Anda di halaman 1dari 10

ESSAY

MAHASISWA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

Disusun Oleh :

M.JAIRURRASYIKHIN
E-mail zainurrhosikhin@gmail.com
PC PMII TANJUNG JABUNG BARAT
A. Definisi Mahasiswa
Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,
1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi.
Montogmery dalam Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa perguruan tinggi atau
universitas dapat menjadi sarana atau tempat untuk seorang individu dalam
mengembangkan kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya dalam melatih
keterampilan verbal dan kuantitatif, berfikir kritis dan moral reasoning.
Mahasiswa merupakan satu golongan dari masyarakat yang mempunyai dua
sifat, yaitu manusia muda dan calon intelektual, dan sebagai calon intelektual,
mahasiswa harus mampuu untuk berfikir kritis terhadap kenyataan sosial,
sedangkan sebagai manusia muda, mahasiswa seringkali tidak mengukur resiko
yang akan menimpa dirinya (Djodjodibroto, 2004). Mahasiswa dalam
perkembangannya berada pada kategori remaja akhir yang berada dalam rentang
usia 18-21 tahun (Monks dkk, 2001). Menurut Papalia, dkk. (2007), usia ini berada
dalam tahap perkembangan dari remaja atau adolescence menuju dewasa muda
atau young adulthood. Pada usia ini, perekembangan individu ditandai dengan
pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai
membuat keputusan terhadap pemilihan pekerjaan atau karirnya.
Lebih jauh, menurut Ganda (2004), mahasiswa adalah individu yang belajar
dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana didalam
menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu
sendiri, karena pada kenyataannya diantara mahasiswa ada yang sudah bekerja
atau disibukkan oleh kegiatan kemahasiswaan.
PEMBAHASAN
B. Peran Mahasiswa

Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa


merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde
Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir
pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa
di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang
signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis
membela kebenaran dan keadilan. Kaum minoritas berintelekual ini sebenarnya
merupakan tulang punggung pembangun bangsa dan negara menuju perubahan
kearah yang lebih baik lagi.

Siapa itu mahasiswa yang sebenarnya ? Suatu pertanyaan yang akhir-akhir ini
muncul dengan adanya dinamika yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa itu
sendiri. Mahasiswa yang digambarkan sebagai sosok yang muda, berintelektual dan
kritis seakan semakin luntur dari waktu ke waktu. Hal seperti ini terjadi karena
adanya kegagalan pemahaman peran dan fungsi mahasiswa yang telah keluar dari
koridor. Kegagalan pemahaman tersebut terlihat dari adanya penyimpangan sikap,
gaya hidup, pencapaian cita-cita yang tinggi tanpa didasari usaha nyata dan
integritas kehidupan mahasiswa yang tidak lagi mencerminkan dan tidak terarah
terhadap perjuangan mahasiswa itu sendiri.

Mahasiswa saat ini seakan lupa siapa dirinya dan untuk apa mereka
mengenyam pendidikan sampai level paling tinggi di dunia pendidikan. Pola pikir
semacam ini wajar adanya karena memang perubahan zaman yang luar biasa pada
saat ini. Paham-paham seperti ini semakin tumbuh berkembang dalam diri
mahasiswa seiring dengan pencarian jati dirinya. Bahkan sampai dengan saat ini
masih ada mahasiswa yang bingung tentang jati dirinya dan kebingungan dalam
menentukan arah kehidupan selanjutnya.

Kini kita bisa menyaksikan dengan mudah betapa banyaknya organisasi atau
kelompok mahasiswa dibentuk, tetapi kegiatan tersebut sangat minim dengan
keilmuan, perjuangan dan tanggung jawab sosial, sehingga mereka tidak memiliki
kemampuan untuk merubah keadaan atau setidaknya menyadarkan identitas
sebagai mahasiswa. Sehingga yang terjadi justru mahasiswa yang diatur oleh
keadaan dan mereka telah melupakan jati dirinya. Padahal masa depan negara ini
menjadi pengaruhnya.
C. Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Semua mahasiswa dari segala cabang keilmuan seharusnya sadar bahwa ia
merupakan calon-calon pemimpin bangsa sebagai agent of change dimasyarakat
dan dapat resisten terhadap berbagai macam godaan yang merubah polapikir
mahasiswa saat ini. Mahasiswa yang sadar pasti akan merasakan bahwa bangku
kuliah yang dia enyam saat ini merupakan the real education pendidikan yang penuh
warna dan pertarungan pembentukan jati diri dengan intelktualitas cara berpikir.
Sistem yang telah berhasil menutup ruang gerak mahasiswa sekarang ini
mampu menghipnotis pola pikir mahasiswa, kegiata-kegiatan ilmiah, tanggungjawab
dan kepekaan terhadap kondisi sosial mahasiswa telah menjadi budaya mahasiswa
seperti kegiatan diskusi, kajian, seminar, emgontrol pemerintah, kepekaan dan
empati sosial hilang dalam kehidupan mahasiswa.
Menurut Arbi Sanit, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan
permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan
perubahan :

1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik,


mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara
semua lapisan masyarakat.

2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan,


mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara
angkatan muda.

3. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial


budaya yang tinggi diantara mereka.

4. Mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan


kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam
masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda.
5. Seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan
penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil
dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier.

Disamping itu ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan
energi pendorong gerakan mereka :

1. Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik melalui mimbar akademis atau


melalui kelompok-kelompok diskusi dan kajian. Kedua, sikap idealisme yang
lazim menjadi ciri khas mahasiswa.

2. Potensi sumber daya tersebut ‘digodok’ tidak hanya melalui kegiatan


akademis didalam kampus, tetapi juga lewat organisasi-organisasi ekstra
universitas yang banyak terdapat di hampir semua perguruan tinggi.

Peran sejarah cukup besar dimainkan oleh kaum muda, sebagaimana secara
tepat digambarkan Arbi Sanit. Menurut Arbi Sanit (1989), ada dua peranan pokok
yang selalu tampil mewarnai sejarah aktifitas mahasiswa selama ini, yakni: Sebagai
kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi di dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Kedua, Sebagai pencetus kesadaran masyarakat luas akan
problema yang ada dan menumbuhkan kesadaran itu untuk menerima alternatif
perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga
masyarakat berubah ke arah kemajuan.
Dua peranan pokok inilah yang sesungguhnya dijalankan oleh para
mahasiswa, atau pun kaum terpelajar umumnya, di zaman kolonial clan yang
kemudian diperankan juga oleh generasi berikutnya sampai saat ini. Kendatipun
demikian, tidak dapat disangkal bahwa saat ini semakin dirasakan menurunnya daya
pengaruh gerakan mahasiswa terhadap perubahan masyarakat umumnya, maupun
terhadap proses pengambilan keputusan. Setelah berhasil menggulingkan lokomotif
rezim otoriter Orde Baru, Suharto, perubahan substansial dari cara-cara Orde Baru
tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan yang timbul adalah
kecenderungan berbedanya arah gerakan sebagian mahasiswa dengan apa yang
tengah diperjuangkan masyarakat lewat lembaga politik formalnya. Tentu saja
realitas ini tidaklah dilihat dalam term “benar salah”, sebab hal tersebut lebih
merupakan suatu konsekuensi logis dari proses perubahan masyarakat itu sendiri.
Di Indonesia terdapat lima organisasi mahasiswa ekstra universitas atau
sering dinamakan ormas mahasiswa, yang cukup menonjol, yaitu HMI Dipo
(Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), HMI MPO (Himpunan Mahasiswa Islam Majelis
Penyelamat Organisasi) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).
Kesemuanya menarik untuk dikaji karena sama-sama membawa label Islam sebagai
identitas organisasinya, namun memiliki corak wacana dan strategi perjuangan yang
khas.

Problematika pertama menyangkut gejala ‘diskontinuitas’ sumber cumber


rekruitment kader pimpinan dengan ladang ‘orbitasi’ kader. Selama ini, setuju atau
tidak, sumber-sumber rekruitment kader pimpinan mahasiswa yang potensial adalah
organisasi mahasiswa ekstra universiter/institutes, sernentara ladang orbitasi kader
yang subur adalah lembaga kemahasiswaan intra universiter/institutes. Keadaan ini
berjalan secara baik dan dinamis sampai sekitar awal 1978, ketika pemerintah
memberlakukan kebijaksanaan NKK/BKK. Lepas dari maksud kependidikan yang
menyertainya, tidak dapat diingkari bahwa pelaksanaan kebijaksanaan tersebut,
terutama proses restrukturisasi lembaga kemahasiswaan membawa dampak yang
luas, yang langsung menyebabkan ladang orbitasi yang subur itu semakin kurus
saja. ‘Zat zat hara’ yang selama ini menggemukkan dinamika mahasiswa, semakin
dikuras. Pada saat berikutnya, sumber cumber rekruitment yang potensial ikut
mengalami nasib yang serupa. Lembaga kemahasiswaan ekstra universiter semakin
diciutkan peranannya.

Problematika kedua, justru merupakan akibat langsung dari problematika


pertama, yakni semakin terbukanya dunia kemahasiswaan terhadap ‘intervensi’
kepentingan kepentingan lain yang kadang kadang destruktif adanya. Bisa kita
bayangkan runyamnya keadaan, jika di satu sisi para kader tidak lagi dipersiapkan di
sumber-sumber rekruitment secara terkonsentrasi, sementara ladang orbitasi pun
tidak lagi terlalu subur. Sulit untuk dibantah bahwa dasar bagi restrukturisasi
lembaga kemahasiswaan yang dilakukan tahun 1978 adalah upaya untuk mencegah
konsentrasi mahasiswa di tingkat universitas dan antaruniversitas sebagai suatu
kekuatan pendobrak. Jadi sangat politis. Tetapi yang kurang diperhitungkan ialah, di
samping tereliminasinya salah satu substansi pembangunan pendidikan yaitu
pembentukan kepribadian, juga terpecahnya mahasiswa ke dalam puluhan atau
bahkan ratusan lembaga non afiliatif yang justru membuat kerepotan baru bagi para
penentu kebijaksanaan politik pendidikan

D. Faktor-faktor Penghambat Lunturnya Pergerakan Mahasiswa sebagai Agen


Perubahan
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya gerakan mahasiswa
yakni ;
1. Lunturnya ideologi gerakan
Saat ini gerakan mahasiswa telah kehilangan ideologi sehingga stigma
mahasiswa yang terjun di berbagai organisasi kampus baik intra maupun eksra
sudah mengalami titik kejenuhan dan kebosanan. Hal itu mengakibatkan lunturnya
rasa sensitivisme serta responsbility aktivis mahasiswa terhadap perubahan sosial,
dampaknya adalah gerakan mahasiswa mengalami disorientasi .
2. Gerakan mahasiswa sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar
dalam mengawal perubahan
Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat berbagai
aksi demonstrasi yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara
mahasiswa sebagai manifestasi suara rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan
kritik serta kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itulah yang pada akhirnya
menjadikan gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.

3. Sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang aktivis


Gerakan mahasiswa selalu identik dengan para aktivis kampus, namun saat
ini menjadi seorang aktivis kampus bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa
karena dianggap sebagai batu sandungan dalam meraih prestasi akademik. Oleh
sebab itu tidak mengherankan jika saat ini jumlah aktivis kampus semakin sedikit.
4. Adanya tindakan represif dari pemerintah
Sebagai langkah preventif untuk menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat
ini pemerintah lebih memilih tindakan yang represif. Tak jarang kekerasan fisik
dilakukan aparat pemerintah untuk mencegah aksi dan gerakan mahasiswa.
Sehingga tidak mengherankan jika gerakan mahasiswa menjadi melemah karena
adanya rasa takut akan eksistensi dan keselamatan jiwa para aktivis.

5. Minimnya dukungan dari masyarakat


Gerakan mahasiswa yang sering berakhir dengan kericuhan, serta seringnya
mahasiswa melakukan pengrusakan terhadap berbagai fasilitas umum saat
melakukan aksi-aksi demonstrasi menjadikan citra mahasiswa menjadi menurun di
mata masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kepercayaan dan dukungan
masyarakat terhadap gerakan mahasiswa semakin memudar.

6. Adanya politik kepentingan mahasiswa


Saat ini orientasi mahasiswa dalam melakukan gerakan bukan lagi murni
berjuang demi kepentingan rakyat melainkan lebih dikarenakan adanya politik
kepentingan. Hal itulah yang menjadikan pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis,
dan hanya memikirkan soal untung-rugi.

E. Mambangkitkan Peran Pergerakan Mahasiswa

1. Mengasah Kemampuan Reflektif


Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Indonesia perlu mengasah
kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat
dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara
sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui
buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan
kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas
dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima,
makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu,
faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh
setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini.

2. Membangun Kebiasaan Bertindak Efektif


Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri
dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar
bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada
wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya
bersikap “NATO”, “Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan banyak kaum
intelektual dan politikus amatir negara miskin. Kaum muda masa kini perlu
membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada
hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata.

3. Melatih Kemampuan Kerja Teknis


Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum
muda kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. “The devil is in the
detail”, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan
sangat abstrak. Dalam suasana sistim demokrasi yang membuka luas ruang
kebebasan dewasa ini, gairah politik di kalangan kaum muda sangat bergejolak.
Namun, dalam wacana perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk
berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato,
ceramah-ceramah, perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh
berbagai wacana yang sangat umum, abtrask dan serba enak didengar dan indah
dipandang. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu
baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-
bentuk kegiatan yang rinci.
Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan,
hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil
agar dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa
dan negara kita ke depan. Bayangkan, jika semua anak muda kita terjebak dalam
politik dan hanya pandai berwacana, tetapi tidak mampu merealisasikan ide-ide
yang baik karena ketiadaan kemampuan teknis, ketrampilan manajerial untuk
merealisasikannya, sungguh tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan
kebangsaan kita ke depan.

PENUTUP
A. Kesimpulan

Peran mahasiswa bagi bangsa dan negeri ini bukan hanya duduk di depan
meja dan dengarkan dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai
berbagai perannya dalam melaksanakan perubahan untuk bangsa Indonesia, peran
tersebut adalah sebagai generasi penerus yang melanjutkan dan menyampaikan
nilai-nilai kebaikan pada suatu kaum, sebagai generasi pengganti yang
menggantikan kaum yang sudah rusak moral dan perilakunya, dan juga sebagai
generasi pembaharu yang memperbaiki dan memperbaharui kerusakan dan
penyimpangan negatif yang ada pada suatu kaum.
Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpartri didalam dada mahasiswa
Indonesia baik yang ada didalam negeri maupun mahasiswa yang sedang belajar
diluar negeri. Apabila peran ini bisa dijadikan sebagai sebuah pegangan bagi
seluruh mahasiswa Indonesia, “ruh perubahan” itu tetap akan bisa terus
bersemayam dalam diri seluruh mahasiswa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Zubaidi Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Paradigma.Diktat Kuliah.

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL%202.pdf

http://fauzulandim.blogspot.com/2012/11/membangkitkan-spirit-gerakan-
mahasiswa.html

Anda mungkin juga menyukai