Latar Belakang
Mahasiswa adalah salah satu elemen penting yang diharapakan dapat melakukan
perubahan dan memberikan kontribusi nyata terhadap bangsa dan negaranya. Menjadi
mahasiswa seharusnya menjadi langkah awal yang nyata untuk melakukan perubahan. Rasa
idealisme yang ada pada diri mahasiswa sudah seharusnya di dukung oleh seluruh masyarakat
sebagai salah satu alat aspirasi masyarakat untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik.
Namun melihat fenomena yang ada sekarang ini, pemerintah cenderung mematikan
karakter para mahasiswa dengan menerapkan kurikulum-kurikulum yang sekuler yang
menjadikan mahasiswa sibuk mementingkan kepentingan dirinya sendiri yakni bagaimana
cara mendapat nilai yang baik, lulus tepat waktu, dan bekerja di perusahaan dengan mendapat
gaji besar, bahkan saat ini mahasiswa lebih merasa bangga ketika mereka lulus dan bekerja di
negara asing. Tidakkah mereka ingin memberikan kontribusinya kepada bangsa ini? Mereka
dididik di tanah air hanya untuk melakukan perbaikan di negara lain. Sungguh itu merupakan
realita yang menyedihkan.
Pemerintah yang merasa kedaulatannya terancam oleh semangat dan rasa idealisme tinggi
para mahasiswa kini menerapkan kurikulum-kurikulum sekuler menjadikan mahasiswa
disibukkan dengan kepentingan materi kuliah sehingga mahasiswa tidak lagi peduli terhadap
apa yang terjadi di lingkungan mereka. Hal ini yang menjadikan mahasiswa Indonesia seperti
hidup dalam pemerintahan yang dikatator
2. Rumusan Masalah
Realitas Kemahasiswaan
Mahasiswa menyadari bahwa mereka adalah ” Lapisan Paling Maju ” dan dengan
demikian menentukan watak kepemimpinan bangsa di masa depan yang
bertanggungjawab terhadap transformasi sosial dalam skala besar. Kesadaran yang
sudah menyatu dengan aliran darah setiap generasi muda bangsa, kian lama akan
mengkristal menjadi perlawanan tak kenal lelah. Dialektika sejarahpun mendorong
terbentuknya pemahaman untuk gerak bersama, menentukan langkah dalam
menghadapi tantangan global dan nasional.
Sampai saat ini, kita sering menyaksikan meningkatnya intensitas gerakan mahasiswa
dalam melancarkan aksi protes terhadap kebijakan pemerintah maupun sekedar aksi
solidaritas yang di tujukan untuk membangkitkan semangat melawan bentuk-bentuk
kekerasan, baik dalam maupun luar negeri. Bukan hanya itu, arus besar hiruk pikuk
perselingkuhan sebagian aktifis mahasiswa dengan kepentingan politik praktis, yang
ternyata
justru menyurutkan moralitas sebagian mahasiswa Indonesia, termasuk aktivis PMII
dalam ” Menaklukkan Monster Kampus” maupun penjahat yang membungkus
idealisme dengan Pragmatisme.
Dalam konteks inilah PMII di tuntut untuk melakukan pengamatan dan pembacan
global serta melancarkan aksi-aksi strategis guna mengkontrol jalanya roda
pemerintahan dan menggiring pada terwujudnya cita-cita reformasi.
Berbarengan dengan proses pematangan kesadaran politis dan militansi melakukan
aksi-aksi langsung ini, PMII menghadapi beberapa soal sehubungan dengan
kelanjutan gerakan dan militansi perjuangan. Dimana beberapa kelompok melihat
mutlaknya kebutuhan untuk bergabung dengan sektor-sektor lain di masyarakat
seperti buruh, tani dll, karena menyadari predikat PMII yang disini adalah mahasiswa
bukanlah sebagai kelas yang tersendiri dari masyarakat.
Masalah lain seperti; pematangan diri secara organisasional, kaderisasi, hubungan
antar kelompok mahasiswa, prioritas issue yang mau di angkat juga menuntut untuk
segera di selesaikan. Belum lagi menyikapi kelompok-kelompok politis tertentu yang
kadang menggunakan tawar-menawaran ( wani piro ??? ) yang ”menggoda” yang
justru menghancurkan independensi gerakan dan atau moral yang tentu saja ada di
tiap mahasiswa; tentang kehadiran di ruang kuliah, ujian semester, SKS minimal yang
harus di penuhi, tugas-tugas kuliah, dan masalah akademis lain, adalah hal esensial
yang tidak bisa di hindari dengan alasan-alasan politis seperti diatas, yang mana hal
tersebut merupakan persoalan yang membelit gerakan saat ini.
Dari sebuah kenyataan diatas muncul hal yang menggelisahkan dalam
perkembangan gerakan dalam konteks eksternal, gerakan sosial politik
mengkondisikan gerakan mahasiswa dalam posisi yang nyaris mengalami
disorientasi. Tidak tahu lagi apa yang mau di lakukan, kesulitan melakukan
kontekstualisasi dalam konstelasi politik nasional yang begitu cepat mengalami
pergeseran. Banyak issue-issue kritis yang di respon dan pada akhirnya terjebak pada
issue-issue mikrokospis. Dalam konteks internal di hadapkan oleh fenomena
dekonsolidasi organisasi yang membuat kita begitu sulit mematerialkan aganda-
agenda gerakan, cairnya organisasi, problem kaderisasi, dan lemahnya konsolidasi
gerakan yang membuat ketidaksinergisan gerak, kondisi ini mengalami proses
percepatan hingga
terkapar” kehilangan basis moralitas karena berselingkuh dengan politik kekuasaan.
Sehingga membatasi secara stuktural dinamika gerakan.
Di sinilah peran PMII, dimana sebagai satu organ gerakan mahasiswa yang memiliki
legitimasi moral memimiliki tanggung jawab untuk mentransformasikan ke tengah
publik dimana dalam lingkar hiruk pikuk politik nasional yang serba membodohkan
dan gemparan kekuatan modal global yang menggerogoti moral resources kita. Maka
PMII harus menyiapkan kader yang militant dan bermoral yang di bekali kekuatan
kepemimpinan
memadai dan sesekali melancarkan serangan sporadik terhadap kebijakan yang tidak
populis dan menjadikannya sebagai program minimalis gerakan.
Ada beberapa point yang perlu menjadi catatan PMII Kota Semarang dalam
mengembangkan gerakan yang akan datang yaitu;
Bangunan jaringan yang ada selama ini kebanyakan hanya masih berkutat pada
”kelompok” internal atau dalam lingkungan NU baik dari partai politik, LSM
ataupun stakeholder person yang masih dekat dengan NU. PMII belum secara
luas membangun jejaring luar yang sebenarnya juga banyak berpengaruh dalam
perubahan di masyarakat.
Memahami positioning PMII diluar juga harus dimaknai sebagai warring
position (arena pertarungan). Dalam arena ini PMII maupun kadernya secara
langsung ataupun tidak pasti bertarung dengan entitas lain baik dalam eksistensi
organ, wacana berpengetahuan maupun dalam proses perubahan yang dicita-
citakan. Disinilah kader PMII harus mulai memahami rule of the game yang harus
dilakukan agar sesuatu tujuan dapat tercapai dengan maksimal.
Relasi yang seharusnya dibangun oleh PMII juga harus melihat kapasitas internal
yang dimiliki PMII, sehingga jejaring yang dibangun akan mempunyai struktur
pondasi yang kuat dan strategis.
Dalam proses “ada” dan ”hadir” bagi masyarakat, PMII harus menemukan wilayah
mana yang akan menjadi orientasi gerakan dengan melihat kemampuan wilayah
garapan. Apakah wilayah advokasi kebijakan publik (dalam kasus-kasus tertentu,
seperti advokasi Pedagang Kaki Lima, advokasi Penggusuran, buruh dan lainnya)
ataukah organisir massa yang berkutat dalam wacana intelektual tanpa ada gerakan
yang nyata.
Media massa yang selama ini menjadi salah satu stakeholder kuat dalam
proses perubahan dalam masyarakat, karena dapat mempengaruhi publik dengan
dasyat, ternyata belum menjadi garapan yang serius dari PMII. Realitas ini terbaca
dari
lemahnya jejaring yang dipunyai PMII dari kalangan media massa, sehingga ”pesan”
yang ingin disampaikan kepada masyarakat tidak terjangkau secara luas.
PMII sebagai salah satu stakeholder pergerakan harus dapat maksimal membangun
jejaring sesama stakeholder lain yang juga berperan penting dalam proses
perubahan bangsa ini, seperti partai politik, NGO, birokrasi, pengusaha, media (pers)
dan lainnya, dan bukan hanya berkutat pada lingkungan NU saja.
Dalam bidang eksternal ada beberapa hal yang mendesak dilakukan oleh PMII dalam
rangka sebagai sebuah wujud gerak yang ada dengan penuh kesadaran dalam
memandang kenyataan.
Daftar Pustaka
1.Materi Pilihan yang di ajarkan saat Masa Penerimaan Angota baru PMII
[2] Ketua Umum PC IX PMII Pacitan 2016-2017.
[3] http://rayonpmii-fkip.blogspot.co.id/2014/04/mahasiswa-dan-tanggung-jawab-sosial.html
diakses pada 27 April 2017 pukul 14.00 wib.
[4] AD/ART PMII 2014 Hasil kongres XIIX Provinsi Jambi
[5] http://rayonpmii-fkip.blogspot.co.id/2014/04/mahasiswa-dan-tanggung-jawab-sosial.html
diakses pada 27 April 2017 pukul 14.00 wib.
[6] AD/ART PMII 2014 Hasil kongres XIIX Provinsi Jambi
[7] http://rayonpmii-fkip.blogspot.co.id/2014/04/mahasiswa-dan-tanggung-jawab-sosial.html
diakses pada 27 April 2017 pukul 14.00 wib.
[8] Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d (13) ayat 11
[9] Solahuddin Kusumanegara, Model dan Aktor dalam proses Kebijakan Publik.(Yogyakarta :
Gava Media, 2010).4.
[10] Ibid. 54.
Zubaidi Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.Diktat Kuliah.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL%202.pdf
http://fauzulandim.blogspot.com/2012/11/membangkitkan-spirit-gerakan-mahasiswa.html