Anda di halaman 1dari 4

MAKNA GALUNGAN

Umat Hindu di Indonesia, terutama Pulau Bali, sedang mempersiapkan diri untuk
menyambut Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan tanggal 19 Februari esok. Selamat
merayakan Galungan ya. Semoga Tuhan memberkahi kedamaian, serta kehidupan
yang lebih baik bagi kita dan alam semesta.

Hari Raya Suci Galungan memiliki makna perayaan kemenangan kebajikan (dharma)
melawan kebatilan (adharma). Sepertinya kita harus mengingat kembali bagaimana
filosofi Hari Raya Galungan itu sendiri. Harapannya agar umat bisa memaknai perayaan
ini lebih mendalam, sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya.

Sebenarnya kenapa umat Hindu merayakan Hari Raya Suci Galungan? Bagaimana
mitologi, filosofi, dan cara memaknainya? Generasi millennials mesti tahu nih! Atau jika
ada yang punya pengetahuan lebih dalam tentang Galungan, bisa di-share di kolom
komentar ya:

1. Mitologi Hari Raya Suci Galungan, melawan seorang raksasa sakti bernama
Mayadenawa yang terkenal angkuh dan sombong

Berdasarkan mitologi Hindu Bali yang berkembang tentang Hari Raya Suci Galungan
menyebutkan, ada seorang raksasa sakti dan sangat ditakuti bernama Mayadenawa.
Karena ingin disembah oleh masyarakat Hindu Bali, maka raksasa Mayadenawa
kemudian melarang semua masyarakat Hindu Bali datang ke pura dan memuja Tuhan.
Lama kelamaan rakyat menjadi sengsara dan dunia menjadi tidak seimbang.

Melihat Mayadenawa sikapnya yang demikian, Bhatara Indra lalu diutus oleh para dewa
ke dunia untuk menghancurkan kejahatan raksasa Mayadenawa. Bhatara Indra
membawa pasukan tempur yang siap menyerang raksasa sombong itu.

Namun untuk membunuh Mayadenawa ternyata tidak mudah. Karena raksasa


sombong dan angkuh itu juga sakti mantraguna. Pasukan Bhatara Indra sampai
kewalahan. Mayadenawa terkenal sakti karena bisa berubah wujud dalam pelariannya,
sehingga beberapa kali berhasil mengelabui Bhatara Indra. 

Tidak hanya itu. Bahkan Mayadenawa berhasil meracuni sebuah mata air, yang
mengakibatkan seluruh pasukan Bhatara Indra mati saat meminum airnya. Namun
berkat kesaktian Bhatara Indra, ditancapkanlah kerisnya ke tanah, dan muncul mata air
yang bisa menghidupkan kembali pasukannya. Konon, mata air tersebut dinamai Tirta
Empul.

Pada akhirnya, kebaikan akan selalu menang dari kejahatan. Meski sakti, Mayadenawa
akhirnya bisa dikalahkan. Mayadenawa terdesak, dia melarikan diri dengan
menjejakkan telapak kakinya secara miring. Tempat itu lalu dikenal dengan nama
Tampak Siring. Akhirnya Bhatara Indra bisa membunuh Mayadenawa.
Kemenangan Bhatara Indra dalam menghancurkan kejahatan Mayadenawa ini
kemudian dirayakan sebagai hari Raya Galungan dan Kuningan, yang secara filosofis
bermakna, merayakan kemenangan kebajikan (Dharma) melawan kebatilan (Adharma).

2. Ada delapan rangkaian yang harus dilewati umat Hindu selama perayaan
Galungan dan Kuningan

IDN Times/Imam Rosidin

Hari Raya Suci Galungan melewati banyak rangkaian, yang memiliki nilai filosofis tinggi.
Jadi perayaan Galungan harus dibarengi dengan pemaknaannya juga ya. Berikut ini
rangkaiannya:

1. Tumpek Wariga. Upacara ini dilakukan pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku
Wariga.Tumpek Wariga atau disebut juga Tumpek Bubuh ini jatuhnya 25 hari
sebelum Galungan. Pada saat Tumpek Wariga masyarakat Hindu Bali
memuliakan tumbuh-tumbuhan yang berperan besar dalam kehidupan manusia
dan alam semesta. Selain sebagai perwujudan cinta kasih, pada tumbuh-
tumbuhan yang diupacarai juga terbesit harapan agar dapat segera berbuah
atau menghasilkan. Sehingga dapat digunakan untuk bahan upacara hari raya
Galungan.
2. Sugihan Jawa. Sugihan Jawa dilakukan pada Kamis Wage Sungsang atau 6
hari menjelang hari raya suci Galungan. Sugihan Jawa berasal dari 2 kata yakni
Sugi dan Jawa. Sugi berarti bersih dan suci. Sedangkan Jawa berasal dari kata
jaba yang artinya luar. Artinya Sugihan Jawa sebagai hari pembersihan atau
penyucian di luar diri manusia, yaitu alam semesta (Bhuana Agung). Pada
Sugihan Jawa, umat melakukan upaya nyomia atau menetralisir segala sesuatu
yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan
merajan dan rumah.
3. Sugihan Bali. Sugihan Bali dilaksanakan Jumat Kliwon Sungsang atau 5 hari
menuju hari raya suci Galungan. Kata Bali disini berati Wali atau ke dalam.
Sugihan Bali bermakna penyucian atau pembersihan diri sendiri (Bhuana Alit).
Penyucian diri dilakukan dengan melakukan pembersihan secara fisik (mandi),
dan memohon tirta suci sebagai simbolis penyucian jasmani rohani.
4. Panyekeban. Panyekeban dilaksanakan Minggu Paing wuku Dungulan, 3 hari
sebelum Galungan. Nyekeb berarti merenung atau mengekang diri. Secara
filosofis, pada hari Penyekeban umat belajar mengekang diri agar tidak
melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.
5. Penyajan. Dilaksanakan Senin Pon Dungulan, 2 hari sebelum Galungan.
Penyajan berasal dari kata Saja yang berarti sungguh-sungguh. Hari penyajan ini
memiliki makna filosofis untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya
Galungan. Pengendalian diri semakin tinggi jelang Galungan.
6. Penampahan. Penampahan jatuh pada sehari sebelum Galungan, yakni Selasa
Wage wuku Dungulan. Penampahan atau Penampan berasal dari kata Nampa
yang berarti menyambut. Ini artinya sehari sebelumnya, umat harus siap
menyambut hari Galungan. Pada penampahan ditandai dengan pembuatan
penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Selain
membuat penjor, umat juga menyembelih babi untuk pelengkap upacara.
Penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis membunuh semua
nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
7. Galungan. Galungan dirayakan pada Rabu Kliwon Dungulan. Ini adalah hari
kemenangan. Upacara dilakukan mulai pagi hari, dimulai dari persembahyangan
di rumah masing-masing hingga ke Pura yang ada di sekitar lingkungan tempat
tinggal. Pada hari raya Galungan, umat semakin melihat ke dalam diri,
mengintrospeksi diri agar kebaikan selalu bisa dilakukan selama hidup.
8. Umanis Galungan. Masih ada rangkaian setelah Galungan yang disebut
Umanis Galungan. Sehari setelah Galungan dimanfaatka untuk saling
mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi. Ini untuk memulai langkah
baru yang lebih baik. Jika misal memiliki masalah sebelumnya, maka saat
Umanis Galungan ini digunakan untuk bermaaf-maafan. Di beberapa daerah di
Bali, anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang pada Umanis Galungan,
yang diyakini dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura
positif.

3. Rangkaian Galungan ternyata tak berhenti sampai di sini. Masih ada rangkaian
lain selama sebulan ke depan, hingga pelepasan penjor.

Rangkaian Galungan ternyata masih belum berakhir. Setelah Galungan, masih ada
waktu sebulan lagi perayaannya, hingga benar-benar dinyatakan selesai dengan
pelepasan penjor. Berikut rangkaiannya:

1. Pemaridan Guru. Dilaksanakan pada Sabtu Pon Dungulan, 3 hari setelah


Galungan. Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru. Memarid
berarti ngelungsur atau memohon. Sedangkan Guru tiada lain adalah Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini dimaknai untukmemohon berkah dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.
2. Ulihan. Dilaksanakan pada Minggu Wage Kuningan. Ulihan bermakna pulang
atau kembali. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para
dewata dan leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah
panjang umur.
3. Pemacekan Agung. Dilaksanakan Senin Kliwon Kuningan. Pemacekan berasal
dari kata pacek yang berarti teguh. Pemacekan agung bermakna keteguhan
iman umat manusia.
4. Hari Suci Kuningan. Dirayakan Sabtu Kliwon Kuningan. Umat memaknainya
dengan cara memasang tamiang,kolem, dan endong.Tamiang adalah simbol
senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata
Dewa Mahadewa, sedangkan Endong tersebut adalah simbol kantong
perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur kita saat berperang
melawan adharma. Maknanya agar manusia selalu membentengi dirinya dengan
iman dan hal-hal baik.
5. Hari Pegat Wakan. Dilaksakanan pada Rabu Kliwon Pahang, sebulan setelah
Galungan. Hari ini adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan
Kuningan. Pada hari ini, umat baru boleh mencabut penjor. Penjor tersebut
dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.

4. Semoga umat Hindu yang merayakan Galungan bisa melakukan introspeksi diri
atau mulat sarira

IDN Times/Diantari Putri

Kita ketahui, bawah Hari Raya Galungan dimaknai sebagai kemenangan kebaikan
(Dharma) melawan Adharma (Keburukan). Makna Galungan ini juga tertuang dalam
lontar “Sundarigama” seperti ini:

Buda Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang
apadang maryakena sarwa byapaning idep.

Artinya:

Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan. Arahkan untuk bersatunya rohani supaya
mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.

Memaknai Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma, tidak harus


melalui situasi peperangan secara fisik. Kemenangan di sini diartikan sebagai
kemenangan melawan semua kekacauan pikiran. Jadi yang perlu kamu lakukan untuk
memaknai Hari Raya Galungan adalah melawan keegoisan dan sifat buruk dalam diri.

Pada saat Galungan, menyatukan kekuatan rohani agar bisa mendapat pikiran dan
pendirian yang terang, adalah usaha untuk memenangkan diri dari ego. Bersatunya
rohani dan pikiran yang terang adalah wujud dharma dalam diri.

Semoga setelah perayaan Hari Raya Galungan ini, umat Hindu semakin mulat sarira
atau introspeksi diri ya. Harapannya bisa melangkah lebih baik lagi ke depannya, serta
hidupnya semakin lebih bermanfaat. Astungkara.

Anda mungkin juga menyukai