Anda di halaman 1dari 11

13 Tradisi di Bali yang

Sayang Jika Dilewatkan


Saat Berlibur
Februari 6, 2023 5 min read
Omni Bali – Bicara soal Bali tentu tidak terlepas dari pariwisatanya. Tidak cuma pantai dan
wisata alamnya yang mengagumkan, namun ternyata ada banyak tradisi di Bali dan upacara
adat yang sangat unik dan menarik untuk Anda saksikan.

Konten:
 Ragam Upacara Adat dan Tradisi di Bali
o 1. Ngaben
o 2. Melasti
o 3. Omed omedan
o 4. Hari Saraswati
o 5. Mebuug-buug
o 6. Mekotekan
o 7. Mesuryak
o 8. Mekare-kare atau Perang Pandan
o 9. Otonan
o 10. Ngurek, Tradisi di Bali yang ekstrim
o 11. Upacara Mepandes atau Potong Gigi
o 12. Tumpek Landep
o 13. Siat Yeh di Jimbaran

Ragam Upacara Adat dan Tradisi di Bali


Saking banyaknya potensi wisata dan budaya, tentu tidak mengherankan kalau Bali tidak
pernah sepi dari para wisatawan. Berikut beberapa upacara dan tradisi adat di Pulau Dewata
yang mungkin sering atau malah belum pernah Anda ketahui sebelumnya.

1. Ngaben

Siapa sih yang tidak tahu Ngaben? Ya, upacara adat ini memang salah satu tradisi yang tidak
dapat terlepas begitu saja dari masyarakat Bali maupun Hindu secara umum di Indonesia.
Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah sebagai bentuk kesempurnaan dan tahap
terakhir perjalanan manusia.

Sayangnya, tradisi ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga hanya segelintir
penduduk Bali saja yang sering mengadakannya. Kendati demikian, tidak jarang ada tradisi
Ngaben massal yang diikuti lebih banyak keluarga sehingga suasana semakin meriah.

Tradisi di Bali yang satu ini terbagi menjadi beberapa jenis, yakni Ngaben Sawa Wedana,
Asti Wedana, dan Swasta. Pada tradisi Ngaben Sawa Wedana, jenazah akan diawetkan
terlebih dahulu. Sementara untuk Asti Wedana, jenazah akan dikubur terlebih dahulu.

Berbeda dengan Ngaben Swasta yang diperuntukkan bagi mereka yang meninggal di luar
negeri atau tempat yang jauh, maupun jasadnya yang tidak dapat ditemukan keberadaannya.
Karena tidak dilaksanakan secara pasti dan rutin, maka Anda akan beruntung kalau bisa
menyaksikan upacara adat ini saat berwisata ke Bali.
Upacara Ngaben di Bali
2. Melasti

Upacara adat yang satu ini juga menjadi salah satu tradisi yang rutin dilaksanakan setiap
tahun, yakni sekitar tiga hari sebelum perayaan Nyepi. Upacara ini dimaksudkan sebagai
penyucian diri bagi umat Hindu dengan mendatangi berbagai sumber air suci seperti sungai,
danau dan lautan.

Dalam upacara ini, seorang pemangku akan memercikkan air suci ke kepala setiap orang
yang datang untuk meluruhkan hal-hal buruk dalam tubuh. Kalau Anda ingin menyaksikan
prosesi tersebut, Anda wajib datang 3-4 hari sebelum Nyepi berlangsung.

3. Omed omedan
Tradisi Omed-omedan juga menjadi salah satu tradisi unik di Bali yang akan dilaksanakan
setelah Nyepi, dan hanya ada di kawasan Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar. Sama halnya
seperti upacara adat lain pada umumnya, tradisi yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu ini
akan diawali dengan persembahyangan massal di dalam pura.

Selanjutnya, dua kelompok muda-mudi berusia 18-30 tahun dan belum menikah akan mulai
berhadapan. Biasanya akan ada satu pemuda dan pemudi yang akan maju lalu disiram dengan
air. Mereka akan berusaha untuk saling ditabrakkan, ada yang berpelukan bahkan terkadang
di akhir dengan saling berciuman.
Tradisi Omed-Omedan di Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar
4. Hari Saraswati

Keunikan tradisi di Bali selanjutnya ada pada hari raya Saraswati. Upacara ini berlangsung
untuk merayakan ilmu pengetahuan sehingga semua hal yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan seperti buku-buku atau kitab akan didoakan.
Upacara ini diadakan 210 hari sekali, tepatnya pada hari Sabtu Umanis Watugunung sesuai
dengan kalender Bali. Dalam tradisi ini juga akan dipentaskan berbagai tarian hingga
pembacaan cerita dan karya sastra selama semalam suntuk.

5. Mebuug-buug

Melipir ke kabupaten Badung, terdapat sebuah tradisi di Bali yang juga tidak kalah unik,
yakni tradisi Mebuug-buug atau mandi lumpur setiap Ngembak Geni (sehari setelah perayaan
Nyepi). Tradisi ini dilaksanakan oleh warga Desa Kedonganan, Badung.

Sebelum upacara dilakukan, dilakukan persembahyangan bersama di Pura Bale Agung Desa
Kedonganan. Selanjutnya, masyarakat akan menuju ke area hutan bakau di desa tersebut
untuk mandi lumpur bersama sambal bersenda gurau.

Setelah selesai, mereka akan langsung menuju ke arah Pantai Kedonganan untuk membilas
tubuh di tengah laut. Tentunya, tradisi seperti ini memiliki makna sebagai introspeksi atas apa
yang sudah dilakukan selama setahun sebelumnya untuk kemudian memulai hidup lebih baik
di tahun yang baru.

6. Mekotekan

Mekotek atau tradisi mekotekan merupakan salah satu tradisi yang diadakan di Desa
Munggu, Kecamatan Mengwi. Tradisi yang juga dikenal dengan Gerebeg Mekotek ini digelar
ketika perayaan hari Raya Galungan dan Kuningan berlangsung, atau setiap 210 hari sekali
sesuai penanggalan Hindu Bali.

Pada awalnya, tradisi ini diadakan untuk menyambut prajurit Kerajaan Mengwi yang berhasil
meraih kemenangan saat melawan Kerajaan Blambangan. Tradisi ini juga dirayakan untuk
menghindarkan desa dari berbagai wabah penyakit dan hama.

Selama prosesi, masyarakat desa akan berkeliling sambal membawa kayu pulet sepanjang 2,5
meter. Kayu ini akan disatukan sampai membentuk gunung. Saat disatukan inilah, akan
terdengar suara “tek tek” karena benturan kayu sehingga akhirnya tradisi ini disebut dengan
mekotek atau mekotekan.

7. Mesuryak

Tradisi di Bali saat Hari Raya Kuningan juga terdapat di Desa Bongan, Kabupaten Tabanan.
Terdapat upacara Mesuryak yang digelar secara meriah dan penuh sukacita. Sama halnya
seperti upacara saat Hari Raya Kuningan yang lain, acara ini diadakan setiap 210 hari sekali
sesuai penanggalan Bali.

Rangkaian prosesi akan dimulai dengan persembahyangan di rumah masing-masing terlebih


dahulu, kemudian dilanjutkan ke Pura Meraja dan Pura Khayangan Tiga. Warga juga sudah
mempersiapkan rangkaian sesaji di depan pintu gerbang rumah, yang di dalamnya terdapat
nasi, telur, dan uang kepeng.

Setelah didoakan, anggota keluarga yang melaksanakan tradisi mesuryak harus melemparkan
uang ke atas kepala yang setelah jatuh akan diperebutkan oleh masyarakat desa yang ikut
hadir dan menyaksikan tradisi tersebut.
8. Mekare-kare atau Perang Pandan

Bagi penduduk di kawasan Tenganan, Karangasem, Bali, upacara Mekare-kare menjadi salah
satu tradisi adat yang tidak boleh dilewatkan, terutama bagi para lelaki. Di sini, mereka akan
saling menunjukkan kehebatan menggunakan senjata daun pandan.

Hal inilah yang membuat Mekare-kare juga disebut sebagai tradisi perang pandan. Para pria
akan bertarung dan melakukan segala cara guna memenangkan “perang” tersebut. Tentu
bukan tanpa risiko karena daun pandang memiliki duri yang cukup tajam di ujungnya.

Kendati demikian, tradisi ini sudah dilakukan secara rutin sejak lama untuk menghormati
Dewa Indra sebagai dewa perang. Dengan menjalankan tradisi ini, para pria di desa akan
dianggap kuat dan mampu melakukan perang. Untuk menyaksikan “perang” tersebut, Anda
dapat datang pada setiap awal Juni.

9. Otonan

Upacara adat ini digelar dalam rangka kelahiran seseorang yang dilaksanakan berdasarkan
penghitungan wuku dalam kalender Bali. Tujuannya yakni untuk menebus kesalahan di masa
lalu untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan sempurna.

Dalam upacara ini, kelahiran dirayakan setiap enam bulan sekali atau setiap 210 hari.
Upacara ini pertama kali dilakukan saat bayi berusia 210 hari. Umumnya, tradisi di Bali ini
akan dilaksanakan di rumah dengan perayaan meriah untuk yang baru dilakukan pertama
kali.

Terdapat ritual potong rambut yang hanya diadakan sekali saat pertama guna membersihkan
kotoran pada kulit kepala. Bahkan jika Otonan dilaksanakan bertepatan dengan bulan
purnama, maka penyelenggaraannya akan dilakukan secara lebih meriah.

10. Ngurek, Tradisi di Bali yang ekstrim

Ada juga salah satu tradisi di Bali yang terbilang cukup ekstrim bernama Ngurek. Di
beberapa wilayah, tradisi ini disebut dengan Ngunying yang sama-sama berarti melubangi
atau menusuk. Tradisi ini dikaitkan dengan ritual keagamaan sebagai wujud nyata dari
pengabdian terhadap Sang Hyang Widhi Wasa.

Dikatakan ekstrim karena Ngurek dianggap mirip dengan debus di Jawa Barat di mana
seseorang yang terlibat akan menusuk tubuh mereka menggunakan keris. Kendati demikian,
orang tersebut tidak akan merasa kesakitan karena Ngurek dijalankan dalam keadaan tidak
sadar (kerasukan).

Upacara adat yang satu ini bukanlah sekadar upacara biasa. Ada berbagai nilai moral yang
terkandung di dalamnya, salah satunya yakni sebagai manusia, kita wajib meyakini Tuhan
yang Maha Esa sehingga Anda akan mendapat anugerah dan pertolongannya.
Tradisi Ngurek yang berlangsung pada saat beberapa acara agama di Bali digelar
11. Upacara Mepandes atau Potong Gigi

Bagi umah Hindu di Bali, Tradisi Mepandes menjadi salah satu upacara yang wajib dilakukan
ketika anak sudah beranjak dewasa. Upacara yang juga disebut dengan tradisi potong gigi
atau metatah ini dapat diartikan sebagai bentuk pembayaran utang orang tua terhadap anak-
anaknya.

Selain itu, Mepandes juga diyakini dapat menghilangkan enam sifat buruk yang terdapat
dalam diri manusia. Tidak mengherankan jika akan ada 6 buah gigi taring bagian atas yang
akan dikikir hingga rata. Dengan demikian, diharapkan mereka yang beranjak remaja ini akan
senantiasa berbuat baik.

Ternyata, ritual ini wajib dilaksanakan oleh orang tua kepada anaknya sebelum memasuki
jenjang pernikahan. Hanya saja, biaya yang dibutuhkan tidak sedikit sehingga umumnya
upacara ini diadakan secara massal yang dapat diikuti oleh masyarakat kurang mampu secara
gratis.
12. Tumpek Landep

Tumpek Landep merupakan salah satu tradisi di Bali yang dilakukan untuk menyucikan
senjata dan berbagai peralatan. Jika dahulu tradisi ini diperuntukkan bagi keris dan tombak,
saat ini bergeser ke benda-benda yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat seperti mesin,
kendaraan, dan lainnya.

Umumnya, upacara ini dilakukan satu tahun sekali bertepatan dengan Hari Raya Tumpek
Landep sesuai dengan penanggalan kalender Bali. Adapun tujuan dari upacara ini tidak lain
untuk memberikan keberkahan bagi para pemilik senjata dan peralatan tersebut.

Tradisi ini dipimpin oleh pemuka adat serta dilakukan di Pura yang dianggap sakral dengan
lokasi yang tepat. Saat upacara berlangsung, benda-benda tersebut tidak jarang akan diberi
hiasan khusus bernama “tamian” dan diberikan sesajen sebagai wujud doa untuk benda-benda
tersebut dapat mempermudah dan memperlancar aktivitas penggunanya.

13. Siat Yeh di Jimbaran

Siat Yeh sendiri terdiri dari dua kata, Siat (berkelahi) dan Yeh (air). Secara harfiah, tradisi ini
berkaitan dengan “perang air” dan merupakan salah satu tradisi di Desa Jimbaran, Kuta
Selatan. Tradisi yang sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada
tahun 2018 ini biasanya digelar pada Ngembak Geni atau satu hari setelah Hari Raya Nyepi
setiap tahunnya.

Konon katanya, terdapat dua sumber air yang saling menyatu, yakni di timur Pantai Suwung
dan pesisir barat Pantai Segara. Karena keduanya saat ini sudah tidak menyatu, maka pemuda
Banjar Teba mulai mempelopori tradisi adat ini dengan saling melemparkan air dari
campuran kedua sumber tersebut.
Tradisi Siat Yeh yang ada di Jimbaran
Itulah beberapa kegiatan tradisi di Bali yang sangat sayang kalau kamu lewatkan. Sebenarnya
masih ada banyak sekali tradisi yang ada di Bali yang belum kami tulis, mungkin kedepannya
kami akan bahas satu persatu. Lantas, tradisi adat mana nih yang ingin Anda saksikan saat
berkunjung ke Bali?

Anda mungkin juga menyukai