Anda di halaman 1dari 5

𝐃𝐄𝐖𝐀 𝐘𝐀𝐃𝐍𝐘𝐀

𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒓𝒕𝒊𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒀𝒂𝒅𝒏𝒚𝒂

Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau
cahaya suci. Seperti halnya cahaya yang berasal dari matahari, demikianlah para Dewa adalah
sumber dari sang pencipta yaitu Hyang Widi Wasa. Dewa sebagai manifestasinya Tuhan
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda seperti misalnya Dewa Wisnu, Dewa Brahma,
Dewa Iswara dan yang lainnya memiliki kekuasaan yang berbeda, tetapi para Dewa tetap
bersumber dari Tuhan. Dengan demikian pemujaan dan persembahan yang ditujukan kepada
para Dewa pada dasarnya adalah ditujukan kepada Tuhan.
Dari pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya hutang kepada Sang Hyang Widi
Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk didalamnya adalah
manusia, manusia bisa memanfaatkan isi alam ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan
oleh Tuhan. Hutang ini disebut dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat hindu sewajibnya
berbhakti kepada Sang Hyang Widi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa
Yadnya.
● Adapun ketentuan-ketentuan yang di ketahui dalam melaksanakan Dewa Yadnya :
a. Tempat pelaksana dewa yadnya di tempat yang bersih dan memiliki suasana suci seperti
pura.
b. Memiliki sanggah surya sebagai pengganti padmasana
c. Menghaturkan sesajen dengan bahan utama terdiri dari api , air bersih , buah dan bunga.

● Adapun tata cara melaksanakan Dewa Yadnya :


a. Pelinggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa diberi upacara penyucian.
b. Memohon dengan pujaan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa datang dan bersthana
(tinggal) di pelinggih tersebut dipakai puja upeti.
c. Menghantarkan upacara penyucian dengan diantar oleh puja sthihi.
d. Sembahyang yang diakhiri dengan metirta.
e. Upacara penutup disebut “nyimpen” dengan memakai puja praline.

● Contoh-contoh pelaksanaan Dewa Yadnya dalam kehidupan :


1 .Melaksanakan puja Tri Sandhya setiap hari.
2 .Melaksanakan persembahyangan pada hari purnama dan tilem.
3. Melaksanakan persembahyangan pada hari raya di pura seperti piodalan , hari saraswati ,
siwaratri , galungan dan kuningan.
4. Selalu berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan
5. Menjaga kesucian tempat suci / pura.
6. Mempelajari dan mempraktekan ajaran agama dalam kehidpan sehari-hari.

𝑻𝒖𝒋𝒖𝒂𝒏 𝑷𝒆𝒍𝒂𝒌𝒔𝒂𝒏𝒂𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒀𝒂𝒅𝒏𝒚𝒂


Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain :
1.Untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan
2.Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa
3.Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan
pengampunan atas segala dosa.
4.Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.

Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1.Pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di
setiap palinggih pada pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban.
2.Upacara yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti
Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan
sebagainya.
3.Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.
4. Upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.
Pelaksanaan Dewa Yadnya ini disamping menggunakan sarana upakara, juga menggunakan
puja mantra, serta dilengkapi pula dengan persembahyangan. Sembahyang memiliki pengertian
memuja, menyembah, menghormat kepada Ida Sang Hyang Widhi, para Dewa, atau kepada
sesuatu yang dianggap suci. Sembahyang merupakan perwujudan dari rasa bhakti umat
manusia kehadapan Sang Pencipta. Bhakti adalah penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala ketulusikhlasan dan tanpa adanya ikatan ataupun
pamrih. Adapun yang menjadi tujuan umat Hindu melaksanakan persembahyangan adalah
untuk mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan beserta segala manifestasiNya, memohon wara
nugraha serta petunjuk untuk menuju kehidupan yang lebih baik, sebagai wujud penyerahan
diri, penyucian lahir bhatin, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran
agama. Pelaksanaan Dewa Yadnya yang pelaksanaannya pada waktu-waktu tertentu
(Naimitika Yadnya) ada yang berdasarkan pawukon, wewaran atau juga berdasarkan sasih.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝑷𝒆𝒍𝒂𝒌𝒔𝒂𝒏𝒂𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒀𝒂𝒅𝒏𝒚𝒂 :
1. Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Raya Purnama dan Tilem

Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan
karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan
penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati
(Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari Purnama
dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan
pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi
yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala).

2. Upacara Piodalan

Piodalan sendiri dapat diartikan sebagai perayaan hari jadi tempat suci. Upacara piodalan
merupakan kewajiban karma desa dalam rangka membayar hutang kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasinya yang disthanakan di pura kayangan desa.
Piodalan ini terbagi menjadi dua yaitu (1) Piodalan alit (nyanang) dan (2) Piodalan Ageng dan di
ikuti oleh seluruh warga karma baik yang tinggal di luar Desa maupun di desa itu sendiri yang
terdiri dari berbagai dadia (klen). Piodalan yang dilaksanakan di pura kayangan desa ada yang
melaksanakan setiap 6 (enam) sekali dan ada yang melaksanakan setiap satu tahun sekali.
Tujuan dari upacara piodalan adalah untuk mewujukan kehidupan yang harmonis dan sejahtera

Tari Rejang merupakan salah satu tari tradisi di Bali yang ditarikan oleh perempuan secara
berkelompok atau massal. Ada beberapa jenis tari Rejang yaitu : Rejang Renteng, Rejang
Bengkel, Rejang Ayodpadi, Rejang Galuh, Rejang Pelak, Rejang Membingin, Rejang Makitut,
Rejang Haja, Rejang Negara dan Rejang Dewa. Untuk yang terakhir, yaitu tari Rejang Dewa
mempunyai keistimewaan dibanding yang lain. Karena tarian ini tidak boleh dipentaskan di
sembarang tempat, tetapi hanya boleh dipentaskan di tempat-tempat yang dianggap suci oleh
umat Hindu. Yaitu di halaman jero (dalam) atau jabe (luar) tengah dari sebuah pura dan pada
saat upacara keagamaan. Misalnya pada saat upacara puncak Ngenteg Linggih.

2.Tari Baris

Pementasan tari baris khas Bali pada waktu itu bukan sekadar untuk pertunjukan hiburan.
Pementasannya memiliki makna yang sangat penting, bahkan dikenal sebagai bagian dari ritual
keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat Bali.Tarian ini menceritakan tentang para kesatria
Kerajaan. Pada abad ke-19, muncul varian baru dari tari baris khas Bali, namanya tari baris
tunggal. Jenis tarian yang satu ini tidak digunakan sebagai bagian dari ritual keagamaan,
melainkan sepenuhnya untuk sarana hiburan rakyat. Jumlah penari yang mementaskan hiburan
ini juga lebih sedikit, hanya perlu 1 atau 2 penari. Pementasan tarian sebelum berangkat ke
medan perang bukanlah tanpa maksud dan tujuan. Pertunjukan tari ini, dipercaya oleh
masyarakat Bali, sebagai cara untuk menyambut kedatangan dewa serta leluhur.

𝑲𝒆𝒔𝒊𝒎𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah Dewa Yadnya adalah persembahan
yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya.
Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Pelaksanaan Dewa Yadnya
memiliki tujuan antara lain untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan, sebagai
ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai jalan untuk memohon
perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa, sebagai
pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti
kehadapan Ida Sang Hyang Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya
dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu : Pemujaan yang dilakukan setiap hari
(Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di setiap palinggih pada pagi atau sore hari,
ngejot dan mesaiban, Upacara yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika)
tertentu seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati,
Siwaratri dan sebagainya berdasarkan Pawukon, atau pertemuan Saptawara dan Pancawara
serta Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan,
Upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.

Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan yaitu agar para pembaca dapat memberikan
kontribusinya berupa kritikan dan saran yang membangun. Selain itu di harapkan kedepannya
kita selaku umat Hindu mampu melaksanakan upacara Dewa Yadnya tersebut secara teratur
seperti apa yang telah di bahas dalam makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai