“PUNARBHAWA”
Dosen :
Made Ayu Wulandari,S.Fil.H.,M.Pd.H
Kelas :
Akuntansi B Malam
Nama Kelompok :
I Gusti Bagus Agung Hendrawan Putra 02/2102622010205
Luh Putu Naraichanaiya Putri Sukarta 09/2102622010212
Ni Putu Sintya Paramitha Indraswari 20/2102622010223
Sayu Kade Mirah Jayanti 24/2102622010227
Ni Komang Janitri Pratiwi 29/2102622010232
Kadek Hirani 32/2102622010235
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2022
A. PENGERTIAN PUNARBHAWA
Di dalam ajaran agama Hindu, berdasarkan bahasa Sanskerta Punarbhawa terbentuk
dari dua kata, yaitu Punar yang artinya lagi dan bhawa artinya menjelma. Dengan
demikian, punarbhawa berarti kelahiran yang terulang ke dunia yang disebabkan oleh
karma dan wasana dari kehidupan seseorang tersebut. Kejadian tersebut sangat rahasia
karena yang bersangkutan atau orang yang terlahir tersebut tidak mampu mengetahui,
siapa sebenarnya dirinya. Rahasia kelahiran yang berulang-ulang ke dunia disebabkan
oleh karma wasana dari suatu kehidupan yang lain, sebelum seseorang mengetahui
hakikat sang diri. Manusia tetap memiliki tujuan untuk mencapai kesempurnaan menyatu
dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Kelahiran tersebut merupakan kesempatan untuk
meningkatkan kesempurnaan hidup. Selain itu guna mengatasi kesengsaraan dan suka
duka dengan cara terus berusaha meningkatkan kualitas diri demi mencapai
kesempurnaan agar bisa melepaskan diri dari keterikatan duniawi yang selanjutnya
menyatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa dengan selalu berkarma yang baik. Karena
karma dan phala menjadi satu bagian yang tidak pernah terpisah. Di dalam Weda
disebutkan Karma phala ngaran ika palaning gawe hala hayu. Yang artinya karma phala
adalah akibat phala dari baik buruk suatu perbuatan atau karma (Slokantara 68). Hukum
karma ini sesungguhnya sangat berpengaruh terhadap baik buruknya segala makhluk
sesuai dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk yang dilakukan semasa hidup. Hukum
karma dapat menentukan seseorang hidup bahagia atau menderita. Jadi, setiap orang
berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya, demikian
pula sebaliknya.
B. TUJUAN PUNARBHAWA
Tujuan dari punarbhawa yaitu untuk menerima karma pahala yang belum diterima di
masa lalu, tempat untuk menyelamatkan jiwa atma dari segala dosa awidya dan adharma.
Dan untuk mencapai tujuan pengajaran agama hindu terkhir yaitu moksa. Bersatunya
kembali antara atma dengan Brahman. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud
kesadaran untuk selalu berbuat baik. Karena sudah menyadari hal tersebut sehingga dapat
memperbaiki karma buruk pada kehidupan sebelumnya, dan selalu berbuat baik dalam
kehidupan yang sekarang. Semua karma tersebut memiliki phala sesuai dengan ajaran
hukum karma. Hukum karma adalah hukum alam semesta yang telah ditetapkan oleh
Sang Hyang Widhi Wasa. Hukum karma itu berlaku bagi siapa saja, di mana saja, dan
kapan saja. Hukum ini berlaku sejak alam ini diadakan dan akan terus berlaku sampai
alam ini pralaya (musnah, lebur).
Adapun manfaat dan nilai yang akan diperoleh dari penghayatan terhadap hukum
Karma pada ajaran punarbhawa adalah sebagai berikut:
1. Disiplin untuk selalu berpikir yang bersih dan suci (manacika parisudha);
2. Disiplin untuk selalu berkata yang baik, sopan, dan benar (wacika parisudha);
3. Disiplin untuk selalu berbuat yang jujur, baik, dan benar (kayika parisudha);
4. Melahirkan kesabaran, ketenangan, dan ketabahan;
5. Keyakinan diri terhadap setiap perbuatan;
6. Pengendalian diri yang ketat;
7. Selalu bersyukur; dan
8. Kebijaksanaan;
Bhahunime wyatitani
Janmanitava carjuna
Tam aham weda sarwani
Na twam wettha parantapa
(Bhagawadgita IV.5.)
Artinya:
Banyak kehidupan yang Ku jalani
Demikian pula engkau Arjuna
Semua kelahiran itu aku ketahui
Tapi engkau tidak dapat mengetahuinya
Artinya:
Meskipun aku telah dilahirkan
Sikap Ku kekal serta menjadi Iswara
Tetapi aku memegang teguh sifatku
Datang menjelma dengan jalan maya
Karma dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain.
Dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran,
perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan Punarbhawa adalah kesimpulan dari karma
itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan
Asuba Karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam
Punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih
rendah, sengsara, atau menderita dan bahkan dapat menjadi makhluk yang lebih rendah
tingkatannya. Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan Subha Karma akan
mengakibatkan Atman menuju surga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat
penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bila seseorang selalu berbuat baik dalam kehidupan
ini, setelah ia meninggal dunia dikatakan rohnya akan mendapatkan surga dan bila ia
dilahirkan kembali dia akan lahir dari surga. Yang disebut dengan istilah Surga Syuta,
yaitu anak yang lahir dari surga dan penuh dengan kebahagiaan. Sedangkan kalau
sekarang berbuat buruk di dunia ini, setelah meninggal dunia rohnya akan disiksa di
neraka dan apabila dia dilahirkan kembali ia akan lahir neraka yang disebut dengan
istilah Neraka Syuta, yaitu anak yang lahir dari neraka dengan penuh kesengsaraan.
Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma;
setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan
lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang
hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak
mengalami kesenangan. Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma),
Sarasmuccaya menyebutkan: "Adapun orang yang selalu melakukan karma baik
(cubhakarma), ia dikemudian hari akan menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan
(cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang
didapatnya sebagai hasil (phala) dari perbuatan yang baik".
Dengan keyakinan adanya Punarbhawa, maka orang harus sadar, bahwa bagaimana
kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Oleh karna itu kelahiran kembali ini
adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Pertama yaitu Dewa Rna merupakan hutang yang harus dibayar kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang menyebabkan kita ada di dunia ini.
Rna yang kedua yaitu hutang yang harus dibayar manusia kepada leluhur
termasuk orang tua kita, karena jasa para Leluhur dan orang Tua kita yang
sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasa hidup.
Rna yang ketiga yaitu Hutang yang harus dibayar kepada para Rsi, pendeta, dan
para guru lainya atas bimbingannya selama ini dan mendidik manusia untuk
belajar kebenaran.
Ketiga hutang tersebut harus dibayar dengan perbuatan-perbuatan yang baik pada
kehidupan sekarang ini.
Contohnya perbutan sederhana yang harus dilakukan untuk membayar hutang tersebut
yaitu:
Yang pertama hutang kepada Tuhan, dilakukan dengan cara rajin sembahyang dan
saling menghormati, saling menyayangi sesama mahluk ciptaan Tuhan.
Hutang kepada para leluhur yaitu dengan jalan menghormati dan selalu mengingat
leluhur kita dimanapun kita berada dan apapun yang kita kerjakan serta dengan
menghormati dan menyayangi kedua orang tua kita.
Hutang yang ketiga yaitu hutang kepada para Rsi atau para guru dengan cara
menghormati dan melaksanakan ajaran-ajaran serta tugas-tugas yang mereka
berikan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
Artinya:
Banyak kelahirian (kehidupan yang telah kujalani dan demikian pula engkau,
O Arjuna, semua itu Aku ketahui, tetapi engkau tidak dapat mengetahuinya.
Kesucian
Untuk memperoleh pengetahuan suci, dan menghayati Hyang Widhi Wasa
dalam keberagaman dinyatakan dalam doa Upanishad yang termasyur: Asatoma
Satgamaya, Tamasoma Jyothir Gamaya, Mrityorma Amritan Gamaya yang
artinya, Tuntunanlah kami dari yang palsu ke yang sejati, tuntunlah kami dari
yang gelap ke yang terang, tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan. Setiap kita
melakukan kegiatan-kegiatan, kita biasakan untuk memohon tuntunan kehadapan
Sang Hyang Widhi Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan
apapun kita lakukan, apabila kita bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan
kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan tersebut mempunyai nilai yang
sangat tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut dengan Sang Hyang
Widhi Wasa, maka ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai yang
tinggi. Tujuan dari kehidupan kita adalah agar atman terbebas dari triguna dan
menyatu dengan Para atman. Didalam Weda disebut yaitu Moksartham Jaga
Dhitaya Ca Iti Dharmah yang artinya adalah tujuan agama (Dharma) kita adalah
untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia
(jagadhita).
Selain melakukan ketiga hal terebut membebaskan diri dengan punarbhawa juga bisa
dengan menjalankan ajaran Catur Marga. Catur Marga sendiri dalam ajaran agama hindu
berarti empat jalan atau cara umat hindu untuk menghormati dan menuju jalan Tuhan
Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bagian-bagian dari Catur Marga
yaitu:
Bhakti Marga Yoga
Adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman dengan
berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang
Widhi dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud,
menyembah, mempersembahkan, cinta kasih penyerahan diri seutuhnya pada
Sang pencipta. Seorang Bhakta (orang yang menjalani Bhakti marga) dengan
sujud dan cinta, menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa
raganya sebagai yadnya kepada Sang Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam
adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang disebut maitri.
Cinta bhaktinya kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga
dipancarkan kepada semua makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-
tumbuhan. Dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang
dan memohon kepada Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa kecuali selalu
berbahagia dan selalu mendapat anugrah termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk
lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya
kepada semua makhluk. Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan beragama
adalah cinta kasih dan pengabdian yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang
paling disayangi, sebagai ibu, bapak, teman, saudara, sebagai orangtua, sebagai
tamu, dan sebagai seorang anak.
https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/kurikulum21/HINDU-BS-KLS
%20X.pdf
http://diva-yana.blogspot.com/2014/04/punarbhawa-tugas-kuliah.html
http://akuberagama.blogspot.com/2014/01/karma-phala-dan-punarbhawa.html
http://hendry-kamanjaya.blogspot.com/2011/04/kelahiran-kembali-dalam-ajaran-hindu.html
http://kb.alitmd.com/punarbhawa-atau-reinkarnasi-menurut-hindu/
http://sumantre.blogspot.com/2010/10/punarbhawa-reinkarnasi.html?m=1
http://dianaprashanti.blogspot.com/2017/04/punarbhawa-agama-hindu.html
https://pasraman.com/knowledgebase/pelajaran-6-bukti-bukti-adanya-punarbhawa/