Anda di halaman 1dari 17

PANCA YADNYA

Dosen Pengampu: Putu Agus Windu Yasa Bukian, S.Ag., M.Ag

DISUSUN OLEH:

NI LUH YUNI NAINTINA (20089016020)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

2021
KATA PENGANTAR

Om Suastiastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini yang merupakan tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Hindu
dalam pembuatan makalah dengan judul “Panca Yadnya”. Saya sampaikan
terimakasih kepada Bapak Putu Agus Windu Yasa Bukian, S.Ag., M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah dan semua pihak yang turut membantu proses
penyusunan makalah ini.

Saya menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan
kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.

Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para


pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri.

Kubutambahan, 3 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 Pengertian Panca Yadnya..........................................................................4
2.2 Bagian-bagian Panca Yadnya...................................................................5
2.2.1. Dewa Yadnya.........................................................................................5
2.2.2 Rsi Yadnya............................................................................................6
2.2.3 Pitra Yadnya.........................................................................................7
2.2.4 Manusa Yadnya....................................................................................8
2.2.5 Butha Yadnya........................................................................................9
2.3 Kualitas Yadnya........................................................................................9
2.4 Hakikat Yadnya.......................................................................................10
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................13
B. Saran.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep Panca Yadnya memiliki pengertian lima jenis
upacara yang terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya,
Bhuta Yadnya, dan Rsi Yadnya. Pelaksanaan Dewa Yadnya adalah
persembahyangan atau ritual yang ditujukan kepada Ida Sanghyang
Widhi Wasa. Pitra Yadnya adalah persembahyangan atau ritual yang
ditujukan kepada leluhur. Manusa Yadnya adalah persembahyangan atau
ritual yang ditujukan kepada kesejahtraan manusia. Bhuta Yadnya adalah
ritual yang ditujukan kepada para bhuta (mahkluk astral), tujuannya
adaah agar para bhuta tidak mengganggu ketentraman hidup manusia,
sedangkan Rsi Yadnya adalah ritual yang ditujukan kepada para pendeta
atau Rsi. (Sukiada, 2019)

Memperhatikan beberapa pelaksanaan upacara Yajña yang


berlangsung secara keseharian (yang dilaksanakan oleh umat Hindu
setiap hari) yang dikenal dengan nitya karma, maupun yang dilaksanakan
secara berkala atau sewaktu-waktu yang dikenal dengan sebutan
naimitika karma, maka dalam pelaksanaannya dari berbagai upacara
yajña senantiasa tetap mengandung makna filosofis maupun makna
religius yang sangat mendalam guna dapat terwujudnya suatu harapan
yang utama sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam hakikat dan
tujuan agama Hindu yakni tiada lain dapat terwujudnya suatu
ketentraman, kesejahteraan, keselamatan, kebahagiaan, dan
keharmonisan hidup dan kehidupan di alam raya ini maupun di alam
akhirat kelak. Sejalan dengan harapan di atas, maka dalam hal ini dapat
ditegaskan dengan sloka yang berbunyi: “Moksartham jagadhita ya ca
iti dharma “. Yang maksudnya yaitu mewujudkan adanya tingkat
kehidupan yang seimbang antara tuntutan jasmaniah, maupun rohaniah
atau dengan perkataan lain yakni tercapainya kebahagiaan secara nyata
dengan terpenuhinya kebutuhan material serta tercapainya ketentraman

1
2

dan kesejahteraan spiritual yang tangguh, utuh, serta berbudi pekerti yang
luhur.
Menjalani kehidupan ini manusia yang berbudi pekerti
luhur wajib mewujudkan kesejahteraan antara sesama manusia atau
sesama umatnya saja, baik antara umat manusia maupun intern umatnya,
selanjutnya perlu diwujudkan keseimbangan dan keselarasan dengan
Tuhan sebagai penciptanya, terwujud pula keharmonisan dengan
makhluk-makhluk bawahan seperti halnya hewan-hewan dan tumbuh-
tumbuhan, yang juga merupakan ciptaan-Nya.
Selanjutnya kalau kita perhatikan suatu konsep yang tidak
terpisahkan atau yang saling kait mengait yaitu Tiga Kerangka Agama
Hindu, yaitu tiga komponen yang mendasar dalam upaya memahami,
menghayati, serta pengamalan ajaran Agama Hindu, seperti berikut ini:
a. Tattwa Darsana yaitu landasan berpijak dalam meningkatkan tingkat
keimanan yang tangguh (sraddha) terhadap makna-makna yang
hakiki yang terkandung dalam ajaran agama Hindu, terutama sekali
yang mengandung nilai filosofisnya (filsafat).
b. Sila Sesana (Susila) yaitu sebagai suatu landasan berpijak atau
berperilaku bagi sesama, guna terwujudnya suatu tata pergaulan
yang memiliki sopan santun (etika) yang nantinya mengacu pada
pembinaan dan pendidikan budi pekerti yang tangguh sesuai dengan
landasan dharma (susila).
c. Upacara Yajña yaitu suatu landasan yang mengacu pada unsur
kegiatan-kegiatan atau pelaksanaan upacara yajña (ritualnya).
Dari ketiga kerangka di atas maka Tattwa Darsana dan Sila
Sesana merupakan unsur yang terpenting dan bersifat kekal serta
universal. Sedangkan upacara Yajña merupakan wujud pelaksanaan lahir
upacara keagamaan Hindu yang menampakkan bentuk (wujud) yang
berbeda-beda serta bervariasi sesuai dengan kemampuan imajinasi dan
budaya umat setempat dalam mempersiapkan dan mengamalkan ajaran
suci Weda yang mereka yakini. Disamping itu perbedaan bentuk tata
upacara juga dipengaruhi oleh dresta (adat-istiadat) masyarakat
3

penganutnya. Perbedaan-perbedaan ini terutama tampak dalam bentuk


tata cara pelaksanaan upacara keagamaan (yajña), walaupun hakikat
sraddha (keimanannya) yang dimilikinya tetap abadi (sanatana) dan sama
(universal).
Hal ini disebabkan Agama Hindu mengakui dan memberi
tempat yang layak bagi pertumbuhan kebudayaan dan tradisi-tradisi
(acara) setempat yang telah berlaku, sepanjang tradisi dan kebudayaan itu
tidak bertentangan dengan dharma agama (ajaran Hindu).
Dalam bahasan ini khusus akan membicarakan tentang
bagaimana hakikat Yajña dalam pelaksanaannya baik dalam pelaksanaan
sehari-hari maupun dalam waktu tertentu yang menyangkut tentang
materi Dewa Yajña dan Rsi Yajña.(Setiyawan, 2013)

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian Panca Yadnya?
1.2.2 Apa saja bagian-bagian dari Panca Yadnya?
1.2.3 Apa kualitas Yadnya?
1.2.4 Apa hakekat Yadnya?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, terdapat tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Panca Yadnya.


1.3.2 Untuk mengetahui bagian-bagian dari Panca Yadnya.
1.3.3 Untuk mengetahui kualitas Yadnya.
1.3.4 Untuk mengetahui hakekat Yadnya.
1.4 Manfaat
Dari tujuan di atas, terdapat manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Agar pembaca mengetahui pengertian dari Panca Yadnya.
1.4.2 Agar pembaca mengetahui bagian-bagian Panca Yadnya.
1.4.3 Agar pembaca mengetahui kualitas Yadnya.
1.4.4 Agar pembaca mengetahui hakekat Yadnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Panca Yadnya


Agama terdiri berbagai macam yajña, tetapi secara garis besarnya
dapat dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu Dewa, Yajña, Resi Yajña,
Manusa Yajña dan Bhuta Yajña. Yadnya merupakan salah satu wujud dari Tri
Kerangka Agama Hindu yaitu termasuk dalam Upacara/ Ritual. Hal ini
dikarenakan penerapan yadnya dikaitkan dengan Upacara Agama Hindu yaitu
dalam bentuk Ritual.

Karena yadnya berasal dari karma dalam dalam pelaksanaan


yadnya pun terkait dengan perbuatan maka Yadnya termasuk Karma
kanda/karma sanyasa/prawerti atau jalan perbuatan. Ini berarti bahwa yadnya
merupakan salah satu bentuk penerapan ajaran Agama Hindu dengan cara
melakukan perbuatan. Artinya ajaran Weda dapat diaplikasian dengan
melaksanakan yadnya yaitu dengan melakukan persembahan/ pemujaan
kehadapan Ida Hyang Widdhi Wasa.

Di dalam pelaksanaan yadnya, Agni berkedudukan sebagai


perantara yg menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Karena agni
merupakan penghubung, maka biasanya dalam pelaksanaan Upacara ritual
tidak bisa dipisahkan dengan penggunaan api baik dalam bentuk “Pasepan”
ataupun dupa. Agni pun dikatakan sebagai pelengkap atau penyempurna
segala kekurangan yang ada pada prosesi pemujaan yang dilakukan.

Sesungguhnya yadnya tidaklah hanya dalam bentuk Ritual atau


melaksanakan upacara keagamaan saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan
melaksanakan perbuatan yang didasari atas hati yang tulus dan ikhlas.
Sehingga dengan demikian maka dapat diartikan bahwa Yadnya merupakan
segala bentuk pemujaan/persembahan dan pengorbanan yg tulus iklas yang
timbul dari hati yang suci demi maksud-maksud mulia dan luhur.
Dalam kehidupan, setiap orang wajib melakukan pengorbanana
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sesama, dirinya, dan lingkunganya.

4
5

Berkobanan dalam ajaran agama hindu di sebut Yajna. Secara Ethimologi


kata yajna berasal dari bahasa sanskerta yaitu dari kata “yaj” yang artinya
pemujaan atau memberi penghormatan atau dijadikan suci, kemudian dari
urat kata “yaj”, timbul kata –kata “yaja” yang artinya kata –kata dalam
pemujaan, “yajata” artinya layak memperoleh penghormatan, “yajus” artinya
sakral, retus, agama, dan “yajna” artinya pemujaan, doa persembahan. Jadi,
Panca Yadnya itu adalah lima pemujaan atau persembahan secara tulus iklas
tanpa pamrih yang dilakukan manusia kepada Tuhan.(Renawati, 2019)

2.2 Bagian-bagian Panca Yadnya


Panca Yadnya memiliki 5 (lima) bagian yang harus kita jalani atau
kita laksanakan sebagai umat beragama Hindu, yaitu Dewa Yadnya, Rsi
Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Butha Yadnya:
2.2.1. Dewa Yadnya
Dewa yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci
dengan tulus iklas yang di tujukan kepada sang pencipta (Ida Sang
Hyang Widhi Wasa) beserta dengan manifestasinya dalam bentuk TRI
MURTI. Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Dewa Wisnu
sebagai pemelihara isi dari alam semesta, dan Dewa Siwa sendiri
sebagai pelebur atau praline dari alam semesta. Adapun ketentuan-
ketentuan yang di ketahui dalam melaksanakan Dewa Yadnya:
a. Tempat pelaksana dewa yadnya di tempat yang bersih dan
memiliki suasana suci seperti Pura.
b. Memiliki sanggah surya sebagai pengganti Padmasana.
c. Menghaturkan sesajen dengan bahan utama terdiri dari api, air
bersih, buah dan bunga.
Adapun tata cara melaksanakan Dewa Yadnya:
a. Pelinggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa diberi upacara
penyucian.
b. Memohon dengan pujaan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa
datang dan bersthana (tinggal) di pelinggih tersebut dipakai puja
upeti.
6

c. Menghantarkan upacara penyucian dengan diantar oleh puja


sthihi.
d. Sembahyang yang diakhiri dengan metirta
e. Upacara penutup disebut “nyimpen” dengan memakai puja
praline

Contoh-contoh pelaksanaan Dewa Yadnya dalam kehidupan:


1. Melaksanakan puja Tri Sandhya setiap hari.
2. Melaksanakan persembahyangan pada hari purnama dan tilem.
3. Melaksanakan persembahyangan pada hari raya di pura seperti
piodalan, hari saraswati, siwaratri, galungan dan kuningan.
4. Selalu berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan
5. Menjaga kesucian tempat suci / pura
6. Mempelajari dan mempraktekan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Rsi Yadnya


Rsi Yadnya adalah suatu bentuk persembahan karya suci yang di
tujukan kepada para Rsi, orang suci, pinandita, pandita, sulinggih, guru,
dan orang suci yang berhubungan dengan agama hindu. Rsi adalah
orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci. Sulinggih maupun guru
juga termasuk orang suci karena beliau orang bijaksana yang
memberikan arahan kepada siswa-siswi nya.
7

Contoh-contoh pelaksanaan Rsi Yadnya


1. Menghormati guru dan perintah yang diberikannya.
2. Menjaga kesehatan dan kesejahteraan orang suci.
3. Membangun tempat-tempat pemujaan untuk orang suci
4. Memberi sesari atau punia kepada orang suci

2.2.3 Pitra Yadnya


Pitra Yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci
yang di tujukan kepada roh-roh para leluhur dan bhatara-bhatara karena
mereka lah yang membuat kita ada di dunia hingga kita dewasa. Pitra
yadnya ini bertujuan menyucikan roh-roh para leluhur agar mendapatkan
tempat yang layak di kahyangan.

Contoh-contoh pelaksanaan Pitra Yadnya:


1. Menghormati orang tua
8

2. Menuruti nasehat orang tua


3. Merawat orang tua ketika orang tua kita sedang sakit
4. Melaksanakan upacara pengabenan bagi orang tua atau leluhur kita
yang telah meninggal.

2.2.4 Manusa Yadnya


Manusa Yadnya adalah suatu upacara suci yang bertujuan untuk
memelihara hidup, mencapai kesempurnaan dalam kehidupan dan
kesejahteraan manusia selama hidupnya.

Contoh-contoh pelaksanaan Manusa Yadnya


1. Upakara/upacara bayi selama didalam kandungan (Garbha Wadana /
pagedong-gedongan)
2. Upakara/upacara bayi yang baru lahir kedunia
3. Upakara/upacara bayi kepus puser
4. Upakara/upacara bayi berumur 42 hari (Tutug Kambuhan)
5. Upakara/upacara bayi berumur 105 hari (nyambutin) atau biasanya di
sebut telu bulan karena lama nya hari itu 3 bulanan wuku bali
6. Upakara/upacara oton (otonan) yang biasanya di rayakan setiap 6
bulan sekali di dalam kalender wuku Bali.
7. Upakara/upacara potong gigi (Mepandas / metatah / mesangih)
8. Upakara/upacara perkawinan (Pawiwahan)
9

2.2.5 Butha Yadnya


Bhuta yadnya adalah suatu upakara/upacara suci yang ditujukan
kepada bhuta kala atau makluk bawah. Bhuta kala adalah kekuatan
yang ada di alam yang bersifat negative yang perlu dilebur agar kembali
kesifat positif agar tidak mengganggu kedamaian hidup umat manusia
yang berada di bumi dalam menjalankan aktifitasnya.

Contoh-contoh pelaksanaan Bhuta Yadnya


1. Upacara Mecaru (Membersihkan area baik itu pura maupun natah
di rumah)
2. Ngaturang segehan untuk menetralkan sifat-sifat negative yang
berada di bumi
3. Upacara panca wali krama (10 tahun sekali) di laksanakan di pura
agung besakih
4. Upacara eka dasa rudra (100 tahun sekali) dilaksanakan di pura
agung besakih

2.3 Kualitas Yadnya


Menurut Bhagavadgita XVII, 11, 12, dan 13 menyebutkan ada tiga
tingkatan yadnya dilihat dari segi kualitasnya. Tiga kualitas yajna itu antara
lain:

1. Tamasika yajna yaitu yajna yang dilakukan dengan mengharapkan


ganjaran / hasil dan semata-mata untuk kemegahan atau prestise
ataupun Yajna yang dilaksanakan tanpa mengindahkan petunjuk-
petunjuk sastra, mantra, kidung suci, daksina dan sraddha.
10

2. Rajasika yajna yaitu yajna yang dilakukan tanpa aturan (bertentangan),


makanan tidak dihidangkan, tanpa mantra, sedekah dan keyakinan serta
bersifat pamer.
3. Satwika yajna yaitu yajna yang dilakukan sesuai dengan kitab-kitab
suci, dilakukan tanpa mengharaf pahala, dan percaya sepenuhnya
bahwa upacara ini sebagai tugas dan kewajiban.
 
Untuk melaksanakan Yajna yang Sattwika, ada tujuh syarat yang
wajib untuk dilaksanakan sebagai berikut:

1. Sraddha artinya melaksanakan Yajna dengan penuh keyakinan.


2. Lascarya artinya melaksanakan Yajna dengan penuh keyakinan.
3. Sastra yaitu melaksanakan Yadnya dengan berdasarkan sumber sastra
yaitu sruti, smrti, sila, acara, atmanastuti.
4. Daksina adalah pelaksanaan Yajna dengan sarana upacara (benda atau
uang)
5. Mantra dan Gita adalah pelaksanaan Yadnya dengan Mantra dan
melantunkan lagu-lagu suci/kidung untuk pemujaan.
6. Annasewa adalah Yajna yang dilaksanakan dengan persembahan makan
kepada para tamu yang menghadiri upacara (Atithi Yajna).
7. Nasmita adalah Yajna yang dilaksanakan dengan tujuan bukan untuk
memamerkan kemewahan dan kekayaan.(Maiti & Bidinger, 1981)
2.4 Hakikat Yadnya
Bhagavadgita III.14 menyatakan bahwa “yadnya berasal dari
karma”.  Ini berarti bahwa dalam yadnya perlu adanya kerja, karena dalam
yadnya menuntut adanya perbuatan. Tuhan menciptakan alam beserta isinya
diciptakan dengan yadnya maka patutlah manusia pun melaksanakan yadnya
untuk memelihara kehidupan didunia ini. Tanpa adanya yadnya maka
perputaran roda kehidupan akan berhenti. Yadnya merupakan salah satu
wujud dari Tri Kerangka Agama Hindu yaitu termasuk dalam Upacara/
Ritual. Hal ini dikarenakan penerapan yadnya dikaitkan dengan Upacara
Agama Hindu yaitu dalam bentuk Ritual.
Karena yadnya berasal dari karma dalam dalam pelaksanaan
yadnya pun terkait dengan perbuatan maka Yadnya termasuk Karma
11

kanda/karma sanyasa/prawerti atau jalan perbuatan. Ini berarti bahwa yadnya


merupakan salah satu bentuk penerapan ajaran Agama Hindu dengan cara
melakukan perbuatan. Artinya ajaran Weda dapat diaplikasian dengan
melaksanakan yadnya yaitu dengan melakukan persembahan/ pemujaan
kehadapan Ida Hyang Widdhi Wasa.

Di dalam pelaksanaan yadnya, Agni berkedudukan sebagai perantara


yg menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Karena agni merupakan
penghubung, maka biasanya dalam pelaksanaan Upacara ritual tidak bisa
dipisahkan dengan penggunaan api baik dalam bentuk “Pasepan” ataupun
dupa. Agni pun dikatakan sebagai pelengkap atau penyempurna segala
kekurangan yang ada pada prosesi pemujaan yang dilakukan.
Sesungguhnya yadnya tidaklah hanya dalam bentuk Ritual atau
melaksanakan upacara keagamaan saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan
melaksanakan perbuatan yang didasari atas hati yang tulus dan ikhlas.
Sehingga dengan demikian maka dapat diartikan bahwa Yadnya merupakan
segala bentuk pemujaan/persembahan dan pengorbanan yg tulus iklas yang
timbul dari hati yang suci demi maksud-maksud mulia dan luhur.
Bila dilihat dari berbagai pelaksanaan yadnya, sesungguhnya
didalam yadnya terdapat beberapa unsur yang pasti ada. Unsur-unsur mutlak
dalam yadnya yaitu: karya (kerja), sreya (ketulusan), budhi (kesadaran),
bhakti (Persembahan). Unsur karya yang terdapat dalam yadnya dapat dilihat
bahwa setiap yadnya yang dilakukan adalah dengan perbuatan / kerja. Unsur
Sreya (ketulusan) pada yadnya yaitu bahwa dalam setiap yadnya selalu
dilakukan dengan dasar ketulusan dan tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun. Dalam melaksanakan yadnya, umat tidak merasa terbebani karena
yadnya muncul dari ketulusan hati. Dengan melaksanakan yadnya, manusia
akan senantiasa teringat dengan kebesarannya Tuhan dan memahami segala
kekurangan yang ada dalam dirinya. Sehingga pelaksanaan yadnya dapat
membangkitkan kesadaran dalam diri setiap manusia. Kesadaran yang
dimaksud adalah terbebasnya manusia dari kebingungan, kegelapan sang jati
diri (atman) dari belenggu segala kepalsuan didunia (maya). Dengan sadarnya
manusia pada jati dirinya ia akan dapat melakukan hubungannya dengan
12

Tuhan. Dalam pelaksanaan yadnya pada umumnya dilakukan dengan


memberikan persembahan dan melaksanakan pemujaan yang didasari atas
ketulusan hati.
Bhagavadgita III.9 menyatakan bahwa: “para dewa akan
memelihara manusia dg memberikan kebahagiaan, karena itu manusia yg
mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dg yadnya
pada hakekatnya dia adalah pencuri”. Ini berarti bahwa antara manusia
dengan para dewa harus ada hubungan yang harmonis sehingga terwujud
suatu kebahagiaan. Sebagai manusia yang diberikan kelebihan dari mahluk
ciptaannya yang lain yaitu idep (pikiran), seharusnyalah manusia bisa
mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan atas segala
kebahagiaan yang ia rasakan melalui pelaksanaan yadnya. Bila manusia tidak
pernah bersyukur artinya bahwa manusia ini adalah seorang pencuri.
Selanjutnya Sri Kresna bersabda yaitu: “orang yang terlepas dari
dosa adalah orang yang makan sisa dari persembahan/yadnya”. Ini berarti
bahwa dalam kehidupan ini manusia harus senantiasa menikmati makanan
hasil persembahannya kepada Tuhan. Bilamana manusia memakan yang
bukan hasil persembahan pada Tuhan berarti dia memakan dosa. Agar
terhindar dari dosa itu, manusia sebelum makan haruslah
mempersembahkannya terlebih dahulu pada Tuhan. Sehingga makan hasil
persembahan yang dimakan adalah anugerah dari Tuhan yang disebut dengan
Prasadham” yang istilah balinya disebut dengan “Lungsuran”. Yadnya Sesa
(matur saiban) merupakan salah satu bentuk yadnya yang dilakukan sehari-
hari setelah memasak. Setelah memasak hendaknyalah kita menghaturkan
sedikit dari masakan itu pada Tuhan sehingga masakan yang dibuat dapat
dikatakan sebagai anugerah dari Tuhan.
Dalam Atharwa veda XII.1 dikatakan bahwa “yadnya merupakan
salah satu pilar penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini”. Jadi bilamana
yadnya tidak dilakukan lagi akan menjadikan alam beserta kehidupannya
tidak akan dapat berlangsung.
BAB III

 PENUTUP

A. Kesimpulan
Yadnya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata “yaj”
yang memiliki arti memuja kemudian dari kata “yaj” tersebut berubah menjadi
kata “yajna” yang memiliki arti korban suci. Panca sendiri memiliki makna
lima. Jadi panca yadnya adalah lima korban suci yang di tunjukan kehadapan
sang pencipta atau yang biasa kita kenal di dalam hindu yaitu Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Agama terdiri berbagai macam yajña, tetapi secara garis besarnya
dapat dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu Dewa, Yajña, Resi Yajña,
Manusa Yajña dan Bhuta Yajña. Yadnya merupakan salah satu wujud dari Tri
Kerangka Agama Hindu yaitu termasuk dalam Upacara/ Ritual. Hal ini
dikarenakan penerapan yadnya dikaitkan dengan Upacara Agama Hindu yaitu
dalam bentuk Ritual.

Karena yadnya berasal dari karma dalam dalam pelaksanaan


yadnya pun terkait dengan perbuatan maka Yadnya termasuk Karma
kanda/karma sanyasa/prawerti atau jalan perbuatan. Ini berarti bahwa yadnya
merupakan salah satu bentuk penerapan ajaran Agama Hindu dengan cara
melakukan perbuatan. Artinya ajaran Weda dapat diaplikasian dengan
melaksanakan yadnya yaitu dengan melakukan persembahan/ pemujaan
kehadapan Ida Hyang Widdhi Wasa.

Menurut BG XVII, 11, 12, dan 13 menyebutkan ada tiga tingkatan


yadnya dilihat dari segi kualitasnya. Tiga yajna itu antara lain Satwika yajna,
Tamasika yajna dan Rajasika yajna

B. Saran
Dengan disususnnya makalah ini, penulis mengharapkan kepada
pembaca agar lebih memahami tentang Panca Yadnya dalam kehidupannya
sekarang, karena itu bersifat mutlak bagi masing-masing orang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Maiti, & Bidinger. (1981). 済無 No Title No Title. In Journal of Chemical


Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Renawati, P. W. (2019). Implementasi Upacara Manusa Yadnya Dalam Naskah
Dharma Kahuripan (Perspektif Teologi Hindu). Mudra Jurnal Seni Budaya,
34(3), 372–384. https://doi.org/10.31091/mudra.v34i3.796
Setiyawan. (2013). Acara Agama Hindu. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Sukiada, K. (2019). Panca Yadnya dalam Ritual Keagamaan Hindu Kaharingan
di Kalimantan Tengah. 03(02), 54–92.

Anda mungkin juga menyukai