Anda di halaman 1dari 6

UPACARA ADAT DI BALI

Upacara adat di Bali memang sangat berkaitan dengan kehidupan beragama


masyarakat setempat, yang sangat berkaitan dengan upacara atau
persembahan kepada Ida Sang Hyang Widi (Tuhan), persembahan kepada Sang
Pitara (leluhur atau orang yang telah meninggal), upacara kepada Manusia,
Bhuta Kala dan Alam. Dan beberapa tempat di Bali, upacara adat dilakukan
karena adat dan tradisi yang sudah diwariskan oleh nenek moyang atau leluhur
warga setempat, sehingga sangat memungkinkan beberapa tempat memiliki
upacara adat yang berbeda.

Daftar Upacara Adat Tradisional Khas Di Bali

Ngaben
upacara adat di Bali ini dilakukan untuk
orang yang meninggal, setelah meninggal tubuh orang tersebut akan dibakar
kemudian abunya akan dihanyutkan ke laut. Dalam pelaksanaanya, tubuh orang
meninggal bisa dikubur terlebih dahulu, kemudian menunggu waktu baik dan
tersedia dana baru tulang belulangnya digali dan dibakar, terkadang ada hanya
mengambil tanah saja di atas kuburan orang meninggal hanya sebagai simbul
jasad tersebut. Tujuan Ngaben tersebut mengemablikan unsur Panca
Mahabhuta ke asalnya dan mengantarkan sang atma untuk kembali ke alamnya
yakni alam Pitara.

Nyepi

Dikenal sebagai hari raya tahun baru Bali


berdasarkan penanggalan tahun Isaka yang biasanya jatuh pada bulan Maret-
April bulan Masehi. Upacara penyambutan tahun Baru ini tergolong unik, sesuai
namanya Nyepi semua aktifitas warga tutup tidak ada boleh aktifitas sama sekali,
tidak boleh bikin gaduh, bepergian ke luar rumah dan menyalakan lampu. Cuma
tempat-tempat penting seperti rumah sakit diperbolehkan buka. Tujuan dari hari
Raya Nyepi bagi umat Hindu adalah untuk bisa mengendalikan hawa nafsu,
mengekang dan mengendalikan segala keiinginan dan kesenangan, waktu yang
paling baik melakukan tapa, brata, yoga dan samadi, sehingga bisa membuka
lembaran baru dengan hati putih dan bersih.

Ngerupuk
Upacara Ngerupuk ini adalah rangkaian
dalam Hari Raya Nyepi di Bali, setiap warga Hindu wajib melakukan
persembahan kepada sang Bhuta Kala dengan banten mecaru, baik itu di tingkat
rumah, banjar, desa, kecamatan sampai tingkat propinsi Bali yang biasanya
dilakukan di perempatan jalan raya utama di desa atau kota tersebut. Tujuannya
adalah memberikan persembahan bagi Bhuta Kala, agar mereka tidak
mengganggu kehidupan manusia di saat manusia melakukan brata penyepian.
Dilaksanakan sehari sebelum perayaan Nyepi, setelah upacara mecaru,
dilakukan pawai ogoh-ogoh yang sebagi simbol Bhuta Kala diarak keliling desa
dibarengi warga dengan membawa obor.

Melasti

Upacara adat di Bali ini juga dilakukan


oleh seluruh umat Hindu ini juga masih dalam rangkain Hari Raya Nyepi, 2-4 hari
sebelum Nyepi dilakukan prosesi Melasti (mekiis/melis). Pada saat ini semua
alat-alat suci, seperti pratima, arca, pralingga, jempana, simbol senjata
nawasangan, umbul-umbul, diiringi oleh gamelan Baleganjur dan warga, semua
peralatan peribadatan tersebut di usung menuju ke tempat-tempat sumber air
yang biasanya menuju ke laut, tujuan dari upacara Melasti ini adalah untuk
membersihkan bhuana Agung (alam) dan juga diri manusia, setelah kemudian
“angamaet tirtha amertha” mengambil air suci yang merupakan intisari kehidupan
untuk kesejahteraan manusia dan alam.

Galungan
Hari Raya Galungan adalah upacara adat
di Bali yang bertujuan untuk merayakan kemenangan Dharma (kebaikan)
melawan Adharma (kejahatan), dirayakan setiap 6 bulan sekali atau dalam
kalender Bali setiap 210 hari, tepatnya di hari Rabu (Budha) Kliwon wuku
Dungulan. Pada saat ini umat Hindu diharapkan mampu membedakan dorongan
hidup antara kebaikan dan keburukan, sehingga niscaya kebahagiaan bisa diraih
dengan kemampuan memenangkan dharma dalam diri manusia. Disinilah
manusia diharapkan bisa menyatukan rohani agar mendapatkan pikiran terang,
pikirantersebut adalah wujud dharma dalam diri, sehingga bisa memenangkan
dharma atas adharma. Ciri khasnya adalah Penjor yang terpasang sepanjang
jalan. Kemudian 10 hari setelah Galungan dirayakan haru Raya Kuningan.

Mepandes

Dikenal juga dengan nama Metatah atau


Mesanguh, upacara ini merupakan hal unik yang mungkin hanya anda temukan
di Bali, ini adalah upacar potong gigi bagi pemeluk umat Hindu yang sudah
menginjak remaja ataupun dewasa. Upacara ini merupakan kewajiban (hutang)
orang tua yang wajib diakukan dibayar oleh orang tua semasih mereka hidup
kepada anak-anaknya. Prosesi potong gigi dilakukan oleh seorang Sangging,
yang dipotong adalah 6 buah gigi depan atas. Tujuan dari upacara Mepandes
(Metatah) ini adalh untuk menghilangkan 6 musuh (sad ripu) dalam diri manusia.
Adapun keenam musuh terseut adalah hawa nafsu, ketamakan, amarah, mabuk,
kebingungan dan iri hati.

Tumpek Uduh
Dikenal juga dengan nama Tumpek
Ngatag atau Tumpek Wariga. Upacara adat di Bali berkaitan dalam rangkaian
hari Raya Galungan, karena dilaksanakan 25 hari sebelum Galungan tepatnya
hari Sabtu Kliwon, wuku Wariga. Pada hari inilah umat Hindu melakukan upacara
kepda Tuhan sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan atau Dewa Sangkara,
mengucapkan rasa syukur manusia atah segala limpahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, mengingat akan jasa dari tumbuh-tumbuhan tersebut,
diharapkan manusia tetap bisa menjaga keharmonisan dengan alam terutama
tumbuh-tumbuhan, terjadi keseimbangan dan hubungan baik dengan alam ini
adalah salah satu bentuk dari pelaksaan Tri Hita Karana.

Tumpek Landep

Upacara adat di Bali ini digelar setiap 210


hari sekali yaotu pada hari Sabtu, Kliwon wuku Landep. Pada perayaan ini umat
Hindu memujua Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan segala
kecerdasa dan ketajaman pikiran, dengan kecerdasan manusia bisa
menciptakan sesuatu berupa benda-benda yang membantu kehidupan manusia.
Benda-benda hasil ciptaan manusia yang membatu kegiatan dalam sehari-hari
seperti sepeda motor, mobil, komputer, mesin, cangkul, pisau termasuk barang-
barang bertuah seperti keris yang membantu kegiatan manusia. Sebagi simbol
maka benda-benda tersebut disembahyangi sebagai wujud terima kasih kepada
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati.

Otonan
Upacara adat di Bali ini berkaitan dengan
kelahiran seseorang, otonan untuk memperingati hari lahir (ulang tahun Bali),
upacara otononan ini dilakukan setelah bayi berumur 6 bulan (210 hari),
kemudian disetiap 6 bulan berikutnya dilakukan upacara otonan (hari lahir)
namun dalam bentuk upacara yang lebih kecil. Hari lahir tersebut sangat
menentukan watak dari pada seseorang, sehingga jika wataknya kurang baik,
ada sebuah upacara lagi dengan harapan merubah prilaku. Upacara ini tidak
perlu mewah tetapi nilai ritualnya. Disaat ini manusia memanjatkan puja dan
terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi atas jiwa yang diberikan di tubuh
manusia agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan hidup.

Selain upacara adat Bali yang dilakukan oleh seluruh umat Hindu di pulau
Dewata, ada sejumlah upacara lainnya seperti Tumpek Wayang, Hari Saraswati,
Pagerwesi, upacara Tiga Bulanan, Mebayuh dan banyak lagi lainnya. Di
sejumlah tempat juga diadakan upacara adat khusus danunik yang hanya digelar
di desa bersangkutan beberapa diantaranya adalah upacara Ngusaba Dangsil,
Ngusaba Guling, Nyepi desa (adat), Pemakaman mayat di Trunyan, Omed-
omedan, Ngerebong, Ngusaba Bukakak, Ngusaba Tegen, Mekotek, Mekare-
kare, Mesuryak, perang Ketupat, Gebung Ende, Ter-teran dan banyak lagi
lainnya, digelar dengan tata cara unik dan berbeda.

Anda mungkin juga menyukai