Dosen Pengampu :
Oleh :
Kelompok 3
ROMBEL 15
SINGARAJA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun ide-
ide cemerlangnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama
Hindu yang diampu oleh Bapak Ida Bagus Putra Manik Aryana, S. S.M.Si.
Kami sangat berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat
bagi para pembaca dan juga dapat menambah wawasan dari si pembaca. Kami
mengetahui makalah ini masih belum sempurna, karena keterbatasan pengetahuan
dan wawasan, kami meyakini masih ada kekurangan dalam makalah ini. Maka dari
itu, kami akan menerima saran maupun kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian dari kami, semoga makalah ini bisa menjadi
pedoman dan acuan belajar bagi kita bahkan masyarakat luas.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bermasyarakat dan kehidupan sosial lainnya. Tanpa pedoman yang jelas
untuk menuntun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari akan mudah
sekali menimbulkan kekacauan.
Dewasa ini banyak orang yang tidak dapat mengamalkan ajaran
Susila dengan baik dan benar. Hal ini lebih disebabkan karena
perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat berkembang
serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat dengan mudahnya
masuk ke dalam budaya Indonesia. Terkadang dalam pelaksanaan tiga
kerangka ajaran Agama Hindu komponen kedua yaitu Susila lebih sering
terlihat diabaikan dibandingkan tattwa maupun upacara. Adapun buktinya
banyak umat Hindu yang mengenakan pakaian yang bermodel kurang
sopan saat pelaksanaan upacara, sehingga dapat dikatakan umat Hindu
menyalahi aturan yang sudah ada, oleh karena itu perlu adanya dasar agama
yang kuat agar ajaran Susila tersebut bukan hanya dipelajari saja namun
juga harus diimplementasikan sesuai dengan waktu, situasi dan tempatnya
dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, Adapun rumusan masalah dari penulisan
makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa prinsip dasar etika dalam Agama Hindu?
3. Bagaimana misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal (Manava
Madhava)?
4. Apa yang dimaksud dengan kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari?
5. Bagaimana implementasi dari kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari etika.
2. Untuk mengetahui prinsip dasar etika dalam Agama Hindu.
2
3. Untuk mengetahui misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal
(Manava Madhava).
4. Untuk mengetahui pengertian kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Untuk mengetahui contoh implementasi dari kebenaran, kebajikan, kasih
sayang, kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari
1.4 Manfaat
Manfaat yang akan di peroleh dari penulisan makalah tentang Etika
Dalam Hindu ini, untuk dapat menambah ilmu maupun wawasan dan juga
pemahaman tentang apa saja etika di dalam berumat beragama yang baik
dan benar, mengetahui apa saja larangan-larangan di dalam umat Hindu,
serta memberi kesadaran dengan semua umat Hindu untuk tidak cepat
terpengaruh dengn budaya barat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebutuhan individu
2. Tidak adanya pedoman
3. Perilaku dan kebiasaan individu yang tidak terakumulasi dan tidak
dikoreksi
4. Lingkungan yang tidak etis
4
5. Perilaku dari komunitas
5
ada yang statusnya lebih tinggi maupun rendah. Maka, orang yang
memiliki etika dan tata krama yang baik akan menghormati orang yang
status dan usia yang diatasnya, begitu juga sebaliknya, orang yang lebih
tinggi statusnya akan menghargai orang yang dibawahnya. Atas
keyakinan bahwa semua Atma itu adalah tunggal menyebabkan adanya
filsafat “Tat Twam Asi” yang artinya dia adalah kamu, yang kemudian
melandasi etika untuk saling menghargai satu sama lain. Tat Twam Asi
juga menjadi landasan dasar salah satu ajaran etika Hindu yaitu
“Arimbawa” yang memiliki maksud punya pertimbangan kemanusiaan,
rasa kasihan, dapat memaafkan, dan ingin menolong sehingga ketika
orang akan memperlakukan orang lain berpikir dahulu apa resikonya.
3. Moral berlandaskan Karma Phala Sraddha.
Diyakini bahwa setiap perbuatan pasti akan membawa akibat, maka orang
akan menjaga sikap, perilaku, dan pikiran mereka agar terhindar dari
akibat yang buruk, itulah hukum Karma Phala (buah perbuatan).
Keyakinan pada Karma Phala tentu menjadi dasar dan juga kontrol ketika
berpikir, berkata, dan berbuat. Dalam agama Hindu terdapat konsep Tri
Kaya Parisudha yang artinya tiga hal mengenai kesucian atau kebenaran,
yaitu berpikir yang suci dan benar, berkata yang suci dan benar, dan
berperilaku yang suci dan benar. Dengan adanya Karma Phala, membuat
pemeluk agama Hindu berpikir untuk tidak melakukan tindakan yang
merugikan orang lain karena rasa takut akan Karma Phala.
4. Etika moral berlandaskan Punarbawa Sraddha.
Pemeluk agama Hindu meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian.
Diyakini setelah beberapa lama di alam sana seperti surga atau neraka, maka
akan lahir kembali sesuai dengan karma yang didapatkan. Hal ini masuk ke
Wasana Karma yang artinya sisa perbuatan pada kehidupan yang lalu, akan
dinikmati sebagian di kelahiran selanjutnya. Jika pada kehidupan yang lalu,
manusia berperilaku buruk maka akan lahir menjadi makhluk yang lebih
rendah seperti binatang atau memiliki kelainan tergantung seberapa buruk
perilakunya. Begitu sebaliknya, jika pada kehidupan sebelumnya
berperilaku yang baik, maka akan dilahirkan kembali menjadi makhluk
6
yang memiliki derajat yang paling mulia seperti menjadi manusia yang
rupawan, berwibawa, pintar dan lain sebagainya.
5. Etika moral berlandaskan Moksha.
Sorga adalah alam tempat menikmati sukacita bagi arwah yang pada masa
hidupnya banyak melakukan kebaikan, dan pemeluk agama Hindu percaya
akan adanya sorga, maka manusia menjalani kewajiban yoga sebagai
landasan etika. Moksha dipercaya sebagai tempat yang lebih tinggi
dibandingkan sorga. Moksa adalah proses menyatukan Atma dengan
Brahman (Tuhan). Hal ini bisa dicapai untuk orang yang berhasil
melepaskan diri dari keterikatan duniawi, dengan berbuat baik dan
menikmati “Sat cit ananda” atau “Suka tan pawali dukha”, yang artinya suka
yang tak akan pernah kembali menemukan duka, atau bisa disebut mencapai
kebahagiaan abadi. Dengan adanya etika atau sila semakin menghantarkan
manusia untuk dekat dengan sorga dan moksa, keyakinan ini bisa menjadi
dorongan orang untuk beretika, dan lebih semangat untuk menegakkan sila
semasa hidupnya.
7
4. Moksa, yang artinya terbebasnya jiwa (atman) dari ikatan duniawi atau
samsara (kelahiran kembali).
Hindu Dharma menyadari bahwa ada tujuh faktor yang membuat manusia
menyimpang dari ajaran dharma yang mengarahkan untuk berbuat dosa, yaitu
tresna (penderitaan), krodha (kemarahan), lobha (ketamakan), moha
(keterikatan), mada (rasa bangga), matsarya (kecemburuan), dan ahankara
(egoisme). Untuk terhindar dari penyimpangan, maka di dalam filsafat Hindu
terdapat 10 kebajikan yang dikenal dengan “Dharma Laksana” yang ada pada
kitab Manu Smrti, yaitu:
1. Akrodha (tidak marah), jika seseorang tidak bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, maka bisa dikatakan bahwa orang tersebut
kehilangan identitas diri. Seseorang yang marah bisa menyakiti diri sendiri
dan orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun mental. Jika bisa
mengendalikan kemarahan dalam diri, maka bisa diartikan sebagai sebuah
pemikiran yang baik dalam diri.
2. Asetya (tidak mencuri), secara umum mencuri dapat diartikan sebagai
mengambil dengan paksa hak/benda milik orang lain. Dalam etika Hindu,
mencuri juga termasuk ingin menguasai barang/benda orang lain dan di atas
kebutuhan legistimasi yang bisa menghambat kemajuan orang lain, atau
mengambil kesempatan mereka dengan memiliki sesuatu melalui cara
ilegal. Seseorang yang memegang teguh asetya akan terbebas dari
ketamakan dan tidak akan memiliki keinginan untuk mencuri.
3. Atma Vinigraha (pengendalian pikiran), orang yang pikirannya
terganggu tidak akan bisa membedakan mana yang benar dan salah. Dalam
memberikan kebijaksanaan dan kasih yang mendalam memerlukan
konsentrasi untuk meningkatkan kekuatan pikiran.
4. Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera), pengendalian diri
bukan berarti penolakan diri, tetapi bersikap sederhana dalam memuaskan
kebutuhan hidup. Dama adalah pengendalian diri mengenai berbicara lepas
kendali, tidak bergosip, tidak minum berlebihan, dan menjaga tubuh serta
pikiran supaya terkendali. Sedikitnya diskriminasi antara apa yang harus
8
dilakukan dan yang tidak harus dilakukan akan mengarahkan seseorang
pada angan-angan yang menyebabkan khayalan. Kegiatan berkhayal
menjadi tidak sehat karena tidak dapat menyadari tujuan hidup seseorang.
5. Dhi (kemurnian pikiran), seseorang yang memiliki kemurnian pikiran
akan bebas dari temperamen yang tidak baik, rasa sakit, perasaan yang
buruk dan keinginan yang tidak dapat terduga. Kemurnian pikiran dan
intelek adalah hal yang lebih penting daripada kecerdasan.
6. Dhrti (ketetapan dan persistence), seseorang harus bisa menetapkan
pendirian untuk bisa menemukan kebenaran. Hidup yang benar sangat
memungkinkan dengan komitmen seseorang untuk menjalankan
kehidupannya.
7. Ksama (pengampunan atau kesabaran), kebaikan yang utama dalam
moral dan etika hidup adalah pengampunan. Pengampunan bisa membantu
kita untuk mempertahankan kesucian pikiran bahkan jika dalam situasi yang
bersifat provokatif.
8. Satya (kebenaran), untuk menjalani kehidupan yang bermoral dan
beretika, maka seseorang harus melaksanakan kebenaran. Konsep moralitas
bisa saja berubah seiring berjalannya waktu, tetapi kebenaran tidak akan
pernah berubah.
9. Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran), terdapat dua jenis kemurnian,
yaitu kemurnian mental dan kemurnian fisik. Kemurnian mental yaitu bebas
dari pemikiran yang negatif, ketamakan, kebencian, kemarahan,
kecemburuan, dll. Kemurnian fisik yaitu menjaga tubuh untuk tetap bersih
dari luar maupun dalam, seperti memakan makanan yang sehat dan bergizi
serta menggunakan pakaian yang bersih dan menjaga kebersihan tubuh.
10. Vidya (pengetahuan), kitab suci agama Hindu menyatakan bahwa
pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan yang lebih rendah
(apara-vidya) yang artinya pengetahuan yang bersifat keduniawian,
pengetahuan ini sangat diperlukan untuk kehidupan di dunia, dan
pengetahuan yang lebih tinggi (para-vidya) yang artinya pengetahuan
spiritual yang mengajarkan bagaimana cara untuk mengatasi kesengsaraan
yang tidak diharapkan, menggapai tujuan tanpa halangan, serta mencapai
9
kekuatan mental dan spiritual untuk mengatasi perjuangan hidup. Tujuan
pengetahuan spiritual ini untuk mencapai penyatuan yang mutlak dengan
Tuhan.
10
Dalam Bhagavad Gita dijelaskan mengenai sifat-sifat keraksasaan
(Asuri Sampat) sebagai lawan dari sifat-sifat kedewaan (Daiwi Sampat).
Sehingga, kecenderungan sifat manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Dalam diri seseorang terdapat sifat baik dan buruk. Saramuscaya mengatakan
bahwa hanya manusialah yang bisa mengenal perbuatan baik dan buruk,
karena manusia diberikan kemampuan yang lebih dari makhluk hidup yang
lainnya yaitu berupa pikiran (idep).
Selain itu, ada beberapa pedoman etika dalam agama Hindu demi
menuju manusia yang ideal (manava-madhava), yaitu Tri Kaya Parisudha
yang berasal dari 3 suku kata yaitu Tri yang artinya tiga, Kaya yang artinya
tingkah laku, dan Parisudha yang artinya mulia atau bersih, jadi Tri Kaya
Parisudha yaitu tiga tingkah laku yang baik/mulia. Tiga tingkah laku itu yaitu:
1. Manacika
yaitu berpikir yang baik dan suci. Seseorang bisa dikatakan
manacika jika dia tidak menginginkan sesuatu milik orang lain,
tidak berpikir buruk terhadap semua makhluk, dan yakin serta
percaya terhadap hukum karma.
2. Wacika
yaitu berkata yang baik dan benar. Seseorang bisa dikatakan
wacika jika dia tidak mencaci maki orang lain, tidak berkata-kata
yang kasar, tidak memfitnah dan mengadu domba, serta tidak
berbohong/ingkar janji.
11
3. Kayika
yaitu berbuat yang baik dan jujur. Seseorang bisa dikatakan kayika
jika dia tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh, tidak
melakukan kecurangan, mencuri ataupun merampok, dan tidak
berzina atau memperkosa.
12
3. Kasih Sayang
Dalam agama Hindu konsep mengenai cinta kasih dan kasih sayang
dijelaskan sebagai berikut.
13
4. Kedamaian dan Tanpa Kekerasan
Kedamaian yang sejati bersumber dari bersatunya atman dengan
Brahman. Dalam puja Trisandhya bait ke-5, mantra ke-2 menyatakan
bahwa semua makhluk hidup sejahtera. Berikut kutipan dalam pustaka
suci mengenai kedamaian dan tanpa kekerasan:
Semoga langit penuh kedamaian. Semoga bumi bebas dari
gangguan-gangguan. Semoga suasana lapisan udara yang meliputi
bumi menjadi luas dan tenang. Semoga perairan yang mengalir
menyejukkan dan semoga semua tanaman serta tumbuhan menjadi
bermanfaat untuk kami
Artinya: semoga masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang penuh dengan
kedamaian serta ramah kepada kami.
14
2. Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan yang
sangat tinggi bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput
dari khilaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah dan oleh karena itu
pada suatu saat ia pasti ingin dimaafkan pula oleh orang lain.
Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar selalu
bisa mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu
dan keinginan karena akan dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang
lain. Nafsu tersebut berupa nafsu sexsual, amarah, dan lain-lain
4. Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain
atau mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu
terjebak oleh nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya
akan menderita karena tidak pernah merasa puas dengan apa yang
dimiliki dan selalu ingin mengambil hak orang lain
5. Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya badannya
saja, tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih
maka ketentraman dan kedamaian serta ketenangan hiduo akan mudah
didapatkan.
6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia
diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra keinginannya atau
nafsunya. Dengan demikian manusia akan lebih mudah mencapai
ketenangan lahir maupun batin.
7. Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani membela
kebenaran dimuka bumi ini. Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan,
dan kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak takut pada siapapun
8. Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut
untuk bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan
mengajar akan lebih cepat tercipta masyarakat yang maju, dan tidak
bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain
9. Satya (kebenaran, kesetian, dan kejujuran). Manusia harus
mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang benar
pula.
15
10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan cepat
marah. Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan
dapat mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan
kekecewaan terhadap orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan
berbalik marah kepada kita.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika merupakan ilmu yang berkaitan dengan apa yang bisa dilakukan oleh
seseorang atau bisa juga diartikan sebagai ilmu kebiasaan adat.
Etika juga memiliki 3 fungsi utama, yaitu: sarana untuk memperoleh
orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan,
etika ingin menampilkan keterampilan intelektual, yaitu keterampilan untuk
beragumentasi secara rasional dan kritis, dan yang terakhir orientasi etis ini
diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Dalam agama Hindu, memiliki 5 keyakinan/kepercayaan yang disebut
dengan Pancasradha, yang dimana memiliki keterkaitan keyakinan yang
bersinggungan dengan etika agama Hindu, yaitu: etika moral berlandaskan
Widdhi Sraddha, Etika moral berlandaskan pada Atman Sraddha, Moral
berlandaskan Karma Pahala Sraddha, Etika moral berlandaskan Punarbhawa
Sraddha, Etika moral berlandaskan Moksha.
3.2 Saran
Diharapkan semua orang dapat selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Spiritual
keagamaan yang dapat menjadikan kita lebih memiliki etika, budi pekerti luhur,
bermoral, bertanggung jawab, serta menjauhi segala larangannya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Awayine, Wayan Tantre. 2021. Tat Twam Asi dan Semangat Peduli.
https://kemenag.go.id/read/tat-twam-asi-dan-semangat-peduli-3qdq0,
diakses pada tanggal 20 Maret 2023.
18