Anda di halaman 1dari 5

Contoh Pelaksaan Upacara Dewa Yadnya

HARI RAYA PAGERWESI

Pagerwesi adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi dengan prabhawanya
sebagai Sang Hyang Pramesti Guru yang sedang beryoga disertai oleh para Dewa dan
Pitara demi kesejahteraan dunia dengan segala isinya dan demi kesentosaan kehidupan
semua makhluk.

Rangkaian pelaksanaan hari raya Pagerwesi yaitu :


1. Soma Ribek
Yaitu hari pemujaan Sang Hyang Sri Amrtha pada pulu (tempat beras) dan lumbung
(tempat penyimpanan padi). Soma ribek ini jatuh pada Soma Pon Wuku Sinta. Pada
saat ini juga umat Hindu memuja Sang Hyang Tri Pramana (Tiga unsur yang
memberikan kekuatan) yaitu Dewi Sri, Dewa Sedana dan Dewi Saraswati. Bratha
pada hari ini tidak boleh menjual beras, tidak boleh menumbuk padi.
2. Sabuh Mas
Yaitu hari penyucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan anugrahnya
pada “Raja Brana” (harta benda) seperti emas, perak, manik dan sejenisnya. Sabuh
Mas dilaksanakan pada setiap Anggara Wage Wuku Sinta.
3. Pagerwesi
Pagerwesi dilaksanakan setiap Budha Kliwon Sinta. Pada sat ini umat
menghaturkan bakti kehadapan Sang Hyang Pramesti Guru di sanggah kemimitan
atau Sanggah Kemulan yang disertai dengan labaan (korban) untuk Sang Panca
Maha Butha,
Contoh Pelaksaan Upacara Dewa Yadnya

HARI RAYA TUMPEK LANDEP

Tumpek Landep dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep, sebagai hari
pemujaan Sang Hyang Pasupati (Sang Hyang Siwa), yaitu Dewa penguasa senjata. Pada
hari ini dilakukan upacara pemujaan di “prapen” (tempat membuat senjata) seperti
keris, pedang dan sarana-sarana tranportasi lainnya seperti mobil, TV dan sebagainya.
Tujuan upacara ini adalah untuk memohon anugrah alat-alat tersebut bertuah dan
berfungsi sebagaimana mestinya.

Makna Tumpek Landep

Hari raya tumpek landep jatuh setiap Saniscara/hari sabtu Kliwon wuku Landep,
sehingga secara perhitungan kalender Bali, hari raya ini dirayakan setiap 210 hari
sekali. Kata Tumpek sendiri berasal dari “Metu” yang artinya bertemu, dan “Mpek”
yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan
Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh
Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari
ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris.

Dewasa kini, senjata lancip itu sudah meluas pengertiannya. Tak hanya keris dan
tombak, juga benda-benda hasil cipta karsa manusia yang dapat mempermudah hidup
seperti sepeda motor, mobil, mesin, komputer dan sebagainya. Benda-benda itulah yang
diupacarai. Akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh disalah artikan, dalam konteks itu
umat bukanlah menyembah benda-benda teknologi, tetapi umat memohon kepada Ida
Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati yang
telah menganugerahkan kekuatan pada benda tersebut sehingga betul-betul
mempermudah hidup.
Contoh Pelaksaan Upacara Dewa Yadnya

HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN

Seperti kita ketahui, Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya
menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti
menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan
di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan.

Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara
ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Artinya dalam
konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri
kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam
dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, “matutur ikang atma
ri jatinya” (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).

Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati,
seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca
hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala
Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam
dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar
dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang
(jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang
selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa
berjalan.

Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan
hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari Raya Kuningan


Contoh Pelaksaan Upacara Dewa Yadnya

Hari raya Kuningan dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. Pada hari
ini kita melakukan persembahyangan kepada para Dewa, para leluhur yang
menghaturkan sesajen yang berisi ajengan (nasi) yang berwarna kuning yang
bersimbolis kemakmuran, karena beliau telah melimpahkan rahmatnya untuk
kemakmuran di dunia ini.

MELASPAS

Upacara ini adalah upacara penyucian terhadap tempat suci yang biasanya tempat
atau bangunan-bangunan suci tersebut baru selesai dibuat atau diperbaiki. Biasanya
upacara ini didahului dengan pemilihan tempat, dilanjutkan dengan upacara
Pangruwakan dan Pacaruan.

Melaspas wajib dilakukan bagi keluarga Hindu yang telah selesai mendirikan
rumah tinggalnya. Selain rumah tinggal upacara melaspas juga dilakukan terhadap
bangunan lain seperti bangunan suci(pura,merajan dll) hotel, kantor, toko bahkan
kandang. Upacara melaspas bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan
bangunan secara niskala sebelum digunakan atau ditempati. Melaspas dalam bahasa
Bali memiliki arti Mlas artinya Pisah dan Pas artinyany Cocok, penjabaran arti
Melaspas yaitu sebuah bangunan dibuat terdiri dari unsur yang berbeda ada kayu
ada pula tanah(bata) dan batu, kemudian disatukan terbentuklah bangunan yang
layak(cocok) untuk ditempati.

Tujuan Upacara Melaspas


Upacara melaspas bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan benda ataupun
bangunan baru secara niskala sebelum digunakan atau ditempati. Upacara Melaspas
juga dilakukan dengan tujuan agar terciptanya ketenangan dan kedamaian bagi
anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut terhindar dari hal-hal yang tidak
diiginkan.
Contoh Pelaksaan Upacara Dewa Yadnya

PIODALAN

Piodalan adalah wujud bhakti sebagai usaha untuk mencapai jagadhita yang dalam
babad Bali, piodalan juga disebut sebagai :
 Petirtayan,
 Petoyan, dan
 Puja wali
Piodalan yang utamanya sebagai kelompok upacara dewa yadnya ini merupakan
upacara yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala
manifestasinya yang pujawalinya dipimpin oleh seorang pemangku di tempat suci
masing - masing dengan cara :
 Nglinggayang atau
 Ngerekayang (ngadegang)
Dalam hari - hari tertentu yang dilaksanakan dengan sembahyang bersama..

Upacara ini bisa dilakukan tidak secara tepat pada waktu yang berkala. Piodalan
biasanya dilakukan di Sanggah Jajaran, Pamerajan Agung, Sanggah Dadia atau
sejenisnya, dan pelaksanaannya tergantung pada situasi dan kondisi atas
kesepakatan karma penyungsung disamping pula pelaksanaan piodalan tidak
terlepas dari Desa, Kala, Patra
Pelaksanaan piodalan yang diawali dengan pesucian Ida Bhatara di Beji sebelum
piodalan dilaksanakan, seluruh arca / pratima sebagai simbol Hyang Widhi yang
sakral disucikan terlebih dahulu di pura beji bersangkutan oleh seluruh krama yang
dipimpin oleh pemangku sebagai sulinggih di pura Beji tersebut. Seperti yang
dikutip dalam kalender bali, piodalan juga merupakan perayaan hari suci di pura
yang biasanya dilakukan secara periodik baik berdasarkan atas sasih,, wuku atau
pawukon dll.

Anda mungkin juga menyukai