lengan (suku Dayak Ma'anyan era Kerajaan Nansarunai-Sekarang)
Diki Hiang (suku Dayak Ma'anyan era Kerajaan Nansarunai-Sekarang)
Jong Nyelong (suku Dayak Modang)
Nyanyian Ledang (suku Dayak Kanayatn)
Badendo (suku Dayak Kanayatn)
Nyanyian Parung (suku Ot Danum)
Mohing Asang (suku Ot Danum)
(Nyanyian) Balian (suku Dayak Ngaju, Dayak Siang, Dayak Meratus, Dayak
Ma'anyan)
Tarian Sakral
Jenis atau istilah adat rukun kematian agama Kaharingan dalam suku Dayak Maanyan
meliputi Ngalangkang, Nambak, Ngatet Panuk, Wara, Wara Myalimbat, Ijambe, Bontang,
Kedaton, Manenga Lewu, dan Marabia "Hanya boleh dilaksanakan dari bulan Mei
sampai dengan September setiap tahun". Kecuali upacara kematian agama Kaharingan
suku Dayak Lawangan, upacara kematiannya disebut Wara.
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA
DISUSUN OLEH :
DANIEL SITUMORANG
220600182
2023
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA
DISUSUN OLEH :
220600156
2023
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA
DISUSUN OLEH :
220600154
2023
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA
DISUSUN OLEH :
220600151
2023