Anda di halaman 1dari 6

Hukum Karma Sang Buddha bersabda : " Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan

Anda peroleh. Pelaku kebaikan akan mengumpulkan kebaikan. Pelaku keburukan, memperoleh keburukan. Jika Anda menanamkan benih yang baik, maka Anda menikmati buah yang baik." (Samyutta Nikaya I, 227). Ketika seseorang sedang bahagia dan bersuka cita, dia cenderung menilai hidup ini menyenangkan. Tetapi jika seseorang sedang menderita, maka dia akan menilai hidup ini sangat sulit, sehingga dia akan mulai mencari alasan dan cara untuk menanggulangi kesulitan tersebut. Kita cenderung bertanya, kenapa ada yang dilahirkan miskin dan menderita, sedangkan yang lainnya dilahirkan dalam berbagai keberuntungan. Kita merasa tidak mampu untuk bisa hidup sebagaimana yang diidamkan, yaitu mengalami hidup yang selalu bahagia. Sebagian orang percaya bahwa ini karena nasib, kesempatan, atau suatu kekuasaan yang tidak kelihatan diluar pengendalian kita. Akibatnya kita cenderung menjadi bingung dan putus asa. Bagaimanapun Sang Buddha mampu menjelaskan kenapa ada orang yang dilahirkan berbeda keadaannya, dan kenapa sebagian orang lebih beruntung dalam menjalani kehidupan dari yang lainnya. Sang Buddha mengajarkan, bahwa suatu kondisi yang terjadi sekarang apakah bahagia atau menderita adalah merupakan hasil akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya atau disebut karma. Sang Buddha mengatakan bahwa semua makhluk hidup mempunyai karma mereka sendiri, warisan mereka , sebab awal mereka, kerabat mereka, pelindung mereka. Karmalah yang membedakan setiap makhluk hidup itu dalam keadaan rendah atau tinggi. Karma berasal dari kata Sanskerta [Pali; kamma] yang berarti tindakan, pekerjaan atau perbuatan. Setiap perbuatan, ucapan atau pikiran yang dilakukan dengan suatu tujuan atau niat dapat disebut karma. Karma berarti suatu kehendak atau niat [cetana] yang baik [kusala] dan buruk [akusala]. Setiap tindakan yang kita lakukan apabila berdasarkan suatu niat maka akan menciptakan karma. Sang Buddha bersabda :"Aku nyatakan, O para Bhikkhu, bahwa niat [cetana] itulah Kamma, dengan niat seseorang bertindak melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran." (Anguttara Nikaya III,I-117). Dengan kata lain, Karma merupakan suatu hukum moral sebab-akibat, suatu hukum alam dimana menjelaskan bahwa setiap tindakan akan membuahkan hasil tindakan tertentu atau buah karma [ karma vipaka] . Sehingga apabila seseorang melakukan perbuatan mulia seperti memberikan sumbangan kepada suatu yayasan kemanusiaan, maka dia akan merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu perbuatan yang tercela, misalnya membunuh makhluk hidup, maka dia akanmerasakan penderitaan. Sehingga dapat disimpulkan, akibat dari perbuatan karma sebelumnya menentukan keberadaan orang tersebut pada kehidupan saat ini. Karma dapat dikategorikan menurut matangnya, yaitu karma yang matang pada kehidupan ini, karma yang matang pada kehidupan berikutnya dan karma yang matang pada beberapa kehidupan yang akan datang. Sang Buddha bersabda : " Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatan jahatnya telah masak, ia akan melihat akibatakibatnya yang buruk. Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibatakibatnya yang baik." (Dhammapada, 119 - 120 ). Tiga komponen yang merupakan pelaku utama karma adalah tubuh fisik, ucapan dan pikiran. Contoh karma yang dilakukan oleh tubuh fisik, yaitu membunuh, mencuri dan berjinah. Contoh karma yang dilakukan oleh ucapan, yaitu berbohong, membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, memfitnah dan berbicara kasar. Sedangkan contoh karma yang dilakukan oleh pikiran adalah keserakahan, kebencian dan khayalan.Karma dapat dibedakan atas karma yang bermanfaat, karma yang tidak bermanfaat dan karma yang bukan bermanfaat maupun tidak bermanfaat. Akibat dari karma buruk adalah tumimbal lahir di tiga alam penderitaan (neraka, hantu kelaparan dan binatang). Contoh karma buruk yang dapat menyebabkan seseorang terlahir di alam neraka antara lain: membunuh orangtua kandung, membunuh orang suci/ Arahat/ Bodhisattva, dan melukai

Buddha. Sedangkan akibat dari karma baik adalah tumimbal lahir di alam manusia atau surga. Sedangkan para Buddha, Arahat dan Bodhisattva yang sudah mencapai Pencerahan Sempurna memperoleh karma tidak bergerak, namun Bodhisattva yang karena welas-asihnya untuk menyeberangkan semua makhluk yang menderita dapat saja bertumimbal lahir lagi di alam manusia . Sebab utama timbulnya karma adalah karena ketidak-tahuan [avidya/avijja] atau ketidak-mampuan untuk memahami segala sesuatu sebagaimana adanya. Nafsu keinginan [tanha] juga merupakan akar timbulnya karma. Perbuatan seseorang walaupun dilandasi oleh tiga akar kebajikan yaitu kedermawan [alobha], kehendak baik [adosa] dan pengetahuan [amoha], tetap dapat dianggap sebagai karma karena dua unsur penyebab karma yaitu ketidak-tahuan dan keinginan masih melekat dalam dirinya. Hanya perbuatan baik dari Jalan Kesadaran [maggacitta] yang dapat dipandang sebagai proses untuk menghancurkan akar sebab-akibat karma tersebut. Apakah Kita Harus Pasrah Terhadap Karma? Pemuda Subha menghadap Sang Buddha untuk menanyakan perbedaan nyata di antara umat manusia, "Apakah alasannya dan sebabnya, o Guru, kita jumpai di antara umat manusia ada yang berumur pendek dan berumur panjang, berpenyakit dan sehat, jelek dan rupawan , tak berpengaruh dan berpengaruh, miskin dan kaya, hina dan mulia, dungu dan bijaksana." Sang Buddha bersabda : "Semua mahluk hidup mempunyai karma sebagai milik mereka, warisan mereka, sebab awal mereka, kerabat mereka, pelindung mereka.Karma itulah yang membedakan makhluk hidup dalam keadaan rendah atau tinggi."(Majjhima Nikaya, Cullakammavibhanga Sutta, 135) Membaca uraian di atas tentang karma seolah-olah mencerminkan bahwa manusia itu haruslah pasrah dan menerima keadaan hidupnya. Di satu sisi memang mencerminkan kenyataan tersebut, namun dalam sudut pandang yang optimis, tidaklah seharusnya demikian. Sebagai manusia duniawi [prthagjana/puthujjana] , tentunya sangat sulit untuk kita dapat seluruhnya terbebas dari suatu perbuatan baik ataupun buruk. Meskipun kita merupakan tuan dari karma kita sendiri tetapi terbukti bahwa adanya faktor yang meniadakan atau yang menunjang berbuahnya karma yang dapat juga dipengaruhi oleh keadaan luar, lingkungan, kebiasaan, usaha yang tekun dan konsentrasi pikiran yang baik. Dalam kehidupan Buddha Gautama juga tercatat banyak penjahat dan bahkan pelacur yang karena `dicerahkan' oleh Yang Telah Tercerahkan, maka seketika dapat mencapai tingkat kesucian batin tertentu. Sang Buddha Mencerahkan Angulimala, seorang perampok jalanan dan pembunuh yang mempunyai hobby koleksi kelingking manusia yang dibunuhnya, pada suatu saat bertemu Sang Buddha dan bermaksud menggenapkan koleksinya menjadi 1000 buah. Maka diapun menghadang Sang Buddha dan bermaksud membunuhNya. Angulimala yang terkenal lincah dalam bergerak, tetap tidak bisa menyentuh tubuh Sang Buddha yang kelihatan sama sekali tidak bergeming. Karena kecapaian, akhirnya Angulimala bertanya kenapa Sang Buddha bisa bergerak begitu cepat, yang oleh Sang Buddha dijawab, "Wahai Angulimala, Aku sudah dari tadi tidak bergerak, engkaulah yang masih terus bergerak." Angulimala yang mendengarkan perkataan Sang Buddha ini akhirnya berubah seketika dan menjadi pengikut Sang Buddha yang mampu mencapai tingkat Arahat. Alavaka, setan yang kejam yang hobby memakan daging manusia, sesudah bertemu Sang Buddha dapat menghentikan kebiasaan memakan daging dan mencapai tingkat kesucian pertama. Ambapali, seorang pelacur dapat terbersihkan pembawaannya setelah bertemu Sang Buddha dan mencapai tingkat Arahat. Contoh-contoh tersebut di atas memperlihatkan bahwa betapa besarnya Kasih Sayang seorang Yang Telah Tercerahkan, mampu membimbing dan memberikan `Pencerahan Seketika' kepada setiap makhluk hidup . Dalam tradisi BuddhismeTantrayana/Vajrayana Tibet dan beberapa aliran spiritual

yang diturunkan dari India oleh para Satguru, menganut hubungan spiritual guru dan murid, juga dipercayai adanya kemampuan seorang guru Yang Telah Tercerahkan untuk menciptakan kondisi, menarik atau mematangkan karma perintang seorang murid yang terakumulasi dari kehidupan sebelumnya, dengan tujuan agar murid bersangkutan tidak mengalami rintangan karma dalam kehidupan spiritualnya saat ini untuk mencapai pencerahan. Ajaran Sang Buddha yang bersifat esoterik (rahasia) sebagaimana yang dianut oleh tradisi Buddhisme Tantrayana/Vajrayanamemungkinkan hal ini dilakukan, baik melalui suatu upacara pengangkatan (inisiasi) hubungan guru dan murid ataupun melalui cara meditasi dan pembacaan mantra.Terlepas dari itu semua, kepercayaan [sraddha/saddha] tetap memegang peranan penting. Proses Bekerjanya Karma Memang proses bekerjanya karma tidak dapat kita amati atau dibuktikan secara ilmiah, namun prinsip bahwa kita akan menuai sesuai dengan apa yang kita tanam itulah yang penting untuk kita renungkan. Proses bekerjanya karma hanyalah dapat dipahami sepenuhnya oleh seorang Buddha atau Yang Telah Tercerahkan. Untuk mengetahui karma dari kelahiran kita sebelumnya, maka renungkanlah berbagai kejadian baik berupa penderitaan [dukkha] ataupun kebahagiaan [sukkha] yang menimpa kita dalam kehidupan saat ini. Sehingga kita tidak tersudut ke dalam suatu kondisi dimana kita harus mencela orang lain sewaktu menderita ataupun terlalu menjunjung orang lain sewaktu kita berbahagia. Karma yang berbuah dalam kehidupan ini apakah menghasilkan kebahagiaan ataupun penderitaan haruslah kita syukuri sebagai makin berkurangnya timbunan karma kita sehingga makin terbukalah peluang untuk kita keluar dari arus kelahiran dan kematian. Namun demikian kitapun tidak perlu terjebak pada sikap pesimistik dengan menyalahkan kehidupan sebelumnya yang menciptakan karma buruk pada kehidupan saat ini karena Buddhisme tidak mengajarkan fatalisme yaitu suatu sikap yang menyalahkan segala sesuatu kejadian sebagai kodrat, takdir ataupun nasib. Buddhisme mengajarkan suatu tuntunan buat kita untuk melihat kehidupan saat ini sebagai alam kehidupan yang memungkinkan manusia untuk berlatih diri keluar dari lingkaran kehidupan dan kematian. Untuk memahami kondisi bekerjanya karma sebagai suatu Hukum Sebab Akibat, kita dapat memulainya dengan mengenali adanya hukum yang bekerja di alam semesta ini. Dalam Abhidhamma Vatara 54, dan Dighanikaya Atthakatha II-432, dapat ditemui adanya Lima Hukum Alam [Pancaniyama Dhamma] , yaitu : 1. Rtu Niyama [Utu Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan suhu, contohnya gejala timbulnya angin dan hujan, bergantinya musim, perubahan iklim, sifat panas, dan sebagainya. 2. Bija Niyama, yaitu hukum sebab-akibat mengenai biji-bijian, contohnya sesawi berasal dari biji sesawi, gula berasal dari tebu, dan sebagainya. 3. Karma Niyama [Kamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan perbuatan, contohnya perbuatan baik akan menghasilkan akibat baik, dan perbuatan buruk akan menghasilkan akibat buruk. 4. Citta Niyama, yaitu hukum sebab-akibat yang berkiatan dengan hasil pikiran, misalnya proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat kesadaran, kekuatan batin, telepati, kemampuan membaca pikiran orang lain, kemampuan mengingat hal-hal yang telah terjadi, dan sebagainya. 5. Dharma Niyama [Dhamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan gravitasi, berupa gejala alam yang menandai akan terlahirnya atau meninggalnya seorang Bodhisattva ataupun seorang Buddha. Hukum Karma [Kamma Niyama] merupakan salah satu dari Hukum Alam tersebut di atas yang terjadi karena prinsip Hukum Sebab dan Akibat, dimana setiap suka ataupun duka pasti ada penyebabnya. Tiada sebab maka tiada akibat. Segala penderitaan akan dapat dihindari apabila dapat diketahui sebabnya. Penyebab tunggal dari segala bentuk penderitaan adalah kemelekatan terhadap nafsu keinginan duniawi. Terdapat cukup banyak cara menggolongkan Hukum Karma, dan berikut disampaikan beberapa jenis penggolongan Hukum Karma tersebut.

Menurut masa berlakunya, dapat diurut sebagai berikut : 1. Karma yang berlaku segera [ditthadhammavedaniya kamma] 2. Karma yang berlaku sesudahnya [upapajjavedaniya kamma] 3. Karma yang berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas [aparapariyavedaniya kamma] 4. Karma yang kadaluarsa [ahosi kamma] Menurut fungsinya [kicca] karma, maka dapat digolongkan atas : 1. Karma penghasil [janaka kamma] 2. Karma penunjang [upatthambaka kamma] 3. Karma pelemah [upapidaka kamma] 4. Karma penghancur [upaghataka kamma] Sedangkan penggolongan karma menurut urutan akibatnya [vipakadanavasena], dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Karma yang berat [garuka kamma] 2. Karma menjelang kematian [asanna kamma] 3. Karma kebiasaan [acinna kamma] 4. Karma yang bertimbun [katatta kamma] Beberapa perbuatan berikut akan menghasilkan karma baik: 1. Selalu bersifat kedermawanan [dana] 2. Menjaga moralitas yang baik [sila] 3. Senantiasa melakukan meditasi [bhavana] 4. Melakukan penghormatan [apacayana] 5. Pengabdian yang mendalam [veyyavacca] 6. Senantiasa mengirim jasa kepada makhluk yang menderita [pattidana] 7. Berbahagia atas perbuatan baik dari pihak lain [anumodana] 8. Mendengarkan Dharma [dhammasavana] 9. Membabarkan Dharma [dhammadesana] 10. Meluruskan pandangan salah [ditthijjukamma] Sebagai Buddhis yang mempercayai hukum karma maka kita tidak perlu mencela orang lain yang melakukan perbuatan paling jahat sekalipun, karena selain mereka juga akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, juga mereka tidak akan dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya sendiri. Sang Buddha bersabda : " Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun, juga dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya. " (Dhammapada, 127). Hukum Karma Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Uttamo MahaThera Dalam kegiatan sehari-hari kita sering mendengar kata "Karma". Panggunaan kata "Karma" ini pada umumnya ditujukan untuk manggambarkan hal-hal yang tidak baik; karma selalu dihubungkan dengan karma buruk. Padahal sebetulnya karma bukan hanya karma buruk tetapi juga ada karma baik. Selain sebagai karma buruk, konsep karma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya penyebab kejadian. Kita menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh karma, semuanya tergantung pada karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat menurunkan semangat juang atau semangat hidup kita. Padahal karma bukan satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah satunya; masih terdapat banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan karma berbuah. Konsep yang menganggap bahwa karma selalu karma buruk dan sebagai satu-satunya penyebab kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan merupakan kelemahan terhadap penjelasan hukum karma. Apakah sesungguhnya karma itu? Karma adalah niat untuk melakukan perbuatan. Niat itulah yang disebut dengan karma! Perbuatan yang dilakukan dengan pikiran disebut karma melalui pikiran; perbuatan yang dilakukan dengan ucapan disebut karma melalui ucapan; dan perbuatan yang dilakukan dengan badan disebut karma melalui badan. Dengan demikian karma bisa berupa karma baik dan karma buruk.

Kemudian timbul satu pertanyaan, apakah yang disebut hukum karma? Hukum karma sebetulnya adalah hukum sebab dan akibat. Di dalam Samyutta Nikaya dinyatakan: "Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Mereka yang menanam kebajikan akan tumbuh kebahagiaan." Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, pernyataan Dhammapada tersebut tampak bertolak belakang dengan fenomena yang ada. Kita sering menemukan orang yang banyak melakukan kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya. Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru! Kalau hukum karma diumpamakan sebagai sebuah sawah yang mempunyai tanaman padi dan jagung, di mana tanaman padi dan jagung tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka tanaman jagung tentu akan panen terlebih dahulu daripada tanaman padi. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai/dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu. Selanjutnya bagaimanakah karma kalau dilihat menurut waktunya? Menurut waktunya, karma dapat kita bedakan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: a). Karma yang langsung berbuah Misalnya kita mencuri helm milik orang lain, karena helm kita dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi walaupun lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya kita ditangkap polisi. Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 15.000,(padahal harga sebuah helm hanya Rp 10.000,-). Ini adalah karma yang langsung berbuah. b). Karma yang berbuah agak lama tetapi masih dalam satu kehidupan.Misalnya orang yang melakukan meditasi hingga tingkat jhana yang tinggi sekali, setelah meninggal langsung terlahir di alam brahma. c). Karma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Misalnya orang yang sering mendengarkan Dhamma pasti akan terlahir di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan Dhamma berarti kita melatih dana perhatian. Pikiran, ucapan dan perbuatan kita terjaga dengan baik pada saat itu. Kita bisa mengerti dan melaksanakan Dhamma. Bahkan hal ini amat sesuai dengan salah satu sutta Sang Buddha, bahwa mendengarkan Dhamma pada saat yang tepat adalah berkah utama. d). Karma yang tidak sempat berbuah karena kehabisan waktu atau kehilangan kesempatan untuk berbuah. Sering ada orang yang mengatakan bahwa tercapainya Nibbana apabila karma baik dan buruk telah habis. Padahal karma itu tidak mungkin habis karena jumlahnya tidak terbatas. Tetapi karma bisa dipotong! Kita bisa merasakan karma apabila kita mempunyai badan dan batin, artinya kita dilahirkan. Kalau kita tidak dilahirkan kembali, kesempatan untuk merasakan karma baik dan buruk menjadi tidak ada. Akhirnya ada karma yang tidak sempat berbuah. Selain menurut waktu, karma juga dapat dibedakan menurut fungsinya, yaitu: a). Fungsi karma yang melahirkan Misalnya: ada orang yang dilahirkan dalam kondisi mempunyai banyak penyakit. Kenapa terjadi demikian? Sesuai dengan benih yang ditanam, demikian pula buah yang dituainya; karena ada penyiksaan maka bisa terlahir sakit-sakitan. b). Fungsi karma yang mendukung Karma ini mendukung fungsi karma yang melahirkan. Misalnya; selain terlahir di keluarga yang miskin, dia juga terlahir dalam keadaan cacat. Ini adalah karma yang mendukung. c). Fungsi karma yang mengurangi Fungsi karma yang mengurangi ini berhubungan dengan perbuatan kita saat ini. Misalnya; meskipun miskin dan cacat, orang tersebut mempunyai sila yang baik.

d). Fungsi karma yang memotong Karena silanya baik, ucapannya baik, tingkah lakunya baik, maka ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut diberi pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya. Ini adalah karma yang memotong, artinya bertentangan dengan yang sedang terjadi. Karma juga berhubungan dengan perbuatan saat ini. Apa yang terjadi pada saat ini, itulah yang menentukan karma kita. Jadi karma bukanlah nasib! Karma masih bisa diperbaiki dan diubah dengan melihat fungsi karma karena karma adalah niat berbuat. Perbuatan itulah yang paling penting! Selanjutnya karma juga dapat dikelompokkan menurut bobotnya yaitu: a). Bobot karma super berat Karma super berat yang baik misalnya; orang yang mencapai jhana, setelah meninggal langsung terlahir di alam brahma; atau memperoleh paa yang berarti tercapainya Nibbana. Sedangkan super berat yang buruk ada 5 (lima) yaitu membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh seorang Arahat, melukai Sammasambuddha, dan memecah belah Sangha. Apabila salah satunya dilakukan maka setelah meninggal orang tersebut langsung terlahir di alam neraka. b). Karma yang muncul pada saat kematian Di dalam pikiran akan terjadi satu seleksi pada saat proses kematian yaitu mengingat perbuatan yang pernah berkesan di dalam diri kita. Misalnya; sebelum meninggal, seseorang teringat bahwa dia sering mendengarkan Dhamma, sering bertemu bhikkhu-bhikkhu dan meninggal dalam keadaan bahagia maka orang tersebut akan terlahir di alam bahagia. Sebaliknya kalau kesannya tidak baik, orang tersebut dapat terlahir di alam menderita. Sehubungan dengan proses kematian ini, Sang Buddha menyatakan bahwa apabila kita bisa melihat 4 (empat) tempat suci di India yaitu tempat Sang Buddha dilahirkan, mencapai kesucian, membabarkan Dhamma, dan wafat-Nya maka ketika meninggal, pikiran kita diliputi kebahagiaan. Kita bisa terlahir di alam bahagia. Inilah sebabnya mengapa kalau ada yang mau meninggal diadakan sembahyangan. Tujuannya supaya orang tersebut mengingat perbuatan-perbuatan baik yang pernah dilakukannya sehingga dapat terlahir di alam bahagia. Dengan demikian sesungguhnya manfaat berpikir positif pada saat kematian adalah paling penting karena kalau kita berpikir positif pada kematian, kita akan terlahir di alam bahagia. c). Kalau di dalam proses kematian itu tidak ada yang berkesan atau tidak sempat terpikir, misalnya karena meninggal dalam keadaan koma maka yang berbuah adalah kebiasaannya. Umpamanya orang yang mempunyai kebiasaan latah maka seandainya setelah meninggal terlahir menjadi manusia, dia akan menjadi orang yang suka humor. d). Bobot yang super ringan atau kecil Apabila karma yang super berat, karma pada saat kematian, dan karma kebiasaan tidak muncul maka karma yang super ringan yang akan berbuah. Misalnya; pada suatu waktu kita melihat ada paku payung di jalan lalu kita singkirkan supaya tidak mencelakakan orang lain. Ini adalah bobot yang super ringan. Apabila bobot yang super ringan ini muncul pada saat kematian dan kita merasa bahagia karena bisa menolong orang lain maka kita akan terlahir di alam bahagia. Dengan demikian, karma sebetulnya terdiri atas 12 (dua belas) jenis. Masing-masing dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu menurut waktu, fungsi dan bobot, dimana setiap kelompok karma dibagi menjadi 4 (empat) bagian. Tetapi 12 (dua belas) jenis karma ini tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu segala sesuatunya belum tentu disebabkan oleh karma. http://artikelbuddhis.blogspot.com/2010/07/hukum-karma-oleh-yang-mulia-bhikkhu.html

Anda mungkin juga menyukai