Anda di halaman 1dari 21

SESANA PINANDITA/PEMANGKU

I. Pendahuluan

Pada dasarnya kehidupan manusia sekarang ini sangat dipengaruhi oleh watak (bakat) dari kehidupan
pribadi pada masa yang lalu (karma vasana), namun seiring perkembangan usia dan pola pergaulan di
tengah masyarakat serta tingkat pendidikan yang diperolehnya telah menyebabkan lahirnya manusia
yang memiliki kualitas yang berbeda. Maka jika kita renungkan dan meneliti sejenak kehidupan manusia
di sekitar kita, kita akan dapat menemukan orang per orang yang aktivitas kerjanya berbeda-beda. Ada
yang tekun menjadi petani dengan cara mengolah sawah dan ladang untuk ditanami berbagai macam
tanaman yang pada waktunya nanti dapat dipanen sebagai bahan pangan dan selebihnya dapat dijual
untuk ditukar dengan kebutuhan yang lain. Ada pula yang giat dan ahli memutar roda perekonomian
dengan jalan perdagangan dan mengatur managemen kerja yang baik, sehingga dapat menjadi
pengusaha yang sukses. Disamping itu ada juga yang memiliki bakat menjadi seorang pemimpin
pemerintahan dan kemiliteran (keprajuritan) sebagai benteng negara dan bangsa. Namun demikian, dari
sekian banyak aktivitas tersebut ada pula yang menekuni bidang agama, kerohanian (spiritual).
Varnāsrama tersebut bersumber dari Veda, sehingga semua bentuk sadhana (disiplin hidup) semestinya
disesuaikan dengan guna, dharma dan karma masing-masing.

Dan sesungguhnya semua profesi tersebut di atas tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, semua terikat dan
saling berhubungan satu dengan yang lainnya, ibarat anggota badan kita ini; organ yang satu bergantung
kepada organ yang lain. Betapapun cemerlangnya pikiran yang ada dalam otak bila tidak ada tangan,
perut, dan kaki maka hidup ini tiadalah berarti apa apa.

Apapun dharma kita pada kehidupan ini sesunggunya adalah untuk melayani agar dapat menuju kepada
Sang Asal (Brahman). Demikian pula dharma sebagai rohaniawan Hindu seperti: Pinandita, Pemangku,
Wasi, Dukun (eka jati), adalah merupakan profesi pelayanan dan pengabdian (Senvanam dan Dasyanam)
yang utama kepada Braman.

II. Pengertian Diksa

Mengingat perkembangan agama Hindu di indonesia dewasa ini semakin pesat dan kompleks, serta
banyaknya hal yang perlu mendapat penanganan dari pemuka agama/rohaniawan, sebagai tenaga-
tenaga ahli yang membidangi baik itu menyangkut upacara maupun upakaranya. Bila hal ini bisa
dipenuhi maka jelas tidak akan terjadi kesimpang siuran didalam memberikan tuntunan kehidupan
spiritual umat, terutama dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
Didalam memenuhi permasalahan yang kompleks ini, diperlukan penobatan rohaniawan/pandita dan
pinandita. Dalam agama Hindu disebutkan bahwa untuk mencapai tingkat atau status
pandita/pinandita, seseorang harus menempuh upacara ritual yang sangat formal. Upacara ritual ini
disebut ”DIKSA”. Tanpa upacara Diksa, seseorang betapapun pandainya belum dapat disebut
pandita/pinandita. Dasar hukumnya dapat kita jumpai dalam kitab suci Veda, yakni dalam Atharvaveda
XI.I.I. yang menyebutkan :

”Satyam Brhad Rtam Ugram Diksa Tapo Brahman Yajña Prithiwim Darayanti”.

Artinya :

Sesungguhnya satya Rta Diksa Tapa Brahman dan Yajña, yang menyangga dunia ini. (Dana, 1996:2)

Mantra ini menjelaskan mengenai dasar-dasar keyakinan agama Hindu yang harus dipegang dan
dikembangkan sebaik-baiknya, salah satu diantaranya adalah Diksa.

Kata Diksa berasal dari bahasa sansekerta yang artinya suatu upacara penerimaan menjadi murid dalam
hal kesucian. Dari kata diksa ini munculah kata diksita yang artinya diterima menjadi murid dalam
kesucian. Dalam perkembangannya lebih lanjut, kata diksa berarti askara yaitu suatu upacara penyucian
diri untuk mencapai tingkatan dwijati. Kata dwijati berasal dari akar kata ”ja” yang artinya lahir. Dwijati
artinya lahir kedua kalinya. Lahir yang pertama adalah dari kandungan ibu dan lahir yang kedua dari
dang guru suci atau nabe. Dalam kitab Siwa Sasana disebutkan bahwa ”sejak seseorang mendapat diksa
atau upacara penyucian, mereka dikenal sebagai Dwijati dan dari padanya diharapkan mulai mematuhi
segala peraturan kebrahmanaan”. Rohaniawan/pandita dan pinandita yang melalui proses tata upacara
diksa inilah yang mempunyai wewenang luas dan lengkap dalam pelaksanaan ”Loka Pala Sraya” itu yakni
wewenang didalam memimpin atau menyelesaikan berbagai yajña termasuk dalam memberikan Air Suci
(Tirtha).

Landasan sastra yang termuat dalam beberapa pustaka rontal yang sementara ini diketemukan di Bali.
Rontar-rontal itu digunakan sebagai acuan sehingga pengungkapannya mempunyai suatu landasan yang
dapat dijadikan pegangan. Mungkin masih banyak pustaka rontal lainnya yang memuat tentang upacara
mediksa dan atau menggunakan kawikon, namun kesulitan mengumpulkannya sangat terasa, mengingat
rontal-rontal tersebut tersebar luas dan bahkan tidak jarang menjadi koleksi-koleksi perorangan
disamping adanya koleksi resmi seperti pada gedong kirtya di Singaraja (sekarang menjadi museum
cabang pusat Dokumentasi Bali di Denpasar), Musium Bali di Denpasar, Fakultas Sastra Universitas
Udayana, institut Hindu Dharma (Universitas Hindu Indonesia UNHI) dan lain sebagainya.

Adapun beberapa pustaka rontal yang memuat tentang upacara diksa dan kawikon antara lain adalah:
Krama Mediksa, Kramananing Dadi Wiku, Silakrama, Siwa Sasana, Wertisasana, Widhipapincatan, dan
lain sebagainya. Selain itu juga menggunakan acuan ketetapan Maha Shaba Parisada Hindu Dharma
Indonesia II Tahun 1968 dan keputusan seminar kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu
yang ke 14 Tahun 1986/1987 tanggal 11 s/d 12 Maret 1987 tentang Pedoman pelaksanaan Diksa.

Upacara mediksa mempunyai tujuan mulia yaitu meningkatkan kesucian diri guna mencapai
kesempurnaan menjadi manusia. Mediksa merupakan klimaks dalam meningkatkan kesucian diri dari
tingkatan Ekajati ke tingkatan Dwijati. Mencapai suatu kesucian diri adalah merupakan suatu kewajiban
bagi umat Hindu, karena lewat kesucian diri itulah manusia dapat berhubungan dengan sang Hyang
Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa. Untuk dapat menjaga kesucian dirinya, seseorang yang telah
melaksanakan upacara mediksa, berkewajiban agar setiap hari menyucikan diri dengan melakukan puja
Parikrama atau Surya Sewana. Mengenai waktunya adalah: pagi, siang, dan sore hari. Maka dari itulah
sang diksita atau wiku tidak kena cuntaka dan juga tidak nyuntakain (kecuali wiku wanita yang sedang
dalam keadaan Haid ).

Demikian masalah kesucian itu yang menjadi tujuan mediksa, yang mempunyai arti penting dalam
ajaran agama Hindu dalam ajaran agama Hindu dan menjadi orientasi dan arahan bagi umat Hindu
dalam menempuh kehidupan sekala dan niskala.

III. Pengertian Pinandita

Dalam agama Hindu, ada penyebutan istilah tentang pandita dan pinandita. Kata pandita berasal dari
akar kata ”pand”, yang artinya mengetahui. Penyebutan istilah pandita ini, diberikan kepada seseorang
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan mengenai ilmu pengetahuan suci Veda serta memiliki sifat
yang arif dan bijaksana. Dan untuk mendapatkan tingkat atau status pandita ini, seseorang harus pula
melakukan upacara penobatan yang disebut ”Diksa”. Dari kata pandita inilah kemudian timbul sebutan
untuk pendeta.
Sedangkan kata pinandita, dasar katanya adalah pandita mendapat sisipan ”in”, yang artinya Di. Jadi
pengertian pinandita disini ialah seseorang yang dianggap sebagai wakil pandita. Guna mencapai
tingkatan atau status pinandita ini pun melalui upacara/upakara diksa yang dikenal dengan sebutan
”pawintenan”. Di dalam beberapa lontar dan juga keputusan dari jawatan agama Propinsi Bali No.
85/Dh.B/SK/U-15/1970 tanggal 20 April 1970 serta keputusan seminar aspek-aspek Agama Hindu d
iAmlapura Bali menyebutkan bahwa ada beberapa tingkatan pewintenan, antara lain :

Pewintenan Saraswati (Mulai Mempelajari Agama)

Pewintenan Bunga (Pewintenan setelah berumah tangga)

Pewintenan Sari (Mulai mempelajari kitab Suci Veda atau cakepan Lontar)

Pewintenan Gede (Menjadi pemangku atau Jro Mangku yang lazim disebut Pinandita).

Untuk mengetahui arti dan makna pewintenan atau mawinten dalam konteks hubungan dengan
kesucian diri, maka upacara ini dapat kita bedakan menjadi: pawintenan yang berkaitan dengan Manusa
Yajña dan pawintenan yang berkaitan dengan Rsi Yajña. Pawintenan yang berkaitan dengan Manusa
Yajña adalah Pawintenan Saraswati an Pawintenan Bunga, sedangkan yang berkaitan dengan Rsi Yajña
adalah Pawintenan Sari dan Pawintenan Gede atau Pinandita.

Sedangkan kata pawintenan itu sendiri berasal dari kata winten, yang dapat diartikan dengan inten
(berlian), permata bercahaya. Pawintenan atau mawinten mengandung arti melaksanakan suatu
upacara untuk mendapatkan sinar (cahaya) terang dari Sang Hyang Widhi Wasa, supaya dapat mengerti,
mengetahui, serta menghayati ajaran pustaka suci Veda tanpa aral melintang. Makna dari pawintenan di
sini tidak lain mohon waranugraha Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabawanya sebagai Sanghyang Guru,
yang memberi tuntunan, Sanghyang Gana memberikan perlindungan dan membebaskan segala bentuk
rintangan, dan Sanghyang Saraswati sebagai pemberi anugerah ilmu pengetahuan suci Veda. D idalam
kelengkapan upacara/upakaranya pawintenan Gede atau pawintenan Pinandita ini lebih lengkap
rerajahan atau tulisan-tulisan aksara sucinya, dibandingkan dengan pawintenan Saraswati, Bunga, dan
Sari.

Adapun yang termasuk dalam tingkatan atau status pinandita antara lain :

Pemangku.

Wasi.

Mangku Balian/Dukun
Mangku Dalang

Dharma Acarya.

Pangemban/Pendidik tentang kerohanian.

Sedangkan penggolongan Pemangku/Pinandita menurut swadharmanya dapat diuraikan sebagai


berikut:

Pemangku pura Kahyangan Jagat, Sad kahyangan, Kahyangan Tiga.

Pemangku Pamongmong (pembantu di bidang protokoler)

Pemangku Jan Banggul (pembantu di bidang pelayanan ketika ada upacara di pura)

Pemangku Cungkub (di Merajan Gede yang jumlah pelinggihnya di atas 10 buah)

Pemangku Nilartha (di pura Kawitan0

Pemangku Pinandita (pemangku pembantu pandita yang berwenang ngeloka phala sraya dalam batas-
batas tertentu atas tuntunan dan penugrahan pandita0

Pemangku Bujangga (di Pura Paibon)

Pemangku Balian (mengobati orang sakit)

Pemangku Dalang (sebagai dalang yang mampu Nyapuh Leger)

Pemangku Lancuban (yang bisa kerawuhan/kodal untuk metuwun)

Pemangku Tukang ( yang paham ajaran Wiswakarma: Undagi, Sangging, tukang wadah, tukang banten,
dll)

Pemangku Kortenu ( yang bertugas di Prajapati/Ulun Setra)

IV. Sasana Pinandita

Kehidupan sebagai pinandita memiliki ciri khusus yang mengikat, disebut dengan sasana yang menjadi
kode etik yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Adapun yang dimaksud dengan sasana yang menjadi
kode etik pinandita adalah segala aturan-aturan atau tata tertib yang berhubungan dengan ”Kawikon”
(aturan-aturan kehidupan yang patut dilaksanakan oleh seorang pinandita).
Dalam Agama Hindu sasana atau kode etik yang mengikat ini mendapat tempat yang paling utama,
karena didalamnya terermin nilai-nilai etika keagamaan, yang selalu dipatuhi. Bagi mereka yang
mendalami hidup sebagai pinandita, harus menghayati seluruh aturan-aturan yang mengikat, baik itu
melalui sikap prilaku, maupun kemampuan sikap spiritualitas yang dimiliki sebagai Pinandita. Dengan
mengetahui sasana atau kode etik ini, seorang pinandita akan menghindari pelanggaran terhadap
sasana atau aturan-aturan kepinanditaan.

Dalam kitab Silakrama ditekankan bahwa para pandita/pinandita hendaknya dapat menguasai dan
melaksanakan ajaran Panca Yama dan Niyama Brata.

Panca Yama Brata

Jenjang pertama bagi Astangga Yoga adalah Yama. Yama artinya pengendalian diri tahap pertama. Yama
ini terdiri dari lima bagian, sehingga disebut Panca Yama, yakni terdiri dari :

Ahimsa – artinya tidak membunuh atau tidak menyakiti, ini menunjukan bahwa seseorang yang baru
memasuki kehidupan rohani, hendaknya bebas dari segala perbuatan yang menyakiti sesama mahluk.
Ahimsa ini merupakan ajaran pengendalian yang sangat mendasar sifatnya. Maksudnya bahwa, jika
seseorang belum mampu mengendalikan dirinya dalam hal menyakiti dan membunuh, maka sulitlah
baginya akan bisa naik ke jenjang yang lebih tinggi. Ahimsa pada prinsipnya bertujuan untuk
memanusiakan manusia. Artinya seseorang hendaknya dapat menumbuhkan atau menyuburkan sifat-
sifat yang dianggap sebagai sifat-sifat di luar kemanusiaan karena tidak menyakiti adalh kebenaran yang
tertinggi (Ahimsaya paro dharma). Melalui ajaran Ahimsa ini kita dapat menumbuhkan atau
menyuburkan sifat-sifat lemah lembut, cinta kasih, persaudaraan, dan lain sebagainya yang
sesungguhnya sifat asli dari manusia. Lawan dari Ahimsa adalah Himsa Karma yaitu perbuatan atau
membunuh dan menyakiti sesama mahluk yang merupakan perbuatan dosa.

Brahmacari – Bagi seseorang yang hendak mengabdikan dirinya dalam hidup kebenaran dan kesucian
diri, suci pikiran, kata-kata dan perbuatan, maka ia harus hidup sebagai seorang Brahmacari. Demikian
yang disebutkan dalam ajaran yoga. Hal ini ditujukan kepada rohaniawan (pandita/pinandita), yang
dengan sepenuhnya mengikhlaskan hidupnya dengan mengabdi kepada Tuhan. Di dalam melaksanakan
ajaran yoga ini, seseorang memerlukan tenaga yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Ada dua aspek
kekuatan yang tersimpan dalam tenaga yakni aspek yang tidak halus dan yang halus. Aspek yang tidak
halus adalah tenaga asmara yang selalu menampakan dirinya melalui indrya, sedangkan aspek yang
halus adalah tenaga yang halus yang cenderung mengantarkan manusia pada kesadaran. Seorang
pandita/pinandita dapat mengubah tenaga asmara menjadi ”Ojas Sakti”, tenaga yang bercahaya terang
yang mengantarkannya ke dalam samadhi yang dalam. Ini merupakan pengendalian diri yang luar biasa,
di luar alam manusia biasa.

Sathya – artinya kebenaran dan kejujuran. Kejujuran adalah sifat yang selalu dituntut oleh orang yang
berbudhi baik, karena sifat ini akan membawa manusia pada ketenangan. Bila seseorang hendak
mewujudkan sifat-sifat kedewataan dalam dirinya, maka Sathya mutlak harus dilaksanakan dengan
sungguh, karena sesungguhnya Tuhan adalah kebenaran, maka ia akan dijumpai melalui kebenaran itu
pula. Jika diamati dengan seksama, maka hati manusia pada dasarnya adalah senantiasa benar dan jujur,
sehingga ia mencintai kebenaran dan kejujuran itu sendiri. Akan tetapi akibat pengaruh rajas dan tamas
dalamTri Guna dan juga pengaruh indrya, maka hati nurani yang dasarnya suci, benar dan jujur menjadi
tenggelam dalam ketidakbenaran dan ketidakjujuran sehingga menjadi kotor. Jika seseorang dapat
mengikuti dan mematuhi hati nuraninya dalam bertindak maka benar dan jujurlah segala perbuatannya.
Untuk itu diperlukan adanya keberanian dan jiwa besar yaitu keberanian dalam memegang teguh nilai
kebenaran itu sendiri. Kebenaran tertinggi adalah Tuhan, maka untuk mencapainya haruslah dengan
kebenaran pula.

Awyawaharika – atau Awyawahara berarti tidak berselisih, tidak berjual beli dan tidak berbuat dosa
karena kepintaran. Orang patut menghindari diri dari perselisihan atau pertengkaran karena dapat
mengotori pikiran dan mengganggu ketenangan jiwa. Awyawaharika juga berarti tidak berjual beli. Hal
ini ditujukan terutama kepada pandita/pinandita. Oleh karena dalam berjual beli berlaku prinsip-prinsip
ekonomi yang kadang kala tidak cocok dengan prinsip hidup kerohanian. Awyawaharika arti lainnya juga
adalah tidak berbuat dosa karena kepintaran. Kepintaran yang digunakan untuk tujuan-tujuan rendah,
seperti memeras yang lemah, memperdaya orang yang bodoh adalah dosa. Jadi awyawaharika atau
awyawahara adalah untuk mengantarkan seseorang tidak saling bermusuhan, tidak suka menipu, dan
tidak berbuat dosa, agar selalu memperoleh kesucian dan kebenaran.

Astainya – atau Asteya artinya tidak mencuri. Mencuri adalah mengambil milik orang lain tanpa
persetujuan yang bersangkutan. Perbuatan ini adalah perbuatan mementingkan diri sendiri tanpa
memandang betapa sakit dan sengsaranya hati orang yang miliknya diambil oleh orang lain. Maka dari
itu, orang harus dapat mengendalikan diri dari keinginan yang berlebihan akan sesuatu, karena
keinginan demikianlah yang mendorong seseorang untuk mencuri. Dengan demikian kenikmatan indrya
harus selalu berlaku atas pengawasan pikiran yang jernih, sehingga kenikmatan itu tidak didapat atas
dasar mencuri atau perbuatan semacam itu. Mencuri tidak akan mengantar orang dalam ketenangan
hidup sehingga kesucian menjauh daripadanya.

Panca Niyama Brata.

Niyama adalah ajaran pengendalian diri tahap kedua. Seperti halnya Yama, Niyama inipun juga terdiri
dari lima bagian karena itu disebut Panca Niyama Brata. Rinciannya adalah sebagai berikut :
Akrodha – artinya tidak suka marah. Kebanyakan orang pasti pernah marah, bahkan sering marah. Ada
banyak hal yang dapat menyebabkan orang marak. Hal-hal itu antara lain : karena merasa harga dirinya
diinjak-injak, dihina, karena tersinggung, karena dimarahi, karena difitnah, ditipu, dibohongi, merasa
diperlakukan tidak adil, dan lain sebagainya. Dapat pula orang marah karena keinginan yang tidak
dipenuhi. Dalam hal ini orang sering menginginkan agar orang lain mau seperti yang ia inginkan. Jika
tidak maka marahlah ia, dengan tidak menyadari bahwa orang lain bukanlah dirinya. Selain itu dapat
pula orang marah karena penyakit tertentu. Yang jelas, apapun alasannya marah itu tetap tidak baik.
Orang yang suka marah-marah, bukanlah orang yang gagah dan kuat, tapi sebaliknya ia sungguh-
sungguh bodoh dan lemah. Karena orang yang demikian halnya berarti belum mampu menundukkan
musuh dalam dirinya. Krodha lawan dari akrodha itu adalah salah satu musuh dalam diri manusia yang
patut selalu diwaspadai dan ditaklukan. Kemarahan sering juga disusul dengan kebencian dan dendam.
Patut diingat bahwa kebencian dan dendam itu adalah racun bathin yang sangat berbahaya dan dapat
menghancurkan kehidupan spiritual seseorang. Kebencian tidak akan pernah ada akhirnya jika sama-
sama dihadapi dengan membenci. Ia hanya dapat ditaklukan dengan cinta kasih. Cinta kasih ini akan
menumbuhkan kesabaran yang tinggi. Kesabaran ini memang pahit rasanya, namun buahnya manis,
orang sabar dikasihi Tuhan. Sedang orang pemarah dikasihi setan. Pengetahuan, kebijaksanaan serta
pengalaman hidup itu merupakan senjata yang dapat diandalkan untuk menaklukan kemarahan. Melalui
akrodha dapat memberikan kemuliaan hidup kepada seseorang.

Guru Susrusa – berarti bhakti berguru. Ada tiga jenis guru yang harus dibhakti atau dihormati. Pertama,
orang harus berbhakti kepada guru rupaka, yaitu orang tua, ibu dan ayah. Orang hendaknya sadar
betapa besar pengorbanan dan kasih sayang orang tua yang telah dicurahkan pada anaknya untuk
memelihara dan mendidiknya. Orang yang durhaka terhadap orang tuanya tidak akan selamat hidupnya
di dunia maupun akhirat kelak. Kedua, orang harus bhakti terhadap guru pengajian, yaitu orang yang
mengajarkan bebagai ilmu pengetahuan dan mendidiknya, sehingga menjadi manusia yang berguna.
Seseorang yang tidak berbhakti terhadap guru pengajiannya tidak akan berhasil menuntut ilmu
pengetahuan dengan sempurna. Ketiga, orang harus bhakti kepada guru wisesa, yaitu pemerintah,
karena pemerintah selalu memberikan pengayoman dan mengatur hidup bermasyarakat dan bernegara
sehingga tertib dan damai. Demikianlah orang harus berbhakti terhadap ketiga jenis guru tersebut
( disebut Tri Guru). Selain orang harus berbhakti terhadap tri guru tersebut, hendaknya pula berbhakti
terhadap guru sejati yaitu Sanghyang Paramesti Guru. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dari Beliaulah
sumber segalanya ini. Jadi guru susrusa disini menuntun orang kepada kesucian hati dan kearifan.

Sauca – berarti kesucian lahir batin. Ini berarti badan harus bersih dan kebersihan badan akan
mempengaruhi kebersihan jiwa. Dengan demikian maka badan harus dihindari dari sesuatu yang
sekiranya akan dapat mencemarinya, seperti makanan, minuman, pakaian, barang-barang kimia, dan
lainnya. Seringkali bila badan tersentuh nikmat benda akan meninggalkan kesan mendalam dalam
pikiran dan bila berjumpa dengan sumber nikmat itu, akan timbul pula guncangan pikiran untuk ingin
menikmati lagi. Ternyata bila dibiarkan pikiran itu akan manja dan badan akan dikoyak-koyaknya sampai
dalam kelelahan. Karena itu pikiran harus juga suci dan kesucian pikiran akan mempengaruhi kesucian
batin.
Aharalaghawa – artinya makan sepatutnya, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Badan atau tubuh ini tidak
akan ada jika tanpa makan atau minum. Karena tanpa itu manusia tidak akan bisa hidup bersama
tubuhnya. Walaupun demikian, tidaklah berarti bahwa hidup ini untuk makan semata, tapi sebaliknya
makan itu untuk menunjang kehidupan. Dalam hal makan, orang harus tau aturan makan, orang harus
tau memilih makanan yang diperlukan tubuh, baik sebagai sumber tenaga juga sebagai sumber
pembangunan organ tubuh yang rusak. Perlu diingat bahwa setiap makanan baik dan berguna bagi
tubuh. Adakalanya makanan itu menjadi sumber penyakit tertentu. Untuk itu diperlukan memilih
makanan yang sehat. Orang harus tau ukuran makanan yang akan dimakan agar tidak berlebihan dalam
mengkonsumsi makanan sehingga tidak menjadi sia-sia. Dalam hal makan, hendaknya orang tidak saja
memperhatikan selera kenikmatan lidah semata, yang terpenting adalah kandungan gizi makanan
tersebut. Dalam hal ini seseorang harus dapat mengendalikan Jihwendriyanya, yaitu indrya pada lidah.
Jadi pada prinsipnya Aharalaghawa mengajarkan agar makan yang menyehatkan dan mengembangkan
pola hidup sederhana untuk mencapai ketenangan dan kesucian hidup lahir batin.

Apramada – artinya tidak lalai. Kelalaian akan mngakibatkan dosa, malapetaka dan kehancuran.
Kelalaian berarti tiada kesadaran. Meredupnya pancaran kesadaran berarti menebalnya kabut
kegelapan yang menyelimuti sang jiwatma/kesadaran, yang selanjutnya membawa seseorang pada
dosa. Kelalaian juga dapat menyebabkan malapetaka dan kehancuran. Orang sering lalai pada masalah-
masalah yang tampaknya kecil namun bisa membawa resiko yang sangat besar. Ingatlah seperti virus,
baksil dan bibit penyakit lainnya, yang tidak terlihat oleh mata telanjang, namun dapat membunuh
berjuta umat manusia didunia. Demikianlah hendaknya agar seseorang senantiasa selalu waspada dan
berhati-hati baik dalam berpikir. Berkata dan perbuatan, baik terhadap yang kecil maupun hal yang
besar resikonya. Ketidaklalaian atau apramada ini menjaga dan mengawasi seseorang agar selamat
dalam hidupnya untuk menuju pada alam kesadaran. Karena ketidak lalaian berarti senantiasa menjaga
kesadaran itu sendiri.

Adapun sasana atau aturan-aturan yang dijelaskan dalam kitab Silakrama ini, memberikan suatu arahan
dan tujuan agar seseorang pinandita hendaknya mampu memelihara kesucian didalam dirinya dalam
mengemban tugas/misi suci Tuhan. Baik itu yang bersifat lahiriah yang dituangkan dalam ajaran yama
brata, maupun yang bersifat batiniah yang dituangkan dalam ajaran Niyama Brata. Ajaran yama dan
Niyama brata meletakkan dasar kode etik atau sasana, pada sistem disiplin diri. Apabila setiap individu
telah tertanam disiplin pribadi yang kokoh, dengan sendirinya apa yang menjadi tujuan seseorang dalam
menempuh kehidupan rohani akan terwujud kesuciannya.

Untuk melengkapi sasana pinandita ini, tidak ada salahnya bila disampaikan ajaran tentang Rwawelas
Brataning Brahmana, yakni suatu ajaran yang berisikan duabelas macam syarat atau aturan hidup lahir
dan bathin bagi para brahmana. Adapun keduabelas macam syarat atau aturan hidup ini, dimuat dalam
kitab Sarasamuccaya sloka 57, yang menyebutkan sebagai berikut :

”Dharmacca satyam ca tapo damacca vimatsaritvam


Hristitiksanasuya, yajñacca danam ca dhritih ksama

Ca mahavratani dvadaca vai brahmanasya”.

Artinya :

Ini adalah brata sang Brahmana, duabelas banyaknya, Perincianya : Dharma, satya, tapa,
dama,wimarsaritwa,hrih, titiksa, anusuya, yajña, dana, dhrti, ksama, itulah perinciannya sebanyak
duabelas : dharma dari satyalah sumbernya, tapa artinya sarira sang sesana yaitu dapat mengendalikan
jasmani dan mengurangi nafsu : dama artinya tenang dan sabar, tahu menasehati dirinya sendiri.
Wimatsaritwa artinya tidak dengki-irihati, hrih berarti malu, mempunyai rasa malu, titiksa artinya jangan
sangat gusar, anasuya artinya tidak berbuat dosa, yajña adalah mempunyai kemauan mengadakan
pemujaan; dana adalah memberikan sedekah, dhrti artinya penenangan dan pensucian pikiran, ksama
artinya tahan sabar dan suka mengampuni ; itulah brata sang brahmana.

Demikian yang disebutkan dalam kitab Smrti Sarasamuccaya mengenai Rwawelas Brataning Brahmana,
yang juga merupakan ketentuan/ syarat yang perlu dimiliki oleh para brahmana atau dalam hal ini oleh
para sulinggih, termasuk didalamnya para pinandita.

V. Kewajiban dan Wewenang Pinandita

Di dalam konteks melaksanakan dharma negara dan dharma agama, para pinandita mengemban tugas
dan misi suci Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) yang sangat mulia. Ada dua hal pokok yang menjadi tugas
dan kewajiban pinandita yaitu :

Tugas seorang pinandita adalah berbuat sesuatu untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup bersama di masyarakat yang disebut jagaditha, dengan cara memberikan tuntunan rohani,
pembinaan mental spiritual serta membantu kehidupan beragama dilingkungan masyarakat. Disinilah
sesungguhnya arti penting daripada loka phala sraya yaitu menjadi sandaran umat dalam mewujudkan
suatu kehidupan yang aman, sentosa dan sejahtera yang disebut dengan kasukerthan jagat. Disamping
berbuat sesuatu untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup umat, juga memohon
keselamatan negara atau yang disebut dengan ngayasang jagat, dengan cara melakukan pemujaan
setiap hari kepada Sang Hyan Widhi Wasa, sebagaimana yang dilaksanakan dalam surya sewana, yang
memiliki dua sasaran dan tujuan. Pertama, menyucikan diri lahir batin dan kedua memohon
keselamatan negara (ngayasang Jagat). Jadi di dalam pelaksanaan surya sewana seorang pandita,
memohon ke hadapan Sanghyang Whidi Wasa, agar beliau Asung kertha nugraha baik kepada umat
maupun negara tercinta, sehingga memperoleh apa yang disebut suka sadya lan rahayu.

Kewajiban pinandita sebagai sulinggih ada sepuluh jumlahnya, yang disebut dengan
Dasakramaparamartha, yakni :

Tapa – Teguh dan kuat pendirian dalam memuja Sang Hyang Widhi (Dewaarcana) dan melaksanakan
dharmaning kawikon serta mengucapkan puja, japa, mantra dan Veda setiap hari.

Brata – Melaksanakan disiplin bathin, mengurangi makan (aharalagawa) dan mengurangi tidur, tidak
melanggar pantangan, meninggalkan pengaruh panca indrya serta taat melaksanakan yama-niyama
Brata.

Yoga – Melatih pernafasan (pranayama), guna menyeimbangkan stula sarira dengan suksama sarira
sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Sanghyang Widhi Wasa, dan melebur dasamala pada
diri.

Samadhi – Memusatkan pikiran ditujukan kehadapan Sanghyang Widhi Wasa, sehingga tidak
terpengaruh suatu kondisi luar (nirwikara).

Santa – berpikir cemerlang dan berpenampilan yang tenang.

Sanmata – berperasaan yang riang dan gembira meskipun dalam menghadapi cobaan-cobaan hidup.

Maitri – senang mengatakan yang baik dan benar serta berprilaku yang baik dan santun.

Karuna – senang bertukar pikiran dengan sesama. Baik dengan hal yang bersifat wahya, maupun dengan
hal-hal yang bersifat adhyatmika dan mengasihi sarwa tumuwuh atau semua mahluk.

Upeksa – tahu tentang perbuatan baik dan buruk, perbuatan benar dan salah serta suka memberi
petunjuk kepada orang yang belum memahami arti baik atau buruk.

Mudhita – mencintai kebenaran dan memiliki budi pekerti yang luhurcemerlang dalam kehidupan.

Di samping itu seoarang pinandita/pemangku mempunyai tugas dan kewajiban untuk: mengantarkan
upacara yang diselenggarakan di pura/merajannya, menuntun warganya dalam pendalaman Dharma,
dan menjaga kebersihan dan kesucian pura/merajan.

Demikian diungkapkan di sini mengenai tugas dan kewajiban pinandita, yang patut ditekuni di dalam
melaksanakan dharmanya sebagai sulinggih.
VI. Wewenang Pinandita

Walaupun status pinandita sebagai wakil pandita, tentunya memiliki kewenangan didalam
menyelesaikan upacara/upakara (yajña) sepanjang tidak bersifat prinsipil dan inipun atas seijin dan
petunjuk pandita atau nabe yang bersangkutan. Adapun mengenai tingkat upacara yang dilaksanakan
terbatas pada tingkat pedudusan alit. Kewenangan lain yang ada pada seorang pandita yakni dalam
upacara-upacara seperti :

menyelesaikan upacara Bhuta Yajña, sampai dengan tingkat menggunakan Caru Panca Sata.

Menyelesaikan upacara Manusa Yajña, diberi wewenang dari mulai bayi lahir sampai dengan otonan dan
pawidi widana tingkat kecil.

Didalam menyelesaikan upacara Pitra Yajña, terbatas sampai dengan mendem sawa (mekingsan Gni).

Membuat tirtha panglukatan/pabersihan

Nganteb upakara piodalan/pujawali di pura/merajan yang diemongnya sampai batas ayaban tertentu.

Nganteb upakara pada upacara/yajña tertentu di lingkungan keluarga dengan tirtha pamuput dari
pandita

Istilah yang digunakan oleh pinandita adalah “Nganteb” bukan “muput”.

Membantu pelaksanaan yajña tertentu dari pinandita suatu pura dengan seijinnya

Menggunakan Genta

Menggunakan mantra, dan mudra tertentu bila sudah mewinten dengan ayaban bebangkit serta sudah
mendapat bimbingan dan ijin dari pandita

Adapun mengenai busana yang dipergunakan berikut perlengkapan dari seorang pinandita antara lain :

rambut panjang atau bercukur.

Pakaian: destar, baju, saput (selimut), kain dalam melakukan upacara, semuanya berwarna putih.

Dalam melakukan pemujaan menggunakan: genta, dulang, pasepan, sangku ( tempat air suci atau
tirtha ) bunga, Gandaksata.

Sedangkan penghargaan yang menjadi hak pemangku/pinandita adalah:


Bebas dari ayahan desa

menerima sesari/bagian sesari

menerima hasil pelaba pura (bila ada)

VII. Disiplin Pinandita/Pemangku:

Menjaga kebersihan (lahiriah) dan kesucian diri (bathiniah) dengan cara setiap pagi mapeningan

Berpakaian sesuai dengan sesana kepinanditaan/kepemangkuan

Mempunyai perlengkapan pemujaan: sebuah dulang, diatasnya ada ; genta, tempat dupa, pasepan,
sangku, sesirat dari daun lalng, caratan tempat air bersih, botol tetabuhan, canting, dan bunga. Sebuah
kekasang dan Genitri.

Aturan kecuntakaan bagi Pemangku;

Tidak kena cuntaka karena orang lain

Terkena cuntaka bila ada anggota keluarga yang serumah meninggal dunia

Pemangku istri terkena cuntaka bila haid

Bila kawin/menikah harus mesepuh (mewinten ulang) dengan tingkat ayaban yang sama seperti
sebelumnya, bersama-sama istrinya.

Pemangku yang dihukum karena tindak pidana (kriminal) diberhentikan sebgai pemangku oleh
warganya.

Jenasah pemangku tidak boleh dipendem.

Tidak cemer : memikul, nyuwun, sesuatu yang tidak patut, nganggur di warung, metajen/berjudi,
mabuk-mabukkan, melanggar Tri Kaya Parisuddha, anayub cor, tidak makan/minum di rumah yang
sedang cuntaka, mengusung mayat, diungkulin oleh orang yang mengusung mayat atau orang yang
nyuwun tirtha pangentas, memikul bajak, menarik sapi, menginjak tahi sapi, membuang hajat di air,
mewarih di abu/apai/air, memakan makanan yang tidak patut, tidak sekamar dengan istri yang sedang
haid. (Sumber: Indik Kepemangkuan, Tim Penyusun Buku-buku Agama Hindu Pemda TK I Bali: 1991)

VIII. Kesimpulan
Kita wajib bersyukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi karena atas waranugrahaNya Atman telah re-
inkarnasi ke dalam tubuh manusia, yang mempunyai sabda, bhayu, dan idep. Dibandingkan dengan
binatang yang mempunyai sabda dan bhayu, apalagi tumbuhan yang hanya memiliki bhayu saja.

Pemangku wajib bersyukur karena telah ditakdirkan menjadi manusia suci. Seoarang
pemangku/pinandita tidak begitu saja bisa menjadi pemangku. Menurut Rontal Yama Purana Tattwa,
hidup dan kehidupan manusia sudah direncanakan jauh sebelum re-inkarnasi. Oleh karena itu janganlah
menganggap bahwa menjadi pemangku itu suatu ”kebetulan”

Menjadi pemangku adalah suatu kebanggan, karena: 1) menjadi tapakan Widhi, disayang oleh Ida Sang
Hyang Widhi/Dewata/Bhatara, 2) mempunyai kesempatan yang luas untuk mensucikan diri di jalan
Dharma agar mencapai Moksartham Jagadhita, 3) mempunyai tugas suci mengabdi kepada masyarakat,
sebagai tabungan membentuk karma wasana yang baik.

Oleh karena menjadi kesayangan Ida Sang Hyang Widhi/ Dewata/ Bhatara, pertahankanlah agar tugas
suci ini dapat terlaksana dengan baik, menjadi pemangku yang profesional, sehingga mengharumkan
linggih Ida Bhatara Sasuhunan. Kehidupan pemangku adalah hidup suci dan berdisiplin.

Pemangku yang melaksanakan tugasnya dan kehidupannya dengan baik akan mendapat karma yang
baik tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi arwah leluhurnya, sampai tujuh tingkat ke atas (Rontal
Yama Purana Tattwa)

Pemangku adalah pengabdi: pengabdi Ida Sang Hyang Widhi dan pengabdi umat manusia. Oleh karena
itu dahulukan tugas/kewajiban dari pada hak

Untuk dapat menjadi pengabdi yang baik , pengetahuan mengenai Tattwa, susila, dan acara agama
(upakara/upacara) harus dikuasai dengan cara belajar. Belajarlah dari guru yang baik, buku, rontal,
dharma wacana, kursus/pelatihan, apa saja yang dapat menambah pengetahuan, karena menurut
Rontal Dharma Kauripan, Sulinggih yang baik adalah Sulinggih yang ”berilmu”

Pelajar akan cepat mencapai kemajuan bila mempunyai sifat-sifat dan pemikiran, seperti: tidak merasa
diri pintar, rendah hati, tidak fanatik, tidak sombong, mau mendengarkan pendapat orang lain, rajin dan
disiplin, menghargai orang lain, berpikir kreatif dan berinisiatif, obyektif dan jujur, pandai mengambil
keputusan (Ida Pandita Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi, 2000: 4).

IX. Penutup

Demikian secara singkat makalah ini dapat disampaikan, dengan harapan dapat menjadi lentera kecil
yang akan memberikan secercah cahaya kesucian kepada para pemangku/pinandita yang dengan tulus
hati telah mau mengabdikan dirinya bagi kebenaran. Semoga melalui subha karma para
pemangku/pinandita kesadaran umat Hindu untuk mau mempelajari, menghayati dan mengamalkan
Veda semakin semarak dan mendalam.

Om purnam adah purnam idam, Purnat purnam udhcyate, Purnasya purna ma dhaya, Purnam iva
vasisyate, Om sarve bhavantu sukhinah, Sarve santu niramayah, Sarve bhadrani pa syantu, Ma kascit
duhkha bhag bhavet, Om Santih, Santih, Santih

Sumber : dharmavada

Sponsored Content

The Cost Of Gastric Surgery In Turkey In 2022 Might Surprise You

The Cost Of Gastric Surgery In Turkey In 2022 Might Surprise You

Denpasar: harga mobil bekas di tahun 2022 bisa mengejutkan anda

Denpasar: harga mobil bekas di tahun 2022 bisa mengejutkan anda

Slimming Down After 60 Comes Down To This

Slimming Down After 60 Comes Down To This

More People Switching to Voip Phones (Take a Look at the Prices)

More People Switching to Voip Phones (Take a Look at the Prices)

Breast Reduction Surgery Costs In US Might Surprise You!

Breast Reduction Surgery Costs In US Might Surprise You!

The Cost Of Gastric Surgery In Turkey In 2022 Might Surprise You

The Cost Of Gastric Surgery In Turkey In 2022 Might Surprise You

Denpasar: harga mobil bekas di tahun 2022 bisa mengejutkan anda

Denpasar: harga mobil bekas di tahun 2022 bisa mengejutkan anda

Denpasar: harga mobil bekas di

tahun 2022 bisa mengejutkan...

Sponsored by Mobil Bekas | Cari Iklan


Read More

Denpasar : Online Jobs in the USA May Pay More Than You Think

Denpasar : Online Jobs in the USA May Pay More Than You Think Online Jobs in USA | Sponsored Links

This is what Hair Transplant could cost you in Turkey

This is what Hair Transplant could cost you in Turkey Hair Transplant | Sponsored Results

Are You From Indonesia? Online MBA Courses Might Suprise You

Are You From Indonesia? Online MBA Courses Might Suprise You Online MBA Courses | Search Ads

Homes for sale in Dubai at great prices (See prices)

Homes for sale in Dubai at great prices (See prices) Search ads

Share this:

CetakSurat elektronikTwitterFacebook

Memuat...

Terkait

Peran Pemangku dalam Yadnya

Desember 4, 2012

dalam "AGAMA"

Sasana Kepemangkuan

September 28, 2015

dalam "AGAMA"

KALA TATTWA (Purwa Gama Sesana)

Oktober 17, 2012

dalam "CERITA HINDU"


September 24, 20132 Balasan

« Sebelumnya

Berikutnya »

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar *

Nama *

Email *

Situs web

Beri tahu saya komentar baru melalui email.

Beritahu saya pos-pos baru lewat surat elektronik.

Muhammad Dharma pada November 27, 2013 pukul 2:39 pm

TERANG IMAN

Ambilah sebuah buku tulis dan pena lalu tulislah dengan akurat setiap pikiran yang terlintas, perasaan2
yang terpapar, kata hati yang terbesit dan gerakan2 yang diperbuat secara rinci, akurat dan mendetail
dalam 5 menit yang lalu dan 5 menit kedepan !
Jawabnya : tidak bisa dan tidak tahu! Kenapa ? Lalu makhluk mana kira-kira yang bisa dan tahu (tentang
itu),baik pada dirinya dan pada semua makhluk-makhluk yang ada?

Jika setiap makhluk tidak mampu menulis secara mendetail dan akurat setiap pikiran-pikiran yang
terlintas,kata-kata hati yang terbesit,perasaan-perasaan yang terpapar, gerakan-gerakan yang terjadi
pada dirinya sendiri baik masa yang lalu maupun yang depan? Bagaimana dengan Allah Swt Pencipta
setiap makhluk itu ,mungkinkah dia itu juga tidak tahu menahu?

Jika begitu anggapannya jadi siapa yang tau persis (tentang itu semua secara rinci dan mendetail) dan
yang mengendalikan segala sesuatu didalam semesta ini? Milik siapakah segala sesuatu itu, selain Allah
Swt? Apakah kelebihan manusia-manusia padahal tidak tau semua yang telah terjadi dan yang akan
terjadi pada dirinya sendiri selain kesesatan dan ketidaktahuan dan kesombongan?

Jika saja kita mau sedikit berpikir maka kita sadar dan betapa lemahnya kita demikian juga dengan
makhluk semuanya , maka salahkah kita jika “menyerah” kepada Allah Swt Pencipta kita dan alam
semesta ini yang mengetahui apa yang ada dibelakang “ semua yang telah terjadi dan kedepan “ yang
akan terjadi” atas kita dan semua ciptaanNYA, seraya bersyukur dan bersabar atas semua
ketetapanNYA?

Renungkanlah betapa dekatnya DIA bahkan lebih dekat dari diri kita sendiri ! dan lebih tau tentang diri
kita daripada diri kita sendiri!dimanakah kita bisa bersembunyi dariNYA? Kemanakah kita menghadap
tanpa KehadiranNYA?

Menjadi cerdaslah! Dengan berpikir kenapa kita bisa berpikir? Demikian juga dengan seluruh manusia?
dan Dimana tercatat semua pikiran itu jika kitalupa atau otak kita sudah jadi tanah atau abu? dan
Dimana pula perbendaharaan pikiran2, ide2 itu sebelum terlintas diotak2 manusia selama ini padahal
sebelumnya mereka2 tidak tau?

Jika seseorang bersaksi : tidak ada ilah ‘’Penguasa,Yang Kuasa selain Allah Swt’’ dan yakin dia hanyalah
hamba yang tidak punya daya upaya “kuasa” kecuali dengan pertolongan Allah Swt serta mengikhlaskan
yang ada dalam surat Al Iqhlas tanpa syarat : seperti Allah itu Ahad “Tunggal” tanpa sekutu “Allah DIA
yang dibutuhkan,”Tanpa perlu pihak ketiga” DIA tidak beranak dan diperanakkan dan tidak ada satu pun
yang setara dan menyerupaiNYA, sebab Allah Swt tidak bisa dilihat,tidak terjangkau pikiran/dikhayalkan!
Apakah orang-orang yang mengimani seperti yang demikian itu sesat, keliru dan perlu diluruskan sebab
dia hanya berserah diri hanya kepada Allah Swt saja dan mengadu (curhat) setiap permasalahannya dan
meminta langsung kepada Allah Swt Penciptanya,pemiliknya yang faham atas setiap pikiran,perasaan
dan kata hatinya tanpa perlu perantara,wali atau pihak ketiga! Sebab dia berpikir siapakah yang bisa
menolongnya nanti ketika dia berada didalam kesendirian dan kesunyian misalnya ketika sakaratul
maut, dalam kubur,dll ! Salahkah jika dia membina hubungan langsung dengan Allah Swt mulai sejak
dini?

Inilah contoh akidah orang-orang yang telah menjalani di shirattal mustaqiim “Jalan Yang Lurus” yang
pasti tidak sesat bahkan justru tengah meniti di Jalan Yang Lurus “shirratal mustaqiim” yang telah diberi
nikmat oleh Allah Swt yang diminta dan diidam2kan orang dalam Al Fatihah disetiap shalatnya ( Barang
siapa yang mentaati Allah dan rasul maka mereka bersama-sama orang yang Allah telah beri nikmat atas
mereka yaitu para Nabi, para Shidiq “Orang-orang Benar dan Jujur” para Syuhada “Pejuang Agama yang
Ikhlas” dan para Shalihin” pelaku kebajikan” (Qs : An Nisa : 69-70)

Tiga Musuh Besar bagi Manusia2 yang Berakal yang wajib diwaspadainya:

1. Hawa Nafsu”keinginan2 keji dan mungkar yang terbit dari dalam dirinya sendiri.

2. Orang2 yang merayu kita untuk mengabdi, menyembah dan minta pertolongan, perlindungan serta
berharap kepada Rabb2″ Tuan2″ dan Ilah2″Penguasa2″ yang lain selain dari Allah Swt Yang Tunggal,
Pencipta, Pemilik “Rabb” dan Penguasa Mutlak alam semesta dan segala2nya!

3.Siapapun yang mengajak kita untuk menipu, menganiaya/menyakiti, merugikan, menyusahkan, baik
diri sendiri dan orang lain!

Apakah yang akan kita sebut bagi: Orang2 yang diberi akal tetapi tidak digunakan untuk berpikir,
memilah dan memilih yang terbaik bagi dirinya? Dan Orang2 yang diberi hati tetapi tidak digunakan
untuk memahami danmewaspadai demi kemaslahatan dunia dan akhiratnya? Serta Orang2 yang punya
perasaan tetapi enggan merasakan perasaan2 orang lainnya?
Umpama hati adalah kebun dan agama/ideology adalah tanaman utamanya, jika bibit yang disemai
adalah kepedihan, kebencian, dendam, serakah, iri dan dengki pasti tidak akan tumbuh kecuali sosok-
sosok yang hanya pembuat kerusakan2 dan pertumpahan darah dibumi sejak dulu kala, yang demikian
itulah yang tidak akan dilakukan “manusia sejati” sebab mereka dibekali akal yang lurus , hati nurani dan
ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Ketauhilah Jika kita ingin menuai KasihSayang dan Kebahagian yang berkekalan dari Allah Swt maka
tanamlah sejak dini bibit2 syukur kepada Allah Swt dalam hati, dilisan dan perbuatan2, yang kelak Pasti
akan berbuah ketenangan, kebajikan2 dan kebahagiaan2 baik pada diri sendiri maupun kepada sesama!
Guna mengajar cara2 bersyukur yang benar dan lurus dan mengingatkannya Itulah misi para Nabi dan
Rasul diutus sejak awal kemanusian.

Sebaliknya jika manusia ingin menuai Murka dan Azab Allah Swt, baik didunia dan akhirat maka
tanamlah bibit2 Keingkaran, kebencian atas semua KasihSayangNYA selama ini baik dalam hati, lisan dan
perbuatan dan Pasti keberadaan mereka hanya akan merugikan dan menyusahkan baik dirinya sendiri
maupun orang lain! Untuk mengajar inilah diciptakanNYA iblis dan syetan2 sebagai ujian!

Jika ada orang2 yang meyakini dengan seyakin2nya bahwa mereka berasal dari Allah dan dilahirkan
kedunia ini untuk mengabdi kepada Allah Swt sesuai dengan batas umur yang ditentukanNYA, kemudian
mereka akan mati dan kembali kepada Allah dan dalam menjalani kehidupannya mereka mengamalkan
ibadah2 yang diperintahkanNYA dengan sungguh2 ”khusyuk” lalu mereka berprilaku jujur, amanah,
tabligh dan cerdas serta suka menolong sesama dengan ikhlas karena Allah, “sebagai tebusan atas jiwa
mereka yang telah tergadai disisi Allah Swt!” Dengan Iman yang benar , Perbuatan yang baik dan
mengharapkan Kerelaan dari Rabbnya agar kelak menjadi hamba yang merdeka didalam SurgaNYA
kelak, sebab “ Siapakah yang dapat memberi pertolongan disisi Allah Swt tanpa ijinNYA?”

Dan merekapun merasa tidak memiliki apapun dibumi ini kecuali Allah Swt. Sebab mereka tau
Kepunyaan Allah lah segala sesuatunya, mereka sadar bahwa mereka hamba dan Allah Swt adalah
Rabb=Tuan=Pemilik mereka yang setiap saat mengawasi mereka , mereka patuh dan tidak
mengingkariNYA dan setia kepada Rabbnya tidak menduakanNYA atau menghianatiNYA, mereka bangga
dan bersyukur kepada Rabb “Tuan”nya dengan mendirikan shalat untuk mengingat Rabb nya sebagai
wujud syukur dan memohon bimbingan dan pimpinanNYA, mereka tidak butuh sosok2 lain untuk
menebus jiwa mereka disisi Allah kecuali berharap dari Allah sendiri sehingga mereka tetap beriman dan
berbuat berbagai kebajikan yang bermanfaat bagi mereka, orang lain dan makhluk seluruhnya dan
merekapun tidak takut kecuali kepada Allah sebab mereka mengenalNYA. Bukankah manusia hanya bisa
menyiksa dan menyakiti orang yang masih hidup saja tetapi Allah Swt Kuasa menyiksa orang2 yang
hidup dan orang2 yang sudah mati!

Mereka bersaksi bahwa La Illaha Illallah = Tidak ada “Penguasa,Yang Kuasa” selain Allah, sedangkan
mereka meyakini mereka tidak ada daya dan upaya “kuasa” kecuali dengan pertolongan Allah lalu
mereka berikrar” Hanya kepada Allah kami mengabdi dan hanya kepadaNYA pula kami meminta
pertolongan” sebab Allahu Shamad “Allah DIA Yang Dibutuhkan” contoh ketika nanti sakaratul maut
siapa yang kuasa menolong kita, dalam kubur yang gelap, dll.

Apakah keimanan dan perbuatan2 orang2 yang demikian ini dimurkai, sesat dan perlu diluruskan atau
dipindah agamakan atau perlu dipindah pemahaman sehingga mereka harus menyembah dan berharap
kepada mahkluk dengan berbagai kebodohaan & kelemahan2 yang telah diurai diatas? Atau kepada
sesuatu atau patung2 yang bahkan “otaknya” aja tidak ada sama sekali ? Siapa kenyataannya yang sesat
dan telah membuat kekacauan dimuka bumi selama ini?

Kenapa Allah Swt memenuhi dan membiarkan keinginan2 dan keingkaran dari pengikut2 iblis
“penjahat2” untuk membuat berbagai kerusakan2 dan pertumpahan darah dimuka bumi selama ini?
Sebab demi janji Allah Swt kepada iblis dahulu. Namun perjanjian itu ada batas waktunya lagi sudah
hampir dan ketika batas waktu itu berakhir dengan ijin Allah, maka iblis akan menggiring pengikutnya”
yang telah menjadi miliknya” beramai2 seperti hewan ternak kedalam neraka!

Dan Allah Swt juga telah berjanji kepada manusia2 yang beriman dan berbuat kebajikan untuk mewarisi
bumi ini hingga tiba masa “KESUDAHANNYA” sebab akhirnya akan kembali keawal rencana dan tujuan
manusia diciptakan dimuka bumi ini.

Dalam pandangan Allah Swt dan manusia; Apakah ada kelebihan/keistimewaan org2 yang
berjanggut,bersorban dan berjubah dengan yang Tidak? Yah, ada yaitu janggut,sorban dan jubah saja!
Sebagaimana Tidak Ada Kelebihan/Keistimewaan org Arab dan yg non Arab, dll. Kecuali Imam dan
Taqwa kepada Allah Swt serta Amal2 Kebajikannya yg bermanfaat bagi sesama!

Anda mungkin juga menyukai