Oleh:
Pada tatanan sosial, mahasiswa merupakan salah satu bagian dari kelompok sosial
yang teratur. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa mahasiswa memiliki beberapa fungsi dan
peran, baik itu sebagai agent of change maupun agent of social control ditambah lagi bahwa
pada dasarnya manusia itu unik mereka akan berbeda satu dengan yang lainnya. Himpunan
Mahasiswa Islam atau yang disingkat HMI, yang merupakan bagian dari mahasiswa, tentu
memiliki beban tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan mahasiswa pada
umumnya. Sebagai sebuah entitas intelegensia, yang notabene “berada beberapa tingkat di
atas”, jika dibandingkan dengan mahasiswa pada umumnya, haruslah mampu meneguhkan
kembali fungsi dan perannya sebagai inisiator, artikulator, sekaligus organisator dari
perubahan sosial.
Berbincang soal perubahan, yang dewasa ini sering diidentikan dengan perubahan
sosial, tentu kita akan diajak untuk menakar dan menelanjangi kembali konsep-konsep kunci
serta relasi antar konsep-konsep kunci tersebut. Proposisi mengenai mahasiswa sebagai inti
dari kekuatan perubahan, harus kita lihat dan bongkar serta konfirmasi ulang baik dari sisi
definisi maupun hakekatnya. Apa yang dimaksud dengan mahasiswa, apa yang dimaksud
dengan kekuatan inti, kemudian apa yang dimaksud dengan perubahan (khususnya perubahan
sosial), serta bagaimana sang aktor perubahan menggunakan alat untuk merealisasikan mimpi
perubahan yang dimaksud itu bekerja? Beberapa pertanyaan pokok tersebut akan penulis
jelaskan secara sederhana dalam tulisan ini, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Selain itu mahasiswa sejatinya mesti menjadikan Tridharma perguruan tinggi itu
sebagai salah satu instrumen pengabdian bagi setiap mahasiswa pada masyarkat. Dimana
pada tiap dharma nya mesti didedikasikan untuk memcahkan permasalahan di tengah
masyarakat. Dimulai dari pendidikan yang dilaksanakan ini bertujuan guna mewujudkan
tatanan masyarakat yang beradab serta sejatinya setiap pengetahuan yang didapat mahasiswa
terebut se jogjanya diamalkan ditengah masyarakat. Selanjutnya berbicara penelitian hal ini di
ambil dari berbagai macam permasalahan yang ada ditengah masyarakat dan itu dikaji dan
ditelaah sesuai dengan basic keilmuan mahasiswa itu sendiri. Kemudian berbicara persoalan
pengabdian hal ini tidak terbatas kepada persoalan kuliah kerja nyata yang hari ini menjadi
rutinitas dan formalitas kampus untuk menunjukkan eksistensi tiap-tiap kampus yang
sejatinya substansinya itu sendiri hari ini tak tercapai.
Banyak kita liat permasalahan dalam persoalan pengabdian mahasiswa yang
berbentuk tridharma perguruan tinggi tersebut hari ini hanya ibarat sebuah fatamorgana, hal
ini terjadi karena baik itu para mahasiswa, dosen maupun kampus itu sendiri hanya berbicara
agenda rutinitas saja dan kejarannya hanya berbicara eksistensi dan tidak lagi berbicara hal
yang fundamental, contohnya saja skripsi yang hari ini hanya mejadi syarat kelulusan bagi
mahasiswa itu sendiri dan bukan lagi didedikasikan guna membantu memecahkan
permaslahan ditengah masyarakat.
Dari perasalahan yang kompleks tersebut penulis mencoba meramu solusi dari
permasalahan tersebut dengan menawarkan konsep filantropi guna mengembalikan khitah
pengabdian mahasiswa tadi terutama kader HMI kepada jalannya kembali.
Baik para praktisi maupun pengamat, telah banyak diantara mereka yang
mendefinisikan, mengkaji bahkan melakukan penelitian dengan mahasiswa dan perubahan
sosial sebagai objeknya. Namun hingga hari ini, dari sekian banyak definisi yang ada, konsep
mengenai mahasiswa dan perubahan sosial seolah masih menjadi bagian dari wacana yang
multi tafsir. Hal ini disebabkan oleh dinamika atau perubahan yang selalu terjadi baik pada
diri mahasiswa maupun perubahan sosial itu sendiri.
Mahasiswa merupakan struktur yang unik dalam tatanan masyarakat, baik dilihat dari
sudut politik, ekonomi, maupun sosial. Hal ini dikarenakan masa ketika menjadi mahasiswa
adalah masa transisi sebelum mereka melanjutkan dirinya sebagai seorang profesional,
pejuang, politisi, atau pengusaha. Selain itu, keunikannya juga tampak dari kebebasan yang
mereka miliki, baik kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi, atau melakukan apa pun.
Komunitas mahasiswa juga merupakan satu-satunya komunitas yang paling dinamis dalam
menangkap dan mengakomodasi sebuah perubahan serta paling harmonis dalam
menyuarakan pendapat. Sebab, mahasiswa adalah asosiasi dari kejujuran, integritas dan
semangat moral. Dalam diri mahasiswa, juga terdapat kumpulan calon cendekiawan,
pahlawan, negarawan, serta profesi lainnya.
Dalam masa akhir-akhir ini, mahasiswa memiliki peranan yang sangat besar dalam
melakukan perubahan sosial dan politik. Kita dapat melihat untuk membuktikan kekuatan
mahasiswa dalam berbagai peristiwa baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Peristiwa penggulingan Juan Peron di Argentina pada tahun 1955, Perez Jimenez di
Venezuela pada tahun 1958, penggulingan Soekarno di Indonesia tahun 1966, jatuhnya Ayub
Khan di Pakistan tahun 1969, membuktikan bahwa mahasiswa memiliki kekuatan yang
sangat besar. Kejatuhan Suharto pada 21 Mei 1998, yang telah mengakibatkan restrukturisasi
fundamental dalam perpolitikan di Indonesia, juga tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan
mahasiswa di dalamnya. Penting juga untuk dijadikan sebagai sebuah catatan, bahwa
mahasiswa dalam hal ini adalah katalisator penting dalam setiap aksi yang bersifat politis.
Kekuatan yang dimiliki oleh mahasiswa pada dasarnya adalah kekuatan pengetahuan,
mengingat mahasiswa termasuk ke dalam kategori intelegensia.
Perubahan sosial, secara sosiologis memiliki banyak pengertian, baik secara singkat
maupun detil. Beberapa definisi mengenai perubahan sosial dapat kita lihat melalui
pandangan dari beberapa sosiolog. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan
yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Berbicara tentang perubahan, kita
membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu, kita berurusan dengan
perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Salah
satu contoh definisi dari perubahan sosial yang cukup bagus adalah yang diberikan oleh
Hawley; perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial
sebagai satu kesatuan.
Konsep dasar dari perubahan tersebut mencakup tiga gagasan, yaitu; perbedaan, pada
waktu yang berbeda, dan di antara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan sosial dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan (apakah dari sudut
aspek, fragmen, maupun dimensi sistem sosialnya). Mengapa? Karena hal tersebut
disebabkan oleh keadaan sistem sosial yang tidak sederhana, tidak hanya berdimensi tunggal.
Perubahan sosial lahir sebagai kombinasi atau gabungan hasil keadaan berbagai komponen.
Komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Unsur-unsur pokok, misalnya jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka.
2. Hubungan antar unsur, misalnya ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan
antar individu, dan integrasi.
3. Berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem, misalnya peran pekerjaan yang dimainkan
oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban
sosial.
4. Pemeliharaan batas, misalnya kriteria untukmenentukan siapa saja yang termasuk
anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekruitmen
dalam organisasi, dll.
5. Subsistem, misalnya jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang dapat
dibedakan.
6. Lingkungan, misalnya keadaan alam atau geopolitik.
Di samping itu, beberapa definisi lain tentang perubahan sosial antara lain adalah sebagai
berikut;
1. Pendidikan
2. Penelitian
Dalam Islam dikenal prinsip keadilan sosial, al-Qur’an sangat menekankan urgensi
keadilan sosial dalam kehidupan muslim, dari visi umum kehadiran Islam terlihat jelas
bagaimana Islam mendudukkan posisinya untuk memberikan keadilan tidak hanya terbatas
bagi manusia namun juga mencakup semua ragam makhluk tuhan di jagad raya ini. Secara
umum prinsip dari filantropi dengan ajaran keadilan sosial dalam Islam dapat dikatakan sama,
kalaupun ada yang berbeda hal itu terkait dengan sumber motivasi dan cara
melaksanakannya, bagi Islam jelas motivasinya adalah agama dan sistemnya sesuai dengan
ketentuan yang dibenarkan oleh Islam. Namun demikian substansi yang akan dicapai
keduanya sama-sama mulyanya. Keadilan dalam al-Qur’an dibahasakan dengan beberapa
kata ‘adl, qisth dan mizan. Sebanyak 28 kali kata al-‘adl diulang dalam al- Qur’an hal ini
menunjukkan betapa urgensi dan signifikannya tema ini, dari tiga istilah yang digunakan
tentang keadilan ini dapat disarikan berbagai makna diantaranya, pertama ; artinya sama atau
menegakkan persamaan hak, dalam al-Qur’an Qs. 4: 58, misalnya, menganjurkan hakim
untuk menempatkan orang yang bersengketapada posisi yang sama dalam proses
pengadilannya. Kedua, artinya keseimbangan seperti Qs.16: 3 dan 82 : 6-7 yang
menjelaskan penciptaan langit, bumi dan manusia secara seimbang ( lihat juga Qs. 67 : 3 ),
ketiga, Tidak berlaku dzalim atau proporsional dan memberikan hak kepada pemiliknya
seperti Qs. 4:135 dan Qs. 60: 8, keempat artinya keadilan tuhan seperti Qs. 3 : 18 dan 41:46
(Chaidar : 2005 : 3-5)
Filantropi menurut W.K Kellog Foundation mendefinisikan filantropi secara lebih
luas, yaitu memberikan waktu, uang, dan pengetahuan bagaimana cara mengembangkan
kebaikan bersama. Pengertian tersebut secara tegas mengemukakan bahwa memberi tidak
semata-mata hanya dimaknai aspek materianya, tapi juga aspek lain yang lebih luas, yaitu
meluangkan waktu dan menyumbangkan pengetahuan untuk kepentingan sosial yang lebih
luas. Istilah memberi (to give) atau berbagi (to share) juga dapat diartikulasikan dalam bentuk
kesadaran, dukungan, komitmen, dedikasi, partisipasi, dan keterlibatan masyarakat dalam
mengangkat persoalan kemiskinan serta memberikan solusi terhadap problem sosial yang ada
di sekitar mereka. (Latief:2010)
Menurut Arif Maftuhin filantropi sebagai kegiatan yang bersifat universal, meskipun
dengan nama yang berbeda-beda. Orang di berbagai belahan dunia menyisihkan uang, harta,
atau waktu yang mereka miliki untuk menolong orang lain. Kegiatan filantropi terjadi lintas
negara dan hampir tidak terkait dengan tingkat kemakmuran negara atau kekayaan seseorang.
(Maftuhin:2017)
Filantropi merupakan hasil dari proses panjang umat manusia dalam
mengembangkan misi kemanusiaan. Hilman mengemukakan istilah filantropi dimaknai
kedermawanan, sebuah watak atau sikap altruistik (mengutamakan kepentingan orang lain
atau kepentinan bersama) yang sudah menyatu dalam diri manusia, baik individual maupun
kolektif. Nilai sosial dan budaya dalam masyarakat yang menginspirasi dan memotivasi
praktik kedermawanan boleh jadi berbeda-beda, meskipun ujungnya bermuara pada praktik
yang sama memberi. (Latief: 2010)
Mencermati uraian diatas, filantropi secara sederhana dapat dimaknai sebagai
aktualisasi dari tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah berdasarkan rasa kasih
sayang tulus. Filantropi yang identik dengan berderma, mengajak setiap orang untuk
menjadi seorang dermawan. Berderma bukan hanya dengan menggunakan materi, dapat
pula menggunakan kemampuan yang dimiliki atau non materi. Filantropi berawal dari
kepedulian untuk melaksanakan perintah agama, kemudian menjadi sebuah budaya
kebaikan, telah banyak berkontribusi dalam menyelamatkan kesenjangan sosial dalam
masyarakat.
Melalui berderma yang berarti memberi dengan sukarela untuk membantu
meringankan beban orang lain yang sedang kesusahan agar mendapatkan kebahagiaan. Setiap
muslim harus menjadi lebih yakin bahwa Islam agama yang rahmmatan lil alamin sudah
tidak diragukan lagi.
Pendidikan nilai adalah penamaan dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang
atau sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta
menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.(Elmubarok:2008) Nilai-nilai
sosial memberikan pedoman bagi warga masyarakat untuk hidup berkasih sayang dengan
sesama manusia, hidup harmonis, hidup disiplin, hidup berdemokrasi, dan hidup bertanggung
jawab. Sebaliknya, tanpa nilai-nilai sosial suatu masyarakat dan negara tidak akan
memperoleh kehidupan yang harmonis dan demokratis. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial tersebut mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat, bangsa dan
negara.(Zubaedi:2006).
Pendidikan nilai sosial merupakan penanaman dan pengajaran agar peserta didik
memahami, menghayati dan mengamalkan dalam hidupnya sebagai manusia yang peduli
kepada sesama dengan memiliki sifat kasih sayang, disiplin, harmonis, demokrasi dan
bertanggung jawab untuk hidup dalam lingkungan sekitarnya yang banyak berhubungan
dengan masyarakat.
Kata Philantropy marak dimakna sebagai “ungkapan cinta kasih kepada sesama
manusia”. Dalam kamus Webster (2002) juga tidak memberi batasan penggkapan cinta kasih
kepada sesama manusia dalam bentuk pemberian barang ataupun uang, melainkan “pekerjaan
atau upaya yang dimaksudkan tersebut untuk meningkatkan rasa cinta pada sesama dan
kemanusiaan”.
Defenisi filantropi ini dalam perkembangannya sudah banyak megalami pergeseran
dimana yang awalnya bersifat pribadi namu kini telah berubah menjadi suatu tindakan yang
berorientasi kepada “tujuan-tujuan publik”. Kata filantropi ditafsirkan sebagai tindakan
seseorang yang mencintai sesama manusia dengan menymbangkan sumber daya yang
dimilikinya. Robert L Payton contohnya menekankan defenisi filantropi ini kedalam konteks
kegiatan keorganisasian atau kolektif, dimana filantropi ini tidak diartikan sebagai kegiatan
individual tetapi kegiatan kolektif yang dilaksanakan ole atau melalui organisasi maupun
lembaga. Disisi lain para praktisi dan pengamat filantropi di indonesia sendiri memaknai
filantropi sebagai “perpindhan sumber daya secara sukarela untuk tujuan sedekah, sosial, dan
kemasyarakatan yang terdiri atas dua bentuk utama yaitu pendayagunaan hibah sosial dan
pembanguan”. Maka dalam aplikatifnya sudah menjadi keharusan bagi para mahasiswa
khususnya kader HMI dalam proses pengabdian ditengah masyarakat melalui tridharma
perguruan tinggi tersebut sepantasnya dibalut dengan nilai-nilai filantropi dimana konsep
filantropi yang dimaksud lebih kepada pelayanan pada masyrakat. Sehingganya tidak adalagi
terjadi sikap kengganan bagi para kader HMI untuk melaksakan secara substantif proses
pengabdian ditengah masyarakat nantiknya karena semua tindak tanduk yang dilakukan
didasarkan pada cinta kaih sesama manusia dimana akan lahir jiwa-jiwa yang rela berkorban
dalam menjalankan tugas pengabdian tersebut.
Daftar Pustaka
Bamualim, Chaidar S, Irfan Abu Bakar ( Ed ). 2005 Revitalisasi Filantropi Islam – Studi Kasus
Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia. Jakarta : PBB UIN.
Elmubarok, Zaim.2008. Membumukan Pendidikan Nilai, 2008, Bandung: Alfabeta.
Latief, Hilman.2010. Melayani Umat Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan Kaum
Modernis, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Maftuhin, Arif. 2017. Fikih untuk Keadilan Sosial Filantropi Islam, Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama.
Nikmah, D. N. (2015). Implementasi Budaya Akademik dan Sikap Ilmiah Mahasiswa Manajemen
Pendidikan, 24(6).
Septiani, S., Kristiawan, M., & Fitria, H. (2019). The Model of Berasanan Culture and
its Implementation in Learning to Improve Students’Motivation. Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi Publik, 9(1).
Undang Undang No. 12 Tahun 2012, Tentang pendidikan Tinggi.
Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wibawa, S. (2017). Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat). Disampaikan dalam Rapat Perencanaan Pengawasan Proses Bisnis
Perguruan Tinggi Negeri. Yogyakarta, 29, 01-15.
Wibawa, S.2014. Kebijakan Publik: Proses dan Analisis. Jakarta: Intermedia.
Zubaedi. 2006. Pendidikan Berbasis Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.