Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETIKA (MORALITAS)

OLEH: KELOMPOK 3

KOMANG AYU DERES ENGELLITA (09/2211031288)

ANAK AGUNG BERLIANA SWANDEWI (10/2211031289)

GUSTI AGUNG SADAKA KUSUMA (11/2211031532)

NI PUTU ANIK PRASTYA DEWI (12/2211031534)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

DENPASAR

2022

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah
memberikan kami kekuatan serta ke lancaran dalam menyelesaikan makalah mata
kuliah agama hindu yang berjudu “ETIKA (MORALITAS)” dapat selesai dengan
waktu yang telah kami rencanakan dan tepat pada waktunya. Sehingga tersusunlah
makalah ini.
kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami mengenai agama hindu dalam beretika (susila) serta
pengimplementasiannya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf dan apabila
terdapat kesalahan kata - kata yang kurang berkenan dalam hati dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Om Santih,Santih,Santih, Om

i
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………..3
2.1. Pengertian Etika…………………………………………………………….3
2.2 Prinsip Dasar Etika Dalam Agama Hindu………………………………….5
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (ManavaMadhava)….8

2.4 Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan Tanpa Kekerasan dalam
Kehidupan Bersama Sehari-hari………………………………………………9
2.5 Implementasi………………………………………………………………..11

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………..15
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...15
3.2 Saran………………………………………………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kita akan selalu senantiasa dihadapkan dengan
berbagai masalah atau persoalan yang akan datang silih berganti. Dalam hal ini kita
harus memiliki sifat kesabaran atau ketabahan dalam hal menghadapi suatu masalah
itu. Salah satu caranya adalah meningkatkan iman dan taqwa kita. Disini agamalah
memiliki peran yang amat penting dalam meningkatkan hal tersebut. Agama
memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia, mulai dari
menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat
manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah
keniscayaan, maka dari itu agama perlu ditempuh melalui pendidikan baik
pendidikan di lingkungan keluarga, di lembaga pendidikan formal maupun
nonformal serta masyarakat.
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang mempunyai banyak arti :
watak, perasaan, sikap, perilaku, karakter, tatakrama, tatasusila, sopan-santun, cara
berpikir (Suhardana,2006:1).Etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata
“moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya
bahasa asalnya berbeda. Yang pertama berasal dari bahasa Yunani, sedang yang
kedua dari bahasa latin (K, Bertens,1994:5). Etika dalam agama Hindu dinamakan
"susila". Kata ”susila" berasal dari dua suku kata yakni "su" dan "sila". Su artinya
baik, sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.

Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga
kerangka dasar, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu
kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan
yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3)
upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi
fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan.

Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta


modernisasi, sebagian orang telah mengabaikan hal itu. Melalui karya tulis atau
makalah ini kami mencoba untuk mengingatkan kembali salah satu materi dalam
pelajaran agama Hindu, yaitu tentang etika (moralitas). Dalam karya tulis ini akan
dibahas mengenai pengertian etika secara umum maupun, prinsip dasar etika
dalam ajaran agama hindu, cara menuju manusia ideal (manava madhava),
pengimplementasian yang tentunya terkait dalam kehiduan sehari – hari di
lingkungan sekitar, dimana diharapkan para pembaca dapat mengetahui, mengerti
dan memahami dengan mudah isi karya tulis atau makalah ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika (moralitas) serta maknanya?
2. Bagaimana prinsip – prinsip dasar beretika dalam ajaran agama hindu?
3. Bagaimana cara menuju manusia yang ideal (manava madhava) dalam ajaran
agama hindu?
4. Bagaimanakah cara yang tepat untuk implementasi kebenaran, kebajikan, kasih
sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-hari?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan karya tulis atau makalah ini yakni sebagai berikut
1. Dapat menjelaskan arti dan makna dari etika (moralitas).
2. Dapat menjelaskan prinsip - prinsip dasar beretika dalam ajaran agama hindu.
3. Dapat menjelaskan cara menuju manusia yang ideal (manava madhava) dalam
ajaran agama hindu.
4. Dapat menjelaskan cara yang tepat untuk implementasi kebenaran, kebajikan,
kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-
hari.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini dapat menambah pengetahuan dalam menyusun makalah
atau karya ilmiah ini beserta presentasinya, serta dapat memperoleh pengetahuan
tentang Etika. Selain itu, pembuatan makalah atau karya tulis yang akan
dipresentasikan ini dapat meningkatkan mental berbicara dan kepercayaan diri di
depan umum.
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai Etika, yang nantinya
dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama, khususnya Agama Hindu.
Mengerti arti dan makna dari etika (moralitas), prinsip - prinsip dasar beretika dalam
ajaran agama hindu, cara menuju manusia yang ideal (manava madhava) dalam
ajaran agama hindu, dan tentunya cara yang tepat untuk implementasi kebenaran,
kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama
sehari-hari.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu “ethos” dalam bentuk tunggal
mempunyai arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta
etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Jadi etika adalah ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan
“etika” adalah “moral”.
2.1.1 Fungsi Etika
Ada beberapa fungsi etika yang sangat perlu untuk diperhatikan oleh setiap
masyarakat agar tercipta hidup yang harmonis dan rukun, fungsi tersebut ialah :
1. Etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam
mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis dan semena-mena. Etika
selalu berusaha mencegah tersebarnya fracticida (act of breaking) yang secara
legendaris dan historis mewarnai sejarah hidup manusia.
2. Dalam dunia pendidikan, fungsi etika sangat penting sekali. Pendidikan yang
sangat profesional sekalipun tanpa disertai mengenai pendidikan tentang tanggung
jawab serta etika profesional tidaklah lengkap. Karena tanpa adanya landasan
etika dan moral dalam mengemban profesi, tidak terbayangkan apa yang akan
terjadi jika menimpa para insan mahasiswa sebagai penerus pembangunan bangsa.
3. Etika juga berfungsi untuk membantu manusia mencari orientasi secara kritis
dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Etika merupakan
pemikiran sistematis, sedang yang dihasilkannya bukanlah suatu kebaikan,
melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.
2.1.2 Manfaat Etika
Terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi etika, yaitu (1) kebutuhan individu,
(2) tidak ada pedoman, (3) prilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan
tidak dikoreksi , (4) lingkungan yang tidak etis, dan (5) prilaku dari komunitas.
Secara umum, etika memiliki 2 (dua) manfaat. Kedua manfaat tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional.
Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya sendiri dan
dapat dipertanggung jawabkan.
2. Etika dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi masyarakat
yang tertib, teratur, damai dengan cara mentaati norma-norma yang berlaku.
Dengan mengikuti norma-normayang berlaku, maka kelainan-kelainan yang sering
terjadi dan mengakibatkan adanya ketidak tertiban dapat dipulihkan demi untuk
tercapainya kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.3 Pancasradha

3
Agama Hindu memiliki 5 (lima) keyakinan dan kepercayaan, di mana keyakinan
tersebut merupakan kekuatan moral pemeluk agama Hindu yang disebut dengan
Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima
keyakinan tersebut melandasi etika moral manusia.
a. Etika Moral berlandaskan pada Widdhi sraddha.
Karena yakin bahwa Tuhan berada dimana-mana dan selalu ada serta maha tahu,
mengetahui semua yang tampak dan tk tampak, maka menjadi alasan atau dasar
yang mendorong orang untuk selalu menjaga perilakunya agar tidak
menyimpang dari ajaran-ajaran Tuhan (Agama) dimana dan kapan pun, baik ada
yang melihat maupun tidak. Walau hanya dalam angan atau pikiran saja
semestinya tidak dibiarkan menyimpang karena Tuhan mengetahui apapun yang
ada dalam pikiran manusia. Apalagi umat Hindu juga yakin bahwa Tuhan
menyayangi orang-orang yang susila dan berbudi pekerti yang luhur.
b. Etika Moral berlandaskan pada atman Sraddha.
Karena yakin dengan Atma adalah dewa yang memberikan kekuatan hidup pada
setiap mahkluk, maha saksi yang tidak dapat ditipu, maka timbul etika tidak
boleh bohong. Karena yakin bahwa pada dasarnya Atma semua makhluk adalah
tunggal, tapi berbeda kondisinya karena karmanya dan tubuhnya masing-masing
maka Hindu meyakini konsep “Bhineka – Tunggal” artinya berbdea-beda satu
sama lain namun pada hakekatnya tunggal. Berdasarkan kenyataan bahwa
manusia keadaannya berbeda-beda, ada yang lebih tua, ada yang lebih muda, ada
yang lebih tinggi statusnya, ada yang lebih rendah, maka orang ber-tata krama
atau ber-etika; orang yang lebih rendah statusnya atau lebih muda umurnya patut
menghormati yang lebih tinggi statusnya atau lebih tua umurnya, orang lebih
tinggi statusnya atau lebih patut menghargai yang lebih rendah dan yang lebih
muda. Berdasarkan keyakinan bahwa, pada hakekatnya semua Atma adalah
tunggal, melahirkan fialsafat “Tat Twam Asi” artinya dia adalah kamu :
melandasi serta mendorong etika untuk saling menghargai satu sama lain. Tat
Twam Asi juga landasan dasar salah satu ajaran Etika Hindu : “Arimbawa”
maksudnya punya pertimbangan kemanusiaan, punya rasa kasihan, ingin
menolong, dapat memaafkan, sehingga dalam memperlakukan atau 10 menindak
orang lain mengukur pada diri sendiri. Sebelum bertindak tanya dulu kepada diri
sendiri “Bagaimana seandainya aku diperlakukan artau ditindak demikian?” Bila
menimbulkan rasa tak enak, menyakitkan, maka sebaiknya orang tidak
diperlakukan demikian : bila menyenangkan atau membahagiakan (dalam arti
positif) sebaiknya dilakukan.
c. Etika Moral berlandaskan pada Karma Phala Sraddha.
Karena yakin dengan Hukum Karma Phala bahwa setiap perbuatan pasti akan
membawa akibat, maka orang menjaga sikap dan perilakunya agar selamat
(anggraksa cara rahayu) termasuk menjaga pikiran. “Yadiastun riangen-angen
maphala juga ika” Artinya, walaupun baru hanya dalam pikiran akan membawa
akibat itu (ss). “Siapakari tan temung ayu masadana sarwa ayu, nyata

4
katemwaning ala masadhana sarwa ala” Artinya, siapa yang tak akan
memperoleh kebaikan bila sudah didasari dengan perbuatan baik? Pastilah hal-
hal yang buruk akan dituai bila didasari dengan perbuatan buruk (Arjuna
10.12.7). Keyakinan pada Karma Phala jelas menjadi dasar dan sekaligus kontrol
dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Demikianlah keyakinan pada Hukum
Karma Phala menumbuhkan Etika Hindu.
d. Etika Moral berlandaskan pada Punarbawa Sraddha.
Berdasarkan keyakinan pada Punarbhawa bahwa, bila orang berperilaku buruk
dalam hidupnya akan lahir menjadi makhluk yang lebih rendah, mungkin
menjadi manusia cacat bahkan mungkin menjadi binatang tergantung derajat
keburukan perilakunya, sebaiknya bila dalam hidupnya didominasi oleh
perbuatan-perbuatan baik, maka kelak ia akan lahir pada tingkat makhluk yang
lebih mulia seperti menjadi manusia yang lebih rupawan, pintar, murah rezeki,
memperoleh jalan hidup yang lebih baik, lebih berwibawa, dsb, maka mesti
menjaga tingkah lakunya agar dapat menjelma dalam tingkat yang lebih tinggi
derajatnya, lebih baik dalam segala hal, minimal tidak jatuh menjadi makhluk
yang lebih rendah/lebih sengsara.
e. Etika Moral berlandaskan pada Moksha.
Karena yakin dengan adanya sorga yaitu alam tempat arwah yang sangat
menyenangkan, alam tempat meinkmati suka cita bagi arwah yang pada waktu
hidupnya banyak berbuat baik. Apalagi yakin dengan adanya moksa yang lebih
tinggi lagi daripada sorga yaitu menyatunya Atma dengan Brahman (Tuhan)
bagi yang berhasil melepaskan diri dari belenggu papa dengan berbuat baik
(Subhakarma) menikmati “Sat cit ananda” atau “Suka tan pawali dukha”, artinya
suka yang tak akan pernah kembali menemukan duka, dengan kata lain
mencapai kebahagiaan abadi. Etika atau sila semakin menjauhkan orang dari
neraka dan menghantarkan untuk semakin dekat dengan sorga dan moksa.
Keyakinan ini mendorong orang untuk beretika, lebih semaangat untuk
menegakkan sila dalam hidupnya. Demikianlah dasar-dasar etika Hindu itu yang
berpijak pada keimanan Hindu.
2.2 Prinsip Dasar Etika Dalam Agama Hindu
Agama Hindu menyebut etika sebagai susila, yang berasal dari dua suku kata, su
yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia
yang baik. Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila
dalam kalimat : “Sila ngaranya angraksa acara rahayu”. Kata susila mengandung
pengertian perbuatan baik atau tingkah laku yang baik. Pendidikan Agama
Hindu Etika (Moralitas) 56 Ajaran Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik
dan jahat atau surga dengan neraka melainkan memiliki etika-etika yang
berdasar karena kebutuhan untuk menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan
ambisi untuk mengarahkannya pada sebuah kehidupan yang harmonis di bumi
dengan tujuan mutlak dari agama Hindu untuk menyadari keberadaan kita
sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu adalah kesadaran pada diri

5
kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari keberadaan manusia dan
kebebasannya. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap individu yang
terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan diri
(atman).
Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian (artha)
untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan
keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek,
kebutuhan untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau
penyatuan dengan Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat, bangsa,
dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan sosial dan
bertindak sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum
sosial. Sehingga dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu
dharma, artha, kama, dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang
menandakan bahwa ketiganya tidak dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban
dharma. Moksa adalah tujuan yang terakhir karena keterikatan adalah
memungkinkan ketika dari ketiga bagian lain sudah terpenuhi. Walaupun
dharma memiliki arti yang berbeda dari sudut pandang etika, dharma adalah
sistem moral dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh faktor yang
membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk
perbuatan dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan
(lobha), keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan
egoisme (ahankara). Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena
pengaruh ketujuh faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh
kebajikan, yang dikenal dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab
"Manu Smrti" yaitu sebagai berikut.
1. Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh). Seseorang yang ditugaskan untuk
melakukan sesuatu pekerjaan hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan
penuh rasa tanggung jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan
bersungguh-sungguh. Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan
memuaskan baik bagi dirinya maupun orang lain.
2. Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan yang sangat
terpuji bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput dari khilaf.
Setiap orang pasti pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu saat ia
pasti ingin dimaafkan pula oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan
tulus ikhlas.
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar selalu bisa
mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan
keinginan karena akan dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu
tersebut berupa nafsu sexual, amarah, dan lain-lain.
4. Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain atau
mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh

6
nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita
karena tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin
mengambil hak orang lain.
5. Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya badannya saja,
tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka
ketentraman dan kedamaian serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia diharapkan selalu
bisa mengendalikan semua indra keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian
manusia akan lebih mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang
tenang dan tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan
kebenaran. 19
7. Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani membela
kebenaran dimuka bumi ini. Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan
kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak takut pada siapapun.
8. Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut untuk bisa
mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan
lebih cepat tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat
yang maju, dan tidak bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran). Manusia harus mempunyai sifat
setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang benar pula. Disamping itu juga
harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat
kepada teman, dan harus menepati janji.
10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan cepat
marah. Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat
mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan
terhadap orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada
kita. Dalam kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan
cepat tua.
Etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata
nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia (Subha Karma/Daiwi
Sampad, dan Asubha Karma/Asuri Sampad), mengenai apa yang harus
dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan
tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada
dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang
yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri
dan menghargai orang lain. Dasar dari semua etika/susila Hindu adalah Tat
Twam Asi. Tat Twam Asi adalah ajaran tata susila dalam agama Hindu. Di
dalam filsafat hindu, dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan
yang tanpa batas, yang identik dengan prikemanusiaan dalam pancasila. Tat
Twam Asi berrasal dari tiga kata yaitu Tat yang berarti dia atau itu, Twam yang
berarti engkau,dan Asi yang artinya adalah atau juga. Sehingga Tat Twam Asi
memiliki makna dia atau itu adalah engkau juga dan saya adalah kamu juga.

7
Ajaran yang menjadi dasar dan pedoman ajaran Tat Twam Asi adalah ajaran Tri
Kaya Parisudha, Catur Paramita, dan Tri Parartha.
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (ManavaMadhava)
Salah satu tugas suci bagi umat beragama Hindu ialah untuk menata dirinya
sendiri, masyarakat, serta umat manusia untuk mengenal jati dirinya untuk berusaha
menjadi manusia yang berperikemanusiaan yang secara ideal disebut manusia
“Dharmika” (Manava Madhava). Ajaran etika di dalam Weda mencakup bidang
yang sangat luas meliputi: kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan,
kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi,
menjalankan kebajikan, percaya diri, membina hubungan yang serasi,
mementingkan persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan,
pergaulan dengan orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan manis,
sejahtera, damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka
(kemampuan membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak
lagi yang lainnya tidak dapat disebutkan.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk menjadikan
diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang berperikemanusiaan,
berbudhi pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava Madhava (Dharmika),
berdasarkan ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda, Itihasa, Purana, Bhagawad
Gita, Sara Samuccaya, Slokantara, dan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan
dalam Sarasamuccaya, Sloka 4. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-
sungguh utama; sebabnya demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan
sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah
keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia.
Bhagavad Gita menjelaskan mengenai sifat-sifat keraksasaan (Asuri Sampat)
sebagai lawan sifat-sifat kedewaan (Daiwi Sampat). Sehingga
kecenderungankecenderungan sifat manusia dibedakan menjadi dua bagian, sebgai
berikut.
1. Daivi Sampad, adalah kecenderungan-kecenderungan sifat kedewataan yang
menyebabkan manusia memiliki budi luhur sehingga dapat menghantarkan
seseorang mendapatkan kerahayuan/kebahagiaan.
2. Asuri Sampad, adalah kecenderungan-kecenderungan sifat keraksasaan yang
menyebabkan manusia memiliki budi yang rendah sehingga dapat menyebabkan
manusia jatuh ke jurang neraka.
Sifat Daivi Sampad dan Asuri Sampad itu ada pada diri semua orang dengan
kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat baik
(subha karma) dan sifat buruk (asubha karma). Saramuscaya menyebutkan bahwa
hanya manusialah yang dapat mengenal perbuatan yang salah dan benar, ataupun
baik dan buruk. Hanya manusialah yang dapat menjadikan sesuatu yang tidak baik
menjadi baik, karena manusia diberikan kemampuan yang lebih dari makhluk hidup
lainnya yaitu berupa idep (pikiran). Daiwi Sampad bermaksud menuntun manusia
kearah keselarasan antara sesama manusia. Selain itu, terdapat pula beberapa

8
pedoman etika dalam Agama Hindu untuk menuju manusia yang ideal (Manava-
Madhava). Salah satunya adalah Tri Kaya Parisuda yang berasal dari kata tri artinya
tiga, kaya berarti tingkah laku dan parisuda mulia atau bersih. Tri Kaya Parisuda
dengan demikian berarti tiga tingkah laku yang mulia (baik). Adapun tiga tingkah
laku yang baik termaksud adalah:
a. Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan
manacika apabila dia dapat (1) tan egin tan adengkia ri drywaning len,
artinya, tidak menginginkan sesuatu milik orang lain, (2) tan kroda ring sarwa
satwa, artinya, tidak berpikir buruk terhadap semua makhluk, (3) manituhwa
ri hananing karma phala, artinya, yakin dan percaya terhadap hukum karma.
b. Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dinyatakan sebagai
wacika, apabila dia dapat melakukan (1) tan ujar ahala, artinya, tidak mencaci
maki orang lain, (2) tan ujar apungas, artinya, tidak berkata-kata yang kasar,
(3) tan misuna, artinya, tidak memfitnah atau mengadu domba, (4) tan nitya,
artinya, tidak berbohong/ingkar janji.
c. Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan kayika,
apabila dia dapat melakukan (1) tan amati-mati, artinya, tidak menyiksa,
menyakiti atau membunuh, (2) tan angakal-akal, artinya, tidak berbuat
curang, mencuri atau merampok, (3) tan paradara, artinya, tidak berzina atau
memperkosa..
2.4 Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan Tanpa Kekerasan
dalam Kehidupan Bersama Sehari-hari
Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan Tanpa Kekerasan dalam
Kehidupan Bersama Sehari-hari Kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian
dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-hari dapat diraih apabila
mampu melaksanakan Dharma yang utama. Dasa Dharma ialah sepuluh macam
perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu. Dengan melaksanakan
ajaran dharma ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tentram dan
damai. Sepuluh dasa dharma tersebut adalah (1) Dhriti (bekerja dengan sungguh-
sungguh), (2) Ksama (mudah memberikan maaf), (3) Dama (dapat mengendalikan
nafsu), (4) Asteya (tidak mencuri), (5) Sauca (berhati bersih dan suci), (6)
Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan, (7) Dhira (berani membela yang
benar), (8) Widya (belajar dan mengajar), (9) Satya (kebenaran, kesetiaan, dan
kejujuran), dan (10) Akrodha (tidak marah).
2.4.1 Kebenaran
Sabda suci weda mengatakan bahwa kebenaran/kejujuran (satyam)
merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang senantiasa mengikuti
kebenaran maka hidupnya akan selamat, sejahtera, terhindar dari bencana,
memperoleh kebijaksanaan dan kemuliaaan. Kebenaran/kejujuran dapat
dilaksanakan dengan Pendidikan Agama Hindu Etika (Moralitas) 64 mudah, bila

9
seseorang memiliki keyakinan (Sraddha). Dengan keyakinan seseorang akan
mantap bertindak dijalan yang benar menuju kebenaran.
2.4.2 Kebajikan
Dalam ajaran Hindu kata Dharma mempunyai arti yang luas, antara lain:
kebenaran, bebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur dan sebagainya.
2.4.3 Kasih Sayang (Cinta Kasih)
Dalam agama Hindu konsep tentang Cinta kasih dan Kasih sayang
dijelaskan sebagai berikut.
a. Cinta Kasih
Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan kata Snih yang artinya
cinta bukan harus dimiliki melainkan apa yang sudah ada patut dipelihara.
Sedangkan menurut cendikiawan Hindu abad ke 19 yaitu Svami
Vivekanandha menyebutkan bahwa Cinta Kasih adalah daya penggerak,
karena cinta kasih selalu menempatkan dirinya sebagai pemberi bukan
penerima. Jika kita dengan penuh kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan
maka kebenaran yaitu kemahakuasaan Tuhan akan datang karena daya
penggerak atau cinta kasih-Nya. Jadi dari uraian tersebut maka dapat
dipahami bahwa Cinta Kasih adalah perasaan rindu, sayang yang patut
dibina dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan.
b. Kasih sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan diberikan
dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan. Ada lima aspek kepribadian
manusia, sebagai berikut.
(1) Intelek atau kecerdasan, memungkinkan manusia menganalisa dan
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, mana yang palsu dan mana yang sejati.
(2) Fisik, semua mahluk terbentuk dari unsur fisik yang sama. Fisik sebagai
aspek kepribadian yang dimaksud di sini adalah pengembangan kebiasaan
memimpin dan mengendalikan hasrat. Pendidikan Agama Hindu Etika
(Moralitas) 66
(3) Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan panca indera secara
benar. Emosi hendaknya dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang
berguna bagi kesejahteraan hidup individu dan masyarakat.
(4) Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia yang paling sulit
dilukiskan, karena merupakan kualitas diri kita yang menjadi sumber kasih.
(5) Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati kesatuan yang
mendasar dan kemanunggalan segala ciptaannya.
2.4.4 Kedamaian dan Tanpa Kekerasan

10
Kedamaian atau ketentraman batin adalah dambaan setiap makhluk.
Kedamaian yang sejati sumbernya adalah bersatunya atman, sumber hidup setiap
makhluk dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Pada doa puja Trisandhya, bait
ke-5 mantra ke-2 menyatakan “Sarvaprani Hitangkarah” yang artinya semoga
semua makhluk sejahtera. Doa ini merupakan doa yang universal, tidak hanya
untuk manusia tetapi semua makhluk ciptaan-Nya. Berikut kutipan dalam pustaka
suci mengenai kedamaian dan tanpa kekerasan.
2.5 Implementasi
Mewujudkan kehidupan yang benar, bajik, penuh kasih sayang, damai
tanpa kekerasan merupakan tanggung jawab semua manusia tanpa terkecuali usia,
gender, derajat, golongan. Hal yang dapat memandu pelaksanaannya adalah
Dharma dalam skup kecilnya adalah Dasa Dharma. Implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dhiriti ( bekerja dengan sungguh- sungguh)
Seseorang yang ditugaskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan
hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung
jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguhsungguh.
Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan memuaskan
baik bagi dirinya maupun orang lain. contohnya sebagai mahasiswa
yang diwajibkan untuk membuat tugas maka harus dikerjakan dengan
sungguh-sungguh guna mendapatkan nilai dan tecapainya tujuan
pembelajaran. Maka dari itu timbul pemahaman hak dan kewajiban
dimana hak dituntut setelah pelaksanaan kewajiban.
2. Ksama (mudah memberikan maaf)
Ksama merupakan tindakan yang sangat terpuji bagi setiap manusia,
karena setiap manusia tak pernah luput dari khilaf. Setiap orang pasti
pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin
dimaafkan pula oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus
ikhlas.
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu)
Manusia diharapkan agar selalu bisa mengendalikan nafsu atau
keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan keinginan karena akan
dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut berupa
nafsu sexual, amarah, dan lain-lain.
4. Asteya (tidak mencuri)
Orang yang menginginkan barang orang lain atau mencuri adalah orang
yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh nafsu duniawi.
Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita karena
tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan selalu
ingin mengambil hak orang lain. diberlakukannya human bagi para

11
pencuri merupakan jalan yang dapat membantu manusia dalam
pelaksanaan hal ini.
5. Sauca (berhati bersih dan suci)
Bersih dan suci bukan hanya badannya saja, tetapi juga pikiran dan
hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka ketentraman dan
kedamaian serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan)
Manusia diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra
keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian manusia akan lebih
mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan
tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan
kebenaran. Pendidikan Agama Hindu Etika (Moralitas) 68
7. Dhira (berani membela yang benar)
Manusia harus berani membela kebenaran dimuka bumi ini. Menjunjung
tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak
takut pada siapapun.
8. Widya (belajar dan mengajar)
Selain belajar manusia juga dituntut untuk bisa mengajarkan ilmunya
kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan lebih cepat
tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat
yang maju, dan tidak bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran)
Manusia harus mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta
berbuat yang benar pula. Disamping itu juga harus berani bertanggung
jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman, dan
harus menepati janji.
10. Akrodha (tidak cepat marah)
Berusahalah agar tidak marah dan cepat marah. Karena dengan
kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat mencelakakan
dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan terhadap
orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada
kita. Dalam kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang
akan cepat tua.
2.5.1 Kebenaran
Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah berbuat sesuatu
berdasarkan kebenaran akan berbuah kepada keselamatan. Hal ini sejalan dengan
konsep Karma Phala. Contohnya adalah ketika seorang siswa yang selalu
mengerjakan tugas, ulangan, pembelajaran dengan mentaati aturan maka saat
dilaksanakan ujian siswa tersebut akan mendapat keselamatan berupa prestasi yaitu
nilai yang bagus dan kemungkinan mendapat kemudahan dalam mencari sekolah
yang diinginkan. Setiap hal yang dilakukan harus memenuhi ajaran Tri Kaya

12
Parisudha yaitu berfikir, berkata, dan berbuat yang baik. Contoh pikiran yang baik,
misalnya ketika Udin yang kurang berbakat dalam kalkulus mendapat nilai tertinggi
saat UTS atau UAS, kita selalu berpikir bahwa perolehan itu karena Udin belajar
banyak sebelum UTS atau UAS, sehingga dia mampu mendapat nilai bagus.
Perkataan merupakan hal yang sangat riskan karena berkat perkataan dapat
menghantarkan mejuju bahagia, ajal, kesusahan, dan sahabat. Perkataan yang baik
yaitu perkataan yang tidak menghina kekurangan orang lain, berkata yang dapat
melukai perasaan orang yang mendengarnya, berkata sesuai hal yang ada bukan
melebihlebihkan bahkan memfitnah orang lain. Misalnya saat Made mendapat
remidial maka jangan berkata mencela atau menjatuhkannya dengan kata-kata
ejekan tapi berkata yang dapat memberinya motivasi untuk lebih giat lagi dalam
belajar. Pendidikan Agama Hindu Etika (Moralitas) 69 Perbuatan yang baik yaitu
tidak menyakiti (menyiksa), merampas milik orang lain, dan berzinah.
2.5.2 Kebajikan
Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang
mampu mengutamakan Dharma dibandingkan hal lainnya maka orang tersebut
akan mendapat kebahagiaan. Contohnya, sebagai seorang guru yang merupakan
insan terpelajar dengan tugas mulia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta
menyalurkannya kepada siswa harus terlebih dahulu mementingkan bagaimana ia
bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru yaitu mendidik siswanya
sampai menjadi tau dan mengerti bukan terlebih dahulu mementingkan seberapa
gaji yang bisa didapat, kedudukan yang bisa diperoleh serta predikat yang bisa ia
sandang. Contoh yang lain adalah ketika seseorang melaksanakan Bhakti atau
hormat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Orang tua, Guru, dan Pemerintah
sebagai wujud atau ungkapan trimakasih atas semua yang telah diberikan baik
keselamatan, perlindungan , penghidupan, kasih sayang, jasa, pengetahuan dan lain
sebagainya. Maka orang tersebut sudah dapat dikatankan telah mendekatkan diri
dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui jalan Bhakti Marga. Sujud bhakti
pada Sang Hyaang Widhi Wasa dapat melalui pelaksanaan Tri Sandhya,
persembahyangan, Melakukan Tirta Yatra, memelihara kesucian tempat suci,
mengamalkan ajaran agama. Kemudian bhakti pada orang tua melalui patuh pada
nasehatnya, meringankan pekerjaannya,dan menjamin kehidupannya dihari tua.
Bhakti pada guru dapat dengan belajar dengan tekun apa yang diajarkan guru,
hormat terhadap guru, taat pada tata tertib sekolah. Bahkti kepada pemerintah dapat
dengan cara menghormati pemerintah, mengikuti kebijakan yang ditentukan, dan
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.5.3 Kasih Sayang
Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan melaksanakan
Asih yang artinya menyayangi atau mengasihi sesama mahluk sebagaimana

13
mengasihi diri sendiri. Pelaksanaanya melalui saling asah, asih dan asuh. Asah
adalah saling menghargai , asih adalah saling mencintai, dan asuh adalah saling
menghormati. Jika ketiganya dapa dilaksanakan maka akan terwujud kedamaian,
kerukunan, dan keharmonisan dalam hidup ini.Asah, asih dan asuh tidak hanya
dapat dilaksanakan kepada teman tetapi kepada semua orang yang berada
disekeliling atau dilingkungan. implementasi yang kedua adalah dengan
melaksanakan Punia yaitu memberikan sebagian artha yang dimilki secara ikhlas
dan berguna bagi yang menerima. Hal yang terpenting adalah keikhlasannya bukan
kuantitasnya. Beberapa contoh pelaksanaan punia yaitu memberi pertolongan atau
bantuuan kepadaa korban bencana, menolong Pendidikan Agama Hindu Etika
(Moralitas) 70 teman yang kurang mampu, menyumbang kepada fakir miskin,
melaksanakan panca yadnya.
2.5.3 Kedamaian dan Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-hari
Implementasinya adalah sebagai Bangsa Indonesia yang merupkan bangsa
majemuk dalam berbagai sudut pandang mengharuskan kita tidak saling bertengkar
karena panatisme dan rasis yang berlebihan tetapi kita harus saling menjanga
kedamaian antar suku, agama, ras, klompok dan yang lainya. Seperti yang diajarkan
Tat Twan Asi bahwa aku adalah kamu, kamu adalah aku, kita adalah
mereka,mereka adalah aku. Jadi jika sebuah kelompok menyakiti kelompok lainya
sehingga timbul kekacauan, maka dapat dikatakan mereka juga menyakiti
kelompoknya sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa etika merupakan
tatanan pergaulan yang melandasi tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang
harus bersikap, berperilaku, serta bertanggung jawab untuk dapat mencapai hubungan
yang harmonis antar umat beragama. Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia
ideal merupakan salah satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri
serta masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang
berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-perbuatan adharma. Umat Hindu
mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan kebenaran, kebajikan, kasih
sayang, kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Sebagai individu yang beriman, hendaknya dapat mengimplementasikan ajaran-
ajaran kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam
kehidupan sehari-hari agar terciptanya suasana yang damai dan tentram antar umat
beragama.

15
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/USER/Downloads/8.%20BAB%203%20%20ETIKA.pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/paper%20etika%20hindu%20(2).pdf

16

Anda mungkin juga menyukai