Anda di halaman 1dari 4

NAMA : GUSTI AYU PUTU RATNA WAHYU SARI

NIM : 11.1.5.6.1.107

JURUSAN : PENERANGAN AGAMA HINDU

FAKULTAS : DHARMA DUTA

KELAS : PENA SIANG

TUGAS : TATWA

SOAL UTS.

1. Apakah saudara percaya Tuhan itu ada ? Berikan alasannya !


2. Benarkah atman itu merupakan bagian daripada Tuhan ?
3. Coba implementasikan konsep hukum karma dalam kehidupan sehari-hari.
4. Apa penyebab terjadinya kelahiran berulang-ulang atau Punarbhawa ?
5. Bisakah moksa itu dinikmati pada dunia ini ?

JAWABAN SOAL.

1. Saya tentu percaya dengan adanya Tuhan. Karna setiap orang yang percaya dengan
adanya Tuhan, pastinya mempunyai kepercayaan yang dianut. Begitu pula dengan saya
yang percaya dengan adanya Tuhan dan saya menganut Agama Hindu. Dalam Agama
Hindu ada yang disebut dengan Panca Sradha salah satu bagiannya yaitu Percaya Dengan
Adanya Tuhan/Brahman. Tuhan dalam Agama Hindu satu. Namun disebut dengan
banyak nama.
Bagaimana bisa kita diciptakkan dan siapa yang menciptakan manusia kalau tidak dari
pikiran Tuhan. Siapa yang menciptakan dunia beserta isinya/ makro dan mikrokosmos.
Dimanapun umat manusia diajarkan untuk selalu bersyukur , mohon ampun dan
perlindungan kepada Tuhan. Oleh sebab itu saya sendiri percaya dengan adanya Tuhan.
2. Atman bagian dari pada Tuhan dan merupakan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Atmanlah yang menjadi jiwa manusia yang disebut dengan jiwatman yang
membuat manusia itu hidup dan dapat melakukan aktifitas. Pertemuan Atman dengan
badan jasmani ini menyebabkan Dia terpengaruh oleh sifat-sifat maya yang menimbulkan
awidya (kegelapan). Jadi manusia lahir dalam keadaan awidya, yang menyebabkan
ketidak sempurnaannya. Atman itu tetap sempurna, tetapi manusia itu sendiri tidaklah
sempurna. Manusia tidak luput dari hukum lahir, hidup dan mati. Walaupun manusia itu
mengalami kematian, namun Atman tidak akan bisa mati. Hanya badan yang mati dan
hancur, sedangkan Atman tetap kekal abadi.

3. Hukum karma dalam kehidupan sehari-hari sangatlah nyata. Bahkan sering kali ketika
kita sedang membicarakan orang lain dan ketika itu pula kita tersandung batu atau
apapun di depan kita. Pada saat itulah buah karma dari membicarakan orang lain itu kita
rasakan. Kalau kita berbuat baik tentu hasil yang kita dapat akan baik, namun ketika kita
berbuat buruk , buruk pula hasil yang akan kita nikmati. Karna sebab dan akibat itu selalu
berhubungan. Karma arti sebenarnya adalah perbuatan. Karma dapat juga diartikan
sebagai hasil dari perbuatan itu. Karena sesungguhnya antara perbuatan dan hasilnya tak
pernah bisa dipisahkan. Dalam Agama Hindu ada beberapa jenis Hukum Karma Phala
yaitu, Sancita Karma Phala : hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum
habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
Prarabda Karma Phala: hasil perbuatan kita pada kehidupan saat ini tanpa ada sisanya
lagi. Kriyamana Karma Phala: hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat
berbuat, sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang. Agar memperoleh
hasil karma yang baik dan positif sebagai umat hendaknya selalu dapat berbuat baik.
Agar hasil karma yang kita nikmati selalu baik dan sesuai dengan keinginan.

4. Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali
(reinkarnasi) atau Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan
duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh
kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran. Atman yang masih diselubungi
oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi, menyebabkan
Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa kembali bersatu dengan sumbernya yaitu
Brahman (Hyang Widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran
secara berulang-ulang. Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di
kehidupan sebelumnya. Dalam Agama Hindu dan Buddha, filsafat reinkarnasi
mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan
bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada
siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil
perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka.
Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan
untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak
terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah
merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya. Kelahiran
berulang-ulang tidak lepas dari pebuatan baik dan buruk (subha dan asubha karma).
5. Dalam kehidupan kita saat ini juga dapat untuk mencapai moksa yang disebut dengan
Jiwan Mukti (Moksa semasih hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan
dirasakan setelah meninggal dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan
moksa yaitu mencapai kebebesan. Untuk mencapai moksa seseorang harus mempunyai
persyaratan2 tertentu sehingga proses mencapai moksa dapat berjalan sesuai dengan
norma2 ajaran agama Hindu. Dalam mencapai Moksa dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu dengan Dharma dengan selalu berbuat baik dimana pun dan kepada siapapun,
tidak mementingkan diri sendiri dan saling menghormati. Pendekatan kepada Sang
Hyang Widhi Wasa, Untuk mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa ada beberapa
cara yang dilakukan Umat Hindu yaitu cara Darana (menetapkan cipta), Dhyana
(memusatkan cipta), dan Semadi (mengheningkan cipta). Dan Kesucian, setiap kita
melakukan kegiatan2, kita biasakan untuk memohon tuntunan kehadapan Yang Widhi
Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan apapun kita lakukan, apabila kita
bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan
tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut
dengan Yang Widhi Wasa, maka ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai
yang tinggi. Ciri2 orang yang telah mencapai jiwatman mukti adalah. Selalu mendapat
ketenangan lahir maupun bathin. Tidak terpengaruh dengan suasana suka maupun duka.
Tidak terikat dengan keduniawian. Tidak mementingkan diri sendiri, selalu
mementingkan orang lain (masyarakat banyak).

Anda mungkin juga menyukai