Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DINAMIKA KAMPUS DAN GERAKAN MAHASISWA

Disusun oleh :

GERVASIUS DARMONO
(2017210066)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa,atas rahmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“DINAMIKA KAMPUS DAN GERAKAN MAHASISWA”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas Ret-Ret dan Bimbimngan (RETBIM UA. KMK ST
THOMAS AQUINAS).
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik dari teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Malang, desember 2017

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mahasiswa, bagaiamanapun juga adalah representasi kekuatan
penyeimbang yang akan selalu ada dalam dinamika perkembangan budaya
sebuah masyarakat yang diaktualisasikan dalam kerangka organisasi
maupun kapasitas individunya. Kerangka organisasi kemahasiswaan pada
dasarnya merupakan sebuah bagian integral dari investasi idiologi dan
dinamika perkembangan hubungan antara masyarakat, dan kampus
sebagai sebuah miniatur kehidupan masyarakat yang terkecil, merupakan
benteng kebenaran terakhir yang sering kali diharapkan menjadi avant
garde terhadap semua dinamika perubahan yang terjadi.Kerangka
objektifitas intelektual harus menjadi kerangka berfikir yang mutlak ada,
dan moralitas kebebasan menjadi inspirasi dari kelompok yang memang
memiliki tingkat kesadaran yang jauh lebih baik. Maka ketika realitas
sosial diluar sudah berjalan keluar dari rel – nya, tanggung jawab moral
untuk mengembalikannya dalam jalurnya yang semula harus dilakukan
oleh kekuatan mahasiswa, baik dalam kerangka kelembagaan formal
maupun yang lainnya.Karena bagaimana – pun juga, kelompok kelas
menengah yang ada pada batas kesadaran terbaik ini, harus dapat
mengggantikan fungsi sosial yang sebelumnya tidak berjalan.
1.2 Rumusan Masalah
2. Pengertian mahasiswa
3. Dinamika kampus
4. Latar Belakang Gerakan Mahasiswa
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui latar belakang gerakan mahasiswa
2.Untuk mengetahui bentuk-bentuk gerakan mahasiswa pada tahun
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MAHASISWA
Gambaran umum tentang mahasiswa adalah suatu komunitas
majemuk yang cenderung dinamis, intelektual, idealis dan punya
kecenderungan komunal. Mahasiswa yang pada hakekatnya selalu
berangkat dari kelompok kelas menengah atau dengan kata lain terdapat
dalam kelompok pragmatis (sebatas pelaksana ide menjadi kenyataan)
harus mempu berfungsi sebagai social control pada kekuasaan yang
berlangsung. Fungsi kontrol tersebut akan serta merta berlaku apabila
kekuasaan yang ada sudah dirasakan tidak aspiratif atas kepentingan
rakyat, dan ketika itu terjadi posisioning mahasiswa yang ideal adalah
sebagai sebuah elemen yang progresif (berfikir – ide – bertindak –
realisasi). Kerangka progresifitasnya harus selalu dalam kerangka
memajukan sistem budaya masyarakat dan berupaya memberikan jawaban
– jawaban terhadap persoalan yang ada dalam suatu masyarakat.
Kerangka berfikir mahasiswa harus benar – benar terbebaskan dari
ruang sempit pemikiran yang menghambat dinamika masyarakat, oleh
karenanya, walau – pun mahasiswa bukan dewa yang mampu menjawab
semua permasalahan, namun intelektualitasnya harus benar – benar
didasari atas sense of criticsyang independent, dan aktualisasinya tidak
dapat dikekang oleh kekuatan manapun kecuali norma dan nilai – nilai
kebenaran.
Sejarah selalu menyatakan bahwa kekuatan mahasiswa selalu dapat
dijadikan filial awal dari proses perubahan dinamika masyarakat dan
realitas kebangsaan serta keorganisasian masyarakat(baca negara), meski
dalam awal perkembangannya, istilah mahasiswa belum begitu populer
dibandingkan istilah “Pemuda”,[2] yang memang telah jauh lebih populer
dalam masa pergerakan perjuangan kemerdekaan.
2.2 DINAMIKA PERGERAKAN MAHASISWA
Perubahan dan kekuatan intelektual suatu bangsa akan sangat
dipengaruhi dengan tempat dimana manusia dari suatu bangsa tersebut
melakukan proses interaksi, pembelajaran dan pembebasan berfikir untuk
memajukan system budaya masyarakat sambil berupaya menjawab
pertanyaan – pertanyaan terhadaP persoalan yang ada dimasyarakat.
Tempat dimana kerangka rasionalitas dan obyektifitas berfikir menjadi
basis dari setiap interaksi yang terjadi di dalamnya.
Gambaran tentang tempat ini, seharusnya merupakan syarat mutlak
lembaga pendidikan tinggi (kampus) yang mau tidak mau adalah dapur
dari seluruh kerangka berfikir dan pembentukan carakter dari suatu
bangsa.Rasioalitas berfikir yang harus dikembangkan dan hidup dalam
dinamika kampus pada dasarnya adalah sebuah simbol kebenaran yang
selalu menjadi contoh bagi dinamika objektif yang muncul dimasyarakat.
Sederhananya, proses evolusi dari suatu bangsa akan sangat dipengaruhi
oleh kwalitas generasi intelektualnya yang memang terlahir dari sebuah
ruangan tempat dimana segala aktivitas akan berkembang secara ideal,
yaitu kampus. Namun selama kurun waktu 32 tahun pemerintahan orde
baru, kampus malah menjadi mercusuar otoriterianisme rezim dan rumah
jagal bagi wacana kebebasan intelektual. Malah kekuatan yang ada
didalamnya turut bertanggung jawab terhadap proses rekayasa sosial
dimasyarakat. Dan hanya sekedar mengingatkan bahwa kita tidak pernah
punya Universitas tiran, namun kita selalu punya stock tirani yang cukup
banyak.
2.3 LEMBAGA KEMAHASISWAAN DALAM DINAMIKA PERUBAHAN
MASYARAKAT
Aktualisasi dari kerangka berpikir mahasiswa sebagai bagian
dalam dinamika perubahan masyarakat direpresentasikan dalam
kelembagaan mahasiswa sendiri, baik diluar kampus maupun
didalam.Sepanjang sejarahnya, kekuatan lembaga mahasiswa baik exstra
maupun intra kampus selalu dapat menjadi stimulus dari perubahan yang
terjadi dimasyarakat.Ketika pada awal pergerakan perlawan nasional,
kekuatan mahasiswa mempunyai afiliasi yang sangat kuat dengan gerakan
kepemudaan kebangsaan lainnya. Kerangka idiologi dan politik
kelompok atau lembaga kepemudaan mengalami sebuah proses
dinamisasi yang sangat luar biasa, bagaimana kemudian para pemuda
tersebut mampu menjawab pertanyaan tentang kerangka berbangsa yang
pada saat itu jauh dari bayangan banyak orang.
Realitas yang muncul pasca perjuangan kemerdekaan, justru
mengalami stagnasi, atau boleh dapat dikatakan mundur, apa lagi ketika
kekuatan orde baru muncul sebagai kekuatan tunggal yang sangat
sentralistik, kekuatan mahasiswa mengalami disorientasi yang sangat jauh.
Kerangka berorganisasi dihancurkan dan mahasiswa dijauhkan dari
realitas yang ada di masyarakat. Sejarah juga mengatakan bahwa, angkatan
66 dulu bukanlah kekuatan real ideal dari mahasiswa, karena
bagaimanapun juga KAMI dan KAPI tidak pernah lepas dari kekuatan
militer (Angkatan Darat) yang menjadi supporting system.[3]Bangunan
rapuh yang ditinggalkan oleh para “alumnus” KAMI, pada akhirnya
diturunkan kepada lapisan dibawahnya, angkatan 74, yang juga dicatat
dalam sejarah tidak dapat melepaskan kebobrokan generasi sebelumnya,
kalau mau jujur hariman siregar yang juga kader SGU (Study Group UI),
pada waktu itu tidak dapat dilepaskan dari pertarungan politik praktis
antara ASPRI keprsidenan dengan KOPKAMTIB.[4] Akhirnya culture
berorganisasi sering menjadi sangat kaku dan jauh dari kerangka objektif
sebuah organisasi yang ideal, apa lagi ketika menteri pendidikan pada
waktu itu (Daud jusoef) memberlalkukan NKK/BKK sebagai sebuah
model pengkebirian lembaga kemahsiswaan. Dan kondisi tersebut masih
sangat terasa hingga saat ini.
2.4 LEMBAGA EXSTRA KAMPUS (sebuah kritik)
Sebagai sebuah media aktualisasi yang ada diluar kampus, maka
komponen exstra kampus mempunyai kecenderungan terhadap kebutuhan
dan tuntutan kekuatan yang memang mengafiliasikannya, keberadaan
kawan – kawan exstra kampus memiliki kerangka berfikir yang terkadang
lebih fleksibel dibandingkan kawan – kawan yang ada dalam kelembagaan
formal intra kampus.Karakter organisasinya tidak dapat dipukul rata,
antara sesama organ – organ exstra kamus lainnya, karena tiap – tiap organ
exstra kampus memiliki kecenderungan untuk berbeda satu dengan yang
lainnya. Namun tetap objektifitasnya harus selalu dipertanyaakan. Artinya
tidak akan pernah ada jaminan bahwa kerangka organisasi exstra kampus
bebas dari nilai. Kondisi objektif yang sering terlihat adalah bagaimana
kekuatan mahasiswa exstra kampus akan selalu
menyesuaikan platform organisasinya terhadap platform organisasi induk
yang memang menjadi buffer diluar kampus. Dan yang akan sangat
memprihatinkan adalah, ketika kekuatan buffertersebut adalah sebuah
partai politik ataupun kekuatan massa yang main stream, maka kekuataan
mahasiswa yang didalamnya (exstra kampus), mau tidak mau adalah sub
ordinate dari kekuatan partai politik tadi, karena pada akhirnya intervensi
kekuasaan terhadap dinamika kampus dan kerangka berfikirnya akan
sangat mungkin terjadi. Dan jika ini terjadi, sah jika banyak kelompok
yang akan mempertanyakan kerangka objektifitas dan intelektual
mahasiswa yang seharusnya memang independent.
2.5 LEMBAGA FORMAL INTRA KAMPUS
Sejarah masih terus mengingatkan kita bahwa selama 30 tahun
lebih ruang politik dan aktualisasi mahasiswa ditutup dengan sangat rapat
oleh kekuatan rezim orde baru. Cetak biru sejarah nasional kita menorah
tinta merah tentang kekuatan para mahasiswa angkatan ’66 yang
berkolaborasi dengan para local army friend – nya Amerika, berhasil
“menumbangkan” kekuatan rezim soekarno. Cacat sejarah rezim orde
baru kembali terulang, ketika pada tahun 70an kekuasaan memberlakukan
NKK/BKK, masa – masa kegelapan pada organisasi kemahasiswaan
dimulai, dan kekuatan mahasiswa dalam lembaganya mengalami
disorientasi, batas kesadaran mahasiswa seperti sangat sempit, sampai
akhirnya, format kelembagaan mahasiswa hanya menjadi sapi yang selalu
menurut dan tunduk pada kekuasaan. Jangankan mencoba
mendekonstuksi, berbeda pendapatpun adalah sesuatu yang tabu.Lembag
formal pada akhirnya hanya menjadi tempat berkumpulnya para birokrat
mahasiswa, bahkan mungkin biro jodoh ilegal. Hingga saat ini banyak
kawan kawan percaya bahwa perubahan tidak akan pernah datang dari
lembaga formal kampus, karena memang syarat dan kerangka
organisasinya dihancurkan sedemikian rupa oleh rezim orde baru. Kritik
yang paling tajam terhadap lembag formal kampus adalah ketika
mekanisme formalnya menjadi sangat formalistik dan kaku hingga
komponen didalamnya sangat asing dari basisnya.
Format ideal organisasi pada hakekatnya harus dipenuhi beberapa
syarat yang mutlak harus ada, terutama culture berorganisasi itu sendiri.
Tapi jauh sebelum hal tersebut ada, filial awal yang harus ada yaitu :
1. sebuah kerangka filosofi dari komponen yang ada di dalamnya,
artinya, bagaimana filosofi harus dapat menjadi kekuatan yang
mendasar tentang cita – cita dan bangunan dari sebuah organisasi.
2. Pra syarat yang kedua adalah, kerangka idiologi dari organisasi itu
sendiri, dimana idiologi organisasi adalah penerjemahan dari
wacana filosofi yang ada pada komponen – komponen di
dalamnya.
3. Yang ketiga garis politik dari organisasi, hal ini tidak serta merta
menjustifikasi bahwa organisasi ini adalah sebuah partai politik,
namun lebih merupakan suatu kerangka strategis sebagai arah dari
organisasi tersebut.
4. Dan yang terakhir adalah mekanisme organisasi, dimana hal ini
merupakan sebuah kerangka taktis yang lebih bersifat pragmatis,
namun syarat mutlak dalam organisasi, mekanisme organisasi
sesungguhnya merupkan representasi dari seluruh kerangka
organisasi yang diatasnya. Sesungguhnya kerangka ideal inilah
yang sangat ditakuti oleh kekuatan rezim manapun, karena sangat
potensial untuk dapat menjadi fungsi control yang tidak akan ada
hentinya kepada kekuasaan. Dan rezim orde baru berhasil
mematikannya, namun tidaklah mengherankan karena bangunan
rezim itupun pada awalnya dikonstruksi oleh para pelacur
intelektual yang membunuh idealisme meraka sendiri.
2.6 BENTUK ORGANISASI
Turunan dari keempat syarat ideal dalam sebuah organisasi diatas
pada akhirnya akan diturunkan dalam bentuk organisasi yang harus saling
menjadi support system dari perlawanan tadi, pada prinsipnya tiga bentuk
ideal yang harus selalu sinergis dalam kerja – kerjanya adalah :
1. Organisasi legal (formal), kerangka formal yang ada didalamnya
seharusnya dibentuk oleh organisasi yang juga menjadi supporting
systemnya yaitu organisasi semi legal. Namun kerangka formal
mutlak dibuat agar pilar tersebut dapat melakukan kerja – kerja
populis yang strategis, dan mekanisme kerjanya kadang menjadi
kaku, namun terkadang hal ini dibutuhkan agar organisasi ini dapat
menjaga kamuflase suppoting system yang lainnya.Ciri khasnya
adalah mekanisme kelembagaannya sangat struktural.
2. Organisasi semi legal, memerankan fungsi yang tidak dapat
dikerjakan oleh kekuatan formal, artinya bagaimana kerja –
kerjanya memiliki kecenderungan yang klendestein, dan agak
tertutup kemudian bangunan organisasinya sangat sederhana,
namun memiliki kepemimpinan yang tegas.
3. Organisasi ilegal, dimana komponennya sudah harus memahami
tugasnya masing – masing namun dapat terkoordinasi dengan baik,
organisasi ini tidak mengenal struktur dan bentuk kelembagaan,
namun tetap merupakan lingkar yang sinergis dari support system
yang lainnya. Kecenderungan dari organisasi ini adalah sangat
tertutup dan orde baru mmbahasakannya sebagai organisasi tanpa
bentuk.
2.7 PILAR ORGANISASI MAHASISWA IDEAL
Dalam format yang ideal, sebelum bentuk organisasi di hancurkan
melalui NKK/BKK oleh rezim soeharto, bentuk – bentuk organisasi akan
saling bersinerigi satu dengan yang lainnya. Dan format tersebut dibangun
atas tiga pilar perlawanan yang mutlak harus ada, baru kemudian muncul
pilar keempat sebagai suatu realitas dari kerangka kelembagaan
mahasiswa yang memang disistematiskan oleh rezim, namun realitas
kelembagaan tersebut selalu dupayakan untuk mampu melakukan
posisioning yang jelas sebagai bagian dari coor group untuk juga berfungsi
sebagai coor group dalam melakukan social control kepada
kekuasaan, yaitu :
1. Kelompok study mahasiswa, dimana didalamnya dibangun
kerangka filosofi dari komponen mahasiswa, dan harus menjadi
pilar utama dari gerakan perlawanan mahasiswa itu sendiri,
kelompok study harus dapat mendialektikakan berbagai realitas
dimasyarakat kemudian membahasakanya dalam kerangka
intelektual.
2. Pilar yang kedua adalah, kekuatan pers mahasiswa yang harus
dapat mengaktulisasikan kerangka berfikir yang didialektikakan
dalam kelompok study mahasiswa, pers mahasiswa harus
memihak pada kekuatan masyarakat dan kebebasan intelektual
kampus, pers mahasiswa juga harus dapat menjadi kekuatan
antitessa dari media main stream.
3. Pilar kekuatan yang ketiga adalah komite aksi, dimana dialektika
diturunkan dalam dalam mekanisme praksis guna melakukan
perang gerakan terhadap kekuasaan ataupun hegemoni lama yang
tidak memihak.
4. Pilar keempat sebenarnya merupakan sebuah realitas yang tidak
mungkin dapat dinaifkan, yaitu kelembagaan formal mahasiswa,
karena bagaimanapun juga pertarungan kekuatan politik terkecil
adalah perebutan lembaga formal intra kampus, dimana ia adalah
salah satu supporting system yang paling mampu melakukan
bargaining kepada kekuatan formal lainnya yang ada di
kekuasaan, baik otoritas kampus maupun kekuatan kekuasaan
politik lainnya.
Keempat pilar ideal terbut pada perkembangannya, selalu
dimandulkan oleh kekuasaan (Baca : Birokrat Kampus), hingga akhirnya
kekuatan – kekuatan tersebut berjalan sendiri – sendiri dan tidak dapat
bersinergi apalagi menjadi supporting system. Dalam hal ini akhirnya
tawaran dan strategi yang ideal adalah bagaimana melakukan kerja – kerja
yang klendestein namun terorganisir, dan tetap ada yang selalu diingat,
bahwa kekuatan mahasiswa terletak pada kerangka intelektualnya, dimana
objektifitas harus dijunjung tinggi, dan mahasiswa tetap tidak dapat
disamakan dalam kerangka berfikir partai, karena subjektifitas atas
kerangka idiologi dan garis politik akan sangat mengganggu wacana ideal
dari cita – cita intelektualits mahasiswa. Harus diingat bahwa, jiwa jaman
yang tumbuh akan selalu berbeda, maksudnya, proses dekonstruksi pada
kerangka ideal akan selalu terjadi, dan kerangka moral dari gerakan
mahasiswa akan selalu di pertanyakan, karena memang mahasiswa sebagai
gerakan moral sangat berbeda dari moral gerakan itu sendiri. Pada
akhirnya mau tidak mau harus benar – benar dipahami bahwa gerakan
mahasiswa adalah bagian dari gerakan politik untuk suatu perubahan,
meskipun kerangkanya sangat jauh dari kerangka kekuasaan, dan jika
memang kesemua pilar ideal tersebut dapat dibangun maka tidak akan
pernah ada kejenuhan terhadap gerakan mahasiswa, karena cowboy -
cowboy[5] muda ini akan selalu mengalami regenerasi. Dan tiap
komponennya selalu punya spirit yang tidak akan pernah mati untuk
menegakkan keadilan.
2.8 LATAR BELAKANG GERAKAN MAHASISWA
Gerakan mahasiswa merupakan bagian dalam gerakan sosial, muncul
karena adanya motivasi tertentu. Salah satu bentuk dari motivasi mahasiswa
antara lain adanya keinginan untuk mengadakan perubahan atau koreksi terhadap
hal yang menyimpang dalam kehidupan sosial. Sebagai gerakan mahasiswa
cenderung bermuara idealisme subjektif mahasiswa akan kondisi sosialnya.
Gerakan mahasiswa muncul dipicu oleh rasa frustasi dengan diberlakukannya
Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Kehidupan Kampus atau
(NKK/BKK) yang melarang mahasiswa berpolitik dalam kampus. Selain faktor
internal, ditambah dengan kondisi yang terjadi seperti ketimpangan sosial,
ketidakadilan, penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang, administrasi
negara yang kacau dan kondisi politik yang tidak jelas, akan memicu mahasiswa
melakukan gerakan dengan tujuan menghilangkan rasa frustasi.1 Mahasiswa
merupakan kekuatan terdepan yang memplopori gerakan. Mahasiswa sangat
gencar dan tegar menggiatkan aksi-aksi perlawanan massa terhadap kekuasaan
Orde Baru. Pada awalnya gerakan mahasiswa adalah bentuk diskusi sebelum
melakukan aksi demonstrasi. Mahasiswa adalah salah satu kelompok intelektual
yang mempunyai kekuatan untuk menganalisis setiap permasalah yang terjadi
sehingga dengan kekuatan tersebutlah yang dapat membedakan mahasiswa
dengan kelompok lain. Pada awalnya sebelum mahasiswa melakukan aksi
demontrasi turun ke jalan maka mahasiswa malakukan kajian dengan diskusi
terhadap isu yang berkembang seperti yang terjadi pada tahun 1966 para
mahasiswa melakukan kajian diskusi tentang krisis ekonomi dan politik pada saat
itu. Setelah semua masalah ditampung melalui sebuah kajian diskusi yang
panjang maka mahasiswa mengadakan seminar dengan mengundang para pakar
ekonomi maupun politik yang berkenaan dengan masalah tersebut sehingga akan
mematangkan gerakan mahasiswa. Setelah aktualisasi intelektual dilakukan oleh
mahasiswa maka mahasiswa membangun solidaritas guna membangun gerakan
mahasiswa agar tercapai sehingga akhir dari gerakan mahasiswa akan berujung
pada aksi demonstrasi dengan menurunkan massa dengan jumlah yang besar
untuk menumbangkan rezim yang berkuasa seperti yang dilakukan mahasiswa
pada tahun 1966-1998. Kehadiran gerakan mahasiswa tahun 1966-1998 karena
melihat kondisi negara yang sedang mengalami kegoncangan sistem politik
nasional yang selalu mengalami perubahan bentuk pemerintahan, mulai dari Orde
Lama sampai Orde Baru, yang disebabkan oleh lemahnya posisi negara atas
rakyatnya.
Gerakan Mahasiswa Dalam Gerakan Sosial pada dasarnya merupakan
suatu gerakan sosial (social movement), yang adalah salah satu bentuk utama dari
perilaku kolektif (collective behavior). Secara formal gerakan sosial didefinisikan
sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar
kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi
dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri.
Gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan sosial karena merupakan
suatu usaha kolektif yang bertujuan untuk menunjang atau menolak perubahan.
Gerakan mahasiswa 1998 yang memiliki kadar kesinambungan tertentu dan
bertujuan melakukan perubahan sosialekonomi-politik. Masa muda adalah
identik dengan dengan pemberontakan, sebuah masa yang penuh dengan
kegelisahan.Rasa idealis mahasiswa sangat diperlukan untuk mengontrol
kebijakan pemerintah yang tidak mementingkan rakyat khususnya rakyat
bawah.Peran mahasiswa dalam gerakan sosial terlihat jalas seperti yang terjadi di
tahun 1966-1998 yang menumbangkan rezim otoriter, mahasiswamembentuk
sebuah gerakan sosial bersama dengan rakyat untuk melakukan aksi dan
ditujukan pada pemimpin yang berkuasa pada saat itu.Sehingga gerakan
mahasiswa dapat dikatakan sebagai gerakan sosial karena memperjuangkan
aspirasi masyarakat dan bergerak bersama rakyat.Di dalam gerakan sosial
memunculkan sebuah komunitas yang mempunyai dua sebab kemungkinan.
Pertama, kondisi objektif, yaitu eksistensi internal suatu kelompok yang
memperoleh pengakuan karena mereka memilih kelebihan-kelebihan tertentu
yang memaksa, dengan kata lain memperoleh pengakuan sosial (Social
acknowledgement) yang sulit di abaikan, karena mereka eksis dari masa ke masa.
Dalam perspektif ini mahasiswa memiliki kelebihan tertentu untuk melakukan
sebuah gerakan sosial, yaitu menginternalisasi nilai-nilai idealisme dan
moralitas.Pandangan yang melihat semuanya harus ideal ini akhirnya menjadi
condition sine quo non yang harus di wujudkan oleh negara. Di benak
mahasiswa, mereka selalu mempertentangkan antara apa yang ada (das sein) dan
apa yang seharusnya ada (das solen). Kemungkinan kedua adalah kondisi
objektif.Yakni, kondisi diluar diri atau kelompok yang secara signifikan
mempengaruhi pikiran, sikap, dan tindakantindakan aktor dalam komunitas.
Tanpa ada pengaruh dari luar kesadaran, mereka tidaka akan pernah muncul.
Menurut teori ini, aktor-aktor yang bergerak secara reaktif itu hanya merupakan
instrumen dari kekuatan-kekuatan eksternal.Dengan demikian, kelompok yang
bergerak itu sebenarnya tidak memiliki kekuatan efektif yang eksis, yang bisa
membuat negara memiliki ketakutan tersendiri dan karena itu harus berhati-
hati.Kekuatan pada dirinya (for in self) baru bisa muncul apabilakelompok
terorganisasi secara rapi memiliki kekuatan jaringan diantara kelompok-
kelompok yang setara, meiliki ideologi, pejuangan yang jelas dan bisa
dicapai.Mahasiswa terutama yang aktivis sadar atau tidak sadar memang terlatih
untuk menganalisis suatu permasalahan serta mencari akar persoalan yang
ada.Kelompok mahasiswa seperti ini memiliki karakter keritis, sehingga sangat
berpotensi melakukan gerakan sosial. Pengaruh dari luar berupa krisis ekonomi
dan sistem otoritarian juga bisa pemicu bergeraknya mahasiswa melakukan
demonstrasi dengan dukungan basis massa dan jaringan antarkampus. Kondisi
objektif inilah yang menjadi instrumen pemicu gerakan mahasiswa menuju
gerakan sosial. Keadaan negara yang serba tidak menentu dan membutuhkan
perubahan menyuburkan benih-benih ”Pemberontakan” sehingga mahasiswa
akhirnya secara masal melakukan gerakan sosial yang bersifat keluar kampus,
mereka ” tumpah” kejalan-jalan dengan mengadakan aksi dan demonstrasi.41 Di
dalam gerakan sosial terdapat beberapa kemungkinan yang memunculkan peran
mahasiswa lebih besar dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Mahasiswa
mempunyai kekuatan politik sehingga mereka dapat membentuk sebuah kekuatan
politik dan inilah yang sangat di takuti oleh penguasa seperti ketakutan yang
terjadi di masa orde baru.Bertolak dari kacamata sejarah bahwa, mahasiswa
memang memiliki posisi strategis, sedang dalam konteks perspektif kehidupan
kotemporer mahasiswa memiki peran strategis.Melihat pendapat diatas, bahwa
mahasiswa di negara dunia ketiga dalam kontek suatu gerakanmahasiswa pada
kurun waktu 1966-1998 mempunyai peran yang penting sebagai kekuatan sosial
politik, karena mereka amat responsif terhadap kondisi suatu struktur sistem
politik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Aktualisasi dari kerangka berpikir mahasiswa sebagai
bagian dalam dinamika perubahan masyarakat direpresentasikan
dalam kelembagaan mahasiswa sendiri, baik diluar kampus
maupun didalam.Sepanjang sejarahnya, kekuatan lembaga
mahasiswa baik exstra maupun intra kampus selalu dapat menjadi
stimulus dari perubahan yang terjadi dimasyarakat.
Gerakan mahasiswa oleh rasa frustasi dengan
diberlakukannya Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan
Kehidupan Kampus atau (NKK/BKK) yang melarang mahasiswa
berpolitik dalam kampus. Selain faktor internal, ditambah dengan
kondisi yang terjadi seperti ketimpangan sosial, ketidakadilan,
penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang, administrasi
negara yang kacau dan kondisi politik yang tidak jelas, akan
memicu mahasiswa melakukan gerakan dengan tujuan
menghilangkan rasa frustasi
3.2 SARAN
Kerangka objektifitas intelektual harus menjadi kerangka
berfikir yang mutlak ada, dan moralitas kebebasan menjadi
inspirasi dari kelompok yang memang memiliki tingkat kesadaran
yang jauh lebih baik. Maka ketika realitas sosial diluar sudah
berjalan keluar dari rel – nya, tanggung jawab moral untuk
mengembalikannya dalam jalurnya yang semula harus dilakukan
oleh kekuatan mahasiswa, baik dalam kerangka kelembagaan
formal maupun yang lainnya.Karena bagaimana – pun juga,
kelompok kelas menengah yang ada pada batas kesadaran terbaik
ini, harus dapat mengggantikan fungsi sosial yang sebelumnya
tidak berjalan.

Anda mungkin juga menyukai