Anda di halaman 1dari 7

UAS

MATA KULIAH AGAMA HINDU

Dosen Pengampu :
Prianik, S.Ag., M. Pd

Disusun Oleh :
I Gede Krisna Sanjaya
(2102166)
MTJ 1.1

POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT INDONESIA–STTD


PROGRAM STUDI D-III MANAJEMEN TRANSPORTASI DARAT
TAHUN AJARAN 2021/2022
1 denah tempat sembahyang

1. Padmesana : memiliki fungsi yang cukup pentingsebagai tempat pemujaan terhadap


Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Bangunan padmasana pada suatu pura
terletak di arah airsanya, yaitu arah timur laut, yang dipandang sebagai tempat
Sanghyang Siwa Raditya, dan sangat disucikan oleh umat Hindu
2. Rong dua Pada pelinggih Rong Kalih Bapak pada Rong Kanan dan Ibu pada Rong Kiri
(Suhardana, 2011:45). Ada sedikit perbedaan antara fungsi Kemulan Rong Dua dengan
Rong Tiga, dimana Kemulan Rong Dua tempat memuja roh leluhur yang belum
mencapai kualitas Dewata, belum diaben.
3. Ngurah agung atau pengelurah: adalah sebagai penolak bala
4. Rong Tiga: adalah tempat memuja roh leluhur yang telah mencapai kualitas Dewata,
telah disucikan dengan upacara Ngaben dan posisinya secara niskala beliau sudah
setara dengan Bhatara Guru (Gunawan, 2012:22). Upakara atau banten yang
dipersembahkan kepada Pelinggih Rong Kalih yaitu banten Sodaan serta lengkap
dengan Pesalinan atau Rerantasan putih kuning.
5. Surya : sanggah ini menyimbolkan Dewa matahari atau juga di sebut dengan dewa
surya
6. Gedong Paliangan, fungsinya untuk menstanakan symbol-simbol dan sarana upacara.
7. Pengiangan dalem ped: di tujukan untuk persembahyangan di jika ada odalan di pura
dalem ped
2. Pelaksanaan yang dengan berbagai tingkatan :
Yadnya dalam bentuk pelaksanaan memuja, ditujukan kepada:
a.    Sang Hyang Widhi Wasa dan semua manifestasi perwujudan beliau
b. Para Dewa atau Dewi dan Para Awatara selaku penyelamat dan pelindung
c.Para Leluhur, terutama yang sudah berjiwa suci
Yadnya dalam bentuk pelaksanaan memberikan penghormatan,ditujukan kepada
a.Orang-orang yang berkedudukan lebih tinggi
b. Kepada pejabat-pejabat pemerintah
c.kepada orang-orang yang lebih tua umur atau pengalamannya
d.Kepada orang-orang yang berjasa dan kepada para tetamu yang berkunjung ke rumah atau
ke wilayah kita
Yadnya dalam bentuk pelaksanaan pengabdian, ditujukan kepada keluarga,
masyarakat,negara, nusa, bangsa tanah air dan kepada perikemanusiaan, sedangkan
pengabdian tertinggi ialah: pengabdian untuk Tuhan Yang Maha Esa.
Yadnya dalam bentuk pelaksanaan mencintai, mengasihi atau menyayangi setiap umat atau
makhluk : terutama  di tujukan kepada yang keadaannya sangat menderita, sangat melarat, dan
sangat menyedihkan. Dari perasaan kasih sayang dan cinta kasih itu timbulah kemauan untuk
memberikan atau pertolongan.
Yadnya dalam bentuk pelaksanaan berkorban, hal ini bisa melalui pengorbanan benda-benda,
pengorbanan dengan tenaga, pikiran jiwa dan raga. Yang penting adalah cara, memberikan
tulus ikhlas, demi untuk mengabdi kepada Dharma
3. Yadnya secara umum adalah merupakan suatu korban ( persembahan ) suci yang didasari
atas ketulus iklasan kepada Tuhan ( Sang hyang Widhi Wasa beserta Prebawenya ), karena
dalam sastra-sastra Hindu menyebutkan bahwa “ Tuhan menciptakan semua yang hidup di
alam ini atas dasar yadnya “ dengan demikian kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling
utama dan paling sempurna hendaknya selalu mengabdi kepada Tuhan melalui Yadnya pula.
Sebab yadnya yang dikatakan Satwika adalah yadnya yang didasari atas ketulus iklasan tanpa
pamrih.Serta terlaksana dengan lancar. adapun landasan utama dalam melaksanakan yadnya
antara lain :  1) sang nangun yadnya agar selalu dapat mengendalikan diri dari prilaku, kata –
kata yang  kotor , memiliki pikiran yang kotor pula, 2) dalam pelaksanaan Upacara Yadnya
hendaknya selalu mengacu kepada petujuk Sastra – sastra yang ada , 3) Tri Manggalaning
Yadnya agar menyatu artinya satu Persepsi antara Pemimpin Upacara(Rohaniwan yang
muput ), Sarati ( Tukang Banten ) dan Sang Nangun Upacara Yadnya ketiganya hendaknya
menyatu. Sehingga tahapan demi tahapan dalam pelaksanaan Upacara yadnya tersebut dapat
terlaksana dengan baik dan lancar SidhaKarya ( Sidha ) Sidhaning.

4. Etika atau susila adalah salah satu kerangka dasar ajaran agama Hindu (Tatwa, Sila
Upacara) atau merupakan ajaran pertama dan utama dari Saptangga Dharma, yaitu :(1) Sila =
Kesusilaan (2) Yadnya = Persembahan suci (3) Tapa = Pengendalian diri (4) Dana = Berderma
(5) Prawrjya = Menyebarkan Dharma (6) Diksa = Upacara 2 inisisai (7) Yoga = Menunggalkan
diri dengan Tuhan. Agama Hindu sangat menjunjung tinggi sila (etika). Kitab Wrehaspati Tattwa
meletakkan sila nomor satu pada ajaran dharma bukanlah suatu kebetulan. Melainkan
mempunyai arti strategis bahwa di antara tujuh bagian dharma (sila, yajna, tapa, dana,
prawrejya, diksas, dan yoga) sila adalah yang pertama dan utama. Tanpa sila yang lain tak
akan ada artinya dan tak akan berhasil. Hidup ini pun tak ad artinya bila tidak diemban dengan
sila. Tak ada artinya kaya, sakti, jabatan tinggi, rupawan, dsb bila tanpa sila. Perilaku yang
bertentangan dengan sila disebut asusila atau dursila akan menghilangkan nama baik bahkan
jatuh menjadi nica (orang rendahan). Orang yang demikian hakekatnya mati walaupun masih
bernapas dan kuat lincah. Lalu apa artinya kekayaan, jabatan tinggi, kesaktian, dan lain-lain bila
tanpa sila. Karena itu menjadi sangat penting untuk kita ketahui secara mendalam ajaran etika
(susila) dalam ajaran Agama Hindu demi mengarahkan perilaku kita sebagai manusia sebagai
manusia yang beradab.

5. Pelaksanaan upakara agama yang sesuai dengan ajaran agama Hindu merupakan bagian
dari yajna ( dibaca yadnya ). Yadnya mempunya arti yang sangat luas. Menurut etimologi, kata
yadnya berasal dari kata yaj yang artinya memuja/ memberi pengorbanan atau menjadikan
suci. Kata itu juga diartikan bertindak sebagai perantara. Dalam Reg Weda VIII, 40. 4, kata ini
diartikan sebagai pengorbanan atau persembahan (Pudja, 1985 : 104 ).Dalam Bhagavad Gita
Bab III, seloka 9 sampai 15 yang secara jelas menguraikan tentang prinsip yandnya. Yadnya
disini bukan berarti upacara saja tetapi perbuatan yang didasarkan pada keiklasan dan
kesucian hati, jadi disini yadnya artinya karma untuk persembahan. Dalam sloka tersebut pokok
pokok pikiran dituangkan dan baru dapat dipahami makna dan artinya apabila didasarkan pada
keyakinan dan perenungan yang mendalam. Dalam sloka 16 Bab III dijelaskan yadnya itu
sifatnya timbal balik artinya Tuhan menciptakan alam semesta dengan isinya termasuk
manusia, oleh karena demikian manusia beryadnya kepada Tuhan dan alam juga termasuk
sesama manusia. Dalam Bhagavad Gita Bab IX dijelaskan tentang arti yadnya sebagia
penyerahan diri kepada Tuhan (parama atma) artinya apa yang kita terima dari Tuhan
dikembalikan kembali lagi kepada Tuhan. Pemberian dan penyerahan ini kedua – duanya
adalah kepunyaan Tuhan. Dalam bab yang sama sloka 25 dijelaskan pula, tujuan dari pada
yadnya yaitu, ada yang ditujukan kepada dewa – dewa, kepada para leluhur dan ada ditujukan
kepada Tuhan yang merupakan tujuan yang tertinggi. Sloka 26 menjelaskan unsur – unsur dari
pada yadnya seperti daun, buah, bunga, dan air. Sepanjang itu dilakukan dengan penuh cinta
kasih pasti akan diterima Tuhan, meskipun bentuknya sederhana, tapi apabila
persembahyangan itu besar – besaran tetapi didasarkan ego atau rasa aku yang lebih menonjol
tidak akan mempunyai arti suci
6. Catur asrama adalah empat fase kehidupan dalam hidup ini yang hendaknya dilalui oleh
masing-masing umat, guna mewujudkan tujuan hidupnya dan juga tujuan beragama.
Keberadaan catur asrama tidak dapat dipisahkan dengan catur purusa artha. Catur purusa
artha adalah empat tujuan hidup yang utama bagi umat yang patut dijadikan pedoman moral
untuk melaksanakan catur asrama.Manusia harus menyadari bahwa perjalanan hidupnya pada
hakikatnya adalah perjalanan mencari Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa), lalu bersatu dengan-
Nya. Perjalanan seperti itu adalah perjalanan yang penuh dengan rintangan, bagaikan
mengarungi samudra yang bergelombang. Sudah dikatakan di atas bahwa ajaran agama telah
menyiapkan sebuah perahu untuk mengarungi samudra itu, yaitu Dharma. Hanya dengan
berbuat berdasarkan Dharma manusia akan dapat dengan selamat mengarungi samudra yang
luas dan ganas. Bagaimana hubungan catur asrama dengan catur purusa artha? Catur purusa
artha merupakan landasan moral bagaimana umat untuk mewujudkan ajaran catur asrama.
Dalam satu fase kehidupan, umat Hindu memiliki kewajiban moral untuk mewujudkan tujuan
beragama dan bernegara. Pada fase brahmacari, umat hendaknya lebih mengutamakan
untukmelaksanakan dharma dari pada mendapatkan kekayaan "artha". Artha juga penting
untuk menunjang memperoleh ilmu mengisi segala keinginan nafsu "kama" dalam mencapai
kebahagiaan "moksa" sebagai tujuan hidup. Dharma, artha, kama dan moksa merupakan satu
kesatuan yang utuh sebagai unsur-unsur catur purusa artha. Semua unsur-unsur tersebut
hendaknya dimanfaatkan secara menyatu dengan tetap memberikan skala dominasi sesuai
jenjang yang dilakoni dalam kehidupan ini "brahmacari, grehastha, wanaprastha, dan bhiksuka"
7. Nitisastra berasal dari Bahasa Sansekerta, dari kata Niti dan Sastra. Niti artinya pemimpin,
politik, pertimbangan atau kebijakan. Sedangkan sastra juga artinya perintah, ajaran, aturan
atau teori.Jadi Nitisastra artinya ajaran tentang kepemimpinan. Dalam kaitan ini Nitisastra juga
dapat diartikan sebagai konsep penataan pemerintahan dan pembangunan negara Nitisastra
merupakan sumber kepatuhan manusia sebagai hamba Tuhan terhadap hukum abadi Tuhan
(Hukum Rta), sumber kepatuhan manusia sebagai warga negara pada hukum dan
kebijaksanaan pemerintah dari lembaga keumatan dan negara yang bersangkutan. Atau
dengan kata lain Nitisastra merupakan sumber kepatuhan manusia terhadap Tuhan,
sesamanya, dan lingkungannya, serta Dharma negaranya. Nitisastra ini secara sederhana
dapat dikatakan bahwa, Nitisastra bukan hanya diperlukan tetapi juga dapat dipergunakan oleh
pemimpin suatu Negara, oleh pemerintah atau pengambil kebijakan dalam kelembagaan umat
Hindu serta dapat juga diamalkan oleh semua umat manusia pada umumnya dan khususnya
oleh umat Hindu Dharma sesuai dengan Varna Dharma-nya. Tujuan Niti-sastra sesunggunya
ialah dharma sidhayatra, yaitu pertimbangan untuk mencapai kebenaran sekaligus
kesejahteraan. Dalam pada itu, dipertimbangkanlah jalan lempang mencapainya, yaitu: (1) iksa,
berarti pandangan atau cita-cita untuk mencapai kesejahteraan; (2) Sakti, berarti kekuatan atau
kemampuan dalam mencapai cita-cita, dalam hal ini hendaknya haruslah dimiliki kekuatan yang
sesuai; (3) Desa, berarti batasan-batasan atau juga bisa disebut dengan keadaan. Dalam
berbuat hendaknya harus mengetahui keadaan terlebih dahulu sebelum bertindak; (4) Kala,
berarti waktu, hendaknya juga harus mempertimbangkan waktu sebelum melakukan sesuatu;
(5) Tattwa berarti hakekat kebenaran, dalam menjalankan sesuatu hendaknya berdasarkan
atas kebenaran.
8. Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana merupakan suatu konsep atau ajaran dalam agama hindu
yang selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup secara rukun dan damai. Tri
hita karana bisa diartikan Secara leksikal yang berarti tiga penyebab kesejahteraan. Yang mana
Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya sejahtera, dan Karana yang artinya penyebab. Adapun
tiga hal tersebut adalah parhayangan, pawongan, dan palemahan. Konsep Tri Hita Karana
muncul berkaitan dengan keberadaan desa adat di Bali. Hal ini disebabkan oleh terwujudnya
suatu desa adat di Bali bukan saja merupkan persekutuan daerah dan persekutuan hidup atas
kepentingan bersama dalam masyarakat, namun juga merupakan persekutuan bersama dalam
kepercayaan memuja Tuhan. Dengan kata lain bahwa ciri khas desa adat di Bali harus
mempunyai unsur wilayah, orang-orang atau masyarakat yang menempati suatu wilayah serta
adanya tempat suci untuk memuja Tuhan.
9. bhagawangita sloka IV.4
Arjuna uvāca
aparaḿ bhavato janma
paraḿ janma vivasvataḥ
katham etad vijānīyāḿ
tvām ādau proktāvān iti
Arjuna berkata: Vivasvan, dewa matahari, lebih tua daripada Anda menurut kelahiran.
Bagaimana hamba dapat mengerti bahwa pada awal Anda mengajarkan ilmu pengetahuan ini
kepada beliau?
Penjelasan :Arjuna diakui sebagai penyembah Tuhan. Karena itu, bagaimana mungkin Arjuna
tidak percaya kepada sabda Krishna? Sebenarnya Arjuna bertanya tidak untuk Diri-Nya sendiri,
tetapi untuk mereka yang tidak percaya kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atau untuk
orang jahat yang tidak suka gagasan bahwa Krishna harus diakui sebagai Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa. Hanya untuk mereka saja Arjuna bertanya tentang hal ini, seolah-olah dia
sendiri belum sadar terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atau, Krishna. Arjuna
menyadari secara sempurna bahwa Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
sumber segala sesuatu dan kata terakhir dalam kerohanian. Kenyataan ini akan dijelaskan
pada Bab Sepuluh. Memang Krishna juga muncul sebagai putera Devaki di bumi ini. Dalam hal
ini manusia biasa sulit sekali mengerti bagaimana Krishna tetap sebagai Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa yang sama, Kepribadian yang kekal dan asli. Karena itu, agar hal ini dijelaskan,
Arjuna mengajukan pertanyaan ini kepada Krishna supaya Krishna Sendiri dapat bersabda
dengan cara yang dapat dipercaya. Seluruh dunia mengakui bahwa Krishna adalah penguasa
yang paling tinggi, bukan hanya pada saat ini, tetapi sejak sebelum awal sejarah, dan hanya
orang jahat saja yang menolak Krishna. Bagaimanapun juga, oleh karena Krishna adalah
penguasa yang diakui oleh semua orang, Arjuna mengemukakan pertanyaan di hadapan
Krishna supaya Krishna menguraikan Diri-Nya tanpa digambarkan oleh orang jahat, yang selalu
berusaha memutarbalikkan Krishna dengan cara yang dapat dipahami oleh orang jahat dan
para pengikutnya. Semua orang perlu menguasai ilmu pengetahuan tentang Krishna demi
kepentingannya sendiri. Karena itu, apabila Krishna Sendiri bersabda tentang Diri-Nya, itu
mujur bagi semua dunia. Orang jahat barang kali menganggap penjelasan seperti itu dari
Krishna Sendiri kelihatannya aneh, sebab mereka selalu mempelajari Krishna dari segi
pandangan pribadi mereka. Tetapi para penyembah dengan senang hati menyambut
pernyataan-pernyataan Krishna apabila pernyataan-pernyataan itu disabdakan oleh Krishna
Sendiri. Para penyembah akan selalu menyembah pernyataan-pernyataan yang dibenarkan
seperti itu dari Krishna karena mereka selalu ingin mengetahui semakin banyak tentang
Krishna. Dengan cara seperti ini orang yang tidak percaya kepada Tuhan, yang menganggap
Krishna manusia biasa, mungkin akan mengetahui bahwa Krishna melampaui kekuatan
manusia. 
10.
Doa mandi
Om Gangga Amrta Sarira Sudhamam Swaha Om Sarira Parisudhamam Swaha
Artinya : Ya Tuhan, Engkau adalah sumber kehidupan abadi nan suci, semoga badan hamba
menjadi bersih dan suci.
Doa saat mengenakan pakaian
Om Tam Mahadewaya Namah Swaha Om Bhusanam Sarirabhyo Parisudhamam Swaha
Artinya : Tuhan dalam perwujudan-MU Tat Purusha, Dewa Yang Maha Agung, hamba sujud
kepada-Mu dalam menggunakan pakaian ini. Semoga pakaian hamba menjadi bersih dan suci.
Doa saat menghadapi makanan
Om Ang Kang Kasolkaya Ica Na Ya Namah Swaha Swasti Swasti Sarwa Dewa Bhuta
Pradhana Purusa Sang Yoga Ya Namah
Artinya : Hyang Widhi yang bergelar Icana (bergerak cepat) para dewa, Bhuta, dan unsur
pradhana Purusa, Para Yogi, semoga senang berkumpul menikmati makanan ini.
Doa mulai makan
Om anugraha Amrtadi Sanjiwani Ya Namah Swaha
Artinya : Ya Tuhan, semoga makanan ini menjadi amerta yang menghidupkan hamba.
Doa menjenguk orang sakit
Om Sarwa Wighna Sarwa Klesa Sarwa Lara Roga Winasaya Namah
Artinya : Ya Tuhan, semoga segala halangan, segala penyakit, segala penderitaan dan
gangguan Engkau lenyapkan semuanya.

Anda mungkin juga menyukai