Anda di halaman 1dari 8

ESSAY

MAHASISWA PERGERAKAN DAN SENJATANYA

Disusun Oleh :

BASTIAH

E-mail bastiahtiyya14@gmail.com

PC PMII TANJUNG JABUNG BARAT

Mahasiswa Pergerakan dan senjatanya


A. Definisi Mahasiswa
Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa
mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi. Montogmery dalam Papalia dkk
(2007) menjelaskan bahwa perguruan tinggi atau universitas dapat menjadi sarana atau tempat
untuk seorang individu dalam mengembangkan kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya
dalam melatih keterampilan verbal dan kuantitatif, berfikir kritis dan moral reasoning.

Mahasiswa merupakan satu golongan dari masyarakat yang mempunyai dua sifat, yaitu
manusia muda dan calon intelektual, dan sebagai calon intelektual, mahasiswa harus mampuu untuk
berfikir kritis terhadap kenyataan sosial, sedangkan sebagai manusia muda, mahasiswa seringkali
tidak mengukur resiko yang akan menimpa dirinya (Djodjodibroto, 2004). Mahasiswa dalam
perkembangannya berada pada kategori remaja akhir yang berada dalam rentang usia 18-21 tahun
(Monks dkk, 2001). Menurut Papalia, dkk. (2007), usia ini berada dalam tahap perkembangan dari
remaja atau adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood. Pada usia ini,
perekembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan,
serta sudah mulai membuat keputusan terhadap pemilihan pekerjaan atau karirnya.

Lebih jauh, menurut Ganda (2004), mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni
disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana didalam menjalani serangkaian kuliah itu
sangat dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara
mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan kemahasiswaan.

PEMBAHASAN

B. Peran Mahasiswa

Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah
satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima
Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah
tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil
mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap
kritis membela kebenaran dan keadilan. Kaum minoritas berintelekual ini sebenarnya merupakan
tulang punggung pembangun bangsa dan negara menuju perubahan kearah yang lebih baik lagi.

Siapa itu mahasiswa yang sebenarnya ? Suatu pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul dengan
adanya dinamika yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang digambarkan
sebagai sosok yang muda, berintelektual dan kritis seakan semakin luntur dari waktu ke waktu. Hal
seperti ini terjadi karena adanya kegagalan pemahaman peran dan fungsi mahasiswa yang telah
keluar dari koridor. Kegagalan pemahaman tersebut terlihat dari adanya penyimpangan sikap, gaya
hidup, pencapaian cita-cita yang tinggi tanpa didasari usaha nyata dan integritas kehidupan
mahasiswa yang tidak lagi mencerminkan dan tidak terarah terhadap perjuangan mahasiswa itu
sendiri.

Mahasiswa saat ini seakan lupa siapa dirinya dan untuk apa mereka mengenyam pendidikan
sampai level paling tinggi di dunia pendidikan. Pola pikir semacam ini wajar adanya karena memang
perubahan zaman yang luar biasa pada saat ini. Paham-paham seperti ini semakin tumbuh
berkembang dalam diri mahasiswa seiring dengan pencarian jati dirinya. Bahkan sampai dengan saat
ini masih ada mahasiswa yang bingung tentang jati dirinya dan kebingungan dalam menentukan arah
kehidupan selanjutnya.

Kini kita bisa menyaksikan dengan mudah betapa banyaknya organisasi atau kelompok
mahasiswa dibentuk, tetapi kegiatan tersebut sangat minim dengan keilmuan, perjuangan dan
tanggung jawab sosial, sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk merubah keadaan atau
setidaknya menyadarkan identitas sebagai mahasiswa. Sehingga yang terjadi justru mahasiswa yang
diatur oleh keadaan dan mereka telah melupakan jati dirinya. Padahal masa depan negara ini
menjadi pengaruhnya.

C. Mahasiswa sebagai Agen Perubahan

Semua mahasiswa dari segala cabang keilmuan seharusnya sadar bahwa ia merupakan calon-
calon pemimpin bangsa sebagai agent of change dimasyarakat dan dapat resisten terhadap berbagai
macam godaan yang merubah polapikir mahasiswa saat ini. Mahasiswa yang sadar pasti akan
merasakan bahwa bangku kuliah yang dia enyam saat ini merupakan the real education pendidikan
yang penuh warna dan pertarungan pembentukan jati diri dengan intelktualitas cara berpikir.

Sistem yang telah berhasil menutup ruang gerak mahasiswa sekarang ini mampu menghipnotis
pola pikir mahasiswa, kegiata-kegiatan ilmiah, tanggungjawab dan kepekaan terhadap kondisi sosial
mahasiswa telah menjadi budaya mahasiswa seperti kegiatan diskusi, kajian, seminar, emgontrol
pemerintah, kepekaan dan empati sosial hilang dalam kehidupan mahasiswa.

Menurut Arbi Sanit, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan
kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan :

1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa


mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat.

2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa


telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda.

3. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang
tinggi diantara mereka.

4. Mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan,
struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain
adalah kelompok elit di kalangan kaum muda.

5. Seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai


masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian
mengangkatnya ke jenjang karier.

Disamping itu ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan energi pendorong
gerakan mereka :

1. Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik melalui mimbar akademis atau melalui kelompok-
kelompok diskusi dan kajian. Kedua, sikap idealisme yang lazim menjadi ciri khas mahasiswa.
2. Potensi sumber daya tersebut ‘digodok’ tidak hanya melalui kegiatan akademis didalam
kampus, tetapi juga lewat organisasi-organisasi ekstra universitas yang banyak terdapat di hampir
semua perguruan tinggi.

Peran sejarah cukup besar dimainkan oleh kaum muda, sebagaimana secara tepat
digambarkan Arbi Sanit. Menurut Arbi Sanit (1989), ada dua peranan pokok yang selalu tampil
mewarnai sejarah aktifitas mahasiswa selama ini, yakni: Sebagai kekuatan korektif terhadap
penyimpangan yang terjadi di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kedua, Sebagai
pencetus kesadaran masyarakat luas akan problema yang ada dan menumbuhkan kesadaran itu
untuk menerima alternatif perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa itu sendiri,
sehingga masyarakat berubah ke arah kemajuan.

Dua peranan pokok inilah yang sesungguhnya dijalankan oleh para mahasiswa, atau pun kaum
terpelajar umumnya, di zaman kolonial clan yang kemudian diperankan juga oleh generasi
berikutnya sampai saat ini. Kendatipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa saat ini semakin
dirasakan menurunnya daya pengaruh gerakan mahasiswa terhadap perubahan masyarakat
umumnya, maupun terhadap proses pengambilan keputusan. Setelah berhasil menggulingkan
lokomotif rezim otoriter Orde Baru, Suharto, perubahan substansial dari cara-cara Orde Baru tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan yang timbul adalah kecenderungan berbedanya arah
gerakan sebagian mahasiswa dengan apa yang tengah diperjuangkan masyarakat lewat lembaga
politik formalnya. Tentu saja realitas ini tidaklah dilihat dalam term “benar salah”, sebab hal
tersebut lebih merupakan suatu konsekuensi logis dari proses perubahan masyarakat itu sendiri.

Di Indonesia terdapat lima organisasi mahasiswa ekstra universitas atau sering dinamakan
ormas mahasiswa, yang cukup menonjol, yaitu HMI Dipo (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), HMI MPO
(Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia). Kesemuanya menarik untuk dikaji karena sama-sama membawa label Islam
sebagai identitas organisasinya, namun memiliki corak wacana dan strategi perjuangan yang khas.

Problematika pertama menyangkut gejala ‘diskontinuitas’ sumber cumber rekruitment kader


pimpinan dengan ladang ‘orbitasi’ kader. Selama ini, setuju atau tidak, sumber-sumber rekruitment
kader pimpinan mahasiswa yang potensial adalah organisasi mahasiswa ekstra universiter/institutes,
sernentara ladang orbitasi kader yang subur adalah lembaga kemahasiswaan intra
universiter/institutes. Keadaan ini berjalan secara baik dan dinamis sampai sekitar awal 1978, ketika
pemerintah memberlakukan kebijaksanaan NKK/BKK. Lepas dari maksud kependidikan yang
menyertainya, tidak dapat diingkari bahwa pelaksanaan kebijaksanaan tersebut, terutama proses
restrukturisasi lembaga kemahasiswaan membawa dampak yang luas, yang langsung menyebabkan
ladang orbitasi yang subur itu semakin kurus saja. ‘Zat zat hara’ yang selama ini menggemukkan
dinamika mahasiswa, semakin dikuras. Pada saat berikutnya, sumber cumber rekruitment yang
potensial ikut mengalami nasib yang serupa. Lembaga kemahasiswaan ekstra universiter semakin
diciutkan peranannya.

Problematika kedua, justru merupakan akibat langsung dari problematika pertama, yakni
semakin terbukanya dunia kemahasiswaan terhadap ‘intervensi’ kepentingan kepentingan lain yang
kadang kadang destruktif adanya. Bisa kita bayangkan runyamnya keadaan, jika di satu sisi para
kader tidak lagi dipersiapkan di sumber-sumber rekruitment secara terkonsentrasi, sementara
ladang orbitasi pun tidak lagi terlalu subur. Sulit untuk dibantah bahwa dasar bagi restrukturisasi
lembaga kemahasiswaan yang dilakukan tahun 1978 adalah upaya untuk mencegah konsentrasi
mahasiswa di tingkat universitas dan antaruniversitas sebagai suatu kekuatan pendobrak. Jadi sangat
politis. Tetapi yang kurang diperhitungkan ialah, di samping tereliminasinya salah satu substansi
pembangunan pendidikan yaitu pembentukan kepribadian, juga terpecahnya mahasiswa ke dalam
puluhan atau bahkan ratusan lembaga non afiliatif yang justru membuat kerepotan baru bagi para
penentu kebijaksanaan politik pendidikan

D. Faktor-faktor Penghambat Lunturnya Pergerakan Mahasiswa sebagai Agen Perubahan

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya gerakan mahasiswa yakni ;

1. lunturnya ideologi gerakan

Saat ini gerakan mahasiswa telah kehilangan ideologi sehingga stigma mahasiswa yang terjun
di berbagai organisasi kampus baik intra maupun eksra sudah mengalami titik kejenuhan dan
kebosanan. Hal itu mengakibatkan lunturnya rasa sensitivisme serta responsbility aktivis mahasiswa
terhadap perubahan sosial, dampaknya adalah gerakan mahasiswa mengalami disorientasi .

2. Gerakan mahasiswa sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar dalam mengawal perubahan

Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat berbagai aksi demonstrasi
yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara mahasiswa sebagai manifestasi suara
rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan kritik serta kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal
itulah yang pada akhirnya menjadikan gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.

3. Sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang aktivis

Gerakan mahasiswa selalu identik dengan para aktivis kampus, namun saat ini menjadi seorang
aktivis kampus bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa karena dianggap sebagai batu sandungan
dalam meraih prestasi akademik. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika saat ini jumlah aktivis
kampus semakin sedikit.

4. Adanya tindakan represif dari pemerintah

Sebagai langkah preventif untuk menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat ini pemerintah
lebih memilih tindakan yang represif. Tak jarang kekerasan fisik dilakukan aparat pemerintah untuk
mencegah aksi dan gerakan mahasiswa. Sehingga tidak mengherankan jika gerakan mahasiswa
menjadi melemah karena adanya rasa takut akan eksistensi dan keselamatan jiwa para aktivis.

5. Minimnya dukungan dari masyarakat

Gerakan mahasiswa yang sering berakhir dengan kericuhan, serta seringnya mahasiswa
melakukan pengrusakan terhadap berbagai fasilitas umum saat melakukan aksi-aksi demonstrasi
menjadikan citra mahasiswa menjadi menurun di mata masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan
kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap gerakan mahasiswa semakin memudar.

6. Adanya politik kepentingan mahasiswa

Saat ini orientasi mahasiswa dalam melakukan gerakan bukan lagi murni berjuang demi
kepentingan rakyat melainkan lebih dikarenakan adanya politik kepentingan. Hal itulah yang
menjadikan pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis, dan hanya memikirkan soal untung-rugi.

E. Mambangkitkan Peran Pergerakan Mahasiswa

1. Mengasah Kemampuan Reflektif


Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Indonesia perlu mengasah kemampuan
reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda
refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan
baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun
bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan
mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan
mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran
menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa
kini.

2. Membangun Kebiasaan Bertindak Efektif

Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri dengan
kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata.
Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda
aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap “NATO”, “Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan
banyak kaum intelektual dan politikus amatir negara miskin. Kaum muda masa kini perlu
membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya
berwacana tanpa implementasi yang nyata.

3. Melatih Kemampuan Kerja Teknis

Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum muda kita ialah
kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. “The devil is in the detail”, bukan semata-mata
dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak. Dalam suasana sistim demokrasi
yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah politik di kalangan kaum muda sangat
bergejolak. Namun, dalam wacana perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir
dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato, ceramah-ceramah,
perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh berbagai wacana yang sangat
umum, abtrask dan serba enak didengar dan indah dipandang. Akan tetapi, semua konsep-konsep
yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia
dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci.

Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah
melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar dapat menjamin benar-
benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa dan negara kita ke depan. Bayangkan, jika
semua anak muda kita terjebak dalam politik dan hanya pandai berwacana, tetapi tidak mampu
merealisasikan ide-ide yang baik karena ketiadaan kemampuan teknis, ketrampilan manajerial untuk
merealisasikannya, sungguh tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan kebangsaan kita ke depan.

PENUTUP
A. Kesimpulan

Peran mahasiswa bagi bangsa dan negeri ini bukan hanya duduk di depan meja dan dengarkan
dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai berbagai perannya dalam melaksanakan
perubahan untuk bangsa Indonesia, peran tersebut adalah sebagai generasi penerus yang
melanjutkan dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan pada suatu kaum, sebagai generasi pengganti
yang menggantikan kaum yang sudah rusak moral dan perilakunya, dan juga sebagai generasi
pembaharu yang memperbaiki dan memperbaharui kerusakan dan penyimpangan negatif yang ada
pada suatu kaum.

Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpartri didalam dada mahasiswa Indonesia baik
yang ada didalam negeri maupun mahasiswa yang sedang belajar diluar negeri. Apabila peran ini
bisa dijadikan sebagai sebuah pegangan bagi seluruh mahasiswa Indonesia, “ruh perubahan” itu
tetap akan bisa terus bersemayam dalam diri seluruh mahasiswa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Zubaidi Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:


Paradigma.Diktat Kuliah.

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL%202.pdf

http://fauzulandim.blogspot.com/2012/11/membangkitkan-spirit-gerakan-mahasiswa.html

Anda mungkin juga menyukai