Anda di halaman 1dari 10

AJARAN SIWA SIDDHANTA

DALAM TEKS WRHASPATI TATTWA

Oleh:
I PUTU ARYA SURYAWAN
NIM. 12.1.3.4.1.13

JURUSAN FILSAFAT TIMUR


FAKULTAS BRAHMA WIDYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2015

0
AJARAN SIWA SIDDHANTA

DALAM TEKS WRHASPATI TATTWA

I. PENDAHULUAN

Sumber ajaran agama hindu adalah kitab suci veda secara tertulis, akan

tetapi terdapat banyak lagi sumber ajaran agama hindu yang tidak tertulis secara

mendetail. Ajaran yang bersumber dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat

merupakan kebudayaan yang menjadi pelaksana dari agama itu sendiri. Kitab suci

veda sebagai sumber dari semua sekte atau aliran dalam agama hindu. sekte-sekte

tersebut mempunyai kebenaran masing-masing akan tetapi masih dalam norma

agama hindu.

Agama hindu yang masuk ke Bali telah mengalami berbagai kulturasi

budaya dengan kebudayaan local masyarakat serta mengadopsi ajaran veda

menjadi intisari dan dibahasakan dengan Bahasa masyarakat setempat, sehingga

lebih mudah untuk dipahami. Sekte yang masuk tersebut menganut paham

siwaistik sehingga serapan susastra dari kitab suci veda cenderung membahas

mengenai ajaran siwa.

Siwa Siddhanta adalah paham yang berisikan ajaran–ajaran dari Tuhan

Siwa. Jadi dapat dikatakan bahwa (paksha atau Sampradaya) itu adalah paham

yang berkembang pesat di daerah India selatan. Begitulah perkembangan

Siwaisme sebagai pembangkit spiritual agama Hindu. Adapun inti sari dari paham

Siwa Siddhanta adalah Siwa sebagai realitas tertinggi, jiva atau roh pribadi adalah

intisari yang sama dengan Siwa, walaupun tidak identik. Juga ada Pati (Tuhan),

1
pacea (pengikat), serta beberapa ajaran yang tersurat dalam tattva sebagai prinsip

dalam kesemestaan yang realita.

Dalam susastra Hindu di Bali banyak dijumpai ajaran Siwa siddhanta.

Beberapa sumber yang dimaksud adalah Bhuwana kosa,Wrhaspati tattwa,Tattwa

Jnana,Ganapati tattwa,bhuwana Sang Ksepa,Siwa Tattwa Purana,Sang Hyang

Maha Jnana, dan sebagainya. Masih diperlukan banyak kajian mengenai Siwa

Siddhanta yang diajarkan dalam susastra Hindu di Bali. Dari sekian banyak teks

atau susastra Hindu di Bali, sesuai dengan sumbernya; maka sangat kaya dengan

nilai-nilai filsafat Hindu, terlebih lagi dengan ajaran Siwa Siddhanta.

Dari segi isinya bahwa ajaran Siwa Siddhanta ada disuratkan dalam

bahasa Sansekerta, Bahasa Jawa Kuna, Bahasa Bali, dan ada juga yang

diterjemahkan artinya dalam bahasa Indonesia. Penerapan ajaran Siwa Siddhanta

di Bali sesungguhnya telah kental diterapkan dalam kehidupan masyarakat

beragama hindu di Bali sejak dahulu. Hal ini terlihat dari segi penerapannya di

desa adat atau desa pakraman yang ada di Bali. Melalui pemujaan, persembahan,

kegiatan ritual, dan sebagainya menampakan bahwa Siwa Siddhanta sangat

dipahami dan diterapkan dengan baik oleh umat Hindu di Bali.

Melalui uraian singkat mengenai ajaran siwa siddhanta tersebut, penulis

lebih mengkaji kepada aliran siwa siddhanta dalam teks Wrhaspati tattwa

mengkhusus kepada perwujudan siwa dalam ajaran agama hindu di Bali dengan

merumuskan permasalahan: 1. Bagaimana kedudukan Siwa sebagai Paramasiwa

2
dalam teks Wrhaspati tattwa?, dan 2. Bagaimana kedudukan Siwa sebagai

sadasiwa dalam teks Wrhaspati tattwa?

Melalui permasalahan tersebut diharapkan dapat memberikan

pemahaman kepada masyarakat dan juga kepada umat hindu mengenai ajaran

siwa siddhanta yang terdapat di Bali yang merupakan ajaran yang telah diwarisi

secara turun temurun.

II. PEMBAHASAN.

1. Kedudukan Siwa sebagai paramasiwa dalam teks Wrhaspati tattwa.

Parama Siwa adalah cetana/ purusa atau kejiwaan/kesadaran

yangtertinggi (tuhan), suci–murni, belum sama sekali terkena pengaruh maya

(acetana/ prakerti/ pradhana),tenang tentram, kekal abadi, tidak berawal,tidak

berakhir ; maka itu beliau diberi gelar Nirguna Brahama

Dalam teks wrhaspat tattwa dijelaskan mengenai ajaran siwa siddhanta

mengkhusus kepada parama siwa secara singkat. Kutipan teks Wrhaspati tattwa 7-

10 sebagai berikut:

terjemahan petikan:

Yang disebut Parama Siwa Tatwa, ialah iswara yang tak dapat terukur,
tak dapat diberi jenis, tak dapat diumpamakan, tak dapat dikotori, maha
halus, ada dimana – mana, kekal abadi, senantiasa langgeng, tidak
pernahberkurang. Tak dapat diukur, karena dia tak terbatas, tak dapat
diberi jenis, karena ia tak punya sifat, tak dapat diumpamakan, karena
tiada sesuatu seperti dia, tak dapat dikotori, karena dia tak ternoda.

3
Mahagaib, karena dia tak dapat diamati, berada dimana-mana, karena Dia
menembus segala, kekal abadi , karena Dia suci – Murni, dan selalu
langgeng, karena dia tak bergerak .

Tak pernah berkurang, karena dia maha sempurna, begitu pula


keadaannyta adalah tenang, inilah (parama)-Siwa tatwa yang menampati
segala-galanya .

Bhatara (paramasiwa) adalah aprameya, yakni tak dapat dibayangkan


dalam pikiran, apa sebab ? sebab (keadaan-Nya) ananta, yaitu tiada
berakhir ; Anirdesya, yaitu tak dapat dibatasi karena keadaan-Nya tanpa
aktivitas; anaupamya yaitu tak dapat diumpamakan, karena tiada
sesuatupun yang menyamai-Nya ; anamaya yaitu tiada pernah
menderita / bernoda, karena adanya bebas dari segala (suci murni ). Maha
gaib beliau, karena adanya tak dapat diamati; wyapaka beliau , yaitu
maha ada dimana – mana, dipenuhinya dunia ini segala-galanya ; tetap
teguh selalu, adanya tiada berawal, kekal abadi, tetap sadar beliau
keadaannya berubah – ubah, menetap selalu awyayam yaitu tiada pernah
berkurang , Karena keadaannnya serba sempurna. Beliau adalah Iswara ;
Iswara artinya berkeadaan sebagai raja, beliaulah pengatur yang tanpa
diatur (peraturan). Demikianlah yang disebut Parama Siwa Tatwa.
(Sukardana, 2010; 47-48).

Berdasarkan kutipan teks tersebut dijelaskan mengenai kedudukan siwa

sebagai parama siwa merupakan tuhan yang tidak memiliki sifat dikotori dan lain

sebagainya. Selain itu dijelaskan pula tuhan dalam wujud paramasiwa tidak dapat

dipikirkan dengan sifat nirguna brahman atau infersonal god. Sehingga melalui

sifat tersebut tuhan dalam wujud parama siwa berkedudukan di alam swah loka

yang tidak dapat dipikirkan.

2. Kedudukan Siwa sebagai Sadasiwa dalam teks Wrhaspati tattwa

Jika cetana atau tuhan Paramasiwa (nirguna brahma) itu mulai mengambil

atau kena imbas dari acetana atau maya, maka Dia mulai mempunyai sifat,

aktivitas, dan fungsi. Dalam keadaan begini beliau bergelar Sadasiwa atau Saguna

Brahman. Adapun pengaruh maya ini belumlah besar, hanya berupa guna atau

4
hukum kemahakuasaan-Nya sendiri yang disebut : sakti atau prakerti sehingga

sadaran asli – nya yang suci murni itu masih lebih besar dan lebih berkuasa atas

guna atau unsur Maya tersebut. Oleh karena demikian Sadasiwa sering juga

disebut sebagai saguna brahma yaitu Tuhan serba guna yang telah bersenyawa

dengan sakti atau hukum kemahakuasaan-Nya

Adapun kemahakuasaan dan kemahasempurnaan – Nya Hyang Sadasiwa

antara lain : “Guna, Sakti, Swabhawa.

1. Guna dari Tuhan (sadasiwa)

Guna atau sifat mulia dari Tuhan ( Sadasiwa ) ada 3 yaitu :

a. Durasrawana (berpendngaran serba jauh ), mampu mendegarkan suara

yang dekat dan jauh atau suara keras maupun bisikan hati.

b. Durasarwajna ( berpengertian / berpengetahuan serba sempurna ),dapat

mengetahui segalanya baik yang terdekat maupun yang terjauh,

maupun yang terjadi di masa lampau (atita), sekarang (wartamana) dan

yang akan terjadi (nagata).

c. Duradrsana ( berpenglihatan / berpandangan serba luas ), maksudnya :

dapat melihat baik yang berwujud maupun semu baik yang belum ada,

yang sudah ada maupun yang akan ada dari tingkat terbesar hingga

terkecil.

5
2. Sakti dari Tuhan (sadasiwa)

Tuhan dinyatakan duduk diatas padmasana, sebab padmasana itu adalah

saktinya atau kekuatannya. Tuhan mempunyai 4 (empat) kekuatan atau

kemahakuasaan yang disebut dengan cadu sakti, sebagai berikut:

a. Wibhusakti (maha ada ), artinya beliau ada dalam segalnya dn dimana-

mana, tetapi keadaannya tidak terpengaruh oleh apa-apa namun tetap

suci murni selalu.

b. Prabhusakti ( mahakuasa ), yakni menguasai segala-galanya, seperti

rajadirajadan tidak ada yang memadi kekuasaannya. Segala sesuatunya

tetap ada dibawah perintah – Nya. Dalam hal ini beliau sering

digelari : Iswara, atau Maheswara.

c. Jnanasakti ( maha tahu ) sebagai sumber dari segal wiweka

( pertimbangan akal / pikiran dan kebujaksanaan.

d. Kriya sakti ( maha karya ) dapat mngerjakan segalanya dengan sukses

dan sempurna (Sukadana, 2010; 49-50).

3. Swabhawa dari Tuhan (Sadasiwa)

Disamping guna dan cadu sakti seperti diatas, Sadasiwa juga memiliki

kewibawaan dan kemahakuasaan yang disebut Astaiswarya (8 kewibawaan/

keistimewaan yang dimiliki oleh Hyang Widhi), yaitu :

6
1. Anima : Atom (kecil) sehingga Tuhan dpt meresapi segala benda dan

tempat.

2. Laghima :ringan sehingga mudah melayang di angkasa.

3. Mahima : maha besar & agung sehingga menjadi dihormati.

4. Prapthi :serba sukses sehingga kehendaknya dapat tercapai bebas dari

hukum karma.

5. Prakamya : dapat terwujud segala keinginannya.

6. Isitwa : Maha pengatur (Rta).

7. Wasitwa : Mahakuasa.

8. Yatrakamawasayitwa : apa saja yang dikehendaki dan dimanapun maka

seketika itu sukses.

Menurut Siwa Siddhanta, Siwa adalah kenyataan tertinggi dan yang

terakhir, mahatahu, hadir dimana mana. Ia adalah Pati, terpenting menjadi dan

dewata yang tertinggi itu. Siwa sendiri adalah yang efisien penyebab semua

ciptaan, evolusi, pemeliharaan, perahasiaan dan pemutusan.

Dalam Siwa Siddhanta, Siwa adalah sama seperti jiwa-jiwa tetapi juga

selain dari jiwa-jiwa itu. Banyaknya jiwa-jiwa tinggal tetap dalam

keseluruhannya. Jumlah mereka tidak bisa ditingkatkan maupun dikurangi.

Mereka boleh mengalami perubahan bentuk tetapi jumlah mereka tetap. Dengan

begitu di (dalam) Siwa Siddhanta ada suatu pembedaan bagus antara jiwa-jiwa

dan Tuhan. Perbedaan bukanlah di (dalam) inti sari mereka tetapi di (dalam)

konstitusi mereka. Hubungan mereka dengan Siwa bukanlah suatu status keesaan

7
hanyalah kesamaan. Sebab Siwa adalah berbeda tetapi juga yang sama pada

pokoknya.

III. PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat hindu di bali

menganut paham siwa siddhanta serta mengaggap bahwa Sanghyang Widhi Wasa

adalah sebutan Tuhan yang amat umum. Bhatara Siwa adalah Sanghyang Widhi

sendiri. Bhatara Siwa dipuja oleh umat Hindu Indonesia. Ia dipuja sebagai

Trimurti yaitu : Brahma, Wisnu dan Iswara, sebagai Panca Brahma yaitu:

Sadya/Sadyajata, Bamadewa, Tatpurusa, Aghora dan Isana sebagai Dewata Nawa

Sangha yaitu ; Mahesvara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu, Sambhu

dan Siwa.

8
Daftar Pustaka

Sindhu, Ida Bagus Kade. 1983 . Tattwa Darsana . Proyek Pembinaan Mutu
Pendidikan Agama Hindu dan Budha Departemen Agama
Sukardana, KM. 2010. Wrhaspati tattwa Sebagai Filsafat Agama Hindu.
Surabaya: Paramita

Anda mungkin juga menyukai