Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AGAMA HINDU

“SUSILA ATAU ETIKA”

Disusun oleh :
NI KADEK PRIMAYANI
Npm. 19.1.105

STKIP AGAMA HINDU


AMLAPURA
2020
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan,makalah yang berjudul “Susila atau Etika”
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, ucapan terima kasih kepada
orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan materiil kepada
penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya dikutip sebagai
bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu,penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari.Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca.

Om Santih,Santih,Santih, Om

Karangasem, Mei 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Makna Etika atau Moralitas........................................................ 3
2.2 Prinsip Dasar Etika dalam Agama Hindu.................................. 4
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju
Manusia Ideal (Manava Madhava)............................................. 5
2.4 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih
Sayang, Kedamaian dan Tanpa Kekerasan
dalam Kehidupan Bersama Sehari-Hari.................................... 7
2.4.1 Kebenaran ................................................................. 7
2.4.2 Kebajikan .................................................................. 8
2.4.3 Kasih Sayang (Cinta Kasih) ..................................... 9
2.4.4 Kedamaian dan Tanpa Kekerasan ............................ 10
2.4.5 Implikasi Etika dan Moralitas dalam
Kehidupan Sehari-hari .............................................. 11
2.4.6 Ethika dalam Mahabharata ....................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1Simpulan .................................................................................. 14
3.2Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 16

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan ini kita akan senantiasa dihadapkan dengan
berbagai masalah yang akan datang silih berganti. Dalam hal ini kita harus
memiliki kesabaran dalam menghadapinya. Salah satu caranya adalah
meningkatkan iman dan taqwa kita. Agama memiliki peran yang amat penting
dalam meningkatkan hal tersebut . Dengan mempelajari Agama kita mampu
untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Agama dapat dijadikan pemandu
dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan
bermartabat.Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spritual.Akhlak mulia
mencakup etika, budi pekerti, dan moral yang sangat penting.
Dalam konsep ajaran Agama Hindu terdapat tiga kerangka dasar
Agama Hindu.Tiga kerangka dasar Agama Hindu tersebut, yaitu: tattwa,
susila, dan upacara.Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila
sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Terkait dengan Susila atau etika, disini diperlukan sifat
pengendalian diri dalam bersikap. Tuntunan dalam bersikap inilah yang
disebut etika atau sering juga disebut Dharmasastra. Dharma artinya
menuntun atau membimbing, juga berarti hukum yang mengatur tentang hak
dan kewajiban manusia. Sedangkan sastra berarti ilmu pengetahuan. Dengan
demikian Dharmasastra atau etika dapat diartikan sebagai pedoman atau
hukum yang menuntun manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan
kehidupan sosial lainnya. Tanpa adanya pedoman yang menuntun, bisa jadi
akan mudah timbul kekacauan.
Dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah
yang berjudul Etika sebagai pedoman dasar kita mempelajari Agama Hindu.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, adapun rumusan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
a) Apakah makna dari etika atau moralitas?
b) Bagaimana prinsip dasar etika dalam Agama Hindu?
c) Bagaimanakahmisi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal
(manava madhava)?
d) Bagaimanakah implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-hari?

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
a) Dapat menjelaskan makna dari etika atau moralitas.
b) Dapat menjelaskan prinsip dasar etika dalam Agama Hindu.
c) Dapat menjelaskan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal
(manava madhava).
d) Dapat menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-hari.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini dapat menambah pengalaman penyusun dalam
menyusun makalah beserta presentasinya, serta dapat memperoleh
pengetahuantentang Etika. Selain itu, pembuatan makalah yang akan
dipresentasikan ini dapat meningkatkan mental berbicara dan kepercayaan
diri di depan umum.
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai Etika, yang
nantinya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama, khususnya
Agam Hindu.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Makna Etika atau Moralitas


Secara Etimologis etika berasal dari bahasa Yunani, yaituEthos yang
mempunyai bentuk jamak sebagai etika. Etos merupakan suatu kebiasaan dan
kelakuan yang bersifat nyata dan berasal dari motivasi.Istilah Moral berasal
dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk
jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Etika mempunyai makna sama dengan moral yaitu suatu adat
kebiasaan. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’,
maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Secara sederhana, etika merupakan sebuah kajian tentang
moralitas (the study of morality).
Etika merupakan pengetahuan tentang kesusilaan yang berbentuk
perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengandung suatu nilai serta
menjadi pedoman dalam tingkah laku seseorang. Setiap perbuatan itu
berdasarkan atas kehendak atau buddhi seseorang. Sehingga manusia
dihadapkan pada dua pilihan yaitu baik dan buruk. Moral mengandung makna
yang berkenaan dengan perbuatan yang baik dan buruk. Disamping itu
dikenal juga konsep moralitas, yaitu sistem nilai yang terkandung dalam
petuah, nasihat, perintah atau aturan yang diwariskan secara turun temurun
melalui agama atau kebudayaan dan tentang bagaimana seharusnya manusia
hidup agar menjadi lebih baik. Moralitas memberikan manusia petunjuk dan
aturan tentang bagaimana harus hidup, bertindak yang baik dan menghindari
perilaku yang tidak baik.
Namun jika dikaji dari sumbernya, etika dan moral itu memiliki
perbedaan yaitu jika moral bersumber dari diri seseorang yaitu hati nuraninya,
sedangkan etika berdasarkan kepada hal-hal diluar dirinya seperti kebiasaan
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

5
2.2 Prinsip Dasar Etika dalam Agama Hindu
Sebagaimana kita ketahui bahwa etika merupakan tatanan yang
melandasi tingkah laku manusia, dan dengan etika agar manusia bertingkah
dan bersikap yang lebih baik. Untuk itu etika mempunyai banyak peranan,
sebagaimana juga fungsinya yang menjadi suatu media pembimbing tingkah
laku manusia, agar menjadi orang yang baik. Dalam hal ini etika dapat
dikatakan sebagai pemberi arahan, garis patokan atau pedoman kepada
manusia bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam masyarakat.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua
suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan
mengenai arti kata sila dalam kalimat : “Sila ngaranya angraksa acara
rahayu”. Kata susila mengandung pengertian perbuatan baik atau tingkah
laku yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun
dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa
cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan
melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai
orang lain.
Konsep dasar dari tata susila adalah “ sasana manut linggih dan
linggih manut sasana”. Jadi, etika atau susila hendaknya selaras dengan
kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila.
Sehingga tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk dapat
menyelaraskan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, hubungan harmonis antar manusia dan peraturan tingkah laku antara
manusia dengan lingkungan. Bagaikan sebuah bangunan yang kuat perlu
didirikan di atas dasar yang kuat, demikian pula dengan tata susila perlu
didirikan di atas dasar yang kuat. Dasar yang kuat itu adalah ajaran-ajaran
agama.

6
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava
Madhava)
Salah satu tugas suci bagi umat beragama Hindu ialah untuk
menata dirinya sendiri, masyarakat, serta umat manusia untuk mengenal jati
dirinya untuk berusaha menjadi manusia yang berperikemanusiaan yang
secara ideal disebut manusia “Dharmika” (Manava Madhava). Ajaran etika di
dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi: kebenaran, kasih,
tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budhi
pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan kebajikan,
percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan,
kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan, pergaulan dengan
orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan manis, sejahtera,
damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka (kemampuan
membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak lagi yang
lainnya tidak dapat disebutkan (Winawan, W., 2002).
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadikan diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang
berperikemanusiaan, berbudhi pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava
Madhava (Dharmika), berdasarkan ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sara Samuccaya, Slokantara, dan yang
lainnya.
Dalam Kitab Suci Sara Samuccaya: Sloka 4, disebutkan sebagai
berikut:
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya
demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir
dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah
keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia.

Selanjutnya dalam Bhagavad Gita yang menjelaskan mengenai


sifat-sifat keraksasaan (Asuri Sampat) sebagai lawan sifat-sifat kedewaan
(Daiwi Sampat) yang terdapat dalam Bhagavad Gita Bab XVI. 11, 12, 14,
17,21.

7
Keinginan yang tak habis-habisnya, yang hanya berakhir pada
kematian, dengan menganggap kepuasan nafsu keinginan sebagai tujuan
utama, dengan keyakinan bahwa itulah semuanya (Bhagavad Gita Bab XVI.
11)

Sehingga kecenderungan-kecenderungan sifat manusia dibedakan


menjadi dua bagian yaitu:
1. Daivi Sampat
Daivi Sampat adalah kecenderungan-kecenderungan sifat kedewataan
yang menyebabkan manusia memiliki budi luhur sehingga dapat
menghantarkan seseorang mendapatkan kerahayuan/kebahagiaan.
2. Asuri Sampat
Asuri Sampat adalah kecenderungan-kecenderungan sifat keraksasaan
yang menyebabkan manusia memiliki budi yang rendah sehingga dapat
menyebabkan manusia jatuh ke jurang neraka.
Sifat Daivi Sampat dan Asuri Sampat itu ada pada diri semua orang
dengan kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat
sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma). Saramuscaya
menyebutkan bahwa hanya manusialah yang dapat mengenal perbuatan yang
salah dan benar, ataupun baik dan buruk. Hanya manusialah yang dapat
menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, karena manusia diberikan
kemampuan yang lebih dari makhluk hidup lainnya yaitu berupa idep
(pikiran).
Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari
pustaka suci Bhagawad Gita. Amanat Sri Krishna untuk menjadi manusia
Manava Madhava (Dharmika).
Selain itu, terdapat pula beberapa pedoman etika dalam Agama
Hindu untuk menuju manusia yang ideal (Manava-Madhava). Salah satunya
adalah Tri Kaya Parisudayang berasal dari kata tri artinya tiga, kaya berarti
tingkah laku dan parisuda mulia atau bersih. Tri Kaya Parisuda dengan
demikian berarti tiga tingkah laku yang mulia (baik).
Adapun tiga tingkah laku yang baik termaksud adalah:

8
a. Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan
manacika apabila ia:
1. Tan egin tan adengkia ri drywaning len. Artinya, tidak
menginginkan sesuatu milik orang lain.
2. Tan kroda ring sarwa satwa. Artinya, tidak berpikir buruk
terhadap semua makhluk
3. Manituhwa ri hananing karma phala. Artinya, yakin dan percaya
terhadap hukum karma.
b. Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dinyatakan
sebagai wacika, apabila ia:
1. Tan ujar ahala. Artinya, tidak mencaci maki orang lain.
2. Tan ujar apungas. Artinya, tidak berkata-kata yang kasar.
3. Tan misuna. Artinya, tidak memfitnah atau mengadu domba
4. Tan nitya. Artinya, tidak berbohong/ingkar janji.
b. Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan
kayika, apabila ia:
1. Tan amati-mati. Artinya, tidak menyiksa, menyakiti atau
membunuh.
2. Tan angakal-akal. Artinya, tidak berbuat curang, mencuri atau
merampok.
3. Tan paradara. Artinya, tidak berzina atau memperkosa.

2.4 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan


Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-Hari
2.4.1 Kebenaran
Sabda suci weda mengatakan bahwa kebenaran/kejujuran
(satyam) merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang
senantiasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat, sejahtera,
terhindar dari bencana, memperoleh kebijaksanaan dan kemuliaaan.
Kebenaran/kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang
memiliki keyakinan (Sraddha). Dengan keyakinan seseorang akan mantap
bertindak dijalan yang benar menuju kebenaran.
Atharva Veda XIV.1.1

9
“Kebenaran, kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga
langit.Hukum-hukum alammenyangga matahari. Tuhan Yang Maha
Esa, meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi bumi (atmosfer).
Sara Samuccaya Sloka 128
“Tak berjauhan bisa (racun) itu dengan amrta: disinilah di badan
sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan
senang hatinya kepada Adharma, bisa atau racun didapat olehnya;
sebaliknya kokoh berpegang kepada kebenaran, tidak goyah hatinya
bersandar kepada Dharma, maka amrtalah diperolehnya”.
Sara Samuccaya Sloka 41.42
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan
oleh perbuatan, perkataan, dan pikiran yang tidak menyenangkan
dirimu sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit
hati, jangan tidak mengukur baju dibadan sendiri, perilaku anda yang
demikian itulah Dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma,
jangan hendaknya dilakukan”.
“Bahwa segala perilaku orang bijaksana, orang yang jujur,
orangsatya wacana, pun orang yang dapat mengalahkan hawa
nafsunya dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma
segala lasksana beliau, laksana beliau itulah patut dituruti, jika telah
dapat menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma”.

2.4.2 Kebajikan
Dalam ajaran Hindu kata Dharma mempunyai arti yang luas,
antara lain: kebenaran, bebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur dan
sebagainya.
Dalam Rgveda VII.32.8
Prnan itprnate mayah
Artinya:
“Tuhan Yang Maha Esa yang pemurah memberkahi orang yang penuh
kebajikan”
Sara Samuccaya Sloka 12.13

10
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya
Dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersangsikan lagi,
pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada
artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari
Dharma”.
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang
yang bijak yang melaksanakan Dharma, dipuji dan disanjung
olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau
tidak menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi
cinta wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena
adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan
dan hawa nafsu itu.

2.4.3 Kasih Sayang (Cinta Kasih)


Dalam agama Hindu konsep tentang Cinta kasih dan Kasih
sayang dijelaskan sebagai berikut:
a. Cinta Kasih.
Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan kata Snih
yang artinya cinta bukan harus dimiliki melainkan apa yang sudah ada
patut dipelihara. Sedangkan menurut cendikiawan Hindu abad ke 19
yaitu Svami Vivekanandha menyebutkan bahwa Cinta Kasih adalah
daya penggerak, karena cinta kasih selalu menempatkan dirinya
sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan penuh kesadaran
cinta dan kasih kepada Tuhan maka kebenaran yaitu kemahakuasaan
Tuhan akan datang karena daya penggerak atau cinta kasih-Nya. Jadi
dari uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah
perasaan rindu, sayang yang patut dibina dengan penuh kesadaran
tanpa keterikatan.
Dalam Bhagavad Gita XII.13, disebutkan tentang orang yang
telah memahami dan mengaplikasikan cinta kasih:
Advesta sarva-bhutanam, Maitrah karuna eva ca
Nirmamo niraham karah, Sama dukha-sukhah ksami

11
Artinya
Dia yang tidak membenci segala makhluk, Bersahabat dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan, Sama dalam duka dan suka,
pemberi maaf.
b. Kasih sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan
diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan. Ada lima aspek
kepribadian manusia yaitu:
1) Intelek atau kecerdasan, memungkinkan  manusia menganalisa dan
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang palsu dan mana yang sejati.
2) Fisik, semua mahluk terbentuk dari unsur fisik yang sama. Fisik
sebagai aspek kepribadian yang dimaksud di sini adalah
pengembangan kebiasaan memimpin dan mengendalikan hasrat.
3) Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan panca indera
secara benar. Emosi hendaknya dipahami dan dikendalikan agar
menjadi alat yang berguna bagi kesejahteraan hidup individu dan
masyarakat.
4) Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia yang paling
sulit dilukiskan, karena merupakan kualitas diri kita yang menjadi
sumber kasih.
5) Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati kesatuan yang
mendasar dan kemanunggalan segala ciptaan.

2.4.4 Kedamaian dan Tanpa Kekerasan


Kedamaian atau ketentraman batin adalah dambaan setiap
makhluk.Kedamaian yang sejati sumbernya adalah bersatunya atman,
sumber hidup setiap makhluk dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Pada doa puja Trisandhya, bait ke-5 mantra ke-2 menyatakan “Sarvaprani
Hitangkarah” yang artinya semoga semua makhluk sejahtera. Doa ini
merupakan doa yang universal, tidak hanya untuk manusia tetapi semua
makhluk ciptaan-Nya. Berikut kutipan dalam pustaka suci mengenai
kedamaian dan tanpa kekerasan.

12
Atharva Veda: XIX.9.1
Semoga langit penuh kedamaian.Semoga bumi bebas dari gangguan-
gangguan.Semoga suasana lapisan udara yang meliputi bumi
(atmosfir) yang luas menjadi tenang.Semoga perairan yang mengalir
menyejukkan dan semoga semua tanaman dan tumbuhan menjadi
bermanfaat untuk kami.

Yayur Veda: XXXVI.17


Semoga ada kedamaian di langit, di udara yang meliputi bumi
(atmosfir) dan atas bumi, semoga air, tumbuh-tumbuhan dan tanam-
tanaman menjadi sumber kedamaian untuk semuanya.Semoga semua
para dewa dan TuhanYang Maha Esa menganugrahkan kedamaian
kepada kami.Semoga terdapat kedamaian (ketentraman) dimana-
mana.Semoga kedamaian itu datang kepada kami.

Atharva Veda: XIX.9.2


Santam bhutam ca bhavyam ca,
Sarvam eva sam astu nah.

Artinya:
Semoga masa lalu, masa kini, dan masa akan datang penuh kedamaian
dan amat ramah kepada kami.

2.4.5 Implikasi Etika dan Moralitas dalam Kehidupan Sehari-hari


Salah satu Dharma kita yang sangat mulia adalah hormat kepada
ibu dan bapak. Demikian pula kepada ibu dan bapak guru di sekolah. Ibu
dan bapaklah yang menyebabkan kita ada, yang merawat dan membiayai
hidup kita sejak kecil. Betapa besarnya pengorbanannya kepada anak tak
dapat dihitung dan dibayar. Tiada kasih yang dapat menyamai kasih ibu.
Lalu apakah yang kita pakai untuk membalas jasa ibu? Hanya bakti kita
mempersenang mereka, dan ibu akan memberkati kita. Demikian pula
hormat kepada bapak dan ibu guru di sekolah (Sura, G., 1991).
Jasa orang tua tidak dapat dibalas dengan harta yang
melimpah yang diberikan seorang anak. Banyak hal yang dapat kita
lakukan sebagai seorang anak yang dapat menunjukkan bakti kita kepada

13
orang tua selain dengan harta. Orang tua yang memiliki anak yang
sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi bebannya tidaklah ringan.
Orang tua bekerja keras agar dapat membiayai semua kebutuhan
anaknya, baik itu untuk biaya makan, sewa kos, biaya fotocopy buku,
pulsa, bensin, dan lain-lain. Sebagai mahasiswa, kita bisa membuat
mereka bangga dengan cara belajar yang rajin, menggunakan uang yang
diberikan orang tua dengan tepat sasaran, berusaha sebisa mungkin
mendapatkan nilai maksimal dalam ujian, dan bisa wisuda tepat waktu.
Dengan nilai dan prestasi yang bagus, sudah membuat orang tua bangga
dan tidak menyesal menyekolahkan kita.

2.4.6 Ethika dalam Mahabharata


Mahabharata adalah salah satu kitab Itihasa.Mahabharata
mengajarkan agar orang menaruh kasih sayang, rasa bersahabat, simpati
dan beritikad baik terhadap semua makhluk. Ini semuanya akan
mengantarkan orang kepada kedamaian, dan dengan kedamaian orang
akan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup, kebahagiaan hidup,
kebahagiaan hidup sehat lahir batin. Seperti kutipan dalam kitab
Mahabharata (dalam Sura, G., 1991).
Yadanyesain hitam nasyat atmanah karma purusam
Srapatrapeta va yena na tat kuryat katamcana
Artinya :
Perbuatan yang tidak mengantarkan orang kepada
kerahayuan, atau membawa malu kepada kita, janganlah itu dilakukan
kepada siapapun.
Implementasi: Berpacaran tidaklah dilarang, namun bagi orang yang
memiliki pacar, kasihilah dan sayangilah pacar sebagaimana mestinya,
dengan selalu menujukkan rasa bersahabat, simpati, dan itikad baik.
Sekarang ini sering kita temukan kasus remaja yang hamil di luar nikah
karena melakukan sex bebas, padahal remaja tersebut telah mengetahui
bahwa sex bebas itu adalah perbuatan yang tidak mengantarkan orang
pada kerahayuan, bahkan dampaknya bisa membawa malu kita dan
keluarga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah, disinilah peran

14
seorang pacar sangat diperlukan. Seorang pacar hendaknya dapat
mengendalikan dirinya sendiri bahkan kalau bisa mengendalikan nafsu
pasangannya agar hal-hal demikian tidak terjadi.

15
16
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ,
etika merupakan sebuah kajian tentang moralitas (the study of morality).
Sehingga etika merupakan pengetahuan tentang kesusilaan yang berbentuk
perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengandung suatu nilai serta
menjadi pedoman dalam tingkah laku seseorang . Setiap perbuatan itu
berdasarkan atas kehendak atau buddhi seseorang. Sehingga manusia
dihadapkan pada dua pilihan yaitu baik dan buruk.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua
suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik.Etika atau susila hendaknya selaras dengan
kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila.
Sehingga tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk dapat
menyelaraskan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, hubungan harmonis antar manusia dan peraturan tingkah laku antara
manusia dengan lingkungan. Tata susila perlu didirikan di atas dasar yang
kuat. Dasar yang kuat itu adalah ajaran-ajaran agama.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadikan diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang
berperikemanusiaan, berbudhi pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava
Madhava (Dharmika), berdasarkan ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sara Samuccaya, Slokantara dan yang
lainnya. Kecenderungan sifat Daivi Sampat dan Asuri Sampat ada pada diri
semua orang dengan kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri
seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma).
Saramuscaya menyebutkan bahwa hanya manusialah yang dapat mengenal
perbuatan yang salah dan benar, ataupun baik dan buruk. Hanya manusialah
yang dapat menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, karena manusia

17
diberikan kemampuan yang lebih dari makhluk hidup lainnya yaitu berupa
idep (pikiran).
Ajaran etika hendak diimplementasikan dengan kebenaran,
kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan
bersama sehari-hari. Komponen-komponen tersebut akan membentuk suatu
keharmonisan yang mendasari kerukunan hidup menuju manusia yang
manava madhava sehingga segala apapun halangan serta rintangan yang
dihadapi, akan bisa dilewati dengan baik. Implementasi ajaran etika juga
terdapat dalam kisah mahabaratha yang sudah tak asing lagi untuk umat
Hindu. Nilai-nilai etika banyaktersurat dan tersirat dalam cerita tersebut yang
menggugah hati manusia untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran dharma.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, seseorang hendaknya
selalu bertindak dengan berpegangan teguh pada ajaran agamanya,
memahami serta mengerti segala sesuatu yang dilarang maupun yang patut
dilaksanakan sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
yang akan mewujudkan kehidupan yang harmonis antara semua makhluk
ciptaan Tuhan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ita. 2010. ”Hakekat Manusia Hindu”. Dalam


http://itahasri.blogspot.com/2010/12/manusia-hindu.html. Diakses 14 April
2014

Nurkancana, Wayan. 2011. Pokok-pokok Ajaran Agama Hindu. Singaraja:


Universitas Pendidikan Ganesha.

Winawan, W. 2003.Materi Substansi Kajian Matakuliah Pengembangan


Kepribadian Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Trisakti.

19

Anda mungkin juga menyukai