Anda di halaman 1dari 26

Page|1

Tugas Agama Hindu

MISI MEMPERBAIKI DIRI MENJADI

MANUSIA IDEAL

Disusun Oleh:

Nama: PUTU NAGITA

NIM: P00313021032

Prodi: D-IV Gizi

Tingkat: 1A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI


Page|2

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puja Astungkare kita panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kulih Agama Hindu Semester satu yang
berjudul “Misi Memperbaiki Diri Menjadi Manusia Ideal”.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dan materi pembahasan karya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis masih mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas makalah di kemudian hari.

Makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, Maka saya
mengucapkan terima kasih.

Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk kita semua, serta dapat
menjadi acuan dan pedoman hidup sehingga kita dapat hidup menjadi lebih baik.

Om Santih Santih Santih Om

Jati Bali, 5 Oktober 2021

Penyusun,

Putu Nagita
Page|3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 1

Daftar Isi .................................................................................................................................. 2

Bab I Pendahuluan ................................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 3


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 4

Bab II Pembahasan................................................................................................................... 5

2.1 Pengertian Etika ........................................................................................................... 6

2.2 Prinsip Dasar Etika Dalam Kerangka Agama Hindu… .................................................. 7

2.3 Penerapan Ajaran Etika Agama Hindu ........................................................................... 9

2.4 Misi Untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manawa Madhawa)… .............. 22

2.5 Pentingnya Etika Bagi Umat Hindu… ........................................................................... 23

Bab III Kesimpulan dan Saran .................................................................................................. 25

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 26


Page|4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan sangatlah penting dalam era sekarang ini, dengan arus globalisasi yang sangat
cepat perkembangan ilmu pengetahuan beserta teknologi mampu tersebar keseluruh dunia, hingga
ke Indonesia, dengan membawa pengaruh pengaruh asing baik positif maupun negative. Hal ini
membuat pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan menyebar keseluruh
rakyat Indonesia, namun di balik pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, terdapat hal
penting yang mulai di tinggalkan yaitu ajaran - ajaran agama merupakan hal penting menyangkut
etika dan moral manusia, dengan mempelajari ajaran agama, kita mampu mengimplementasikan
ilmu pengetahuan dan teknologi kearah yang baik dan benar, sehingga tetap berada pada jalan
kebenaran, atau biasa disebut “keep on the dharma track”

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia . Agama menjadi
pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan
bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh
melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di lembaga pendidikan formal
maupun nonformal serta masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi
spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari
pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar,
di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu kesatuan yang bulat, sehingga
dapat dihayati , dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka
dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu
kesatuan yang saling member fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan.
Page|5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Jelaskanpengertian Susila menurut Tri Kerangka Agama Hindu ?

2. Jelaskan beberapa ajaran Agama Hindu yang berhubungan dengan Susila ?

3. Jelaskan yang dimaksuddengan Nilai Etika menurut Agama Hindu ?

4. Jelaskan nilai-nilai etika dan moral pada Bhagavad Gita ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah :

a. Tujuan Umum:

1. Untuk mengetahui dan mempelajari nilai-nilai agama

b. Tujuan khusus:

1. Mempelajari dan memahami susila itu menurut Tri Kerangka Agama Hindu

2. Mengetahui contoh-contoh dari susila

3. Mempelajari dan memahami Nilai Etika menurut agama hindu

4. Mempelajari dan memahami nilai nilai etika dan moral pada Bhagavad Gita

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari makalah Etika Dalam Ajaran Agama Hindu yaitu sebagai berikut.
 Secara Akademis
Makalah ini dapat menjadi bahan referesnsi bagi pembaca mengenai Etika Dalam Ajaran
Agama Hindu
 Secara Praktis
Pembaca mampu mengimplementasikan penjelasan mengenai etika kedalam kehidupan sehari-
hari
Page|6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Kata etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti seperti watak, perasaan, sikap,
perilaku, karakter, tatakrama, tatasusila, sopan santun, cara berpikir dan lain-lain. Sementara itu
bentuk jamak dari kata “ethos adalah “ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Sedangakan moralitas
dengan kata asal moral yang memiliki pengertian sama dengan etika berasal dari bahasa Latin
“mos” (jamaknya “mores”) yang berarti kebiasaan atau adat. Jadi pengertiaannya sama dengan “ta
etha” atau ethos yaitu adat kebiasaan. Dengan latar belakang pengertian yang sama seperti itu,
maka sudah zaman dahulu etika dipakai untuk menunjukakan filsafat moral. Etika lalu diartikan
sebagai ilmu tenang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.
Etika yang mempunyai makna hampir sama dengan moral yaitu kebiasaan atau adat. Dalam
hal ini moral mengandung makna berkenaan dengan perbuatan yang baik dan buruk, atau
memahami perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Disamping itu dikenal pula konsep
moralitas, yaitu sistem nilai yang terkandung dalam petuah, nasihat, perintah atau aturan yang
diwariskan secara turun tumurun melalui agama kebudayaan, tentang bagaimana manusia harus
hidup agar menjadi benar-benar baik.
Dalam konteksnya Etika merupakan hal yang tabu di masyarakat namun susah
diimplementasikan didalam masyarakat. Kadang di dalam mengimplementasikan etika itu di
lingkungan masyarakat banyak hal yang menghambatnya . Membicarakan tentang etika, kita akan
menemukan banyak makna yang terkandung dalam kata tersebut.. Sehingga sangat sulit untuk
mendeskripsikan tingkah laku seseorang atau masyarakat. Terlepas dari itu semua, dalam hal ini
kita akan membahas mengenai makna etika yang berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
berbagai pengrtian etika secara umum.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika mempunyai tiga arti, antara lain:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai yang membahas mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan
masyarakat.
Page|7

Untuk lebih mudah memahami tentang etika, maka makna etika dapat dibedakan menjadi tiga
makna (urutan yang dibalik), yaitu:

1. Nilai-nilai serta norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam hal ini etika dirumuskan
sebagai sistem nilai yang bisa berfungsi baik dalam kehidupan manusia perseorangan
maupun pada tarap sosial.
2. Etika merupakan kumpulan asas atau nilai moral, dalam hal ini disebut sebagai kode etik.
3. Norma diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik atau buruknya tingkah laku
seseorang. Disini diartikan sebagai filsafat moral.

Agar kita memperoleh gambaran serta makna dari etika yang mempunyai implementasi arti
sebagai ilmu, adat kebiasaan, filsafat moral dan sistem nilai, lebih jelasnya dapat kita lihat
penjelasan berikut:

1. Etika ialah ilmu pengetahuan yang membahas tentang asas-asas akhlak-moral.


2. Etika adalah sebuah tindakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara
pribadi maupun sebagai kelompok.
3. Etika merupakan suatu ilmu tentang keusilaan yang menentukan bagaimana seharusnya
manusia hidup dalam masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
4. Etika juga dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, atau kecendrungan batin
untuk melakukan sesuatu kebaikan.
5. Etika mempelajari tingkah laku manusia, bukan saja untuk menemukan kebenaran, tetapi
juga kebaikan atas perilaku manusia.
6. Etika memperhatikan serta mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Sehingga etika menghubungkan penggunaan akal budi individu dengan
suatu objektivitas sebagai penentu kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang
terhadap orang lain. ( I Gede A.B Wirata ; 2005 )
Page|8

Etika tersebut memiliki 3 (tiga) fungsi utama yaitu:

1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan.
2. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi
secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi etika, yaitu (1) kebutuhan individu, (2) tidak ada
pedoman, (3) perilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan tidak dikoreksi, (4)
lingkungan yang tidak etis, dan (5) perilaku dari komunitas

Secara umum etika memiliki 2 manfaat yaitu:


1. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional. Masyarakat
dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya sendiri dan dapat dipertanggung
jawabkan.
2. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional. Masyarakat
dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya sendiri dan dapat dipertanggung
jawabkan.

Etika dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi masyarakat yang tertib,
teratur, damai dengan cara mentaati norma-norma yang berlaku. Dengan mengikuti norma-norma
yang berlaku, maka kelainan-kelainan yang sering terjadi dan mengakibatkan adanya
ketidaktertiban dapat dipulihkan demi untuk tercapainya kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan.

Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang disebut filsafat moral, yang berhubungan apa
yang seharusnya secara moral dikatakan baik atau buruk, tentang karakter seseorang sebagai suatu
studi untuk membedakan yang benar dari yang salah, dan yang baik dari yang buruk, dan juga
tentang perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak yang akan mengantarkan kita kedalam
kedamaian.

Dari penjelasan diatas banyak sekali kita dapatkan tentang makna etika, baik secara bahasa
maupun secara istilah dan definisi. Pada intinya etika merupakan tatanan pergaulan yang
melandasi tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang harus bersikap, berprilaku, serta
bertanggung jawab, untuk dapat mencapai hubungan yang harmonis antar umat manusia
Page|9

Moralitas memberikan manusia petunjuk atau aturan tentang bagaimana harus hidup, bertindak
yang baik dan menghindari perilaku yang tidak baik. Moralitas juga bisa diartikan sebagai kualitas
perbuatan manusia, sehingga perbuatan seseorang dapat dikatakan baik atau buruk, salah atau
benar. Disini dapat dikatakan bahwa moralitas itu bersifat universal dalam arti terlepas dari
budaya, suku, agama maupun tingkat perbedaan masyarakatnya.
Dalam hal ini dikatakan bahwa moralitas itu bersumber dari hati nurani. Sedangkan etika
berdasarkan kepada hal-hal diluar dirinya seperti kebiasaan atau norma-norma berlaku
dimasyarakat. Bertindak yang baik dan menghindari perilaku yang tidak baik. Moralitas juga bisa
diartikan sebagai kualitas perbuatan manusia, sehingga perbuatan seseorang dapat dikatakan baik
atau buruk, salah atau benar. Disini dapat dikatakan bahwa moralitas itu bersifat universal dalam
arti terlepas dari budaya, suku, agama maupun tingkat perbedaan masyarakatnya.

2.2 Prinsip Dasar Etika dalam Kerangka Agama Hindu

Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah yang menciptakan semua yang
ada di bumi. Percaya bahwa Ida Sang Hyang Widhi itu ada dan meresap pada semua hal dan berada
dimana-mana “Wyapi Wyapaka Nirwikara”. Oleh sebab itu, k, manusia sebagai ciptaan Tuhan
haruslah menjaga sikap dan selalu berbuat Dharma dengan menjaga etika dan sopan santun.
Perbuatan yang baik di alam fana akan berhimbas dengan karma yang akan kita dapat di alam
baka.

“Sattvam sukhe sanjayati, rajah karmani bharata,


Jnanam avrtya tut amah, prarmade anjayaty uta.”
(Bhagavadgita XIV.9)
“Wahai Arjuna, sifat saleh menjerat orang untuk selalu berada dalam kesukaan, dan wahai
kenafsuan menjerat orang untuk terikat papa perbuatan membuahkan hasil. Tetapi, sifat kegelapan
menghalangi pengetahuan, dan ia menjerat sang roh yang berada didalam badan jasmani melalui
kebanggan”.

“Yada sattva pravrddhe tu, pralayam yati dehabhrt,


Tadottamavidam lokan,Amalan pratipadyate”
( Bhagavadgita XIV.14)
“Ketika sifat-sifat kebaikan yang berkembang, dan jika pada saat itu orang mengalami
kematian, maka sang roh akan mencapai alam-alam tempat para Rsi mulia yang suci tanpa cela.”

Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat ketat, hal ini sebagai pedoman
bagi umat Hindu dalam menjalankan ibadah serta syariat agamanya sehari-hari. Semua ajaran
P a g e | 10

tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu
lainnya. Kerangka dasar agama Hindu tersebut ialah:

1. Tattwa atau Filsafat Agama Hindu


2. Susila atau Etika Agama Hindu
3. Upacara atau Ritual Agama Hindu

Bagi umat Hindu menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu
kewajiban dan sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan sungguh-sungguh
melaksanakan ketiga kewajiban tersebut.

Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka
dilaksanakan pengorbanan suci yaitu berupa upacara atau ritual.

Di dalam filsafat (Tattwa) diuraikan bahwa agama Hindu membimbing manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup seutuhnya, oleh sebab itu ajaran sucinya cenderung kepada
pendidikan sila dan budi pekerti yang luhur, membina umatnya menjadi manusia susila demi
tercapainya kebahagiaan lahir dan batin.
Kata Susila terdiri dari dua suku kata: "Su" dan "Sila". "Su" berarti baik, indah, harmonis.
"Sila" berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik terpancar
sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkahlaku hubungan timbal
balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang
berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.
Pola hubungan tersebut berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau) yang
mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong
diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial
demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Hyang Widi dan sama sekali bukan atas dasar
pamrih kebendaan.
Agama Hindu memiliki dasar keyakinan yang disebut dnegan Panca Sraddha. Panca Sraddha
tersebut melandasi etika moral manusia.
a. Etika Moral berlandaskan pada Widdhi Sraddha. Karena yakin bahwa Brahman (Tuhan)
berada di mana-mana dan selalu ada serta maha tahu, mengetahui semua yang tampak dan tak
tampak, maka menjadi alasan atau dasar yang mendorong orang untuk selalu menjaga
perilakunya agar tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Tuhan dimana pun dan kapan pun, baik
ada yang melihat atau pun tidak.
P a g e | 11

b. Etika Moral berlandaskan pada Atma Sraddha. Karena yakin dengan Atman adalah dewa yang
memberikan kekuatan hidup pada setiap makhluk, maha saksi yang tidak dapat ditipu, maka
timbul etika tidak boleh berbohong. Berdasarkan keyakinan bahwa pada hakekatnya semua
Atman adalah tunggal, melahirkan filsafat Tat Twam Asi artinya dia adalah kamu: melandasi
serta mendorong etika untuk saling menghargai satu sama lain.
c. Etika moral berlandaskan pada Karma Phala Sraddha. Karena yakin dengan hukum Karma
Phala (buah perbuatan), bahwa setiap perbuatan pasti akan membawa akibat, maka orang
menjaga sikap dan perilakunya agar selamat (anggraksa cara rahayu) termasuk menjaga
pikiran.
d. Etika moral berlandaskan pada Punarbhawa Sraddha. Pemeluk agama Hindu sangat meyakini
bahwa ada kehidupan setelah kematian. Sisa perbuatan pada masa kehidupan yang lalu, akan
dinikmati sebagian pada kehidupan berikutnya yang dikenal dengan wasana karma. Maka
manusia akan menjaga tingkah lakunya agar dapat menjelma dalam tingkat yang lebih tinggi
derajatnya, lebih baik dalam segala hal, minimal tidak jatuh menjadi makhluk yang lebih rendah
atau lebih sengsara.
e. Etika Moral berlandaskan pada Moksha. Karena yakin dengan adanya surga yaitu alam tempat
menikmati suka cita bagi arwah yang pada waktu itu hidupnya banyak berbuat baik, maka
manusia menjalani kewajiban yoga sebagai landasan etika. Moksha diyakini sebagai tempat
yang lebih tinggi daripada surga. Moksha adalah proses penyatuan Atman dengan Brahman.
Pada saat itulah seseorang akan dapat terlepas dari lingkaran karma dan samsara. Etika atau
sila semakin menjauhkan orang dari neraka dan menghantarkan untuk semakin dekat dengan
surga dan moksa. Keyakinan ini mendorong orang untuk beretika, lebih semangat untuk
menegakkan sila dalam hidupnya.

Agama Hindu menyebut etika sebagai susila. Kata susila mengandung pengertian
perbuatan baik atau tingkah laku yang baik. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap individu
yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan diri (atman). Ada 4
tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama, dan moksha. Agama Hindu menyadari
ada 7 faktor yang membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma yaitu penderitaan (tresna),
kemarahan (krodha), ketamakan (lobha), keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan
(matsarya), dan egoisme (ahankara). Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena
ketujuh faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat 10 kebajikan yang dikenal dengan
“Dharma Laksana”, yang terdapat dalam kitab “Manu Smrti” yaitu sebagai berikut.
P a g e | 12

1. Akrodha (tidak marah), yaitu kemarahan yang menutupi alasan, menghasilkan perbedaan
antara benar dan salah, serta kebajikan dan keburukan. Seseorang yang marah akan menyakiti
diri sendiri dan orang lain, dengan tiga cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan),
secara verbal (melalui kata-kata kasar), dan secara mental (melalui keinginan yang buruk).
2. Asteya (tidak mencuri), yaitu secara umum mencuri dapat didefinisikan sebagai mengambil
dengan paksa atau dengan tidak adil barang/benda milik orang lain. Dalam etika Hindu,
mencuri juga tremasuk di dalamnya ingin menguasai barang/benda orang lain dan di atas
kebutuhan legitimasi yang menghambat kemajuan orang lain, atau mengambil kesempatan
mereka dengan mengambil sesuatu melalui maksud yang ilegal.
3. Atma Vinigraha (pengendalian pikiran), pikiran yang terganggu tidak dapat akan
membedakan benar dengan yang salah atau kebaikan dengan keburukan. Konsentrasi dalam
memberikan kebijaksanaan dan kasih yang mendalam dapat meningkatkan kekuatan pikiran.
4. Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera), indera harus dapat dikendalikan sehingga
dapat berfungsi sesuai dengan pengarahan alasan. Pengendalian diri bukan berarti penolakan
diri namun dalam bersikap sederhana dalam memuaskan kebutuhan dan menghindari
kebodohan.
5. Dhi (kemurnian pikiran), kemurnian pikiran dan intelek adalah lebih penting daripada
kecerdasan. Seorang manusia yang memiliki kemurnian intelek akan bebas dari rasa sakit,
temperamen yang tidak baik, perasaan yang buruk, dan keinginan yang tidak dapat diduga.
6. Dhrti (ketetapan dan persistence), seseorang harus tetap dalam hal pendirian untuk dapat
menemukan kebenaran. Hidup yang benar sangat dimungkinkan hanya dengan komitmen
seseorang untuk menjalankan kehidupannya.
7. Ksama (pengampunan dan kesabaran), pengampunan adalah kebaikan yang utama dari moral
dan etika hidup. Pengampunan dapat mempertahankan kesucian pikiran bahkan situasi yang
provokatif dalam kehidupan seseorang.
8. Satya (kebenaran), satya tidak berarti semata-mata berkata yang benar, perkataan, perbuatan,
dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Untuk menjalankan kehidupan yang bermoral
dan hidup yang beretika, maka seseorang harus melakukan kebenaran.
9. Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran), kemurnian itu terbagi dalam dua jenis yaitu fisik dan
mental. Kemurnian fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari luar maupun dalam.
Kemurnian mental berarti bebas dari pikiran yang negatif dari nafsu, ketamakan, kemarahan,
kebencian, rasa bangga, kecemburuan, dan lain-lain.
10. Vidya (pengetahuan), kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua jenis yaitu
pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang lebih tinggi (para-vidya).
P a g e | 13

Pengetahuan yang lebih rendah artinya penegtahuan yang bersifat keduniawian dalam bidang
ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk kehidupan di dunia. Pengetahuan yang
lebih tinggi adalah pengetahuan spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi
kesengsaraan yang tidak diharapkan, menggapai tujuan yang bukan halangan, serta mencapai
kekuatan mental dan spiritual untuk dapat mengatasi perjuangan hidup. Tujuan pengetahuan
spiritual ini adalah untuk mencapai penyatuan yang mutlak dengan Tuhan.
Etika dalam agama hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai tentang baik
dan buruknya suatu perbuatan manusia ( Subha Karma )/ Daiwi Sampad, dan Asubha Karma/
Asuri Sampad). Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana
seseorang yang menjalankan dan melaksanakan etika itu karena mencintai dirinya sendiri dan
menghargai orang lain.

2.3 Penerapan Ajaran Etika Dalam Agama Hindu

“Bhadram karnebhih srnuyama deva, Bhadram pas yemaksabhir yajatrah, Sthirair angais
tustuvamsas tanubhir, Vyasema devahitam yad ayuh”
(Rg Veda 1.89.8 Yajur Veda XXV.21)
“Ya Tuhan Yang Maha Esa , anugrahkanlah kepada kami untuk mendengar hal-hal yang baik dan
Ya Tuhan Yang Maha Suci, kami dapat melihat hal-hal yang baik dan Semogakanlah kami dapat
membersembahkan bhakti kami dengan kekuatan tangan dan keteguhan badan kami, dapat
menikmati kebahagiaan sejati sesuai dengan hokum Kemahakuasaan-Mu”

2.3.1. Tri Kaya Parisuda

Tri Kaya Parisuda berasal dari kata tri artinya tiga, kaya berarti tingkah laku dan parisuda mulia
atau bersih. Tri Kaya Parisuda dengan demikian berarti tiga tingkah laku yang mulia (baik).

Adapun tiga tingkah laku yang baik termaksud adalah:

1. Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan manacika apabila ia:
1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal.
2. Tidak berpikir buruk terhadap sesama manusia atau mahluk lainnya.
3. Yakin dan percaya terhadap hukum karma.
P a g e | 14

2. Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dinyatakan sebagai wacika, apabila
ia:

1. Tidak mencaci maki orang lain.


2. Tidak berkata-kata yang kasar kepada orang lain.
3. Tidak memfitnah atau mengadu domba
4. Tidak ingkar janji.
3. Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan kayika, manakala ia:

1. Tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh.


2. Tidak berbuat curang, mencuri atau merampok.
3. Tidak berzina

2.3.2. Panca Yama Brata

Panca Yama Brata berasal dari tiga suku kata, yaitu panca berarti lima, yama artinya pengendalian
dan brata yang berarti keinginan. Panca Yama Brata ialah lima keinginan untuk mengendalikan
diri dari godaan-godaan nafsu yang tidak baik. Lima macam pengendalian diri yang perlu
diperhatikan oleh umat Hindu ialah:

1. Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh). Ahimsa berasal dari kata a yang berarti tidak,
dan himsa yang berarti membunuh atau menyakiti. Jadi ahimsa berarti tidak membunuh
atau tidak menyakiti orang (mahluk) lain. Menyakiti apalagi membunuh adalah suatu
perbuatan dosa yang besar dan dilarang oleh Agama Hindu.
2. Brahmacari (berpikir suci, bersih dan jernih). Brahmacari berasal dari kata brahma yang
berarti ilmu pengetahuan, dan car berarti bergerak. Jadi brahmacari maksudnya bergerak
atau bertingkah laku dalam menuntut ilmu pengetahuan. Tegasnya bagaimana perilaku
seseorang dalam mempelajari ilmu pengetahuan tentang ajaran-ajaran yang termuat dalam
Kitab Suci Weda, harus selalu berpikir bersih dan jernih serta hanya memikirkan pelajaran
atau ilmu pengetahuan saja dan tidak memikirkan masalah-masalah keduniawian.
3. Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran). Ada lima jenis satya yang disebut Panca Satya
dan patut diperhatikan oleh umat Hindu, yakni:
1. Satya Wacana yaitu setia dan jujur dalam berkata-kata, tidak sombong, tidak
mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak berkata-kata yang menyakitkan
serta tidak memaki.
P a g e | 15

2. Satya Hredaya yaitu setia terhadap kata hati dan selalu konsisten atau berpendirian
teguh.
3. Satya Laksana yaitu jujur dan bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan.
4. Satya Mitra yaitu selalu setia kepada teman dan tidak pernah berkhianat.
5. Satya Semaya yaitu selalu menepati janji, tidak pernah ingkar kepada janjinya.
4. Awyawahara (tidak terikat keduniawian). Awyawahara berasal dari kata a yang berarti
tidak, dan wyawahara yang artinya terikat dengan kehidupan duniawi. Dengan demikian
awyawahara berarti tidak terikat dengan kehidupan duniawi.
5. Asteya atau Asteneya (tidak mencuri). Asteya berasal dari kata a yang berarti tidak, dan
steya berarti mencuri atau memperkosa milik orang lain. Jadi asteya berarti tidak mencuri
atau tidak ingin memiliki barang orang lain

2.3.3. Dasa Yama Brata

Etika Dasa Yama Brata antara lain:

1. Anrsamsa (tidak kejam). Anrsamsa berasal dari kata a yang berarti tidak, dan nrsamsa
berarti orang yang kejam. Jadi Anrsamsa berarti orang yang tidak kejam.
2. Ksama (pemaaf). Mudah memaafkan kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang
sangat terpuji. Berbuat keliru adalah sifat manusia, karena setiap orang pernah membuat
kesalahan.
3. Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran)
4. Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh)
5. Dama (mengendalikan hawa nafsu)
6. Arjawa (tetap pendirian)
7. Priti (welas asih). Memberi perhatian dan bantuan kepada masyarakat yang menghadapi
berbagai kesulitan adalah sesuai dengan ajaran agama. Berilah bantuan kepada siapa saja
yang memerlukannya.
8. Prasada (berpikir jernih dan suci)
1. Madhurya (ramah tamah). Madhurya berasal dari kata madu yang berarti manis.
Madhurya berarti hidup yang manis, maksudnya selalu murah senyum, ramah
tamah dengan siapa saja.
2. Mardawa (lemah lembut). Orang yang lemah lembut akan disukai oleh kawan-
kawannya. Sebaliknya orang yang berperilaku kasar akan dijauhi.

2.3.4. Panca Niyama Brata


P a g e | 16

Panca Niyama Brata adalah lima cara pengendalian diri lanjutan (tahap kedua) untuk dapat
tercapainya ketenangan dan ketentraman batin. Kelima cara dimaksud adalah:

1. Akrodha (tidak marah). Akrodha berasal dari kata a yang berarti tidak, dan krodha berarti
marah. Jadi Akrodha berarti tidak marah.
2. Guru Susrusa (hormat kepada guru). Setiap orang ataupun murid haruslah menghargai dan
menghormati gurunya. Pengertian guru disini adalah dalam pengertiannya yang luas,
yakni: Guru Rupaka, orang tua (ibu dan bapak); Guru Pengajian, yaitu guru yang
memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah; dan Guru Wisesa, yaitu Pemerintah
yang mengayomi rakyatnya, yang beusaha mensejahterakan dan memberikan perlindungan
kepada rakyatnya.
3. Sauca (bersih atau suci). Manusia seyogyanya berhati bersih atau suci baik lahir maupun
batin, jasmani maupun rohani.
4. Aharalaghawa (makan makanan sederhana). Aharalaghawa berasal dari kata ahard yang
berarti makan, dan taghawa yang berarti ringan. Dengan demikian Aharalaghawa berarti
makan makanan yang ringan-ringan, yang sederhana atau makan seperlunya dan tidak
berlebihan.
5. Apramadha (tidak mengabaikan kewajiban). Apramada berarti tidak mengabaikan
kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan tugas kewajiban.

2.3.5. Dasa Niyama Brata

Dasa Niyama Brata merupakan suatu etika lanjutan dalam agama Hindu yang lebih tinggi lagi
tingkatannya. Dasa Niyama Brata terdiri dari:

1. Dana (bersedekah). Dana diartikan sebagai harta benda, yaitu berupa pemberian sedekah
kepada masyarakat miskin, masyarakat yang kekurangan, dan yang memerlukan bantuan.
Dalam memberikan sedekah harus dilandasi dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih atau
tanpa harapan adanya balas jasa.
2. Ijya (memuja dan memuji Tuhan). Manusia sebagai mahkluk yang lemah harus senantiasa
ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memuja dan memuji Tuhan akan selalu
mengingatkan manusia, bahwa Tuhan maha pencipta dan pemberi hidup kepada manusia,
dan karena itu manusia berhutang budi kepada-Nya. Memuja dan memuji Tuhan harus
dilandasi dengan jiwa yang tulus, sembah sujud, khidmat, dan penuh rasa pengabdian.
P a g e | 17

3. Tapa (menjauhi kesenangan duniawi). Manusia diharapkan agar selalu berusaha


melakukan pengendalian diri terhadap kesenangan dunia, karena dapat membuat celaka.
Mengendalikan diri dengan Tapa yaitu berusaha mengurangi kebiasaan sehari-hari,
sepert makan yang berlebihan, tidur terlalu lama, berbicara yang tidak bermanfaat, dan
lain-lain. Mengurangi kebiasaan berarti mengendalikan keinginan, dan pada akhirnya
manusia akan memperoleh ketenangan dan ketentraman lahir batin.
4. Dhyana (memusatkan pikiran). Sangat dianjurkan sekali apabila seseorang sewaktu-waktu
dapat memusatkan pikirannya. Ini bertujuan supaya manusia dapat mengendalikan
pikirannya agar tidak memikirkan yang aneh-aneh (negative thinking), tetapi terpusat
hanya kepada Tuhan semata. Dengan demikian, manusia akan dapat menyadari kebesaran
Tuhan, dan memperoleh kebahagiaan lahir batin.
5. Swadhyaya (belajar sendiri). Swa artinya sendiri, dan adhyaya artinya guru atau berguru.
Dengan demikian swadhyaya berarti belajar sendiri, berusaha sendiri untuk mencapai suatu
kemajuan. Disini ditekankan agar seseorang tidak malas, mau berusaha sendiri untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus menunggu orang lain mengajarinya.
6. Upasthanigraha (mengendalikan hawa nafsu). Kebiasaan menuruti nafsu dapat membawa
manusia kepada akibat yang buruk, dan dapat mencelakakan manusia itu sendiri. Hawa
nafsu yang dimaksud disini yaitu nafsu birahi (seksual). Dengan senantiasa menuruti nafsu
seksual akan membuat manusia terjerumus kelembah kemaksiatan, apalagi jika nafsu
tersebut diumbar diluar rumah akan menyebabkan timbulnya penyakit kotor, seperti HIV,
AIDS, dan lain-lain. Untuk itu agama mengajarkan agar mansuia selalu berusaha
mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian akan terpelihara lingkungan yang sehat,
serta kehidupan yang baik.
7. Brata (melaksanakan pantangan). Manusia dapat melaksanakan pengendalian diri dengan
melakukan berbagai pantangan. Pantangan yang dimaksud seperti pantangan makan,
pantangan tidur, pantangan berbicara, dan lain-lain. Dengan terbiasa melakukan pantangan
akan meningkatkan mutu pengendalian diri, dan dapat menambah ketenangan hidup.
8. Upawasa (puasa). Dengan berpuasa seseorang akan lebih mudah mengendalikan dirinya,
mengekang keinginan atau menahan hawa nafsu agar memperoleh pikiran yang bersih,
jernih dan suci. Berpuasa yang dilakukan secara berkala juga dapat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh manusia.
9. Mona (tidak berbicara). Pengendalian diri dengan cara ini akan membuat seseorang mudah
berkonsentrasi, memusatkan pikiran hanya kepada Tuhan semata. Mona dilakuakan
dengan cara tidak berbicara sepatah katapun, atau diam diri.
P a g e | 18

10. Snana (membersihkan diri). Badan serta pakaian juga tidak luput dari kebersihan, karena
dengan badan bersih dan pakaian bersih, maka pikiranpun akan menjadi jernih dan suci.
Dengan demikian jalan menuju Tuhan akan menjadi terbuka lebar.

2.3.6. Dasa Dharma

Dasa Dharma ialah sepuluh macam perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu.
Dengan melaksanakan ajaran dharma ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman,
tentram dan damai. Sepuluh dasa dharma tersebut ialah:

1. Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh). Seseorang yang ditugaskan untuk melakukan


sesuatu pekerjaan hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung
jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-sungguh. Dengan demikian
akan tercapai hasil yang maksimal dan memuaskan baik bagi dirinya maupun orang lain.
2. Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan yang sangat terpuji bagi
setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput dari khilaf. Setiap orang pasti
pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin dimaafkan pula oleh
orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar selalu bisa mengendalikan
nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan keinginan karena akan dapat
menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut berupa nafsu sexual, amarah,
dan lain-lain.
4. Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain atau mencuri adalah
orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh nafsu duniawi. Orang
dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita karena tidak pernah merasa puas
dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin mengambil hak orang lain.
5. Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya badannya saja, tetapi juga
pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka ketentraman dan kedamaian
serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia diharapkan selalu bisa
mengendalikan semua indra keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian manusia akan
lebih mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan tentram akan
lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan kebenaran.
7. Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani membela kebenaran dimuka
bumi ini. Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu dan
tidak takut pada siapapun.
P a g e | 19

8. Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut untuk bisa mengajarkan
ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan lebih cepat tercipta
masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat yang maju, dan tidak bodoh
serta dibodohi oleh masyarakat lain.
9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran). Manusia harus mempunyai sifat setia, jujur,
dan selalu berkata serta berbuat yang benar pula. Disamping itu juga harus berani
bertanggung jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman, dan harus
menepati janji.
10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan cepat marah. Karena
dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat mencelakakan dirinya
sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan terhadap orang lain, dan pada
gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita. Dalam kesehatan pun diketahui
bahwa dengan cepat marah orang akan cepat tua.

2.3.7. Catur Paramita

Catur paramita berasal dari kata catur yang berarti empat dan paramita yang berarti perbuatan
luhur. Dengan demikian catur paramita berarti empat perbuatan luhur, yang harus dilaksanakan
oleh seluruh umat Hindu.

Catur paramita terdiri dari:

1. Maitri (bersahabat). Manusia harus mempunyai sifat-sifat bersahabat terhadap sesamanya.


Manusia adalah ciptaan Tuhan, jadi manusia berasal dari sumber yang satu yaitu tuhan dan
karena itu manusia semuanya bersaudara. Dengan tercapainya persaudaraan maka akan
tercipta hidup tenang, tentram, dan damai.
2. Karuna (cinta kasih). Karuna merupakan perbuatan luhur atau belas kasih terhadap orang
yang kesusahan dan menderita. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan manusia harus saling
tolong menolong rela berkorban demi orang lain, negara dan bangsa. Cinta kasih juga harus
ditimbulkan terhadap binatang, tubuh-tumbuhan dan mahkluk tuhan yang lain. Dengan
cara tidak memburu dan merusaknya.
3. Mudhita (simpati). Simpati artinya turut merasakan kesusahan maupun kebahagiaan orang
lain. Dengan sifat mudhita ini, manusia akan terhindar dari rasa iri hati, dengki, dan
kebencian terhadap sesamanya.
4. Upeksa (toleransi). Toleransi merupakan perbuatan luhur dalam agama Hindu yang berarti
manusia harus toleran dan senantiasa memperhatikan keadaan orang lain. Sedangkan
P a g e | 20

jiwanya dipenuhi dengan rasa kesetia kawanan, simpati terhadap sesamanya, dan tidak
menaruh rasa dendam terhadap orang yang bermaksud jahat kepadanya.

2.3.8. Tri Hita Karana

Tri Hita Karana berasal dari kata tri yang berarti tiga, hita yang berarti kebahagiaan, dan karana
yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana dapat di artikan dengan tiga penyebab
kebahagiaan. Tiga penyebab kebahagian itu adalah:

1. Hubungan baik manusia dengan Tuhan. Manusia merupakan ciptaan tuhan, sedangkan
Atman yang ada dalam diri manusia merupakan percikan sinar suci kebesaran tuhan yang
menyebabkan manusia tetap hidup. Oleh karena itu manusia wajib berterima kasih,
berbakti, dan selalu sujud kepadanya.
2. Hubungan baik manusia dengan manusia. Manusia didunia ini tidak dapat hidup sendiri,
mereka membutuhkan bantuan dan kerja sama kepada orang lain. sehingga dikatakan
dengan mahkluk sosial. Karena itu hubungan antara sesama manusia baik perorangan,
keluarga, dan masyarakat harus selalu baik dan harmonis. Masyarakat yang aman dan
damai akan menciptakan negara yang tentram dan sejahtera.
3. Hubungan baik manusia dengan lingkungannya. Sebagai mahkluk hidup, manusia selalu
dipengaruhi oleh lingkungan, baik dari perkembangan maupun pertahanan diri manusia
tersebut. dengan demikian lingkungan harus dijaga dengan rapi dan sehat, tdak menebang
pohon sembarangan (illegal logging), pencemaran udara, pencemaran air dan lain-lain.

2.3.9 Sapta Timira


Sapta Timira berasal dari bahasa Sansekerta dari kata “Sapta” yang berarti tujuh, dan kata “Timira”
yang berarti gelap, suram awidya. Jadi Sapta Timira berarti “Tujuh Kegelapan”. Yang dimaksud
tujuh kegelapan adalah tujuh unsure atau sifat yang menyebabkan pikiran menjadi gelap/ mabuk.
Berdasarkan kitab kekawin Niti Sasta, disebutkan 7 macam unsur yang dapat menyebabkan orang
menjadi mabuk Awidya. Berikut ini adalah 7 unsur / bagian- bagian dari Sapta Timira :
1. Surupa artinya kecantikan atau ketampanan. Kecantikan atau ketapanan yang telah
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa atau Ide Shang Hyang Widhi Wasa sebagai
anaugrah. Kecantikan atau ketampanan seseorang kadangkala dapat menyebabkan orang
tersebut menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati. Orang yang tampan atau cantik
hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang
tidak baik.
P a g e | 21

2. Dhana berarti memiliki kekayaan. Kekayaan bagaikan raja yang mengendalikan sikap
manusia. Dhana atau kemabukan karena banyak mempunyai harta benda atau kekayaan
menyebabkan orang lupa diri, menepuk dada, angkuh, sombong dan tidak ingat dengan
teman-temannya. Dalam Agama Hindu juga diajarkan mengenai penggunaan harta benda
dengan dharma, yakti harta benda yang kita miliki hendaknya dibagi tiga. Spertiga untuk
beryadnya, spertiga bagian adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sepertiganya lagi
untuk disimpan dan dikelola untuk persiapan masa depan.
3. Guna artinya kepandaian. Kepandaian bagaikan pisau bermata dua, jika berada di jalan
baik mental dan moralnya akan menjadi sesuatu yang berguna, dan jika berada pada jalan
yang baik atau adharma makan kepandaian tersebut akan menimbuklan petaka. Gna atau
kemabukan karena mempunyai kepintaran. Seseorang yang telah terkena guna akan
menjadi sombong, angkuh, lupa akan daratan , dan menganggap tidak ada yang lebih pintar
darinya. Oleh karena itu kepandaian seharusnya dibarengi dengan etika dan moral yang
baik dapat membedakan mana yang baik dan buruk agar dapat beryadnya.
4. Kulina berarti keturunan. Kulina atau kemabukan karena keturunan. Faktor keturunan
sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan bangsawan, keturunan raja,
kadang kala juga menganggap remeh orang lain yang tidak seketurunannya.
5. Yohana artinya masa remaja/muda. Masa muda/masa remaja ini penuh gejolak,
kreativitas,kekuatan,kecerdasan, dan keindahan yang sangat hebat. Yohana atau
kemabukan yang dikarenakan masa remaja atau masa muda. Anak muda yang dikarenakan
kurangnya pendidikan dan pengalama, sering kali menyukai kebiasaan hura-hura.
Sebaiknya pada saat remaja lebih perdalam ilmu etika dan moral, bagaimana berprilaku
didalam masyarakat dan bagaimana membawa diri . agar mereka terhindar dari perbuatan
adharma dimana hal itu yang akan membawa keancuran bagi generasi muda tepatnya
generasi penerus bangsa.
6. Sura artinya minuman keras. Dalam upacara Hindu, diperuntungkan bagi Bhuta kala,
seperti tuak dan berem. Selain minuman tersebut beredar juga minuan keras lainnya seperti
bir, whiskey, brendy, dll. Yang berakibat buruk bagi kesehatan tubuh. Sura atau
kemabukan karena minuman keras merupakan musuh yang sangat buruk dikarenakan
ketika seseorang mabuk mereka kehilangan akal sehat dan melakukan hal-hal yang tidak
sepantaskan atau diluar akal sehat. Sering kita dengar bahwa kecelakaan dijalanraya
disebabkan oleh pengendara yang mabuk.
7. Kasuran artinya berani. Setiap individu tentu harus bersikap berani dan penuh tanggung
jawab. Kasuran atau kemabukan yang disebabkan sikap berani yang dimaksud yaitu
P a g e | 22

keberanian yang dilandaskan oleh akal yang buruk hal tersebut akan membawa kerugian
untuk diri sendiri atau orang lain. Sebaiknya keberanian itu harus didasarkan oleh dharma.
Keberanian itu perlu didalam diri kita. Orang penakut adalah orang pengecut. Orang
penakut hidupnya tidak bisa maju.

2.4 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava Madhava)

Salah satu tugas suci bagi umat beragama Hindu adalah untuk menata dirinya sendiri,
masyarakat, serta umat manusia yang secara ideal disebut manusia yang beperikemanusiaan yang
secara ideal disebut “ Dharmika” (Manava Madhava). Ajaran etika di dalam mencakupi bidang
yang sangat luas meliputi: kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebijakan, ketekunan dan
kemurahan hati.
Bhagavad Gita menjelaskan mengenai sifat-sifat keraksasaan (Asuri Sampat) sebagai
lawan sifat-sifat kedewaan (Daiwi Sampat). Sehingga kecendrungan sifat kemanusiaan dibedakan
menjadi dua bagian, sebagai berikut.
1. Daivi Sampad, adalah kecenderungan sifat kedewataan yang menyebabkan manusia memiliki
budi luhur sehingga dapat menghantarkan seseorang mendapatkan kerahayuan atau
kebahagiaan.
2. Asuri Sampad, adalah kecendrungan sifat kekerasan yang menyebabkan manusia memiliki budi
yang rendah sehingga dapat menyebabkan manusia jatuh ke jurang neraka.
Sifat Daivi Sampad dan Asuri Sampad itu ada pada diri semua orang dengan kuantitas yang
berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat buruk
(asubha karma).
Selain itu, ada pula beberapa pedoman etika dalam ajaran agama Hindu, untuk menuju
manusia yang ideal (Manava Madhava). Salah satunya yaitu Tri Kaya Parisudha yang berarti tiga
tingkah laku yang mulia. Adapun tingkah laku yang baik termaksud adalah:
a. Manacika (berpikir baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan manacika apabila dia dapat (1)
tan egin tan adengkia ri drywaning len, artinya tidak menginginkan sesuatu milik orang lain,
(2) tan kroda ring sarwa satwa, artinya tidak berpikir buruk terhadap semua makhluk, (3)
manituhwa ri hananing karma phala, artinya yakin dan percaya terhadap hukum karma.
b. Wacika (berkata baikdan benar). Seseorang dapat dikatakan sebagai wacika apabila dia dapat
melakukan (1) tan ujar ahala, artinya tidak mencaci maki orang lain, (2) tan ujar apungas,
artinya tidak berkata yang kasar, (3) tan misuna, artinya tidak menfitnah atau mengadu domba,
(4) tan nitya, artinya tidak berbohong/ingkar janji.
c. Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan kayika, apabila dia dapat
melakukan (1) tan amati-mati, artinya tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh, (2) tan
angakal-akal, artinya tidak berbuat curang, mencuri atau merampok, (3) tan paradara, artinya
tidak berzinah atau memperkosa.
Daiwi sumpad bermaksud menuntun manusia kearah keselarasan antara sesame manusia. Sifat-
sifat ini perlu dibina, seperti yang diungkapkan dalam tiga ayat Bhagawad Gita sebagai berikut :
P a g e | 23

“Abhayam sattwassamocuddhir jnanayogawyasvathitih


Danamdama ca yadnas ca swadhyayas tapa arjawan”
(Bhagawad Gita Bab XVI.1)
“tidak mengenal takut, berjiwa murni, bergiat untuk mencapai kebijaksanaan dan yoga, berderma,
menguasai indria, berkorban, mempelajari ajaran-ajaran kitab suci, taat berpantang dan jujur.”

“Tajah ksama dhrtih saucam adhro na ‘timanita


Bhawanti sampadam daiwin abhijatasya bharata”
(Bhagawad Gita Bab XVI. 3)

“kuat suka memaafkan, ketakwalan, kesucian, tidak membenci, bebas rasa kesombongan, ini
tergolong pada orang yang lahir dengan sifat-sifat dewata, oh Arjuna”

“Daiwi Sampad wimokksaya nibandaya suri mata ma sucah


Sampadan daiwin abhijato si pandawa”
(Bhagawad Gita XVI.5)

“Kelahiran yang bersifat ketuhanan dikatakan memimpin kearah moksa yang bersifat setan kearah
ikatan. Jangan bersedih hati, oh Arjuna, engkau dilahirkan dengan sifat-sifat dewata.”

“Natah srimattara kincidanyat pathyatara tatha prabhavisnorytha tata ksama sarvatra


sarpvada.
Sangksepanya, ksama ikang paramarthaning pinakadrbya, pinaka mas manic nika sang wenang
lumage saktining indriya, noralumewihana halepnya; anghing ya wekasning pathya, pathya
ngaraning pathadnapetah, tan panasar sangke marga yukti, manggeh sadhana asing parana, tan
apilih ring kala.”
(Sarasamuscaya 93)

“Kesimpulannya kesabaran hati itulah yang merupakan kekayaan yang utama; itu adalah sebagai
emas dan permata orang yang mampu memerangi kekuatan hawa nafsunya, yang tidak ada
melebihi kemuliannya. Akan tetapi ia juga pada puncaknya pathya; pathya disebut patadanapeta,
yang tidak sasar, sesat dari jalan yang benar, melainkan tetap selalu merupakan pedoman untuk
mencapai setiao apa yang akan ditempuh sepanjang waktu”

2.5 Pentingnya Etika Bagi Umat Hindu

Etika begitu penting bagi umat Hindu karena :

1. Sebagai pedoman tingkah laku dalam menjalin hubungan dalam lingkungan masyarakat yang
heterogen. Dengan latar belakang yang berbeda-beda sudah tentu setiap individu dalam
masyarakat memiliki perbedaan cara, pandangan dan orientasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Sehingga Etika sebagai sebuah aturan yang mengatur tentang pola tingkah laku
P a g e | 24

setiap individu mutlak diperlukan untuk membatasi individu dalam berinteraksi dalam suatu
masyarakat sehingga tidak terjadi suatu benturan antar individu.
2. Sebagai ciri khas yang melekat dalam kehidupan sehari-hari ( sampai saat ini umat hindu
dikenal sebagai umat beragama yang memiliki tingkat toleransi yang cukup tinggi).
Etika sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dapat dianggap sebagai
identitas sebuah kelompok masyarakat maupun individu. Dalam kehidupan bermasyarakat
etika dijadikan suatu alat ukur untuk menentukan status dalam stratifikasi sosial
kemasyarakatan, semakin tinggi nilai akhlak (etika ) yang dianut maka semakin tinggi status
sosialnya dan demikian pula sebaliknya.
3. Untuk meningkatkan kualitas diri
Etika sebagai Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak) memberikan tuntunan kepada setiap individu untuk dapat hidup lebih mulia.
Manusia akan tampak begitu mulia apabila mampu dalam setiap tindakannya membedakan hal
yang baik maupun hal buruk dan mampu menjalankan swadharma sebagai kewajiban utama.
4. Untuk pengendalian diri.
Secara kodrati manusia adalah mahluk dengan ego dan keinginan (nafsu) yang tinggi.
Dengan dasar itulah manusia perlu suatu kaidah / aturan (etika) untuk mengatur segala
tingkah laku, sehingga dalam upaya memuaskan ego dan keinginan manusia memiliki suatu
alat kontrol
5. Untuk menghindari terjadinya benturan kebutuhan antara manusia satu dengan yang lainnya.
Manusia adalah mahluk konsumtif, memiliki tingkat kebutuhan yang begitu komplek baik
secara kuantitas, kualitas, maupun jenisnya. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang
berbeda-beda sehingga dalam usaha pemenuhan kebutuhan itu, etika diperlukan untuk
mengakomodir berbagai usaha pemenuhan kebutuhan sehingga tidak terjadi benturan yang
memicu konflik dalam suatu masyarakat.
6. Sebagai tolok ukur yang dipergunakan mengukur moral seseorang tentang baik buruk
perilakunya. Sebagai umat beragama, perilaku (moral) adalah indikator utama keberhasilan
pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama.
7. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan lingkungan, sesama manusia dan
pencipta-Nya. Agama Hindu dengan kandungan ajaran tentang pengendalian diri, etika
toleransi yang sangat berguna sebagai pedoman dalam membina hubungan yang harmonis
tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Tuhan Yang Maha Esa dan semua
Makhluk ciptaan-Nya.
8. Sebagai bentuk toleransi.
Secara umum toleransi diartikan sebagai bentuk penghargaan, yakni memberikan
penghargaan terhadap orang lain dalam hal ini yang paling menonjol adalah penghargaan
terhadap ajaran agama yang dianut oleh orang lain. Sesungguhnya toleransi tidak hanya
berkaitan dengan penganut agama yang lain tetapi juga perlu ditumbuhkan dalam kaitannya
dengan kehidupan intern umat beragama, maksudnya bila terdapat perbedaan pemahaman
terhadap ajaran agama dalam intern umat seagama, maka penghargaan atau toleransi perlu
ditumbuhkembangkan, demikian pula dengan umat yang lain (antar umat beragama) dan antara
umat beragama dengan pemerintah.
.
P a g e | 24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam Agama Hindu etika dinamakan susila, susila hendaknya selaras dengan dengan
kedudukan. Dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila, sehigga tata susila
merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk menyelaraskan hubungan antara manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dan
peraturan tingkah laku antara manusia dengan lingkungan dengan dasar yang kuat yaitu melalui
ajaran ajaran agama.

Etika merupakan sebuah kajian tentang moralitas ( the study of morality) yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan, bentuk perintah dan larangan yang mengandung suatu
nilai serta menjadi pedoman dalam tingkah laku seseorang.

Perwujudan tata susila, serta pengendalian diri adalah untuk menjadikan diri serta umat
manusia lainya menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudhi pekerti, dan berkepribadian
mulia, manusia Manava Madhava (Dharmika) yang berdasarkan ajaran Agama Hindu. Serta
pengaplikasian dan implementasi etika/ susila bertujuan untuk mencapai kebenaran, kebajikan,
kedamaian dan untuk menciptakan kehidupan yang tanpa kekerasan serta menjadi manusia yang
bermartabat.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah tentang Etika dalam Agama Hindu, kita dapat mengetahui dan
menerapkan etika dalam ajaran Agama Hindu di kehidupan nyata, sehingga tidak hanya memiliki
ilmu pengetahuan tinggi namun juga memiliki etika dan moral yang tinggi yang nantinya akan
mengubah Indonesia dan Dunia kea rah yang lebih baik dengan menetralisir kelakuan Adharma
didalam setiap individu.
P a g e | 25

DAFTAR PUSTAKA

Santyasa, Wayan.. 2016. Pendidikan Agama Hindu.


Syamsiyatun, Siti. 2013. Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Konstruksi Moral Kebangsaan
1. Globethics.net International Secretariat.
Rahmania, Tia., dan Handrix Chris Haryanto. 2016. Nilai Nilai yang Penting Terkait Etika.
Jakarta: Jurnal Universitas Paradima.
Darmayasa. 2017.Bhagavad Gita (nyanyian tuhan) terjemahan. Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam
http://gamabali.com/kitab-sarasamuscaya/, diakses pada 16 Oktober 2018 pukul 16.30.

Anda mungkin juga menyukai