Anda di halaman 1dari 16

Pendidikan Agama Hindu

Etika, Norma, dan Moral dalam Agama Hindu

Oleh :

Made Putri Adelia Oktapiani (1907531241)

I Gusti Ayu Intan Satwika Pramesti (1907531244)

I Putu Krisna Bayu Putra (1907531245)

Ni Putu Dita Darmayanti (1907531246)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah
memberikan kami kekuatan serta ke lancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah agama
hindu yang berjudul “Etika, Norma, dan Moral.” dapat selesai dengan waktu yang telah saya
rencanakan dan tepat pada waktunya. Sehingga tersusunlah makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai agama hindu dalam beretika (manava-madhava) serta
pengimplementasiannya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah kami susun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf dan apabila terdapat kesalahan kata - kata yang
kurang berkenan dalam hati dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
di masa depan.

Om Santih,Santih,Santih, Om

Denpasar, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................

1.1........................................................................................................... Latar Belakang1


1.2...........................................................................................................Rumusan Masalah
..........................................................................................................1
1.3...........................................................................................................Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................

2.1. Pengertian utang pajak...................................................................3


2.2. Saat timbulnya utang pajak............................................................3
2.3. Cara pengenaan utang pajak..........................................................3
2.4. Hapusnya utang pajak....................................................................5
2.5. Tarif pajak......................................................................................7
2.5.1. Tarif Progresif......................................................................7
2.5.2. Tarif Degresif.......................................................................8
2.5.3. Tarif Proposional..................................................................8
2.5.4. Tarif Tetap............................................................................9
2.5.5. Tarif Advalorem...................................................................9
2.5.6. Tarif Spesifik........................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan....................................................................................11
3.2. Saran..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Agama Hindu terdapat tiga kerangka dasar, yang merupakan satu kesatuan yang bulat,
sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga
kerangka dasar yang dimaksud adalah tattwa, susila, dan upakara. Untuk dapat memahami,
mengalami dan mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam hidup dan kehidupan
sehari-hari, maka setiap umat Agama Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan demikian mereka dapat
mewujudkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia.

Etika dan moralitas menjadi salah satu bagian dari kerangka dasar Agama Hindu, yaitu
termasuk ke dalam bagian Susila. Dengan demikian apa yang baik dan apa yang buruk untuk
melaksanakan etika dan moral akan dapat dipahami dengan jelas karena acuan beretika dan
pentingnya menjaga moralitas sangat jelas sumber dan referensinya dari sastra-sastra suci di
dalam ajaran Agama Hindu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Agama Hindu sangat menekankan kemurnian atau
kesucian hati sebagai wujud transformasi diri, karena sesungguhnya akhir dari pendidikan agama
adalah perubahan karakter, dari karakter manusia biasa menuju karakter manusia devatà, yakni
manusia berkepribadian mulia (dari manava menuju madhava). Usaha untuk menyucikan diri
merupakan langkah menuju kesatuan dengan-Nya, yang berarti juga menumbuhkan kesadaran
persaudaraan sejati terhadap semua makhluk ciptaan-Nya, karena dalam pandangan kesatuan ini
(advaita) semua makhluk adalah bersaudara (vasudhaivakutumbhakam).
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi,
sebagian orang telah mengabaikan hal itu. Melalui karya tulis atau makalah ini saya mencoba
untuk mengingatkan kembali salah satu materi dalam pelajaran agama Hindu, yaitu tentang
etika (moralitas). Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai pengertian etika, norma, dan
moral secara umum dalam ajaran agama hindu, hubungan antara etika, norma, dan moral, serta
pengimplementasian etika, norma, dan moral, dimana diharapkan para pembaca dapat
mengetahui, mengerti dan memahami dengan mudah isi karya tulis atau makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep mengenai etika dan bagian-bagiannya ?
2. Bagaimana konsep mengenai moral ?
3. Bagaimana konsep mengenai norma ?
4. Bagaimana hubungan antara etika, norma dan moral ?
5. Bagaimana implementasi etika, moral, norma dalam kehidupan sehari – hari ?

1.3. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini dapat menambah pengetahuan dalam menyusun
makalah atau karya ilmiah ini beserta presentasinya, serta dapat memperoleh
pengetahuan tentang Etika, Norma, dan Moral. Selain itu, pembuatan makalah atau
karya tulis yang akan dipresentasikan ini dapat meningkatkan mental berbicara dan
kepercayaan diri di depan umum.
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai Etika, Norma, dan
Moral yang nantinya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama,
khususnya Agama Hindu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep mengenai etika dalam Agama Hindu

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam
kaitannya dengan etika, Berthens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang berarti alat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak
dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika
oleh filsuf Yunani, Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Etika merupakan cabang filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai
istilah filsafat etika, filsafat moral, atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
etika adalah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan hal-hal yang
baik-buruk. Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana manusia
itu seharusnya bertingkah laku benar. Etika merupakan filsafat praktis manusia. Etika adalah
cabang dari aksiologi yaitu ilmu tentang nilai yang menitikberatkan pada pencarian salah dan
benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti
baik, sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Di dalam kitab
Wrshpati Tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila dalam kalimat : “Sila ngaranya angraksa
acara rahayu”. Kata susila mengandung pengertian perbuatan baik atau tingkah laku perbuatan
manusia yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tata nilai tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang
harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta
kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan
rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melakasanakan etika
itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain. Etika berkedudukan sebagai
pengetahuan tata susila mengatur tingkah laku umat manusia agar tidak menyimpang dari sabda
Tuhan. Etika menjadi dasar-dasar pelaksanaan ajaran agama untuk mencapai Moksa.
Ajaran etika di dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain
kebenaran, kasih tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budi pekerti,
membenci sifat buruk, pantang berjudi, percaya diri, membina hubungan yang serasi,
mementingkan persaudaraan dan persatuan, kesucian hati, mengembangkan sifat – sifat ramah
dan manis, wiweka ( kemampuan membedakan baik buruk), mengendalikan diri, dan banyak lagi
lainnya.
Tingkah laku (etika) itu meliputi Trikaya Parisudha; Karma Patha, dan Tat Twam Asi.
1.      Trikaya Parisudha
      Trikaya parisuda berasal dari bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga, kaya atau karya berarti kerja
atau perilaku, dan parisudha berarti upaya penyucian. Jadi, Trikaya parisuda mengandung arti
upaya pembersihan dari tiga macam perilaku kita yaitu:
a.       Dasar perilaku pikiran yang baik (Manacika)
b.      Dasar perilaku ucapan yang baik (Vacika)
c.       Dasar perilaku perbuatan badan yang baik (Kayika)
Maka dengan adanya pikiran yang baik akan menimbulkan ucapan yang baik, sehingga
menimbulkan perbuatan jasmani yang baik.
2. Tat Twam Asi
            Adalah suatu falsafah dalam Hinduisme yang mengajarkan kesosialan tanpa batas,
disebabkan telah diketahui bahwa segala makhluk adalah sama, sehingga menolong orang lain
berarti menolong diri sendiri, dan menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Tat Twam
Asi merupakan dasar utama untuk mewujudkan masyarakat shanti (damai), kerta raharja
(makmur). Ber tat wam asi berarti selalu mengutamakan cinta kasih, rela berkorban, dan berbakti
kepada orang tua guru, bangsa, dan negara.
Ini merupakan kondisi manusia dalam berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan
dan kodisi manusia dalam berhubungna dengan Tuhannya. Jika hubungan manusia dengan
Tuhannya itu disebut posisi penyatuan atau Anubawa. Tat wam asi ini adalah merupakan cara
untuk menangkal musuh. Maksud dari tat twan asi ini adalah “Engkau adalah aku, aku adalah
engkau”. Maksud dari kalimat tersebut adalah kamu adalah saya, jika aku menyakitimu maka
aku juga menyakiti diri saya sendiri. Jika dengan Tuhan (vertikat) berarti Tuhan adalah saya. Jika
saya tidak taat pada Tuhan berarti saya menyakiti Tuhan.
3.    Karma Patha
Bermakna pelaksanaan atau pengendalian tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan
pikiran yang baik, yang terdiri atas:
a.       Tiga macam pengendalian melalui tingkah laku: tidak melakukan penyiksaan/
membunuh makhluk yang tidak bersalah; hanya dibolehkan dalam perang, untuk
menyelamatkan jiwa sendiri, untuk yajna/yadna (menyembelih hewan untuk sesaji).
b.       Tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak mencuri.
c.       Tidak berbuat serong: tidak korupsi; tidak berbuat curang atau tidak mengadakan
hubungan segitiga yang dapat menimbulkan kekeruhan rumah tangga.
d.      Empat macam pengendalian melalui perkataan: tidak memaki orang lain, tidak berkata
kasar, tidak memfitnah, tidak ingkar pada ucapan.
e.       Tiga macam pengendalian melalui pikiran: tidak mengingini sesuatu yang tidak halal,
tidak berpikiran buruk pada orang lain, tidak mengingkari hukum karma phala.
 Dalam pustaka Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan “Tindakan dan gerak pikiran terlebih
dahulu akan dibicarakan ada tiga, yang diperinci sebagai berikut: tidak ingin dan tidak dengki
kepada kepunyaan orang lain, tidak bersikap kejam terhadap segala makhluk, percaya akan
kebenaran hukum karma phala itulah ketiga pikiran merupakan pengendalian hawa nafsu”.
Jenis Etika

            1.      Etika Filosofis


Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah
bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara
etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika
maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat
etika:
     a.       Non-empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu
yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat
berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala
konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang
secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
      b.      Praktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat
hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya
tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat
praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia.
Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak
bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok
seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu
untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri
argumentasi yang tahan uji.

2.    Etika Teologis


Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis
bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti
setelah memahami etika secara umum.
            Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang berdasarkan
unsure-unsur teologis.  Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika
teologis. Di dalam etika umat Hindu, misalnya, etika teologis adalah etika yang bersumber dari
unsure teologis tentang kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Tuhan yang
Maha Esa atau yang sering disebut Brahman, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam
kepercayaan kepada Brahman itu sendiri. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel
sebagai etika transenden dan etika teosentris.  Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam
hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.
2.2. Konsep mengenai moral

Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab.
Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi,
berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.
Moral sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Tuhan. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran filosofis, agama, adat, yang
menguasai kehidupan manusia. Dalam penerapannya, moral terapan dapat disamakan
sebagai etika.

2.3. konsep mengenai norma

Secara umum kita dapat membedakan norma menjadi dua norma yaitu:

1. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan atau kehidupan
khusus,misalnya aturan olahraga, aturan pendidikan, atau aturan sekolah, dan
sebagainnya
2. Norma umum,adalah norma yang bersifat umum atau universal.

Didalam kehidupan masyarakat Hindu terdapat norma-norma (aturan-aturan)yang mengatur


perilaku anggota masyarakat,yaitu sebagai berikut:

a. Norma Agama

Norma agama merupakan atuaran-aturan yang mutlak kebenarannya karena aturan-aturan


tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.Kebenaran norma adalah mutlak. Hal ini
disebabkan oleh aturan dan sanksinya diciptakan  oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Norma Agama
berisi petunjuk Tuhan yang berupa perintah(kewajiban dan anjuran),larangan dan sanksinya bagi
yang melanngar adalah di akhirat.

b. Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan merupakan aturan-aturan yang bersumber dari suara hati nurani
manusia yang sesuai dengan perilaku masyarakat Agama Hindhu . Contohnya kita harus
jujur,mencintai sesama manusia,menyayangi semua makhluk hidup, tidak boleh berbohong,dan
tidak boleh menyakiti hati orang lain.Seorang yang melanggar norma ini akan menerima sanksi
berupa perasaan tidak tentram,resah,gelisah dan sebagainya.

c. Norma Kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia
dalam masyarakat. Norma ini berisi perintah masyarakat yang harus dilaksanakan dan larangan
masyarakat tidak boleh dilakukan. Pelanggarannya terhadap norma kesopanan akan
menimbulkan sanksi dari masyarakat yang terwujud dalam bentuk teguran,
caci,cemooh,diasingkan dari pergaulan,dan sebagainnya.

d .Norma Hukum

Norma hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh negara atau badan yang
berwenang. Norma hukum berisi perintah Negara yang dilaksanakan dan larangan-larangan yang
tidak boleh dilakukan oleh warga Negara. Sifat dari norma ini adalah tegas dan memaksa.
Sifat”memaksa”dengan sanksinya yang tegas inilah yang merupakan kelebihan dari norma
hukum, jika dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya. Demi tegaknya hukum, Negara
mempunyai lembaga beserta aparat-aparatnya di bidang penegakan Hukum seperti
polisi,jaksa,dan hakim. Bila seseorang melanggar hukum,ia akan menerima sanksinya berupa
hukuman misalnya hukuman mati,penjara,kurungan,dan

2.4. Hubungan antara etika, norma, dan moral.

Dalam pelaksanaannya, moral dan etika menuntut adanya perilaku baik dan benar sesuai dengan
ajaran dan tuntunan. Dalam hal ini, norma menjadi batasan yang mengarahkan manusia pada
terciptanya moral serta etika yang baik dan berakhlak. Di sini semua jenis norma memainkan
peran masing – masing dalam menciptakan manusia yang baik dan berakhlak. Utamanya norma
agama yang memberikan ajaran mengenai moral dan etika  bagi umat yang bersumber dari ajaran
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Yang membedakan etika dan moral adalah etika dengan dasar objektif dan moral dengan dasar
subjektif. Jadi, pada saat saat membicarakan tingkah laku beretika maka tingkah laku itu
dilakukan atas dasar akal budi dan pada tingkah laku bermoral maka tingkah laku itu dilakukan
atas dasar hati nurani.
2.5. Implementasi etika, moral, norma dalam kehidupan sehari – hari

etelah mempelajari ajaran etika, norma, moral yang dimuat dalam kitab suci Weda,
Itihasa, Purana dan sebagainya, kita sebagai umat Hindu mempunyai kewajiban peran serta
dalam implementasi(penerapan) menjalankan, melaksanakan ajaran tersebut. Berikut ini
diungkapkan, petikan intisari ajaran yang penting kita jadikan perilaku kita sehari-hari di
masyarakat di antara aying manusia.
      a.      Kebenaran/Kejujuran (Satyam, Dharma)
Sabda suci Weda menyatakan bahwa kebenaran/ kejujuran (satyam), merupakan prinsip
dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang senantiasa mengikuti kebenaran, maka hidupnya akan
selamat, sejahtera, terhindar dari bencana, memperoleh kebijaksanaan dan kemuliaan.
Kebenaran/kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang memiliki keyakinan
(sradha). Dengan keyakinan seseorang akan mantap bertindak di jalan yang benar, menuju
kebenaran.
Artaheva Vda XIV.1.1.
“Kebenaran, kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit. Hukum-hukum alam
menyangga matahari. Tuhan Yang Maha Esa, meresapi seluruh lapisan udara yang melipui bumi
(atmosfer)”.
Sarasamuscaya sloka 128
Tak berjauhan ayi (beracun) itu dengan amrta : disinilah di badan sendirilah tempatnya:
keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang hatinya kepada adharma, ayi atau racun didapat
olehnya; sebaiknya kokoh berpegangan kepada kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar kepada
dharma, maka amrtalah diperolehnya.
Sarasamuscaya solka : 41,42
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh perbuatan, perkataan dan
pikiran yang tidak menyenangkan dirimu sendiri, malahan menimbulkan duka yang
menyebabkan sakit hati, jangan mengukur baju di badanmu sendiri, perilaku anda yang demikian
itulah dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma, jangan hendaknya dilakukan.
“Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang satya wacana, pun orang
yang dapat mengalahkan hawa nafsunyadan tulus iklhas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma
segala laksana beliau, laksana beliau itulah yang dinamai laksana dharma”.
       b.      Kebajikan
Didalam ajaran Hindu, kata “dharma” mempunyai arti yang luas, antara lain kebenaran,
kebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur, dsb.
Dalam Rgveda VII.32.8
“Tuhan Yang Maha Esa yang pemurah memberkahi orang yang penuh kebajikan.
Sarasamuscaya Sloka 12.13
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan
lebih dahulu, tak tersaingkan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti, tidak ayinga
artinya jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma”.
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang yang bajik yang melaksanakan
dharma, dipuji dan disanjung olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau
tidak menjungjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta waita, sebab orang itu
tidak sungguh berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan
dan hawa nafsu itu.

      c.       Kasih Sayang (Cinta Kasih)


Kitab suci Sarasamuscaya sloka 135-136-146
“Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan makhluk, karena kehidupan mereka itu
menyebabkan tetap terjamin tegaknya catur warga, yaitu Dharma, Artha, Kama, dan Moksa, jika
mau mencabut nyawanya mahluk, betapa itu tidak musnah olehnya, demikianlah orang yang
menjaga kesejahteraan mahluk itu, ia itulah yang disebut menegakkan catur warga, dinamakan
Abhutahita, jika sesuatunya itu tidak terjaga atau terlindungi olehnya.
“Bila orang itu aying akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin memusnahkan hidup mahluk lain,
hal itu sekali-kali tidak memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat
menyenangkan kepada dirinya, mestinya itulah dicita-citakannya terhadap mahluk lain”.

      d.      Kedamaian dan Tanpa Kekerasan


Kedamaian juga mengandung pengertian tenang, tentram. Jangan menyakiti hati siapa
pun, jangan menganggu, jangan merugikan orang lain, apalagi mereka yang pernah berjasa.
Setiap umat manusia dianjurkan untuk tidak membunuh binatang terutama yang bermanfaat bagi
kehidupan (berjasa bagi manusia).
Pada doa puja Tri Sandhya, mantram ke-2 mengatakan “Sarvaprani Hitangkarah”,
(semoga semua mahluk sejahtera). Menunjukan doa kita yang universal, tidak hanya untuk
manusia, tetapi semua mahluk ciptaannya.
Hal ini juga banyak diungkapkan oleh pustaka suci seperti Weda, Itihasa, Purana, dan
lain-lainnya.
Setelah membaca ungkapan-ungkapan dalam pustaka suci Weda, maka sebagai umat
Hindu kita wajib berusaha lahr bathin untuk menerapkan, melaksanakan, sifat luhur seperti
kebenaran, kebajikan, kedamaian, tanpa kekerasan, seperti yang dijelaskan dalam Daiwi Sampat
( sifat-sifat kedewaan)
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37557111/MAKALAH_AGAMA_HINDU_ETIKA_MORALIT
AS

https://www.academia.edu/23212148/PENGERTIAN_ETIKA_MORAL_NILAI_DAN_NO
RMA

http://carabatuajiblog.blogspot.com/2016/02/etika-dan-moral.html

Anda mungkin juga menyukai