NAMA DOSEN :
Disusun Oleh :
S1 Keperawatan
NIM : 19111110012
Sejarah Hari Raya Nyepi di Bali, berawal dari India. Yang mana saat itu pertikaian antar
suku bangsa di India sangat sering terjadi, pertikaian terjadi antara suku Saka, Yueh Chi,
Pahiava, Malaya dan Yavana, dari pertikaian tersebut mereka sewaktu-waktu menang dan
kalah silih berganti, suasana peperangan serta perebutan kekuasaan membuat kehidupan
sosial dan beragama di masyarakat tidak pernah tenang. Gesekan-gesekan juga sering terjadi
karena kepengikutan umat terhadap kelompok mereka masing-masing serta pemahaman serta
tafsir yang berbeda tentang ajaran agama yang mereka yakini.
Dari pertikaian panjang tersebut akhirnya suku Saka menjadi pemenang, kemenangan
dibawah pimpinan Raja Kaniskha I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehch, ini
menjadi sejarah besar di India, Raja Kaniskha I mampu merangkul suku-suku bangsa India,
raja tidak menghancurkan suku bangsa lain yang beda paham, tetapi merangkul semua suku
sehingga menjadi kebudayaan kerajaan yang besar. Untuk itulah pada bulan Maret tahun 78
Masehi, Raja Kaniskha I menetapkan sistem Kalender Saka sebagai kalender kerajaan,
semenjak itulah toleransi antar suku bangkit tidak ada lagi pertikaian, masyarakat bersatu
padu membangun dan sejak itu pula sejarah mencatat, sistem kalender Saka berkembang
dengan sangat baik mengikuti penyebaran agama Hindu, termasuk agama Hindu di Bali.
Peringatan Tahun Saka ini bermakna pembaharuan, kebangkitan dan kebersamaan untuk
persatuan dan kesatuan, menjadi hari kedamaian dan kerukunan, keberhasilan tersebut lalu
disebarluaskan ke seluruh daratan India termasuk Indonesia yaitu Bali. Tahun Saka adalah
salah satu kalender umat Hindu India juga bagi umat Hindu di Bali yang jumlah bulan (sasih)
sebanyak 12 bulan sama seperti kalender Masehi, dan uniknya perayaan tahun Baru di Bulan
10 (kedasa) diperingati dengan hari raya Nyepi yang dimulai dilaksanakan pada puncak bulan
mati (tilem) pada bulan Kesanga (ke-9).
Adapun sejarah tahun Saka di Bali berawal dari perjalanan seorang pendeta Kshatrapa
Gujarat (India) dari suku bangsa Saka, kemudian diberi gelar Aji Saka, perjalanan Aji Saka
dan sejumlah abdinya yang sampai pertama kali di pulau Jawa yaitu di desa Waru, Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah pada tahun 456 Masehi. Aji Saka datang ke pulau Jawa untuk
mengenalkan dan mensosialisasikan kalender Saka serta peringatan pergantian tahun Saka
yang dikenal oleh Umat Hindu dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Dari sinilah sejarah
perayaan hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di bumi Nusantara terutamanya Bali sekarang ini.
Sejarah tahun Saka di bumi Nusantara, berkembang dengan baik juga pada jaman
kerajaan Majapahit. Pergantian tahun Saka yaitu pada sasih Kesanga (ke-9) jatuh pada bulan
Maret-April bulan Masehi. Perayaan tersebut tertuang dalam Kekawin Negara Kertagama
yang disusun oleh Mpu Prapanca. Sedangkan perayaan Tahun Saka yaitu pada perayaan
Nyepi berdasarkan lontar Sanghyang Aji Swamandala dan Sundarigama.
Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri
manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau
membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk
mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam
karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu
berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan
agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna
memotivasi ke-seimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan sebagai
makna dan pelaksanaan hari raya nyepi dalam merayakan pergantian Tahun Saka.
Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai
kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang
maupun pada masa yang akan datang. Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini adalah
seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. pada
zaman modern ini persamaan dan perbedaan tampak semakin eksis dan bukan merupakan
sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat
memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat. Brata penyepian adalah untuk umat
yang telah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-
nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena
agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
Sebelum merayakan Nyepi, umat Hindu akan menjalani prosesi yang disebut dengan
upacara Melasti. Prosesi melasti biasanya dilaksanakan dua atau tiga hari sebelum Nyepi
dilakukan selama 24 jam. Melasti berasal dari kata "Mala" yang berarti kotoran, dan "Asti",
yaitu membuang atau memusnahkan. Sehingga proses melasti yang merupakan rangkaian
perayaan Nyepi dilaksanakan untuk membersihkan semua kotoran yang ada di badan dan
pikiran (buana alit), alat upacara (buana agung), dan memohon air suci kehidupan untuk
kesejahteraan manusia.
"Melasti ngarania ngiring prewatek dewata anganyutaken laraning jagat papa klesa
letuhing bhuwana" [Lontar Sang Hyang Aji Swamandala]. Melasti adalah upakara penyucian
alam semesta secara niskala. Untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat (laraning jagat),
menghilangkan penderitaan bathin (papa klesa) dan mengharmoniskan vibrasi energi negatif
alam semesta (letuhing bhuwana).
Pralina
Dan prosesi pengerupukan ini juga memiki tujuan untuk mem-pralina seluruh
kegelapan bathin yang ada pada semua mahluk, termasuk kegelapan bathin kita sendiri,
sehingga menjadi harmonis. Dari sini terbukalah gerbang menuju keheningan.
3. NYEPI
Hari raya Nyepi jatuh pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa atau pada tanggal 1 bulan
ke-10 tahun Saka. Nyepi akan dilakukan selama 24 jam penuh yang biasanya dimulai pukul
06.00 pagi dan berakhir pada 06.00 pagi keesokan harinya.
Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri
dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati
karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak
mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga,
dan semadhi. Pada hari ini umat hindu sama sekali tidak melakukan aktivitas mereka seperti
biasa.lingkungan tampak sepi, malah seperti kota mati, tidak ada lampu yang menyala, semua
orang diam di rumah mereka.
Dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian ini, maka umat Hindu diharapkan bisa
berkonsentrasi dan fokus untuk kembali ke jati diri atau mulat sarira dengan cara melakukan
perenungan dan meditasi. Selain itu, setelah menjalani Nyepi, maka umat Hindu meyambut
tahun yang baru dengan hari yang baru, putih, dan bersih.
4. NGEMBAK GENI
Di Pura Mangening kita musti dahului dengan melukat di beji [pathirtan] disana, untuk
membersihkan mala dan energi-energi negatif dari lapisan-lapisan badan [sarira] kita.
Kemudian baru kita lanjutkan dengan sembahyang dan meditasi di utama mandala pura.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.hindu-dharma.org/2013/03/makna-dan-pelaksanaan-hari-raya-nyepi/ diakses
pada 24 Desember 2019