Anda di halaman 1dari 23

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan : SMK Kesehatan Surya Medika Singaraja

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hindu

Kelas/ Semester : XI/I

Materi Pokok : Bhakti Sejati dalam Ramayana

Alokasi Waktu : 18 X 45 menit

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural
berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
Sikap
1.4. Mengamalkan esensi ajaran Bhakti sejati yang tertuang dalam Ramayana pada
kehidupan sehari-hari
2.4. Menghayati esensi ajaran Bhakti sejati yang tercantum dalam Ramayana di
lingkungan terdekat
Pengetahuan
3.4. Memahami esensi Bhakti Sejati dalam Ramayana
Keterampilan
4.4. Menyajikan esensi Bhakti Sejati dalam Ramayana

Indikator Ketercapaian Pembelajaran :

1.1.1. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran


1.1.2. Membiasakan mengucapkan salam agama Hindu
2.1.1. Selalu ingat dan melaksanakan 3 S (Senyum, Sapa, Salam)
2.1.2. Menghormati dan menghargai budaya Hindu
2.1.3. Rajin bersembahyang ke Pura atau ke tempat-tempat suci pada hari hari suci.
2.1.4. Bersikap saling asah, asih dan asuh dengan sesama mahkluk hidup.
3.1.1. Menjelaskan pengertian dan hakikat Bhakti Sejati dalam Ramayana
3.1.2. Menjelaskan tujuan ajaran Bhakti Sejati dalam Ramayana
3.1.3. Menunjukkan tokoh-tokoh dalam Ramayana yang dapat dijadikan inspirasi dalam
melaksanakan bhakti baik kepada Ida Sang Hyang Widhi, orang tua, pendidik, pemimpin
termasuk orang yang patut dihormati.
4.2.1. Mencontoh dan pempraktikkan sikap-sikap yang baik sebagai teladan dalam kehidupan
sehari-hari.
4.2.2. Dapat meletakan dasar-dasar sikap Bhakti disetiap kesempatan untuk pembentukan budi
pekerti yang luhur.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu dan terbiasa berdoa sebelum dan
sesudah pembelajaran
2. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu membiasakan mengucapkan salam
agama Hindu
3. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu mengiingat dan melaksanakan 3 S
(Senyum, Sapa, Salam)
4. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menghormati dan menghargai
budaya Hindu
5. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu bersikap saling asah, asih dan asuh
dengan sesama mahkluk hidup
6. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan pengertian dan hakikat
Bhakti Sejati.
7. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan tujuan ajaran Bhakti
Sejati dalam Ramayana
8. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menunjukkan tokoh-tokoh dalam
Ramayana yang dapat dijadikan inspirasi dalam melaksanakan bhakti baik kepada Ida Sang
Hyang Widhi, orang tua, pendidik, pemimpin termasuk orang yang patut dihormati.
9. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu mencontoh dan pempraktikkan
sikap-sikap yang baik sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari.
10. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu meletakan dasar-dasar sikap Bhakti
disetiap kesempatan untuk pembentukan budi pekerti yang luhur

D. Uraian Materi Pembelajaran

Ajaran Bhakti Sejati


Kata Bhakti (Bahasa Sanskerta) berarti pengabdian atau bagian (Monier: 2008). Dalam
praktik Hinduisme menandakan suatu keterlibatan aktif oleh seseorang dalam memuja
Yang Mahakuasa. Istilah bhakti sering diterjemahkan sebagai pengabdian, meskipun kata
partisipasi semakin sering digunakan sebagai istilah yang lebih akurat, karena
menyampaikan sesuatu yang hubungan dekat dengan Tuhan. Orang yang melakukan
bhakti disebut bhakta, sementara bhakti sebagai jalan spiritual disebut sebagai bhakti
marga atau jalan bhakti. Bhakti sejati adalah sujud, memuja, hormat setia, taat,
memperhambakan diri dan kasih sayang, sebenarnya, tekun, sungguh-sungguh
berdasarkan rasa, cinta, dan kasih yang mendalam memuja Ida Sang Hyang Widhi atau
yang dipujanya. Bhakti sejati adalah pemujaan yang dilakukan seseorang kepada yang
dipujanya dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat, cinta kasih yang mendalam
untuk memohon kerahayuan bersama. Jalan untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi
Wasa ada empat cara/jalan yang sering disebut dengan Catur Marga yang diantaranya
karma marga yaitu berbakti dengan cara berbuat/bekerja, Bhakti marga yaitu berbhakti
dengan cara melakukan persembahan/sujud bhakti, jnana marga yaitu berbhakti dengan
cara mentransfer ilmu pengetahuan yang kita miliki, dan raja marga yaitu berbhakti
dengan cara mempraktekkan ajaran-ajaran agama seperti melakukan tapa, bratha, yoga
dan samadhi.
Bagian-bagian Ajaran Bhakti Sejati
Kitab Bhagavata Purana VII.5.23 menyebutkan ada 9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah Navavidha bhakti,
diantaranya:
1. Srawanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau
mendengarkan hal-hal yang bermutu seperti pelajaran/ceramah keagamaan, cerita-
cerita keagamaan dan nyanyian-nyanyian keagamaan, membaca kitab-kitab suci.
2. Kirtanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung
suci keagamaan atau kidung suci yang mengagungkan kebesaran Tuhan dengan
penuh pengertian dan rasa bhakti yang ikhlas serta benar-benar menjiwai isi kidung
tersebut.
3. Smaranam adalah cara berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-
Nya, mengingat nama-Nya, bermeditasi. Setiap indera kita menikmati sesuatu, kita
selalu ingat bahwa semua itu adalah anugrah dari Tuhan. Cara yang khusus untuk
selalu mengingat Beliau adalah dengan mengucapkan salah satu gelar Beliau secara
berulang-ulang misalnya: “Om Nama Siwa ya”. Pengucapan yang berulang-ulang ini
disebut dengan japa atau japa mantra.
4. Padasevanam yaitu dengan memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
termasuk melayani, menolong berbagai mahkluk ciptaannya.
5. Arcanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya.
6. Vandanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan
kebhaktian.
7. Dhasyam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara melayani-Nya dalam
pengertian mau melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh
keiklasan.
8. Sukhyanam yaitu memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang
memberikan pertolongan ketika dalam bahaya
9. Atmanivedanam adalah berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri
sepenuhnya kehadapan Hyang Widhi. Seseorang yang menjalankan bhakti dengan
cara ini akan melakukan segala sesuatunya sebagai persembahan kepada Tuhan.

Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi
7 ( tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1. Bala kanda
Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang istri /
permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :
 Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
 Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.
 Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti sayembara di Matila sehingga
mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.
2. Ayodya kanda
Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari Matila
Prabhu Dasarata ingin menyerahkan kerajaan ayodya kepada Ramadewa , tetapi terhalang
oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu . Karena bijaksananya
Ramadewa keesokan harinya pergi ke hutan dengan istrinya ( Dewi Sita ), diikuti oleh
adiknya ” Sang Laksamana “. Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata, akhirnya
Bharata menolak permintaan ibunya, langsung ke hutan mencari Ramadewa, karena satya
wacana ( setia pada perkataannya ) akhirnya Rama dewa menyerahkan terompah ( alas
kaki ) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke hutan bertapa.
3. Aranya kanda
Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering dikunjungi para pertapa untuk meminta
bantuan dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka karena
melihat ketampanan rama dan laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan,
hidung surpanaka dipotong oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor kepada
kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk mematai-matai
Rama dengan berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa terseret oleh tipuan
marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang itu, sedangkan Sita dijaga oleh
Laksamana . Karena tipuan marica juga membuat Sita panik dan menyuruh Laksamana
membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan kekuatannya Laksamana
sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung, siapapun tidak akan bisa
melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud menjadi Bhiku untuk
menarik simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung yang dibuat Laksamana
kemudian diculiklah Sita dan dibawa ke Alengka.
4. Kiskinda kanda
Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana begitu tidak
melihat Sita di pasraman langsung mencarinya ke tengah hutan. Sampai di perjalanan
bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat bertempur untuk
merebut dan menolong Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk mati,
karena kebaikannya dia diberi pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah
panahnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta
bantuan agar dapat mengalahkan Subali dalam memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa
kemudian mebantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan dapat dikalahkan. Sugriwa
setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama dalam mencari Dewi Sita.
5. Sundara kanda
Dalam pencarian Sita, Hanoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke Alengka,
dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke Alengka. Selesai
bercerita dengan Sita, Hanoman sempat ditangkap tetapi dengan kesaktianya melepaskan
diri dan sempat membakar Alengka sampai hangus.
Kemudian Hanoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa langsung
menyusun siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat jembatan
yang disebut dengan Titi Banda.
6. Yudha kanda
Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan pasukan
keranya untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua pasukan, dan
pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi dimenangkan oleh
Rama. Wibisana juga membantu. Mengingat jasa Wibisana sangat besar akhirnya
diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana diiringi oleh
tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di Ayodyapura disambut oleh sang Bharata
dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.
7. Uttara kanda
Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat menyangsikan
keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa menyuruh
Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi Walmiki
dalam keadaan mengandung.
Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki kembar diberi
nama Kusa dan Lawa. Setelah besar dididik oleh Maharesi Walmiki ilmu perang, ilmu
pemerintahan, dan nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa terdengar di
Ayodya diselenggarakan upacara ” Aswameda ” yaitu pelepasan kuda berhias diiringi
oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi perjalanan akan berhadapan dengan
Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan Lawa. Kemudian melihat
kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah pertempuram sengit
antara Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal ini terliiat
lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah anak
Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa lama
Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.

E. Metode Pembelajaran

Pendekatan : Saintifik

Metode : Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah,


Tanya jawab, observasi,penugasan dan Portofolio

F. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang digunakan yaitu Laptop, LCD Proyektor, Papan Tulis dan
Spidol White board

G. Sumber Belajar
 Buku pelajaran agama Hindu kelas XI
 Buku Kitab Ramayana
 Buku Kekawin Ramayana

H. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Alokasi


waktu
1. Kegiatan Pendahuluan 1. Guru dan peserta didik mengawali pertemuan
dengan mengucapkan salam Panganjali ”Om
Swastyastu”
2. Guru membimbing siswa untuk mengucapkan
dainika upasana (doa sehari – hari) diantaranya
Puja Tri Sandhya dan doa sebelum belajar
15 Menit
3. Guru memberikan beberapa pertanyaan kepada
siswa untuk memfokuskan pada materi yang
akan dipelajari.
Contoh : apakah kamu pernah mendengar kata
bhakti?
2. Kegiatan Inti Mengamati:
Guru mengajak siswa untuk:
 Mencermati melalui kegiatan mencari informasi
mendengar dan membaca tentang ajaran Bhakti
Sejati dalam Ramayana dari buku pelajaran kelas
XI dan kitab Ramayana.
 Mendengarkan peserta didik lainnya bercerita
Ramayana secara bergantian untuk memperoleh
Bhakti Sejati dalam Ramayana tersebut.
Menanya:
Guru mengajak siswa untuk:
 Berdiskusi di kelas berkaitan Bhakti sejati dalam
Ramayana dan menanyakan apa saja bhakti sejati
tersebut.
 Memberikan contoh perbuatan Bhakti sejati dalam
kehidupan yang sesuai dengan Ramayana
Mengeksplorasi:
Guru mengajak siswa untuk:
105 Menit
 Mengembangkan kreativitas, dapat dilakukan
melalui membaca, mengamati aktivitas sikap
hidup perbuatan sehari-hari yang sudah dan belum
sesuai dengan ajaran Bhakti Sejati dalam
Ramayana.
 Mengumpulkan data-data untuk mendukung
penerapan ajaran Bhakti Sejati dalam Ramayana
dalam sikap mental kehidupan sekarang
Mengasosiasi:
Guru mengajak siswa untuk:
 Memberikan ruang dan waktu yang dapat
dilakukan melalui menganalisis data,
mengelompokan, contoh kongkret penerapan
Bhakti Sejati dalam Ramayana dalam kehidupan.
 Menganalisis berbagai macam hal yang dihadapi
dalam penerapan BhaktiSejati di masyarakat.
3. Kegiatan Penutup Mengomunikasikan:
Guru mengajak siswa untuk:
 Menyampaikan hasil belajar dalam bentuk tulisan
hasil penerapan Bhakti Sejati dalam Ramayana
15 Menit
dalam kehidupan sehari-hari.
 Membuat dalam bentuk gambar-gambar/foto hasil
pengamalan Bhakti Sejati dalam Ramayana dalam
kehidupan

I. Penilaian Proses dan Hasil


1. Instrumen Penilaian Sikap
Kegiatan Indikator yang di Observasi Deskripsi
Observasi 1. Mengucapkan salam agama
Hindu
2. Mengucapkan Dainika Upasana
(doa sehari-hari)
3. Disiplin dalam mengerjakan
tugas yang diberikan Guru
4. Menjaga kebersihan lingkungan
sekitar kita
5. Selalu ingat dan melaksanakan 3 S
(Senyum, Sapa, Salam)
6. Menghormati dan menghargai
budaya Hindu
7. Rajin bersembahyang ke Pura atau
ke tempat-tempat suci pada hari
hari suci.
8. Bersikap saling asah, asih dan asuh
dengan sesama mahkluk hidup.

2. Instrumen Penilaian Pengetahuan


Tes Tulis
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Bhakti Sejati!
2. Berikan contoh Bhakti Sejati yang tertera dalam Ramayana!
3. Masih relevankah ajaran Bhakti Sejati dalam Ramayana dengan perkembangan
zaman modernisasi? Berikan penjelasannya

Tes Lisan

Menceritakan secara ringkas isi dari salah satu kanda dalam Kisah Ramayana!

3. Instrumen Penilaian Keterampilan


Membuata sebuah dialog drama mengambil kisah di dalam salah satu kanda dan
tampil didepan kelas

Mengetahui, Singaraja, 15 Juli 2019


Kepala SMK Kesehatan Surya Medika Guru Mata Pelajaran

Ni Luh Putu Ayu Reonningrat, SE., MM. Luh Sriadi, S.Pd


NIK. 2008.09.102
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan : SMK Kesehatan Surya Medika Singaraja

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hindu

Kelas/ Semester : XI/I

Materi Pokok : Keluarga Sukhinah

Alokasi Waktu : 18 X 45 menit

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural
berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
Sikap
1.5. Menghayati 5 (lima) pilar Keluarga Sukhinah untuk menciptakan keluarga yang
rukun bahagia sejahtera, dan damai
2.5. Mengamalkan 5 (lima) pilar Keluarga Sukhinah menuju keluarga yang rukun
bahagia sejahtera, dan damai
Pengetahuan
3.5. Menerapkan perilaku bertanggung jawab untuk mewujudkan Keluarga Sukhinah

Keterampilan
4.5. Menyajikan perilaku bertanggung jawab untuk mewujudkan Keluarga Sukhinah

Indikator Ketercapaian Pembelajaran

1.5.1. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran


1.5.2. Membiasakan mengucapkan salam agama Hindu
2.5.1. Mendengarkan penjelasan guru
2.5.2. Menjalankan kewajiban sebagai anak(siswa) contoh berbhakti pada guru)
3.5.1. Menjelaskan pengertian Sukhinah dalam agama Hindu.
3.5.2. Menjelaskan pengertian Keluarga Sukhinah dalam agama Hindu.
3.5.3. Menyebutkan tujuan Wiwaha dalam mewujudkan keluarga Sukhinah.
3.5.4. Menjelaskan bentuk-bentuk Wiwaha dalam agama Hindu.
3.5.5. Menjelaskan syarat-syarat dan sahnya suatu perkawinan.
4.5.1. Menyebutkan kewajiban suami dan istri dan anak dalam keluarga Sukhinah
4.5.2. Menyebutkan cara membina keharmonisan dalam keluarga Sukhinah.
4.5.3. Menjelaskan lima(5) pilar keluarga Sukhinah menuju keluarga yang rukun bahagia,
sejahtera dan damai.
4.5.4. Menyebutkan pahala bagi anak-anak yang berbhakti kepada orang tuanya.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu dan terbiasa berdoa sebelum dan
sesudah pembelajaran
2. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu membiasakan mengucapkan salam
agama Hindu
3. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu mencermati penjelasan guru
4. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjalankan kewajiban sebagai anak
(siswa) contoh berbhakti pada guru
5. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan pengertian Sukhinah
dalam agama Hindu
6. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menyebutkan tujuan Wiwaha dalam
mewujudkan keluarga Sukhinah
7. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk Wiwaha
dalam agama Hindu
8. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan syarat-syarat dan
sahnya suatu perkawinan
9. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menyebutkan kewajiban suami dan
istri dan anak dalam keluarga Sukhinah
10. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menyebutkan cara membina
keharmonisan dalam keluarga Sukhinah
11. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menjelaskan lima(5) pilar keluarga
Sukhinah menuju keluarga yang rukun bahagia, sejahtera dan damai.
12. Melalui pembelajaran agama Hindu, siswa mampu menyebutkan pahala bagi anak-anak
yang berbhakti kepada orang tuanya

D. Uraian Materi

PENGERTIAN KELUARGA SUKINAH

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan Keluarga adalah orang – orang yang menjadi
penghuni rumah, seisi rumah; bapak, ibu dan anak – anaknya, satuan kekerabatan yang
mendasar dalam masyarakat ( Umi Chulsum, S.Pd : 2006, 360).. Dalam konsep Hindu
Keluarga berasal dari kata Kula yang berarti “Pengabdian” dan Warga berarti “Jalinan”.
Dengan demikian Keluarga adalah jalinan atau ikatan pengabdian. Ikatan pengabdian
untuk mewujudkan kehidupan yang damai, sejahtera, seimbang dan harmonis (sukhino)
sebagai penunjang dari kehidupan kemasyarakatan secara keseluruhan . Dalam Dresta di
Bali, disebutkan bilamana seseorang ingin melangsungkan perkawinan, ia harus
mengikuti ketentuan “TIGA MAH” (umah/Rumah/papan, amah/kebutuhan pangan dan
sandang, somah (pasangan hidup). Untuk mendapatkan ketiga itu harus berlandaskan
dharma (Drs. I Ketut Pasek Swastika, 2011 :114).Kitab Manawa Dharmasastra IX. 45 :
Etavan eva puruso, Yajjaya atma prajeti ha,
Viprah prahus tatha caitad, Yo bharta sa smrtangana
Terjemahan :
Ia hanya merupakan orang sempurna yang terdiri dari tiga orang yang menjadi satu
isterinya, Ia sendiri dan keturunannya; demikian dinyatakan dalam Veda dan Brahmana
mengatakan perumpamaannya suami dinyatakan satu dengan istrinya. Dari beberapa
pengertian diatas, sangat jelas bahwa unsure – unsure dalam keluarga hindu
adalahadanya Rumah, Bapak, Istri, Putra – putranya. Dan di dalam rumah itu terjadi
saling Pengabdian yang berdasarkan dharma (kewajiban). Jalinan atau ikatan pengabdian
dalam rumah tangga baik secara Vertikal maupun secara horizontal. Pengabdian secara
Vertikal adalah pengabdian menjalankan ajaran dharma, bhakti kepada Tuhan melalui
tapa, yoga semadi, dan lain – lainnya yang berkaitan dengan aktifitas keagamaan dalm
upaya membangun kehidupan spiritual dalam keluarga tersebut. Sedangkan secara
horizontal adalah pengabdian sesame dalam keluarga tersebut antara ayah, Ibu dan anak –
anaknya. Disamping itu keluarga juga menjaga dan menjalin hubungan dengan baik
dengan tetangga terdekat dengan jalan melakukan dialog kehidupan, guna menjaga
kerukunan hidup bertetangga. Jika kehidupan berumah tangga (keluarga) kita pahami
sebagai ikatan pengabdian, maka dalam keluarga tidak ada istilah yang berkorban dan
dikorbankan, tetapi jalinan kasih dengan pengabdian. Sungguh keliru jika ada pendapat
bahwa orang tua berkorban untuk anaknya demikian pula sebaliknya. Seorang suami
sangatlah keliru jika berpikiran ia berkorban untuk istri dan anaknya, begitu pula
sebaliknya. Semua anggota keluarga hendaknya menyadari dengan sadar bahwa ia
melakukan pengabdian dengan jalinan kasih sayang yang tulus iklas diantara sesame
anggota keluarga. Dengan demikian semua anggotakeluarga sewajarnya melakukan
pengendalian diri. Dapat disimpulakn secara sederhana yang dimaksud keluarga Sukhinah
adalah ikatan pengabdian antara Ayah, Ibu dan putra - putranya untuk melakukan proses
pembangunan agar didalam keluarga tersebut sejahtera dan bahagia. Keluarga bahagia
akan terwujud jika sandang, pangan dan papan terpenuhi
Langkah - Langkah Membangun Keluarga Sukhinah. .

Pemilihan calon Pendamping (suami atau istri).


Dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 1 dijelaskan Perkawinan adalah ikatan
lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dengan kata lain keluarga dibentuk dari perkawinan yang suci dan sacral.
Keluarga yang demikian disebut keluarga Sukhinah. Keluarga yang dibina atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi hayat spiritual dan material secara layak dan
seimbang, diliputi suasana pengabdiandengan kasih sayang antara anggota keluarga dan
lingkunganya dengan selaras, serasi, harmonis dan mampu mengamalkan, menghayati
dan memperdalam nilai – nilai sraddha dan bhakti.
Perkawinan adalah upaya untuk menyatukan pikiran – pikiran diantara insane berbeda
untuk mewujudkan satu pemikiran guna mencapai tujuan keluarga yang sejahtera. Untuk
itu sangat dipengaruhi usaha seseorang untuk memperoleh pasangan yang baik, sebab
perkawinan tidak untuk sekejap atau main – main tetapi memiliki tujuan mulia. Tujuan
dimaksud adalah melaksanakan ajaran agama (dharmasampati), melakukan kepuasan
nafsu dengan tujuan kebajikan (Rati) dan untuk mendapatkan keturunan (praja). Setiap
pasangan pengantin pasti menginginkan anak yang suputra. Untuk itu diupayakan agar
tidak salah pilih dalam memnentukan pasangan hidup. Pemilihan pasangan hidup yang
baik adalah selalu melihat dari aspek Bibit, Bobot dan Bebet (Arthayasa dkk, 2004 : 12).

Aspek bibit berhubungan dengan asal – usul calon pasangan. Pemilihan calon pasangan
hendaknya dilihat dari keluarga baik – baik artinya bukan dari keluarga yang gemar
mabuk, main judi, suka marah, berpenampilan kotor, pembohong, suka memfitnah dan
sebagainya sebagai aplikasi dari ajaran Sad Ripu dan Sad Atatayi. Hal seperti ini sangat
perlu untuk dihindari sebab akan berpengaruh terhadap keturunan anak – anak kelak.
Untuk itu agar diupayakan dengansebaik – baiknya agar mendapatkan calon pasangan
dari ciri – ciri kelahiran Swargavyuta yakni mereka – mereka yang memiliki ciri Arogya
(tidak sakit – sakitan), Rati (disayangi oleh keluarganya), Curatwa (bersifat kesetria),
Dewasubhaktih (Bhakti pada Tuhan), kanakalabha (murah rejeki), Rajapriyatwa
(disayangi oleh orang besar), Cura (pemberani), Krtawidya (bijaksana), Pryamwada/
ramah tamah (I Gusti Agung Oka, 1994 : 24 -25). Aspek Bebet atau penampilan.
Menurut I Gede Pudja, 2002 : 132 – 133) hendaknya dihindari orang yamg memiliki
kelahiran dari Nerakacyuta dengan ciri – ciri anapatya (mandul), akamarasa (wandu),
Pitti (memiliki penyakit asma), kujiwa (bisu), Clesma (berbicara kurang jekas), dan
memiliki rambut kemerah – merahan. Aspek Bobot banyak sekali diatur dalam susastra
Hindu. Dalam Canakya Nitisastra dan Veda Semerti III. 7 disebutkan Keluarga yang
tidak mempunyai kepakaan terhadap upacara suci, tidak mengerti ajaran Veda
hendaknya dihindari untuk dijadikan pasangan hidup dalam keluarga.

Menentukan pasangan hidup, bukan mudah. Sebab kalau salah memilih teman hidup
sama halnya salah membangun pondasi rumah. Mesti kita meyakini bahwa jodoh berada
di tangan Ida Sanghyang Widhi Wasa, namun selaku makhluk ciptaan Tuhan kita tidak
boleh menerima begitu saja, kita harus berupaya agar mendapatkan yang terbaik untuk
keluarga nantinya. Oleh karena itu hal – hal yang harus diperhatikan dalam menentukan
pasangan hidup adalah Usia/ umur, Pendidikan, Keyakinan, Pekerjaan, tenung kelahiran,
nama, kesehatan dan karakternya. Manawa Dharmasastra III.7 menganjurkan untuk
menghindari memilih calon istri yang keluarganya tidak melaksanakan upacara – upacara
suci, tidak memiliki keturunan laki – laki, tidak mempelajari Veda, anggota badannya
berbulu tebal, memiliki penyakit wasir, penyakit jiwa, maag dan lepra (hina kriyam
nispurusam, nischando roma sarsasam, ksayyamaya pasmari, svitrikusthi kulani ca).

Disamping ciri – ciri yang telah disebutkan diatas dalam memilih calon pasangan hidup,
perlu juga diketahui tenung pertemuan antara yang laki dengan wanita dilihat dari
pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara, baik laki maupun pertemuan. Dalam Wariga
Sundari Bungka disebutkan untuk mengetahui pertemuan kita baik atau buruk bisa
dilihat berdasarkan atas urip Pancawara - Saptawara dan Sadwara dari kelahiran
pasangan suami istri, kemudian dibagi 16, maka sisanya sebagai berikut :
1. Sisa 1 = suka dan duka, bimbang
2. Sisa 2 = Suka sandang pangan
3. Sisa 3 = Kecewa, malu, bertengkar
4. Sisa 4 = tanpa anak/ kematian anak
5. Sisa 5 = sejahtera
6. Sisa 6 = sengsara, sakit - sakitan.
7. Sisa 7 = suka, duka tetapi bahagia.
8. Sisa 8 = sulit hidupnya.
9. Sisa 9 = bhaya pati, salah satu mati.
10. sisa 10 = berwibawa
11. sisa 11 = Prajnan, berwibawa, sejahtera dan cita - cita tercapai.
12. sisa 12 = rukun sejahtera
13 sisa 13 = panjang usia dan berkecukupan.
14. Sisa 14 = dapat kesenangan tapi kena musibah
15. Sisa 15 = tanpa anak, dapat kesulitan
16. Sisa 16 = disayangi keluarga dan teman

2. Hari baik Vivaha.


Agar memperoleh keluarga yang baik maka hendaknya perkwinan dilakukan secara
Brahma Vihaha, Daiva Wivaha, Arsa vivaha dan Prajapatya vivaha. Brahma vivaha
yaitu perkawin yang dilakukan dengan memberikan anak gadis kepada seorang pria
yang ahli veda dan berprilaku baik. Daiva Vivaha; perkawinan atas dasar suka sama
suka dengan jala memberikan anak gadis kepada seorang pendeta yang telah
melaksanakan upacara pada saat upacara berlangsung. Arsa Vivaha; perkawinan
yang didasari atas suka sama suka dan dilakukan oleh orang tua kedua mempelai
dengan diawali pemberian mas kawin oleh pihak pria. Prajapatya; perkawinan atas
suka sama suka atas persetujuan orang tua.

Dalam melaksanakan upacara Vivaha sangat dianjurkan untuk mencari hari baik.
Karena hal ini akan sangat berpengaruh pada perjalanan perkawinan, walau sampai
saat ini belum ada penelitian terhadap waktu pelaksanaan perkawinan. Dalam
menentukan waktu perkawinan, hal yang perlu diperhatikan adalah sasih yang baik
(ayu), penanggal/pangglong, wuku, wewaran, pewatwkan,Inggkel, dawauh, arah
perjalanan yang baik, larangan yang patut dihindari, caru sasih dan pertimbangan
dari Pandita/ Sulinggih (I Ketut Pasek Swastika, 2011 : 77). Bilamana suatu ketika
melaksanakan upacara pernikahan harinya disebut baik, namun saat bersamaan ada
upacara Dewa yajna di Merajan/ Sanggah atau kayangan setempat, maka sebaikya
upacara pernikahan jangan dilakukan karena dianggap Memada – mada, dan
diyakini akan berakibat tidak baik, seperti akan kejadian sakit – sakitan, perceraian
dan lain – lainnya.
Berikut gambaran dewasa yang baik untuk melaksanakan perkawinan :
a) Sasih : ketiga, kapat,kelima, kepitu, kedasa.
b) Penanggal : ping 1, 2, 3, 5, 7, 10, 13.
c) Pangglong : ping 1, 2, 3, 5, 7, 10, 13
d) Wewaran,

Dwiwara : Menga,
Tri Wara Beteng,
Catur Wara : Sri, laba, jaya menala,
Pancawara; umanis, paing, pon, kliwon,
Sad Wara; Paniron, Was, Maulu,
Saptawara; Soma, Bhuda, Wrspati, Sukra;
Astawara : Sri, Indra, Guru, Yama, Brahma, Uma;
Sangawara : Gigis, Nohan, Tulus, Dadi; Dasawara : pandita, suka, sri manuh,
manusa, raja, dewa

e) Wuku ; landep, ukir, kulantir, julungwangi, merakih, matal, uye dan ugu

3. Rumah tempat tinggal.


Ajaran Hindu menganjurkan agar struktur bangunan ditata berdasarkan konsep Tri
Mandala yaitu adanya tempat sembahyang (utama mandala), tempat kegiatan
cengkrama dengan anggota keluarga atau kegiatan social (madya mandala) dan
adanya pelestarian lingkungan (nista mandala). Maksud dari penataan ini adalah
untuk menjamin hubungan yan berkelanjutan tiada henti secara harmonis antara
manusia dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, manusia dengan sesame, dan
hubungan manusia dengan lingkungan. Dengan adankeharmonisan tersebut,
kebahagiaan akan terwujud dalam rumah tangga. Dalam susastra hindu disebutkan
jika keluargaa memiliki halaman rumah dan adapat digunakan untuk
membanguntempat suci, maka dianjurkan untuk membangun tempat suci tersebut.
Tetapi bila tiada halaman yang ada hanya rumah dengan kamar – kamarnya, maka
paling tidak ada tempat khusus untu sembahyang yang mana pada tempat/ ruang
tersebut ada sebuah pelangkiran. Bangunan rumah sebagai tempat bercengkrama
keluarga, dalam tradisi Bali yang wajib diperhatikan adalah Letak bangunan Dapur
di selatan bararti cukup pangan, akan tetapi jika dapur terletak dibarat, timur, utara,
barat laut, timur laut akan berakibat dalam keluarga selalu berselisih, pintu rumah
banyak dalam satu sisi akan berakibat boros dan sakit – sakitan dan Penempatan
pintu halaman rumah juga menentukan. Posisi pintu halaman rumah banyak
dikupas dalam Astha Bumi dan Kosala Kosali.

4. Pemenuhan kebutuhan
Terdapat 3 (tiga) hal penting kebutuhan hidup dalam membangun keluarga
sukhinah. Ketiga hal tersebut antara lain :
a. Ahara (Makanan)
Ahara artinya membangun hidup yang berkualitas hendaknya diawali dengan
mendapatkan makanan dan mengelola makanan dengan baik dan benar.
Makanan yang diperoleh dari hasil kejahatan (dari mencuri, menipu, dan
korupsi) dapat menutup hati nurani. Bila hati nurani kita tertutup maka kita akan
mudah berbuat yang asubha karma. Seseorang yang terturup hati nuraninya
tidak akan dapat melihat dengan baik sinar kebenaran. Chandogya Upanisad
: Ahara suddhau sattva suddhih, sattva suddhau dhruva smrtih smrti lambe
sarvagranthinam vipra mokshah artinya bahwa makanan tingkat satvam
menyucikan sifat – sifat satvam, dengan tersucikan sifat satvam, ingatan jadi
tajam, dan dengan ingatan tajam (ingatan rohani) maka segala kotoran akan
menjadi sirna).

Bhagavad Gita XVII.8 : Ayuhsattvabalarogya, Sukhapritiwiwardnahan, Rasyah


snigdhah sthira hridya stasAharah sattvikapriyah (Makanan yang meberi hidup,
kekuatan, kesehatan,kebahagiaan dan kesenangan yang terasa least, lembut,
menyegarkan dan enak adalah sangat disukai oleh satvika (orang baik).
Makanan yang segar kita nikmati akan mendatangkan Ayuh (dapat
memperpanjang umur), Satvika ( mensucikan atma), Bala(memberikan
kekuatan fisik), Arogya ( menjaga kesehatan). Sukha (memberi rasa bahagia),
dan Viva dhayah (meningkatkan status kehidupan)

b. Ausada
yaitu upaya untuk memelihara kesehatan jasmani dan rohani, kesehatan fisik
maupun mental. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengamalkan
kesusilaan (subha karma antara lain Panca Yama Brata, Catur Paramita (empat
kebajikan luhur), Tri Kaya Pari Sudha(tiga perbuatan yang suci/bersih), Tatvam
Asi dan mengamalkan ajaran Vasudeva Kutumbhakam dalam kehidupan sehari –
hari.
Kitab Manawa Dharmasastra IX.36 disebutkan :
Yadruam tupyate bijam,
ksetre kalopapadite Tad rg rohati tat tasmin,
bijam svair byanjitam gunaih
Terjemahan :
Apapun macam benih yang disemaikan, disiapkan pada waktu – waktu tertentu,
tumbuh dari jenis itu, ditandai oleh sifat – sifatnya yang khas dari benih itu,
tumbuh dari padanya.
Dalam upaya menciptakan suasana keluarga bahagia dan sejahtera, maka peranan
kesehatan tidak bisa diabaikan. Sebab kesehatan keluarga merupakan salah satu
faktor yang ikut menentukan terciptanya kondisi keluarga bahagia dan sejahtera.
Adalah sangat mustahil bagi suatu keluarga untuk dapat menikmati kondisi
bahagia dan sejahtera jika berada dalam keadaan tidak sehat jasmani. Demikian
halnya kesehatan mental dan kesehatan sosial sangatlah menentukan juga. Ada
disebutkan “Dharmathakamamoksanan sariram sadhanan” artinya badan adalah
alat untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Untuk menjaga kesehatan
dalam suatu rumah tangga, ada beberapa prilaku hidup bahagia dan sehat yang
patut dilakukan dalam rumah antara lain : mengenakan pakaian yang sopan,
biasakan mencuci tangan sebelum makan/ sesudah makan, memperhatikan
kebersihan kamr kecil (WC), tidak membuang sampah sembarangan,
memberantas jentik nyamuk, tidak merokok, tidak meludah
sembarangan,mencegah hewan peliharaan agar tidak berkeliaran. Membrantas
jentik nyamuk, dan lain – lain (PHDI & Kemenkes; 2012 : 7 -8). Untuk menjaga
kesehatan dianjurkan untuk memperhatikan makanan yang bersih dan sehat serta
memperhatikan kaidah gizi seimbang. Pada waktu makan diupayakan agar
melakukan doa sebelum makan, menghadapi dan memakan makanan dengan
penuh perhatian (tidak menghina makanan), makan makanan dengan penuh
minat, tidak boleh menyisakan makanan agar sisanya tidak terbuang, sebab nasi
adalah penjelamaan Dewi Sri yang wajib dipuja agar nasi membawa kesehatan
bagi yang memakannya.

c. Vihara (Gaya Hidup)


Vihara yakni membina sikap hidup yang dapat mendatangkan kebahagiaan lahir
dan batin. Veda memberi petunjuk kepada umatnya untuk mempelajari 2 (dua)
Ilmu Pengetahuan yaitu yang bersifat spritual dan yang material (Dve Vidye
viditavye para caivapara ca). Ilmu pengetahuan spiritual untuk melaksanakan
dharma dan mencapai moksha, sedangkan ilmu pengetahuan material untuk
memperoleh artha dan menikmati kama. Ini berarti tugas umat Hindu adalah
melaksanakan dharma, mengumpulkan artha kekayaan, menikmati kama dan
mecapai Moksha. Untuk mendapatkan itu semua wajib berlandaskan dharma
berdasarkan ajaran – ajaran agama. Apabila keempat tujuan hidup (Catur
Purushartha) ini dilaksanakan secara benar dan saling bersinergi maka ada
peluang tercapainya tujuan hidup berupa kebahagian jasmani dan
rohani seperti apa yang menjadi visi ajaran Hindu yaitu Mokshartham
Jagadhita Ya Ca Iti Dharma. Bhagavadgita menyatakan bahwa ada tiga pintu
gerbang yang dapat mengantarkan umat manusia jatuh kedalam kehancuran
yaitu Krodha (marah yang tidak terkendali), Loba (serakah, ambisi, rakus) dan
Kama ( penyaluran napsu, keinginan yang tidak terkendali).

5. Pemahaman akan kewajiban.


Landasan yang sangat perlu dibangun dalam membuat keluarga bahagia adalah orang
tua berlaku bijaksana, memahami dan mengamalkan ajaran Veda, selalu ingat dengan
leluhurnya dan sangat menyayangi, menghargai orang lain ataupun tetangga mereka.
Hal ini dinyatakan dalam kekawin Ramayana “Gunamanta sang dasarata, wruh sira
ring Veda, tarmalupeng pitra puja, maasih ta sireng swagotra kabeh”. Dengan
memahami dan mengamalkan ajaran ini, maka setiap keluarga dengan tidak jemu –
jemu untuk berusaha melaksanakan tugas dan kewajibannya antara lain :

a. Kewajiban Suami.
Swami berasal dari bahasa sanskerta yaitu Svami yang berarti Pelindung atau
Bapak yangdihormati dalam keluarga Hindu. Swami adalah pemimpin yang
memegang segela bentukkebijakan dalam rumah tangga. Sementara Yuda Tri
Guna mengartikan Ayah/Bapak di maknai sebagai seseorang yang bertanggung
jawab, karenanya jangan sekali - kali menyebut dirimu Bapak, jika tidak
bertanggung jawab. Tanggung jawab seorang swami menurut Sarasamuccaya 242
yaitu Sarira Krti ( menjamin kesehatan keluarga), Prana data (membangun
jiwa anak) dan Anna data (memberikan makanan). Lebih lanjut tentang tugas
swami dijelaskan dalam Manawadharmasastra IX.2, IX.3, IX.9 dan IX.11. Isi dari
slok-sloka tersebut dapat disebutkan Fungsi swami yaitu :
 Senantiasa menjaga dan melindungi istri dan anak-anaknya, serta
memperlakukan denganwajar dan hormat, karena keluarga adalah jalinan
pengabdian.
 Menyerahkan kepada istri penghasilannya untuk dikelola dengan baik pada
jalan dharma.
 Menggauli istrinya dengan memberikan nafkah bathin dan selalu merasa puas
dengan istrinya
 Selalu menjalankan kewajiban rumah tangga Selalu melaksanakan Sraddha Pitra
Puja, memelihara cucu - cucunya serta melaksanakan Panca Yajna.

b. Kewajiban Istri
Kata Istri dari bahasa Sanskerta akar "Stri" yang berarti Pengikat kasih. Dengan
demikian fungsi istri adalah menjaga jalinan kasih sayang kepada suami dan anak
- anaknya. Disamping itu tugas utama Istri adalah bagian Tata bhoga, Tata busana,
Tata Grha, dan pembimbing anak.
Dalam Manawa Dharma Sastra IX. 26 - 27 disebutkan sebagai berikut :
Prajanartham mahabhagan,
Pujarha grhdiptayah,
striyah sriyas ca gahesu,
na viseso 'stri kascana
Artinya :
Diantara wanita yang ditakdirkan untuk mengandung anak, yang menjamin
rahmat phahala yang layak untuk dipuja dan yang menyemarakna tempat
tinggalnya dan diantara dewi – dewi yang menganugrahi rumah seorang laki - laki
tak ada bedanya diantara mereka.
Utpadanam apatyasya,
jatasya paripalanam pratyaham lokayatrayah,
pratyaksam stri nibandhanam
Artinya :
Kelahiran dari anak - anak, memelihara mereka dalam kehdiupan sehari - hari dan
berkaitan dengan itu merupakan kewajiban wanita.
Dari kedua sloka tersebut diatas maka dapat disebutkan fungsi seorang isteri
antara lain :
 Wajib untuk memenuhi Doa harapan orang tua yang menikahkannya.
 Wajib memenuhi harapan dari suami, berupa harapan kesetiaan.
 Selalu berpenampilan lemah lembut dan simpatik.
 Sebagai Ibu Rumah Tangga
 Sebagai Penerus keturunan.
 Sebagai pembimbing anak
 Sebagai penyelenggara aktivitas keagamaan.

c. Tugas Suami dan Istri/ orang tua menurut Niti sastra VIII.3
“Panca Vida “
1. Sang amentwaken (yang menyebabkan kita lahir)
2. Sang Nitya Naweh Bhinojana (memberi makan dan minum
3. Sang Manggu Padyaya (Pendidikan bagi anak – anaknya)
4. Sang Anyangaskara (pengendalian diri dan penyucian diri)
5. Sang Matulung Urip.

d. Kewajiban Putra/ anak.


Anak ada atau diadakan sebagai akibat dari proses perkawinan, karena itu anak
dipandang sebagai tujuan hidup berumah tangga. Anak merupakan dambaan
setiap keluarga, lebih – lebih anak suputra. Keberadaan ini tidak lepas dari sebuah
perkawinan yang didasarkan atas Satyam, Sivam Sundaram. Dari kesetiaan akan
muncul kebajikan yang pada akhirnya akan mendatangkan kesejahteraan atau
kebahagiaan. Dalam hokum hindu, keberadaan anak merupakan suatu keharusan.
Disamping sebagai penerus suatu keluarga dan penerus yajna, anak juga
merupakan tempat berlindung. Anak merupakan penyelamatarwah leluhurnya dari
api neraka.
Dalam Sarasamuccaya 228 dinyatakan tugas anak :
Anu tam tata jivanti,
jnatayah saha bandhavah,
parjanya iva bhutani drumam svadumivandajah

Terjemahan :
Yang dianggap anak adalah orang yang menjadi pelindung orang yang
memerlukan pertolongan serta untuk menolong kaum kerabat yang tertimpa
kesengsaraan; untuk disedekahkan tujuannya, akan segala hasil usahanya,gunanya
ia memasak menyediakan makanan untuk orang - orang miskin.
Selanjutnya Sarasamuccaya 239 :
Tapassaucavata nityam dharmasatyaratena ca,
matapitroraharahah pujanamkaryamanjasa.
Terjemahan :
Orang yang senantiasa setiap hari hormat kepada Ibu, Bapaknya, tetap teguh
melakukan tapa dan menyucikan diriberpegang teguh pada kebenaran dharma.
Dari kedua sloka tersebut diatas dapat diketahui tugas anak adalah menyelamatkan
orang tua dari api neraka, melanjutkan pelaksanaan yajna, menyediakan makanan
kepada orang tuanya, menyucikan diri, berpegang teguh pada dharma dan
menghormati orang tua. Phahala anak menghormati orang tua atau leluhur.
Dalam kitab Taittiriya Upanisad I.11 disebutkan
Matri Deva bhava, pitri deva bhava,
acaryadevo bhava,
athitideva bhava.
Artinya
Ibu, ayah, pandita dan tamu adalah Dewa. Dewa adalah sinar suci dalam rumah
tangga. oleh karena itu ibu dan ayah sangat wajar untuk dihormati oleh
keturunannya. Phahala hormat atau bhakti pada orang tua dinyatakan dalam
Sarasamuccaya 250 yaitu
Kirti; selalu dipuji dan di doakan untuk mendapatkan kerahayuan,
Ayusa; berumur panjang,
Bala; mendapat kekuatan dan
Yasa; meninggalkan nama baik atau kerahayuan.

E. Metode Pembelajaran

Pendekatan : Saintifik

Metode : Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah,


Tanya jawab, observasi,penugasan dan Portofolio

F. Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan yaitu Laptop, LCD Proyektor, Papan Tulis dan
Spidol White board
G. Sumber Belajar
 Buku pelajaran agama Hindu dan Budipekerti Kelas XI
 Buku Pawiwahan
 Buku Padewasan
 Buku Sarasmuscaya
 Buku Upanisad

H. Langkah-Langkah Pembelajaran

Alokasi
Kegiatan Deskripsi waktu
Kegiatan 1. Guru dan peserta didik mengawali pertemuan 15 Menit
Pendahuluan dengan mengucapkan salam Panganjali ”Om
Swastyastu”
2. Guru membimbing siswa untuk mengucapkan
dainika upasana (doa sehari – hari)
diantaranya Puja Tri Sandhya dan doa
sebelum belajar
3. Guru memberikan beberapa pertanyaan
kepada siswa untuk memfokuskan pada
materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti Mengamati: 105 Menit
1. Siswa Mendengar dalam pembacaan serta
menyimak materi Keluarga Sukhinah dalam
Agama Hindu dari buku siswa.
2. Mengamati pembacaan yang dilakukan siswa
secara bergantian materi keluarga Sukhinah dan
Wiwaha.
Menanya
1. Guru menanyakan seperti apa? Keluarga
Sukhinah dalam agama Hindu.
2. Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta
didik secara bergantian menjelaskan termasuk
dalam keluarga Sukinah dalam agama Hindu.
Mengeksperimen/mengeksplorasikan:
1. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan
kreativitas, dapat dilakukan melalui membaca,
mengamati aktivitas keluarga Sukhinah dalam
agama Hindu.
2. Siswa mengumpulkan syarat-syarat untuk
mewujudkan keluarga Sukhinah dalam agama
Hindu agar terwujudnya masyarakat yang damai,
adil dan makmur.
Mengasosiasi:
1. Siswa melakukan kegiatan menganalisis data
keluarga bagaimana cri-ciri keluarga Sukhinah
dalam agama Hindu.
2. Siswa menyimpulkan dari hasil analisis berbagai
macam hal yang dihadapi baik suka dan dukanya
dalam membina keluarga Sukhinah dalam agama
Hindu
Kegiatan penutup Mengomunikasikan: 15 Menit
1. Siswa menyampaikan hasil belajar secara lisan
bergantian apa yang dapat dipahami setelah
menerima materi Keluarga Sukhinah dalam
agama Hindu.
2. Siswa menyampaikan hasil konseptualisasi
keluarga Sukhinah dalam agama Hindu dalam
bentuk tulisan, gambar, presentasi, membuat
laporan, dan atau unjuk kerja.

I. Penialaian Proses dan Hasil


1. Instrumen Penilaian Sikap
Kegiatan Indikator sikap yang di observasi Deskripsi
Observasi 1. Mengucapkan salam agama Hindu
2. Mengucapkan Dainika Upasana (doa
sehari-hari)
3. Menghormati Catur Guru
4. Melaksanakan kewajiban sebagai siswa

2. Instrumen Penilaian Pengetahuan


Tes Tulis
1. Jelaskan pengertian Keluarga Sukhinah menurut Agama Hindu
2. Jelaskan pengertian perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974
3. Jelaskan syarat sahnya suatu perkawinan menurut agama Hindu
4. Jelaskan kewajiban suami dalam keluarga
5. Jelaksan kewajiban istri dalam keluarga
6. Sebutkan hak dan kewajiban sebagai anak

3. Instrumen Penilaian Keterampilan


1. Mendemontrasikan hasil belajar secara lisan bergantian apa yang dapat dipahami
setelah menerima materi Keluarga Sukhinah dalam agama Hindu.
2. Menyampaikan hasil konseptualisasi keluarga Sukhinah dalam agama Hindu dalam
bentuk tulisan, gambar, presentasi, membuat laporan, dan atau unjuk kerja.

Mengetahui, Singaraja, 15 Juli 2019


Kepala SMK Kesehatan Surya Medika Guru Mata Pelajaran

Ni Luh Putu Ayu Reonningrat, SE., MM. Luh Sriadi, S.Pd


NIK. 2008.09.102

Anda mungkin juga menyukai