Dosen:
Ida Ayu Gde Wulandari. M. Pd. H
Mata Kuliah :
SUSILA
DISUSUN OLEH:
Nama : I Wayan Tegar Eka Suputra
Absen/ NIM : (10 / 1911021021)
Kelas : PBSA VI B Denpasar
1
KATA PENGANTAR
Om Suastiastu
Penulis mengucapkan syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ajaran Susila
dengan judul " Ajaran Susila Dalam Mantra Siwa Sasana mengenai Tri Kaya Parisudha
Aguron-guron, Syarat-Syarat Menjadi Sisya, serta mengenai Dharmaning Nabe". Penulis
tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.......................................................................................................1
b. Rumusan Masalah.................................................................................................1
c. Tujuan Penulisan...................................................................................................1
d. Manfaat Penulisan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
a. Kesimpulan.............................................................................................................14
b. Saran.......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan umat manusia sebuah agama memiliki peran yang amat
penting, yang dapat menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat
penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan
setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan yang memiliki makna untuk membentuk
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia serta peningkatan potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Ajaran agama Hindu dapat
dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar, di mana bagian
yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga
dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga
kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara, semua itu merupakan
satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara
keseluruhan.
4
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun diharapkan agar dapat berguna bahkan digunakan dengan
sebaik-baiknya serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Susila dan juga untuk
menambah wawasan kita mengenai ajaran Susila dalam Mantra Siwa Sasana tentang
Tri Kaya Parisudha Guron-guron, mengenai syarat-syarat menjadi sisya dan mengenai
Dharmaning Nabe.
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1 Ajaran Susila dan Mantra Siwa Sesana
Susila berasal dua kata serta berasal dari bahasa Sansakerta. Su yang memiliki
arti baik dan bagus. Sedangkan Sila memiliki makna dasar, prinsip, peraturan hidup
atau norma. Jadi, susila merupakan upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan masyarakat hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Demi tegaknya kebenaran dan keadilan di dunia ini
manusia yang ber-Susila atau bertingkah laku yang baik sangat diharapkan. Dalam
pandangan Agama Hindu pengertian Susila ialah tingkah laku hubungan timbal balik
yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan)
yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.
6
2.2 Ajaran Susila Dalam Siwa Sasana mengenai Tri Kaya Parisudha Aguron-Aguron.
Tri Kaya Parisudha adalah bagian dari etika atau susila agama Hindu.
Timbulnya kata Tri Kaya Parisudha berasal dari kata Tri artinya tiga, Kaya artinya
gerak atau perbuatan dan parisudha artinya suci. Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak
atau perbuatan yang harus disucikan.
Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan
yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu
3 macam berdasarkan pikiran, 4 macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi
berdasarkan perbuatan. Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak
menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain
dan tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang
berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar
kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan.
Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak
menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap harta
benda dan tidak berzinah.
Dikatakan bahwa sang sadhaka (sulinggih pandita atau orang suci) juga harus
memiliki manacika atau pikiran yang bersih, Budiman, tenang, tangguh, senang
mengampuni, lapang hati yang berdasarkan maitri, karuna, mudita, dan upeksa, kasih
sayang. Terdapat juga ditegaskan bahwa seorang sadhaka hendaknya tidak curang,
licik, sombong, mabuk, congkak, loba, bingung, cepat naik darah, keras kepala, iri
hati, busuk hati, durhaka, menghina teman. Seorang sadhaka hendaknya ikhlas,
berbudi baik, hormat dan jujur. Hal ini tertuang dalam sloka (17a-17b)
7
mendalami sastra agama, mengajar dharma atau kebajikan, sopan menerima tamu
sadhaka, membantu yang melaksanakan yoga dengan dana punya yang diperlukan.
Selain itu lebih ditegaskan bahwa sang sadhaka harus mengucapkan Kata-kata
yang manis, kata-kata yang benar, kata-kata yang lembut, kata-kata yang menarik
hati, kata-kata yang bersahaja. Hal ini tertulis dalam sloka (9a-9b)
2.3 Ajaran Susila dalam Siwa Sasana mengenai syarat-syarat menjadi sisya dan
mengenai Dharmaning Nabe
Setiap sisya yang akan didiksa harus dipilih. Tidak boleh sembarang orang
dijadikan sisya. Dalam sloka (11a) dijelaskan yang patut dijadikan sisya dan dapat
didiksa ialah :
8
7. Dhairya artinya berani.
8. Swami bhaktya artinya bhakti kepada junjungan.
Kemudian ditambah lagi syarat lain yang tercantum dalam sloka (11b) yaitu :
Dalam siwa sesana juga dijelaskan pada sloka (12a-14b) orang yang tidak
patut dijadikan sisya dan dapat didiksa ialah:
9
7. Wang maha duhka artinya seperti orang yang menderita penyakit kusta, gila,
ayan, buta, tuli, bisu, pincang dan sebagainya.
Orang yang sudah didiksa juga tidak boleh didiksa lagi. Bila syarat-syarat
tersebut dilanggar maka baik guru maupun sisya sama-sama akan mendapatkan
hukuman. Hukumannya antara lain nama diksanya harus ditarik lagi dan yang
bersangkutan harus dibuang keluar pulau Jawa. Namun bila syarat-syarat orang
menjadi sisya dipenuhi maka ia dapat didiksa.
Dharmaning Nabe
Dalam lontar Siwa Sasana juga ialah uraian tentang syarat-syarat seorang
acarya yang dapat dijadikan guru dan yang harus dihindari sebagai guru. Dalam sloka
(2a) dikatakan. Syarat-syarat acarya yang baik dijadikan guru ialah berkepribadian
baik, sastrawan, ahli Weda, menguasai hawa nafsu, taat melaksanakan brata, senior
dalam umur, ahli bahasa
Pada sloka (3a) dijelaskan Acarya krta diksita yaitu acarya yang menjadi
gurunya guru ialah acarya keturunan sadhaka yang memang disiapkan untuk menjadi
acarya. Ia juga disebut dang upadhyaya. Acarya yang demikianlah tempat orang
mohon sangaskara (penyucian) dan bhasma (abu suci). Dalam sloka (4a), dikatakan,
dia yang di-sangaskara oleh acarya seperti itu akan hilang nodanya, hilang papanya,
bebas dari mara bahaya, bebas dari duka nestapa.
10
rendah budi, congkak, curang, senang mabuk, licik, angkara murka, iri hati, senang
berbohong, benci berbuat jasa, bermusuh pada teman, menghina ibu bapaknya,
menghina brahmana dan menghina Tuhan. Acarya yang demikian akan terbentur-
bentur kesana kemari karena bodohnya sehingga ia akan menanggung hukuman para
dewa. Akibat dari semua ini, maka acarya yang demikian itu akan tetap hanyut dalam
perbuatan yang melawan dharma sehingga pintu neraka terbuka lebar-lebar untuknya.
Pada sloka (17b-18b) juga dijelaskan sikap dan cara dang acarya mengajar
muridnya adalah
11
5. aywa drohi artinya jangan berkianat
6. aywa sang guru nistura tumon sisya dina kalaran manmu dukha artinya
janganlah sang guru tidak menaruh kasih sayang terhadap muridnya yang hina
menderita menanggung duka,
7. aywa lwirtan uninga tumon sisya salah silanya mwang swabhawanya artinya
janganlah acuh tak acuh melihat tingkah laku dan keadaan muridnya yang
salah
8. aywa gigu mohut ri sisya magawe papakarma angde patitanya artinya
janganlah ragu-ragu mencegah murid berbuat hina yang menyebabkan
jatuhnya,
9. aywanangguh patita ring sisya mon ta byakta cihnanyan patita artinya
janganlah menuduh murid jatuh bila tanda-tanda jatuhnya tidak jelas,
10. aywagya kumaniscaya percaya ring sila mwang brata ning sisya artinya
janganlah cepat percaya akan tingkah laku dan bratanya murid,
11. aywa tan parcaya yan kateher byata ning silanya artinya janganlah tidak
percaya bila tingkah lakunya jernih terus menerus,
12. aywa ninda pracoda : jangan mencela,
13. aywa mucca sisya tan sayang akrama denda dosa artinya janganlah menyakiti
sisya, tidak sayang pada yang berbuat salah dan dosa,
14. aywa mucca sisya sulaksana artinya janganlah menyakiti sisya yang
bertingkah laku yang baik. Dalam lontar siwa sesana
Dalam lontar siwa sesana diakhiri dengan ancaman hukuman keras kepada
barang siapa yang berani melakukan perbuatan yang menyimpang kepada para
sadhaka. Seperti yang tercantum dalam sloka (20a-21b).
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Susila merupakan upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan masyarakat hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat dan memiliki hubungan timbal balik yang selaras dan
harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang
berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang, demi tegaknya
kebenaran dan keadilan di dunia ini. Lontar Siwa Sesana merupakan sebuah lontar
yang diperuntukan kepada para sadhaka yang menganut aliran siwa sidhanta dimana,
dalam lontar ini berisikan tata cara seorang sisya yang akan menjadi pandita. Semua
hal yang tercatat dalam Lontar Siwa Sesana masih relevan diterapkan dalam
kehidupan sosial jaman sekarang karena semua yang tercantum di dalamnya memang
begitu adanya sesuai dengan tatanan dan kewajiban seorang pandita. Pada hakekatnya
hanya dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar
sehingga mewujudkan perbuatan yang benar pula. Dengan ungkapan lain adalah
satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan
3.2 SARAN
Penulis perlu menambahkan pembahasan lebih lanjut mengenai ajaran Susila
dalam Mantra Siwa Sasana mengenai Tri Kaya Parisudha Aguron-guron, Syarat-
Syarat Menjadi Sisya, serta mengenai Dharmaning Nabe, agar informasi dapat
dimengerti dan terus belajar kembali dalam pembuatan makalah selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Penerbit, Lontar Sang Hyang Siwa Sasana. Salinan Teks dan Terjemahan Lontar, Lontar
Taksu; http://www.lontar.my.id/2018/06/lontar-shanghyang-siwa-sesana.html
Sura, I Gede. 1985. Pengendalian Diri dan Etika Dalam Ajaran Agama Hindu. Denpasar:
IHDN Denpasar.
Sumertini, Ni Wayan. 2021. Filsafat Kelepasan Dalam Yoga Sutra Patanjali. Jurnal Filsafat.
Denpasar: Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.
14