Anda di halaman 1dari 7

1.

DEFINISI
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan terjadi
dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan
dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam, iritabilitas, letargi,
anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama 3
bulan-3 tahun.
Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal
(CMDT, edisi 3 , 2004 )
Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut biasanya
berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-tanda atau gejala-gejala dari infeksi
telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali
dengan aliran dengan materi yang bernanah. Demam dapat hadir.

2.ETIOLOGI
Penyebab Otitis Media Akut aktif (OMA) dapat merupakan vius maupun
bakteri. Virus atau bakteri dari tenggorokan (penderita infeksi saluran
pernapasan atas) dapat sampai ke telinga tengah melalui tuba eustachius /
kadang melalui aliran darah.
Bakteri penyebab OMA adalah bakteri piogenik seperti streptococcus, hemolytitus,
staphylocottus aureus, pneumokous, influenza, etolr, s.anhemolytyticus, p.vulgaris, dan
p.aeroginosa, mora xella cattan halis.
1. Adanya mikroba di nasofaring dan faring. Kuman penyebab utama pada
OMA ialah bakteri piogenik, seperti streptokokus hemolitikus, stafilokokus
aureus, pneumokokus. Selain itu kadang ditemukan hemofilus influenza,
euschericia colli, streptococcus anhemolitikus, proteus vulgaris dan
pseudomonas aerogenosa.
2. Haemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5
tahun.
3. Adenoid hipertrofi
4. Adenoitis
5. Sumbing palatum
6. Tumor di nasofaring
7. Barotrauma (keadaan dengan perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam)
8. Sinusitis
9. Rinitis
10.Defisiensi imunologik atau metabolik
11.Keadaan alergik
3.KLASIFIKASI
Otitis media akut :
1. Stadium
oklusi
tuba
eustachius
Tanda
adanya
oklusi
tuba
eustachius
adalah
gambaran
retraksi
membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat

2.

3.

4.

5.

absorbsi
udara.
Kadang-kadang
membran
timpani
tampak
normal
(tidak
ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi , tapi
tidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi .
Stadium
hiperemis
(stadium
pre-supurasi)
Pada
stadium
hiperemis,
tampak
pembuluh
darah
yang
melebar
di
membran
timpani
tampak
hiperemis
serta
edema.
Sekret
yang
telah
terbentuk
mungkin
masih
bersifat
eksudat
yang
serosa
sehingga
sukar
terlihat.
Stadium
supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial
serta
terbentuknya
eksudat
purulen
di
kavum
timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga
luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga semakin bertambah berat.
Stadium
perfrorasi
Karena
beberapa
sebab
seperti
terlambatnya
pemberian
antibiotik
atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani
dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan menurun dan anak
dapat tertidur dengan nyenyak.
Stadium
resolusi
Bila
membran
timpani
tetap
utuh,
maka
keadaan
membran
timpani
perlahan-lahan
akan
normal
kembali.
Bila
sudah
terjadi
perforasi,
maka
sekretnya akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat tibul
gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
4.PATOFISIOLOGI
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah.
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar
ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulangtulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga

akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya.

1.
2.
3.
5.
6.
7.

a.
b.
c.

5.MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap
Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC, gelisah, susah
tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya
berupa nanah (jika gendang telinga robek)
Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak yang belum
dapat bicara
8. Anoreksia (umum)
9. Limfadenopati servikal anterior
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Biasanya gejala awal
berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap. Biasa tergantung gangguan pendengaran
yang bersifat sementara. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit. Gendang telinga
mengalami peradangan yang menonjol. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu
berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang telinga dengan jelas).
Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga
menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara.
Tujuan : untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan gendang telinga.
Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran timpani.
Kultur dan uji sensitifitas dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui
membran timpani).
7.KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada OMA adalah :
1.
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
3. Tuli
4.
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
5. Abses otak.
6.
Ruptur membrane timpani
7. Tuli jangka pendek

Tanda-tanda terjadi komplikasi :


1.
Sakit kepala
2. Tuli yang terjadi secara mendadak
3. Vertigo (perasaan berputar)
4.
Demam dan menggigil
8.PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik,
dan antipiretik.
1.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga
tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl
efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi
lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
1.
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan
penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
1.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani
masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
1.
4.
Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
1.
5.
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
1.
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2.
Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
3.
Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam
48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia
Diagnosis pasti
Diagnosis meragukan
< 6 bln
Antibiotik
Antibiotik

6 bln 2 th
2 thn

Antibiotik

Antibiotik jika gejala berat,


observasi jika gejala ringan
Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C dalam 24
jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan dua
tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia
tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi
ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum
seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah
amoxicillin.
Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan
pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat
badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.
AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika
Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga
pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang
resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau
pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian
antibiotik lini kedua. Misalnya:
Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillinclavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala
tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.
Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir,
cefpodoxime, atau cefuroxime.
Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.
Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil
adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan
generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau

1.

clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis
bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga
keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus
dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran
pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari
tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian
antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu
yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.
b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri
Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).
Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau
ibuprofen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa
anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat
memperparah iritasi saluran cerna.
c. Obat lain
Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak
memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan
yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi
gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
Cairan yang keluar harus dikultur.
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak
memiliki bukti yang cukup.
KONSEP ASKEP
1.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2.
resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3.
resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
4.
ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tg pembedahan
2.INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN)
Dx.1 gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak merasakan nyeri
bahakan hilang
Criteria hasil : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang
1.
Kaji ulang keluhan nyeri perhatikan tempat dan karakteristik.

2.
3.
4.

Berikan posisi yang nyaman pada pasien


Kompres hangat dan dingin
Kolaborasi pemberian obat analgetik (sesuai indikasi)

Dx.2 resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorius


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak terjadi injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan
1.
Pegangi atau dudukkan pd saat makan
2.
Pasang restraint pada sisi tempat tidur
3.
Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
4. Tempatkan perabot teratur
Dx. 3 resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda
infeksi
Kriteria hasil : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
1.
Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo
2.
Jaga kebersihan pada daerah liang telinga
3.
Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi)
4.
Kolaborasi pemberian antibiotik.

3.

Dx.4 ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang pembedahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien tidak terjadi ansietas
Kriteria hasil : tidak terjadi ansietas
1.
Kaji tingkat kecemasan klien dan sharing tentang pembedahan
2.
Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi
Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas mengenai hal hal
yang tidak diketahui klien .

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius

Anda mungkin juga menyukai