Anda di halaman 1dari 3

Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula"[1]) atau t(um)itis, merujuk

kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan
lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali
itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil
pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus
menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula
pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat
kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang
kedua.

Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya. Dalam agama
Hindu dan Buddha, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang
sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat
pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan
yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan
Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi.
Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi
sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

Daftar isi

1 Reinkarnasi dalam agama Buddha

2 Reinkarnasi dalam Hinduisme

2.1 Proses reinkarnasi

2.2 Akhir proses reinkarnasi

3 Lihat pula

4 Catatan kaki

5 Pranala luar

Reinkarnasi dalam agama Buddha[sunting | sunting sumber]

Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua
makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama
makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma
makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang
menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik
kematiannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia,
namun jika sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung
dari karma masing-masing.

Reinkarnasi dalam Hinduisme[sunting | sunting sumber]

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada
kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan
selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya
seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka
dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya
yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan
untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil
perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan
baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi
optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan
dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.

Menurut Hinduisme, yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk
hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan menikmati hasil perbuatannya pada masa
lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya. Dalam kehidupan di dunia, manusia menempati strata yang
paling tinggi sehingga reinkarnasi yang tertinggi adalah hidup sebagai manusia, bahkan dewa atau
malaikat yang ingin sempurna hidupnya, harus turun ke dunia untuk menyempurnakan jiwatman-nya
sehingga mencapai moksa, bersatu dengan Brahman. Makhluk hidup selain manusia memiliki jiwatman
yang sama. Jiwatman memiliki memori untuk mencatat dan mengenang peristiwa yang dilakukan atau
dialami dalam kehidupan sewaktu masih bersatu dengan raga. Memori tersebut menghasilkan
kemelekatan terdadap dunia yang terus dibawa walaupun terjadi kematian yang menyebabkan
jiwatman berpisah dengan badan. Suatu saat jiwatman tersebut akan mencari raga baru yang sesuai
dengan kemelekatannya pada konsepsi (janin) yang siap dimasuki roh (atman). Bila manusia mampu
meniadakan kemelekatannya terhadap kehidupan dunia, maka ia akan mencapai moksa dan bersatu
dengan Brahman.

Proses reinkarnasi[sunting | sunting sumber]

Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus
berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang
baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang
mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat
kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan
lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.
Dalam filsafat agama yang menganut paham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat
persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan
agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia
bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu
bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan
ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau
tidak.

Akhir proses reinkarnasi[sunting | sunting sumber]

Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai
kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan
yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu
duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu
duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah
duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan
Tuhan (Moksha [2]).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Anda mungkin juga menyukai