Made Yudyastana
Tampaksiring, Gianyar
Jawab:
Yajnya adalah persembahan dan korban suci yang dilakukan
secara tulus ikhlas tanpa pamerih. Karena bersentuhan dengan
ketulusikhlasan, maka yajnya yang kita persembahkan semestinya
tanpa menimbulkan beban bagi yang melaksanakan. Ikhlas
memiliki makna melakukan yajnya yang disesuaikan dengan batas
kemampuan. Tanpa pamerih artinya dalam melakukan yajnya kita
tidak mengharapkan suatu pembalasan atau penghormatan apa
pun, melainkan semata-mata karena rasa bakti kita kepada leluhur,
para dewa, dan pada akhirnya kepada Tuhan—yang kerap
dirumuskan dengan kalimat rame ing gawe sepi ing pamrih.
Pada hakikatnya yajnya itu timbul dari rna atau utang. Adapun
manusia memiliki tiga utang atau kewajiban utama yang disebut
trirna, yakni pitra-rna, dewa-rna, rsi-rna. Dari sinilah kemudian
muncul pancayajya: utang kelahiran (pitra-rna) akan melahirkan
manusayajnya dan pitrayajnya; utang hidup dan kehidupan (dewa-
rna) memunculkan dewayajnya dan bhutayajnya; serta utang
pengetahuan tentang hidup (rsi-rna) melahirkan rsiyajnya. Dalam
COKDE COLLECTION- 2
Bhagawata Purana, yajnya itu dibagi menjadi lima hal pokok yang
disebut pancamahayajnya, terdiri dari:
Ni Wayan Sukasih
Buahan, Payangan, Gianyar
Jawab:
Terlebih dulu perlu kiranya dijelaskan batasan-batasan yang
disebut segehan, caru, maupun tawur. Dalam rontal Carcaning
Caru, penggunaan ekasata (kurban dengan seekor ayam yang
berbulu lima jenis warna, di Bali disebut ayam brumbun, yakni: ada
unsur putih, kuning, merah, hitam, dan campuran keempat warna
tadi) sampai dengan pancasata (kurban dengan lima ekor ayam
masing-masing dengan bulu berbeda, yakni unsur putih, kuning,
merah, hitam, an campuran keempatnya, sehingga akhirnya juga
menjadi lima warna) ini masih digolongkan segehan, sehingga
memiliki fungsi sebagai runtutan proses piodalan (ayaban atau
tatakan piodalan) yang memilki kekuatan sampai datang piodalan
berikutnya. Sedangkan pancasanak sampai dengan pancakelud
dalam rontal ini disebutkan sebagai caru yang berfungsi sebagai
pengharmonis atau penetral buwana agung (alam semesta), di
mana caru ini bisa dikaitkan dengan proses pamlaspas maupun
pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru
ini 10-20 tahun, tergantung tempat upacara.
Warga Hindu di Bali dan orang Bali yang berada di luar Bali
mengenal ada banyak jenis upacara. Ada yang menyebutkan
upacara Rsi Gana itu bukan sebagai caru atau bhutayajnya,
melainkan digolongkan ke dalam dewayajnya. Alasannya, Rsi Gana
bukan untuk mengharmoniskan alam lewat proses somya,
melainkan pemujaan kepada Ganapati sebagai Vignesvara agar
terhindarkan dari berbagai rintangan. Menurut Ida Pandita Dukuh,
yang manakah betul sesungguhnya, apakah Rsi Gana itu upacara
tergolong bhutayajnya ataukah dewayajnya?
Made A Dwipranatha
Sidemen, Karangsem
Jawab :
Sebagaimana Saudara Made sebutkan, dalam upacara agama
Hindu memang ada dikenal istilah Rsi Gana. Patut dipahami
terlebih dulu bahwa Rsi Gana itu bukanlah caru, melainkan suatu
bentuk pemujaan kepada Gana Pati (Penguasa/Pemimpin para
Gana) sebagai Vignesvara (raja atas halangan). Upacara ini
diselenggarakan dengan tujuan supaya manusia terhindar dari
berbagai halangan.
Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara.
Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak
cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah
selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau
disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai
sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara
atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa ataupun roh suci leluhur.
Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana
persembahyangan seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija.
Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana
persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air.
Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna
yang dalam dan merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.
2. Kewangen
Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya
harum. Kata wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga
menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi Kewangen, yang artinya
keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita
tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.
Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan
mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul
kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.
Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga
disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah
mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa”
dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana
persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang
harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua
sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat
menghubungkan diri dengan yang dipuja.
Dalam kitab Samhita Swara disebutkan, arti kata caru adalah cantik
atau harmonis. Mengapa upacara Butha Yadnya itu disebut caru. Hal
itu disebabkan salah satu tujuan Butha Yadnya adalah untuk
mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam lingkunganya.
Segehan
Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang kecil disebut dengan
“Segehan“, Sega berarti nasi (bahasa Jawa: sego). Oleh sebab itu,
banten segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai
bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada
berbentuk nasi cacahan (nasi tanpa diapa-apakan), kepelan (nasi
dikepal), tumpeng (nasi dibentuk kerucut) kecil-kecil atau dananan.
Wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi
nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang
merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. dipergunakan juga api takep
(dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga
membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan
tatabuhan air, tuak, arak serta berem.
Fungsi segehan ini sebagai aturan terkecil (dari caru) untuk memohon
kehadapan Hyang Widhi agar terbina keharmonisan hidup, seluruh
umat manusia terhindar dari segala godaan sekala niskala, terutama
terhindar dari gangguan para bhuta-kala (Kala Bhucara-Bhucari).
Segehan yang besar berbentuk caru.
COKDE COLLECTION- 13
Caru
COKDE COLLECTION- 14
Tawur
Tingkatan yang utama ini di sebut dengan Tawur. Adapun yang
digolongkan tawur dimulai dari tingkatan balik sumpah sampai dengan
marebu bumi—sesuai dengan yang tersurat dalam “lontar Bhama
Kertih” digolongkan sebagai upacara besar (utama) yang
diselenggarakan pada pura-pura besar. Tawur ini memiliki fungsi
sebagai pengharmonis buwana agung (alam semesta). Adapun tawur
ini memiliki kekuatan mulai dari 30 tahun, 100 tahun (untuk eka dasa
rudra), dan 1000 tahun untuk marebu bumi.
Upacara Rsi Gana bisa diikuti berbagai macam caru. Adapun jenis caru
yang mengikuti upacara Rsi Gana ini tergantung tingkatan Rsi Gana
bersangkutan.
Rsi Gana Alit diikuti dengan caru ekasata yang lazim dikenal dengan
sebutan ayam abrumbunan (seekor ayam dengan bulu lima jenis
warna).
Rsi Gana Madya diikuti dengan caru pancasata (lima ekor ayam dengan
bulu berbeda).
Rsi Gana Agung diikuti dengan caru pancakelud ditambah seekor bebek
putih, menggunakan seekor kambing sebagai dasar kurban caru.
Om Swastyastu
1. PengertianPura
Istilah Pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi
COKDE COLLECTION- 16
Pada jaman Bali Kuna dalam arli sebelum kedatangan dinasti Dalem di
Bali, istana - istana raja disebut Keraton atau Kedaton. Demikianlah
rontal Usaha Bali menyebutkan "...Sri Danawaraja akadatwan ing
Balingkang........"Memang ada kata Pura itu dijumpai di dalam prasasti
Bali Kuna tetapi kata Pura itu belum berarti tempat suci melainkan
berarti Kota atau Pasar, seperti kata wijayapura artinya pasaran Wijaya.
Pemerintahan dinasti Sri Krsna Kapakisan di Bali membawa tradisi yang
berlaku di Majapahit. Kitab Nagarakrtgama 73.3 menyebutkan bahwa
apa yang beriaku di Majapahit diperlakukan pula di Bali oleh dinasti Sri
Krsna Kapakisan. Salah satu contoh terlihat dalam sebutan istana raja
bukan lagi disebut Keraton melainkan disebut Pura.Kalau di Majapahit
kita mengenal istilah Madakaripura yang berarti rumahnya Gajah
Mada, maka Keraton Dalem di Samprangan disebut Linggarsapura,
Keratonnya di Gelgel disebut Suwecapura dan Keratonnya di Klungkung
disebut Semara pura. Rupa - rupanya penggunaan kata pura untuk
menyebutkan suatu tempat suci dipakai setelah dinasti Dalem di
Klungkung disamping juga istilah Kahyangan masih dipakai. Dalam
hubungan ini lalu kata pura yang berarti istana raja atau rumah
pembesar pada waktu itu diganti dengan kata Puri. Pada periode
pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel (1460 - I 550 M )
datanglah Dang Hyang Nirartha di Bali pada Tahun 1489 M adalah
untuk mengabadikan dan menyempumakan kehidupan agama Hindu di
COKDE COLLECTION- 18
Bali. Beliau pada waktu itu menemui keadaan yang kabur sebagai
akibat terjadinya peralihan paham keagamaan dari paham-paham
keagamaan sebelum Empu Kuturan ke paham - paham keagamaan
yang diajarkan oleh Mpu Kuturan yakni : antara pemujaan Dewa
dengan pemujaan roh Leluhur, sehingga ada pura untuk Dewa dan ada
pura untuk Roh Leluhur yang sulit dibedakan secara pisik.
Demikian pula bentuk - bentuk palinggih, ada meru dan gedong untuk
Dewa dan meru dan gedong untuk Roh Leluhur. Terdapat juga
kekaburan di bidang tingkat atap meru, misalnya ada meru untuk Roh
Leluhur bertingkat 7 dan meru untuk Dewa bertingkat 3. Hal ini secara
phisik sulit untuk dibedakan, walaupun perbedaannya, terdapat pada
jenis padagingannya. Hal itulah yang mendorong Dang Hyang Nirartha
membuat palinggih berbentuk Padmasana untuk memuja Hyang
Widhi, dan sekaligus membedakan palinggih pemujaan Dewa serta Roh
Leluhur.
Meskipun istilah pura sebagai tempat suci berasal dari jaman yang
tidak begitu tua, namun tempat pemujaannya sendiri berakar dan
mempunyai latar belakang alam pikiran yang berasal dari masa yang
amat tua. Pangkalnya adalah Kebudayaan Indonesia asli berupa
pemujaan terhadap arwah leluhur disamping juga pemujaan terhadap
Kekuatan Alam yang Maha Besar yang telah dikenalnya pada jaman
COKDE COLLECTION- 19
Salah satu tempat pemujaan arwah leluhur pada waktu itu berbentuk
punden berundak- undak yang diduga sebagai replika (bentuk tiruan)
dari gunung, karena gunung itu dianggap sebagai salah satu tempat
dari roh leluhur atau alam arwah. Sistem pemujaan terhadap leluhur
tersebut kemudian berkembang bersama-sama dengan
berkembangnya kebudayaan Hindu di Indonesia. Perkembangan itu
juga mengalami proses akulturasi dan enkulturasi sesuai dengan
lingkungan budaya Nusantara.
Lebih - lanjut kadang kadang dalam proses itu unsur pemujaan leluhur
kelihatan melemah bahkan seolah - olah tampak sebagai terdesak,
namun hakekatnya yang essensial bahwa kebudayaan Indonesia asli
tetap memegang kepribadiannnya yang pada akhimya unsur pemujaan
leluhur tersebut muncul kembali secara menonjol dan kemudian secara
pasti tampil dan berkembang bersama - sama dengan unsur pemujaan
terhadap dewa Penampilannya selalu terlihat pada sistem kepercayaan
masyarakat Hindu di Bali yang menempatkan secara bersama sama
pemujaan roh leluhur sebagai unsur kebudayaan Indonesia asli dengan
sistem pemujaan dewa manifestasinya Hyang Widhi sebagai unsur
kebudayaan Hindu. Pentrapannya antara lain terlihat pada konsepsi
COKDE COLLECTION- 20
2. PengelompokanPura
Untuk cuplikan ini kiranya tidak perlu dialih bahasakan lagi, karena
telah mempergunakan bahasa Bali lumrah, sehingga telah dapat
dimengerti oleh sebagian masyarakat umat Hindu yang ada di Bali.
Bagi umat Hindu (etnis Bali) khususnya, korban itu berbentuk banten,
banten yang menjadi salah satu bentuk persembahan ini sesungguhnya
merupakan suatu wujud nyata ungkapan rasa terima kasih yang tulus
ikhlas kepada Sang Hyang Widhi, terutapa meyakinkan getaran-getaran
nurani bahwa hidup dan kehidupan kita sebagai manusia amat
tergantung daripada-Nya.
Ungkapan rasa terima kasih kita kepada Hyang Widhi yang kemudian
melandasi umat Hindu dalam melaksanakan Yadnya (korban suci) itu
dan sesungguhnya telah mengikuti petunjuk-petunjuk Bhagawadgita
(salah satu buku suci), utamanya bab II sloka 12 - 13 berbunyi sebagai
berikut :
a. Peasepan
b. Toya Anyar
c. Byakala:
a) Pengeresikan
b) Tirtha – Padma
d) Prayascitta:
a) Pengeresikan
b) Tirtha – Padma
e) Pengulapan:
a). Pengeresikan
b).Tirtha – Padma
Catatan:
Semua kegiatan a – e dimulai dari Padmasana-TamanSari-Pengempon
Tirtha- Beji- Anglurah -Bale Pawedaan - Pengraksa Karya mulai dari
sudut Timur Laut (SHRI), Tenggara (AJI), Barat Daya (RUDRA), Barat
Laut (KALA), lalu diteruskan ke Candi Agung, Ganesha-Sanggar Tapeni-
Dapur Suci - Bale Kulkul –Candi Bentar- Pemedal Agung- Pelinggih
Maya –Bale Banjar- Bale Gong- Penunggu Karang- Bale Ebat – Dapur-
Pemedal Banjar- lalu petugas kembali ke Utama Mandala Dibutuhkan
13 orang pengayah untuk prosesi ini.
a. Beras
b. Beras Mereah
3. Dua tempeh sukla 2, kain putih -/+ @ 0.5 mtr, Kuangen PengErekan
11x 2, uang kepeng 108 x 2, beras yang sudah diingsah, cili lanang-
istri @ 1 buah, soda 2, canang lenga wangi 2 burat wangi 2, canang
pengeraos 2, canang sari 2
Jika tidak ada kegiatan nunas tirtha ke Pura lain, maka upacara ini
tidak dilaksanakan 1. Umat diperciki tirtha Prayascita, dilanjutkan
dengan sembahyang bersama dan keramaning sembah 2. Nunas Tirtha
Wangsuhpada 3. Puja parama santih 4. Petugas nunas Tirtha dibagikan
Bumbung dan Banten. Dibutuhkan 13 orang pengayah untuk prosesi
ini. Semua kegiatan a – e dimulai dari Padmasana-TamanSari-
Pengempon Tirtha- Beji- Anglurah, Bale Papelik - Bale Pawedaan –
Asagan Banten - Pengraksa Karya mulai dari sudut Timur Laut (SHRI),
Tenggara (AJI), Barat Daya (RUDRA), Barat Laut (KALA), Bumbung
Tirtha, lalu diteruskan ke Candi Agung, Ganesha-Sanggar Tapeni- Dapur
Suci - Bale Kulkul –Candi Bentar-, Bale untuk Nedunang - Pemedal
Agung- Pelinggih Maya – Bale Banjar- Bale Gong- Penunggu Karang-
Bale Ebat – Dapur- Pemedal Banjar- lalu petugas kembali ke Utama
Mandala 1. Setelah semua banten munggah di pelinggih masing-
masing. Pinandita memulai memuja diiringi Kidung suci 2. Pinanandita
memohon Tirtha Pabersihan, Pelukatan, Byakala, Pryascita, dan Tirtha
Pengulapan. 3. Semua Banten dan Pelinggih disucikan dengan urut-
urutan: a. Peasepan b. Toya Anyar c. Byakala: a) Pengeresikan b) Tirtha
– Padma c) Banten Byakala diayabkan ke pelinggih bagian bawah d.
Prayascitta: a) Pengeresikan b) Tirtha – Padma c) Bungkak Gading – Lis
Senjata d) Banten Prayascita diayabkan ke pelinggih bagian atas e.
Pengulapan: a). Pengeresikan b).Tirtha – Padma c). Bungkak Bulan – Lis
d). Banten Pengulapan diayabkan ke pelinggih bagian atas Catatan:
e. Upacāra Pecaruan
k. Upacāra Pujawali
l. Upakāra Ngayarin:
m. Upacāra Penyineban
n. Upacāra Ngelemekin
o. Penutup
Abstraksi
Mayoritas manusia di era saat ini, yaitu Kaliyuga, yang juga dikenal
sebagai Era perselisihan, berada dalam kategori tingkat pencapaian
spiritual 20%. Menurut ilmu pengetahuan Spiritualitas, seseorang yang
berada di atas tingkat pencapaian spiritual 70% dikenal sebagai Saint
atau Suci. Sama seperti kita memiliki orang-orang yang berada di posisi
atas di bidang mereka dalam dunia materi, begitu juga, dalam
COKDE COLLECTION- 47
Spiritualitas, Para Saint atau Orang Suci yang tinggal di Bumi adalah
otoritasnya. Mereka bukan hanya para cendekiawan, tetapi praktisi-
praktisi dari ilmu pengetahuan Spiritualitas dalam hidup kesehariannya
dan adalah Jiwa (Roh-Roh) yang telah mencapai kesadaran Tuhan.
Contohnya: suatu indikasi dari ego yang tinggi adalah jika seorang
wanita yang diberitahu bahwa berat badannya telah bertambah atau
kelihatan tua, kemudian dia akan mengalami depresi untuk jangka
waktu yang lama. Variasi yang lain dari ego adalah ketika seseorang
tidak secara terbuka mengakui bahwa ia melakukan praktik spiritual,
karena hal itu mungkin membuatnya terasing dari teman-temannya.
Dalam kebanyakan kasus, kita bereaksi negatif ketika orang lain
menunjukkan kesalahan kita. Ketidak mampuan menerima kesalahan
merupakan tanda dari ego.
COKDE COLLECTION- 54
lebih seimbang dan tidak lagi ia akan berosilasi di antara tinggi dan
rendah akibat peristiwa-peristiwa di sekitar kita.
spiritual dan penuh rasa syukur kepada Tuhan untuk kebaikan Nya
dalam memberkatinya dengan transaksi tersebut.
Kita semua lahir pada tingkat pencapaian spiritual tertentu. Hal ini
berdasarkan pada tingkat spiritual yang dicapai pada kehidupan
sebelumnya. Jadi seandainya seseorang melakukan praktik spiritua dan
maju ke tingkat pencapaian spiritual 50%, maka di kehidupan
selanjutnya ia akan lahir pada tingkat pencapaian spiritual 50%. Pada
dasarnya, dalam Spiritualitas, kita memulai dari di mana kita
tinggalkan, dalam kelahiran atau waktu hidup sebelumnya. Hal ini tidak
COKDE COLLECTION- 63
Tentu saja, kaum ateis pun dapat memiliki tingkat spiritual tinggi
meskipun mereka tidak percaya kepada Tuhan. Terkadang kaum ateis
memulai praktik spiritual nantinya – hal ini disebaban oleh takdir.
Alasan lain dari ketidakcocokan di antara dua pencari Tuhan adalah jika
salah satu pencari tersebut memfokuskan diri pada praktik spiritual
individu sementara pencari satunya memfokuskan diri pada praktik
spiritual demi kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat berkontribusi
hingga 8% terhadap ketidakcocokan di antara dua orang yang
merupakan pencari Tuhan YME.
COKDE COLLECTION- 64
Terdapat dua jenis doa tergantung dari tujuan di balik doa tersebut.
Hal di atas adalah variasi paling umum dari doa. Jenis doa tersebut
dipanjatkan dengan pengharapan akan terpenuhinya beberapa
kebutuhan duniawi. Doa tersebut bisa disertai atau tidak disertai
oleh praktik spirituallainnya.
Ketika kita berdoa untuk manfaat duniawi bagi diri kita sendiri ataupun
orang lain, doa tersebut mungkin akan terkabulkan, tetapi pada
COKDE COLLECTION- 70
Jenis doa ini dipanjatkan oleh para pencari Tuhan YME yang serius
tentang perjalanan spiritual mereka. Dalam doa-doa tersebut juga
terdapat suatu permohonan kepada Tuhan YME, tetapi bukan tentang
pengharapan akan hal-hal duniwai. Pengharapan (ekespektasi) nya
lebih tentang mampu melakukan praktik spiritual yang lebih baik untuk
meraih kemajuan spiritual. Para pencari mungkin juga berdoa untuk
meniadakan rintangan-rintangan dalam praktik spiritual mereka,
penurunan dalam ego mereka, dll.
COKDE COLLECTION- 71
disolsi dari pikiran, akal budi (intelek) dan ego. Kedua faktor ini
menghasilkan kemajuan spiritual yang pesat.
^ Atas
Tanpa pengharapan
Aspek dari
Dengan pengharapan (murni untuk
kehidupan
pertumbuhan spiritual)
COKDE COLLECTION- 73
5. Dalam rangkuman
Tuhan YME adalah yang menciptakan kita dan telah memberi kita
semuanya, berbagai macam hal dalam kehidupan termasuk hidup itu
sendiri. Setiap hari kita bangun di pagi hari untuk menjalani hidup ini
satu hari ke depan disebabkan oleh rahmat karunia Nya. Kehidupan di
atas Bumi ini sangat berharga karena merupakan satu-satunya wilayah,
di mana praktik spiritual dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
utama dari kehidupan. Ketika orang lain melakukan sesuatu untuk kita,
kita merasa bersyukur. Namun, kebanyakan dari kita tidak terbiasa
COKDE COLLECTION- 77
dalam kehidupan kita. Pada saat kita mengalami kehadiran Nya dalam
kehidupan kita, maka kitapun merasakan rahmat karunia Nya dan
bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan kita terjadi sesuai dengan
kehendak Nya. Hal ini dapat dialami setelah mencapai tingkat
pencapaian spiritual 60%, di mana seseorang mulai untuk benar-benar
menghargai dan mengalami fakta tersebut. Seiring dengan pengalaman
tersebut muncullah rasa syukur (bersyukur) dalam arti spiritual
sebenarnya dari kata tersebut.
Seorang pencari Tuhan YME (seeker) dan murid sejati dari ilmu
pengetahuan spiritual, akan mengembangkan sikap belajar dalam
segala situasi, yaitu baik maupun buruk. Dari berbagai situasi dan
permasalahan dalam hidup, ia mulai belajar tentang bagaimana ia
dapat mengerti sifat-sifat/ kepribadian buruk dan kualitasnya. Dengan
cara ini ia belajar di mana ia harus bekerja untuk melepaskan dirinya
dari gangguan-ganguan kepribadian dan memiliki suatu pemahaman
dan kesadaran lebih besar akan kualitas-kualitas diri nya. Dari segala
situasi dalam hidup, ia mulai mendapatkan suatu petunjuk untuk
memperbaiki dirinya, dengan ini tidak hanya meningkatkan kualitas-
kualitas yang dimilikinya sekarang, tetapi juga akan menggantikan
gangguan-gangguan kepribadian buruk dengan kualitas yang baru. Ia
merasakan bahwa Tuhan membantunya melalui semua situasi, baik
dan buruk, untuk meningkatkan proses ‘pencariannya’. Oleh karena itu,
ia merasa bersyukur kepada Tuhan YME dalam segala situasi baik
maupun buruk karena ia merasakan tangan halus dari Tuhan dalam
hidupnya dalam memberikan terhadap dirinya, situasi-situasi tersebut
dan juga memberinya kemampuan untuk memahami pelajaran
spiritual dan pembelajaran nya.
COKDE COLLECTION- 79
Pada tahap awal ini, rasa syukur datang dari hati terutama ketika kita
dapat sangat jelas melihat campur tangan Tuhan YME dalam kehidupan
kita. Hal ini mungkin terlihat dalam kasus orang yang dicintai
mendapatkan mukjizat kesembuhan setelah dokter telah putus asa
atau suatu suatu permasalahan yang tak kunjung usai tiba-tiba dapat
diatasi setelah berdoa secara intensif. Kenyataanya dalam hampir
semua kasus lainnya juga, kita hanya bersyukur untuk berbagai hal
COKDE COLLECTION- 80
Tahapan spiritual evolusi yang lebih tinggi ini diaktifkan setelah ego
berkurang dan begitu seseorang mencapai keadaan ini, ego nya akan
tetap rendah.
Untuk menjelaskan konsep ini, kita harus memahami apa itu takdir:
Namun, tidak
satupun dari kedua
pandangan di atas
sepenuhnya benar.
Jawaban yang benar
menurut ilmu
pengetahuan
spiritualitas, di masa
sekarang ini 65% dari
kehidupan kita
dikuasai oleh takdir
dan 35% oleh
kehendak bebas.
Tetapi kita dapat mengatasi 65% bagian dari takdir kita, dengan
menggunakan 35% kehendak bebas kita untuk menjalani praktik
spiritual yang benar.
Takdir bersifat spiritual dan hanya dapat diatasi dengan suatu solusi
spiritual, yaitu dengan melakukan praktik spiritual. Tabel berikut ini
menunjukkan contoh-contoh dari jenis-jenis takdir yang berbeda dan
langkah-langkah untuk mengatasinya:
COKDE COLLECTION- 85
Mohon dicatat:
Abstraksi
Ketiga komponen non fisik di atas pada dasarnya adalah partikel tak
berwujud. Di saat aktif, yaitu jika terdapat energi yang menyertainya,
komponen-komponen tersebut akan muncul dalam bentuk gelombang.
Penjelasan Diagram:
COKDE COLLECTION- 96
Seperti terlihat pada tabel, unsur Kosmik Bumi Absolut memiliki kadar
komponen tama yang tertinggi sekaligus yang terberat.
Komponen tama membatasi keberadaan/ eksistensi sedangkan
komponen sattvamembuatnya semakin luas. Hal ini menjelaskan
mengapa unsur Bumi Absolut adalah yang paling rendah kualitasnya
(inferior) di antara unsur lainnya. Ini juga menjelaskan bahwa unsur
Eter (Dzat) Absolut adalah yang paling halus dan sattvik sekaligus juga
yang paling kuat. Penurunan kadar tama di antara kelima unsur ini
COKDE COLLECTION- 98
Hal ini juga merupakan satu dari alasan utama lainnya mengapa
tingkat spiritual seseorang di dalam suatu bangunan memiliki dampak
lebih besar terhadap vibrasi/ getaran keseluruhan yang memancar dari
bangunan tersebut dibandingkan dengan vibrasi dari bangunan itu
sendiri. Misalnya, jika seseorang dengan tingkat spiritual ‘Orang Suci’
(Saint) memasuki suatu bangunan dengan vibrasi negatif yang
disebabkan oleh kesalahan konstruksi, dampak dari vibrasi bangunan
tersebut tidak dapat mengenai (terabaikan oleh) sang Saint/ Orang Suci
tersebut. Maka ilmu Feng Shui dan Vastu-shastra menjadi lebih relevan
terhadap orang-orang di tingkat spiritual lebih rendah atau pada
mereka yang tidak melakukan praktik spiritual sama sekali.
maka hal itu akan mempengaruhi tingkat spiritual dan kepribadian kita
secara positif.
Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan proporsi yang berbeda dari
ketiga komponen dasar non-fisikdalam diri kita ketika kita
meningkatkan tingkat spiritual kita melalui praktik spiritual.
Footnotes:
COKDE COLLECTION- 105
dengan 6 prinsip
dasar praktik
spiritual
Catatan:
9. Dalam ringkasan