Anda di halaman 1dari 9

 

POKOK-POKOK KEIMANAN AGAMA HINDU


hom
Pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu dibagi menjadi lima bagian yang
disebut dengan Panca Sradha, yaitu percaya adanya Tuhan (Hyang Widhi),
percaya adanya Atman, percaya adanya Hukum Karma Phala, percaya adanya
Punarbhawa (Reinkarnasi/ Samsara) dan percaya adanya Moksa.

A. Percaya Adanya Tuhan ( Brahman/ Hyang Widhi) Tuhan Yang Maha


Esa,

Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil
dengan berbagai nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun Ia hanya satu,
Tunggal adanya. 

“Ekam eva adwityam Brahma”


Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.

“Eko Narayanad na dityo ‘sti kascit”


Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya

“Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”


Berbeda-beda tetapi satu tidak ada Dharma yang dua.

Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang membayangkan


bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang tunggal (Esa) itu
dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Ia dipanggil
Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Shiwa sebagai
pemralina. Banyak lagi panggilannya yang lain. Ia Maha Tahu, berada di mana-
mana. Karena itu tak ada apapun yang dapat kita sembunyikan dihadapan-Nya.
Orang-orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada tempat yang
berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan
dan petunjuk-Nya agar dia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup
ini

B. Percaya Adanya Atman.

Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/ Brahman).


Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang menyebabkan manusia
itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir
adalah Atman yang mengemudikan dan kereta adalah badan. Demikian Atman
itu menghidupi sarwa prani (makhluk) di alam semesta ini “Angusthamatrah
Purusa ntaratman Sada Jananam hrdaya samnivish thah Hrada mnisi
manasbhiklrto Yaetad, viduramrtaste bhavanti. Ia adalah jiwa yang paling
sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan,
yang bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi
abadi.

C. Percaya adanya Hukum Karma Phala

Di dalam Weda disebutkan “Karma phala ngaran ika palaning gawe hala ayu”
artinya karma phala adalah akibat phala dari baik buruk suatu perbuatan atau
karma. Karma phala dapat digolongkan menjadi tiga macam sesuai dengan saat
dan kesempatan dalam menerima hasilnya, yaitu :

1. Sancita Karma Phala : hasil perbuatan kita dalam


kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita
sekarang.
2. Prarabda Karma Phala: hasil perbuatan kita pada
kehidupan saat ini tanpa ada sisanya lagi.
3. Kriyamana Karma Phala: hasil perbuatan yang tidak
sempat dinikmati pada saat berbuat, sehingga harus
diterima pada kehidupan yang akan datang.

D. Percaya adanya Punarbhawa/ Reinkarnasi/ Samsara

Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan


kembali (reinkarnasi) atau Samsara. Di dalam Weda disebutkan bahwa
“Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih
tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat
suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman
masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian diikuti oleh kelahiran”.

Sribhagavan uvacha :
bahuni me vyatitani
janmani tava cha ‘rjuna
tani aham veda sarvani
na tvam vettha paramtapa.

Sri bhagawan (Tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian


pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,
Parantapa.

E. Percaya Adanya Moksa

Sebagaimana tujuan agama Hindu yang tersurat di dalam Weda, yakni


“Moksartham jagadhitaya ca iti dharma”, maka moksa merupakan tujuan yang
tertinggi. Moksa adalah kebebasan dari keterikatan benda-benda yang bersifat
duniawi dan terlepasnya Atman dari pengaruh maya serta bersatu kembali
dengan sumber-Nya, yaitu Brahman (Hyang Widhi) dan mencapai kebenaran
tertinggi, mengalami kesadarn dan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut
Sat Cit Ananda. Diambil dari buku Tuntunan Dasar Agama Hindu.
 
Reinkarnasi
hom
Reikarnasi/Punarbhawa/Samsara berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang
disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau Samsara. Di dalam Weda
disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau
di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini
membawa akibat suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh
karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian diikuti oleh
kelahiran”. Dalam suatu sloka disebutkan:
Sribhagavan uvacha :
bahuni me vyatitani
janmani tava cha ‘rjuna
tani aham veda sarvani
na tvam vettha paramtapa. (Bh. G. IV.5)

Sri bhagawan (Tuhan) bersabda :


banyak kelahiran-Ku di masa lalu
demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu
tetapi engkau sendiri tidak
Parantapa.

Reinkarnasi memiliki hubungan yang erat dengan Karma yang mana keduanya
merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Reinkarnasi dapat
dikatakan sebagai kesimpulan atas semua karma yang telah didapat dalam suatu
masa kehidupan. Baik buruknya karma yang dimiliki seseorang akan
menentukan tingkat kehidupannya pada reinkarnasi berikutnya.

Dengan keyakinan terhadap reinkarnasi ini dan hubungannya dengan karma,


maka umat harus sadar bahwa kehidupan sekarang ini merupakan kesempatan
yang baik untuk memperbaiki diri demi kehidupan yang lebih baik pada masa
datang. 

Kebenaran Reinkarnasi
Kalau kita tidak mendalami konsep Atman dan hukum karma (karma
pala), maka reinkarnasi sebagai suatu kepercayaan adanya kelahiran yang
berulang-ulang dalam agama Hindu agak meragukan, sebab kenyataan
yang kita lihat adalah manusia lahir hanya sekali dalam hidupnya. Setelah
kita mendalami konsep Atman dan hukum karma(karma pala ) baru kita
jelas bahwa reinkarnasi merupakan kelahiran yang berulang-ulang dengan
melalui Triloka yaitu Bhur, Bvah, Svah. Reinkarnasi dapat dibuktikan
dalam kehidupan umat Hindu dalam melakukan upacara maupun
kehidupan sebagai berikut.

1. Umat Hindu di samping percaya adanya Panca Srada sebagai Tatwa


atau filsafat agama Hindu juga melakukan ritual yaitu upacara
keagamaan. Dalam upacara pemujaan umat Hindu percaya adanya Panca
Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya yaitu pemujaan kepada Hyang
Whidi Wasa, Pitra Yadnya pemujaan kepada leluhur, Resi Yadnya
pemujaan kepada para resi atau pandita, Buta Yadnya pemujaan kepada
sekalian makhluk hidup, dan terakhir Manusa Yadnya pemujaan terhadap
keselamatan umat manusia. Dengan kita percaya adanya Pitra Yadnya
yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, artinya kita percaya
leluhur kita itu masih hidup di dunia yang halus (lain loka) dan nanti akan
lahir kembali dengan badan lain.

2. Umat Hindu dalam melaksanakan ajaran-ajarannya juga melakukan


dana punia seperti orang menabung, karena kita percaya bahwa perbuatan
ini akan membawa kebahagiaan setelah meninggal. Kalau manusia sudah
meninggal bukan berarti Atman sudah tiada, ini berarti ada kehidupan lain
setelah meninggal yaitu kehidupan di lain loka. Setelah hidup di lain loka,
tabungan tadi yang disimpan selama hidup di dunia dapat dinikmati yaitu
karma-karma yang baik.
3. Dalam mengarungi kehidupan ini umat Hindu berusaha menjalankan
kehidupan dengan menegakkan dharma, sebab dengan hidup selalu
berlandaskan dharma akan mengurangi dosa-dosa yang pernah dibuat
sebelum kehidupan saat ini. Dengan selalu berbuat baik kepada
sesamanya, dengan harapan dalam kehidupan di loka yang lain akan lebih
baik.

4. Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia


dengan segala cara selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses
kematian jangan terlalu cepat sehingga dapat lama menikmati kehidupan
ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu pertanda
bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam
kehidupan yang sudah sudah.

5. Bayi yang baru lahir biasanya setelah beberapa hari tanpa diajari sudah
dapat menetek susu ibunya, kesediaan si bayi yang sejak baru lahir untuk
menetek susu ibunya menandakan suatu pengalaman yang pernah dialami
pada kehidupannya yang sudah sudah.

6. Kenyataannya bahwa lahir sebagai manusia berbagai kegemaran yang


disebut hobi dan sampai saat ini tidak dapat diteliti sebab-sebab dari
kegemaran tersebut dalam kelahiran sekarang ini, maka ini menunjukkan
adanya pengalaman-pengalaman di dalam kehidupannya yang sudah-
sudah yang tidak dapat diingatkan lagi sebagai sumbernya.
7. Bayi yang baru lahir menangis , ini menandakan bahwa bayi tersebut
sudah tahu bahwa hidup sebagai manusia banyak penderitaannya akibat
dari dosa-dosanya, maka ini menunjukan adanya pengalaman di dalam
kehidupannya terdahulu sebelum lahir sebagai manusia.

Pada kali yuga ini orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dengan
menggunakan segala cara, yang kadang tidak disadari oleh mereka bahwa
sudah jauh menyimpang dari rel etika kehidupan ini. Norma-norma, kaidah
agama terlupakan, mereka sudah larut dengan kenikmatan yang sifatnya
sementara tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan pada kehidupan
berikutnya Bagaimana mengantisipasi situasi yang tidak menentu akhir-akhir
ini, di mana umat Hindu dihadapkan dengan beberapa masalah yang cukup
rumit? Mungkin yang terbaik dilakukan oleh umat Hindu sesuai dengan ajaran
Weda adalah dengan melakukan Mona Brata yaitu salah satu Brata yang
terdapat dalam Dasa Niyama Brata. Mona yaitu suatu sifat pengendalian kata-
kata, dan tidak berkata-kata pada waktu tertentu, perkataan harus dikendalikan
sebab perkataan sangat besar artinya dalam kehidupan, bahagia(suka) atau
sengsara (duka) kehidupan tergantung oleh perkataan seperti yang dinyatakan
dalam Nitisastra sebagai berikut:

Nitisastra

Wasita nimittanta manemu Artinya :


laksmi, oleh perkataan engkau akan
Wasita nimittanta pati mendapat bahagia,
kapangguh, oleh perkataan engkau akan
Wasita nimittanta manemu menemui ajal,
dukha, oleh perkataan engkau akan
Wasita nimittanta manemu mendapatkan susah,
mitra. oleh perkataan engkau akan
mendapat sahabat.

Penutup

Mona Brata adalah penentuan sikap tidak berbicara beberapa waktu.


Tepekur tanpa berbicara, Bayu, Sabda dan Idep dihubungkan ke hadapan
Yang Widhi Wasa, kita dengan tekun dan konsentrasi melakukan
pendekatan ke hadapan Yang Maha Kuasa agar selalu diberikan
perlindungan dan keselamatan. Semua kejadian-kejadian yang kita alami
saat ini adalah akibat suatu proses yang akumulatif. Suatu peristiwa tidak
akan terjadi apabila tidak ada yang menyebabkan terjadinya peristiwa
tersebut. Kesulitan yang kita hadapi saat ini adalah hasil dari karma kita di
masa yang lalu atau karma kita sekarang yang kita petik saat ini juga.
Tentang Dana Punia
 
Oleh:Wayan Catrayasa-Batam
home
Reff:Menggala Upacara
Apakah Pengertian dari Dana Punia itu ?
Dana Punia terdiri dari dua kata yaitu Dana = Pemberian, sedangkan Punia
artinya selamat, baik, bahagia, indah, dan suci.
Jadi Dana Punia artinya pemberian yang baik dan suci.
Apakah yang menjadi landasan Dana Punia ?  
Sedikitnya ada dua landasan dari Dan Punia itu antara lain :
1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi
2. Landasan Sastra :
1. Weda Smerti
2. Manawadharmasastra Bab IV, sloka 33, 226
3. Sarasamuscaya sloka no. 175, 176, 192, 198, 217,
178,
207, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202, 205, 206,
216,
187, 188, 191, 193, 194, 212, 213, 223, 261, 262,
263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56,57,58.
5. Slokantara, Sloka nomor 2,4,5.
6. Ramayana, sargah I, bait 5, sargahII bait 53, 54.
7. Nitisastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait 11.

8. Lontar Yadnya Praketi.


Berapa jeniskah kita mengenal Dana Punia ?
Perincian dana punia yang dapat mendatangkan pahala yang
besar adalah :
1. Desa : harta benda
2. Agama : ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan
3. Drewya : benda benda duniawi/material.

Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana punia


yaitu:

1. Dana : harta benda


2. Atidana : anak gadis yang cantik

3. Mahatidana : jiwa raga


Siapakah yang berkewajiban melaksanakan dana punia ?
 Para pengusaha negara / pemerintah
 Para pemuka agama
 Penyelenggara yadnya
 Saudagar, usahawan
 Orang orang yang mampu
 Sewaktu waktu diwajibkan bagi semua umat
 Bagi umat yang berpenghasilan tetap

 Bagi umat yang berpenghasilan tinggi.


Siapakah yang berhak menerima Dana Punia ?
 Para Guru Rohani / Nabe
 Dangacarya /Sulinggih

 Orang miskin yang terlantar


 Orang cacat
 Orang yang terkena musibah
 Tempat suci / Parahyangan
 Lembaga lembaga sosial
 Rumah sakit

 Pasraman / Pendidikan
Bagaimana Pelaksanaan Dana Punia ?
Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah :
 Uttarayana (purnama kedasa ) Umat Hindu diwajibkan
melaksanakan dana punia secara serentak
 Sewaktu waktu tepatnya pada purnama dan tilem baik
Uttarayana, swakala, daksinayana (matahari menuju
utara, di katulistiwa, dan menuju selatan).
 Saat gerhana matahari dan bulan

 Dalam keadaan pancabaya.


Apakah dasarnya dana Punia ?
Dalam Sarasamuscaya sloka 261, 262, 263 dan Ramayana sarga
II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna
kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:
 Dharma 30%
 Kama 30%

 Dana harta ( Modal Usaha 40% )


Sampai kapankah Dana Punia itu dilaksanakan ?
 Selama dalam status grehaste untuk setiap umat wajib
melakukan dana punia.

 Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran


berdana punia di kalangan anak anak maka perlu kegiatan
dana punia
dilakukan sedini mungkin.
 

Catur Purusha Arta 

Etika kehidupan sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh seorang Bhakta. Etika
ini merupakan rambu-rambu Dharma yang mencegah kita kedalam kesesatan
adharma. Yang pertama adalah

Catur Purusha Arta


adalah empat kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu :
Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan
yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta
yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta,
dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama.

Dharma sebagai dasar utama mempunyai pengertian yang sangat luas. Dharma
dapat diartikan sebagai mematuhi semua ajaran-ajaran Agama terlihat dari
pikiran, perkataan dan perbuatan sehari-hari. Dharma juga dapat diartikan
sebagai memenuhi kewajiban sesuai dengan profesi atau pekerjaan dan
tanggung jawab masing-masing. Misalnya dalam Manawa Dharmasastra Buku
III (Tritiyo dhyayah) diatur tentang kewajiban seorang suami dan kewajiban
seorang istri dalam membina rumah tangga, dimana antara lain dinyatakan
bahwa seorang suami berkewajiban mencari nafkah bagi kehidupan
keluarganya,sedangkan seorang istri berkewajibanengatur rumah tangga seperti
merawat anak, suami, menyiapkan upacara, dll. Dalam kaitan implementasi
profesi dan tanggung jawab (responsibility), sering digunakan istilah
"swadharma", sehingga swadharma setiap manusia berbeda-beda menurut tugas
pokoknya. Misalnya swadharma seorang dokter adalah merawat pasien sebaik-
baiknya agar sembuh, swadharma seorang cleaning service adalah menjaga
kebersihan dan kerapian ruangan, dll. Jadi melaksanakan dharma itulah yang
utama. Setelah melaksanakan dharma dengan baik maka Hyang Widhi akan
melimpahkan berkatnya berupa Arta. 

Arta adalah sesuatu yang bernilai materiil yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia secara phisik. Arta dapat diperoleh secara
langsung maupun tidak langsung. Arta yang diperoleh secara langsung misalnya
seseorang yang swadharmanya sebagai petani pemelihara lembu maka ia akan
menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh secara tidak langsung misalnya
seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak kecil dengan baik sehingga
dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan terhormat, maka
anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik dan
berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.

Kama artinya kebutuhan hidup berupa pangan, sandang, perumahan, sosial,


spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka
manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah
dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin
yang lazim disebut sebagai "Moksartham Jagadhitaya caiti dharmah" Pakar
psycholog barat seperti Sperman dan Reven (1939) menamakan kehidupan
seperti itu "Living Healthy" dimana unsur-unsur : Spiritual, Emotional,
Intelectual, Phisical dan Social, dipelihara dan terpenuhi dengan baik.
Bagaimanakah jika urut-urutan Catur Purushaarta itu ditukar balik, misalnya
mendahulukan arta dari dharma ? Dalam keadaan ini manusia akan
menempuhsegala cara untuk memperoleh arta, artinya tidak lagi berdasarkan
ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara dengan cara mencuri, menipu,
merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak
akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu
bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala
misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara.
Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya
berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi,
tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman
Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa
berdosa.

Moksa

Anda mungkin juga menyukai