Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PKD PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

"KEMAHASISWAAN"

Diajukan sebagai Persyaratan


PKD(Pelatihan Kader Dasar)
Oleh;
AHMAD RENALDI

(Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah)


TARBIYAH
STAI AL-MUNAWWARAH TOLITOLI

PENGURUS CABANG PMII


KABUPATEN TOLITOLI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah swt.sang pemilik sempurna yang telah menganugerahkan
nikmat yang tak ternilai, diantaranya nikmat kesehatan,kesempatan dan nikmat
keimanan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam
kepada sang habiballah Muhammad saw. yang senantiasa dirindukan syafaatnya oleh
seluruh umatnya.
Ucapan terima kasih kepada sahabat yang telah memberikan kesempatandalam
memgembangkan wawasan penyusun melalui tugas pembuatan makalah ini,Semoga
Allah SWT Melimpahkan hidayahNya kepada semua pihak yang ikut berperan serta
dalam penyelesaian makalah ini.
Besar harapan penyusun semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsi bagi
para pembaca. Akhirnya dengan menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dengan segala rendah hati mohon kritik dan saran dari para
pembaca yang tentunya bersifat membangun demi perbaikan dalam penyusunan
makalah berikutnya

Tolitoli, 28 Agustus 2023


DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2Rumusan Masalah
1.3Tujuan Masalah
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.Definisi Mahasiswa
2.2.Peran Mahasiswa
2.3.Problematika faktor-faktor Penghambat lunturnya Pergerakan Mahasiswa Sebagai
Agen Perubahan.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa adalah salah satu elemen penting yang diharapakan dapat melakukan
perubahan dan memberikan kontribusi nyata terhadap bangsa dan negaranya.
Menjadi mahasiswa seharusnya menjadi langkah awal yang nyata untuk melakukan
perubahan. Rasa idealisme yang ada pada diri mahasiswa sudah seharusnya di dukung
oleh seluruh masyarakat sebagai salah satu alat aspirasi masyarakat untuk membawa
bangsa ke arah yang lebih baik.
1. Namun melihat fenomena yang ada sekarang ini, pemerintah cenderung
mematikan karakter para mahasiswa dengan menerapkan
kurikulum-kurikulum yang sekuler yang menjadikan mahasiswa sibuk
mementingkan kepentingan dirinya sendiri yakni bagaimana cara mendapat
nilai yang baik, lulus tepat waktu, dan bekerja di perusahaan dengan mendapat
gaji besar, bahkan saat ini mahasiswa lebih merasa bangga ketika mereka lulus
dan bekerja di negara asing. Tidakkah mereka ingin memberikan kontribusinya
kepada bangsa ini? Mereka dididik di tanah air hanya untuk melakukan
perbaikan di negara lain. Sungguh itu merupakan realita yang menyedihkan.
Pemerintah yang merasa kedaulatannya terancam oleh semangat dan rasa idealisme
tinggi para mahasiswa kini menerapkan kurikulum-kurikulum sekuler menjadikan
mahasiswa disibukkan dengan kepentingan materi kuliah sehingga mahasiswa tidak
lagi peduli terhadap apa yang terjadi di lingkungan mereka. Hal ini yang menjadikan
mahasiswa Indonesia seperti hidup dalam pemerintahan yang diktator.
1.2.Rumusan Masalah
1.Bagaimana peran mahasiswa dalam pelaksanaan perannya sebagai agen
perubahan?
2.Apakah problematika yang menghambat pelaksanaan peran mahasiswa sebagai
agen perubahan?
3. Bagaimana solusi atas problematika tersebut?
1.3.Tujuan
Desa Tujuan dari makalah ini adalah sebagai persyaratan wajib untuk mengikuti PKD
yang diadakan oleh PC PMII Toli-toli ke VI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Mahasiswa
Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997),
bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi. Montgomery
dalam Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa perguruan tinggi atau universitas dapat
menjadi sarana atau tempat untuk seorang individu dalam mengembangkan
kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya dalam melatih keterampilan verbal
dan kuantitatif, berpikir kritis dan moral reasoning.
Mahasiswa merupakan satu golongan dari masyarakat yang mempunyai dua sifat,
yaitu manusia muda dan calon intelektual, dan sebagai calon intelektual, mahasiswa
harus mampu untuk berfikir kritis terhadap kenyataan sosial, sedangkan sebagai
manusia muda, mahasiswa seringkali tidak mengukur resiko yang akan menimpa
dirinya (Djojodibroto, 2004). Mahasiswa dalam perkembangannya berada pada
kategori remaja akhir yang berada dalam rentang usia 18-21 tahun (Monks dkk, 2001).
Menurut Papalia, dkk. (2007), usia ini berada dalam tahap perkembangan dari remaja
atau adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood.
Pada usia dini, perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri,
adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai membuat keputusan terhadap
pemilihan pekerjaan atau karirnya.
Lebih jauh, menurut Ganda (2004), mahasiswa adalah individu yang belajar dan
menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana didalam menjalani
serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri,
karena pada kenyataannya di antara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau
disibukkan oleh kegiatan kemahasiswaan

2.2.Peran Mahasiswa
Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa
merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama
tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada
runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di
Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang
signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis
membela kebenaran dan keadilan. Kaum minoritas berintelektual ini sebenarnya
merupakan tulang punggung pembangunan bangsa dan negara menuju perubahan
kearah yang lebih baik lagi.
Siapa itu mahasiswa yang sebenarnya ? Suatu pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul
dengan adanya dinamika yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri.
Mahasiswa yang digambarkan sebagai sosok yang muda, berintelektual dan kritis
seakan semakin luntur dari waktu ke waktu. Hal seperti ini terjadi karena adanya
kegagalan pemahaman peran dan fungsi mahasiswa yang telah keluar dari koridor.
Kegagalan pemahaman tersebut terlihat dari adanya penyimpangan sikap, gaya hidup,
pencapaian cita-cita yang tinggi tanpa didasari usaha nyata dan integritas kehidupan
mahasiswa yang tidak lagi mencerminkan dan tidak terarah terhadap perjuangan
mahasiswa itu sendiri.
Mahasiswa saat ini seakan lupa siapa dirinya dan untuk apa mereka mengenyam
pendidikan sampai level paling tinggi di dunia pendidikan. Pola pikir semacam ini
wajar adanya karena memang perubahan zaman yang luar biasa pada saat ini.
Paham-paham seperti ini semakin tumbuh berkembang dalam diri mahasiswa seiring
dengan pencarian jati dirinya. Bahkan sampai dengan saat ini masih ada mahasiswa
yang bingung tentang jati dirinya dan kebingungan dalam menentukan arah kehidupan
selanjutnya.
Kini kita bisa menyaksikan dengan mudah betapa banyaknya organisasi atau
kelompok mahasiswa dibentuk, tetapi kegiatan tersebut sangat minim dengan
keilmuan, perjuangan dan tanggung jawab sosial, sehingga mereka tidak memiliki
kemampuan untuk merubah keadaan atau setidaknya menyadarkan identitas sebagai
mahasiswa. Sehingga yang terjadi justru mahasiswa yang diatur oleh keadaan dan
mereka telah melupakan jati dirinya. Padahal masa depan negara ini menjadi
pengaruhnya.
Sementara ladang orbitasi kader yang subur adalah lembaga kemahasiswaan intra
universiter/institutes. Keadaan ini berjalan secara baik dan dinamis sampai sekitar
awal 1978, ketika pemerintah memberlakukan kebijaksanaan NKK/BKK. Lepas dari
maksud kependidikan yang menyertainya, tidak dapat diingkari bahwa pelaksanaan
kebijaksanaan tersebut, terutama proses restrukturisasi lembaga kemahasiswaan
membawa dampak yang luas, yang langsung menyebabkan ladang orbitasi yang subur
itu semakin kurus saja. ‘Zat zat hara’ yang selama ini menggemukkan dinamika
mahasiswa, semakin dikuras. Pada saat berikutnya, sumber cumber rekruitment yang
potensial ikut mengalami nasib yang serupa. Lembaga kemahasiswaan ekstra
universiter semakin diciutkan peranannya.
Problematika kedua, justru merupakan akibat langsung dari problematika pertama,
yakni semakin terbukanya dunia kemahasiswaan terhadap ‘intervensi’ kepentingan
kepentingan lain yang kadang kadang destruktif adanya. Bisa kita bayangkan
runyamnya keadaan, jika di satu sisi para kader tidak lagi dipersiapkan di
sumber-sumber rekrutmen secara terkonsentrasi, sementara ladang orbitasi pun tidak
lagi terlalu subur. Sulit untuk dibantah bahwa dasar bagi restrukturisasi lembaga
kemahasiswaan yang dilakukan tahun 1978 adalah upaya untuk mencegah konsentrasi
mahasiswa di tingkat universitas dan antar universitas sebagai suatu kekuatan
pendobrak. Jadi sangat politis. Tetapi yang kurang diperhitungkan adalah, di samping
tereliminasinya salah satu substansi pembangunan pendidikan yaitu pembentukan
kepribadian, juga terpecahnya mahasiswa ke dalam puluhan atau bahkan ratusan
lembaga non afiliatif yang justru membuat kerepotan baru bagi para penentu
kebijaksanaan politik pendidikan

2.3 Problematika faktor-faktor Penghambat lunturnya Pergerakan Mahasiswa Sebagai


Agen Perubahan.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya gerakan mahasiswa yakni
;
1. lunturnya ideologi gerakan
Saat ini gerakan mahasiswa telah kehilangan ideologi sehingga stigma mahasiswa yang
terjun di berbagai organisasi kampus baik intra maupun ekstra sudah mengalami titik
kejenuhan dan kebosanan. Hal itu mengakibatkan lunturnya rasa sensitivitas serta
responsibility aktivis mahasiswa terhadap perubahan sosial, dampaknya adalah
gerakan mahasiswa mengalami disorientasi .
2 Gerakan mahasiswa sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar dalam mengawal
perubahan
Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat berbagai aksi
demonstrasi yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara mahasiswa
sebagai manifestasi suara rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan kritik serta
kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itulah yang pada akhirnya menjadikan
gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.
3. Sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang aktivis
Gerakan mahasiswa selalu identik dengan para aktivis kampus, namun saat ini menjadi
seorang aktivis kampus bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa karena dianggap
sebagai batu sandungan dalam meraih prestasi akademik. Oleh sebab itu tidak
mengherankan jika saat ini jumlah aktivis kampus semakin sedikit.
4. Adanya tindakan represif dari pemerintah
Sebagai langkah preventif untuk menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat ini
pemerintah lebih memilih tindakan yang represif. Tak jarang kekerasan fisik dilakukan
aparat pemerintah untuk mencegah aksi dan gerakan mahasiswa. Sehingga tidak
mengherankan jika gerakan mahasiswa menjadi melemah karena adanya rasa takut
akan eksistensi dan keselamatan jiwa para aktivis.
5. Minimnya dukungan dari masyarakat
Gerakan mahasiswa yang sering berakhir dengan kericuhan, serta seringnya
mahasiswa melakukan pengrusakan terhadap berbagai fasilitas umum saat melakukan
aksi-aksi demonstrasi menjadikan citra mahasiswa menjadi menurun di mata
masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat
terhadap gerakan mahasiswa semakin memudar.
6. Adanya politik kepentingan mahasiswa
Saat ini orientasi mahasiswa dalam melakukan gerakan bukan lagi murni berjuang
demi kepentingan rakyat melainkan lebih dikarenakan adanya politik kepentingan. Hal
itulah yang menjadikan pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis, dan hanya
memikirkan soal untung-rugi.
Mambangkitkan Peran Pergerakan Mahasiswa
1. Mengasah Kemampuan Reflektif
Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Indonesia perlu mengasah kemampuan
reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena
adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi kita
bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui
dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan
pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan
dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya
refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran
menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak
muda masa kini.
2. Membangun Kebiasaan Bertindak Efektif
Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri dengan
kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam
arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, ‘public
discourse’, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap “NATO”,
“Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan banyak kaum intelektual dan politikus
amatir negara miskin. Kaum muda masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih
banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya berwacana tanpa
implementasi yang nyata.
3. Melatih Kemampuan Kerja Teknis
Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum muda
kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. “The devil is in the detail”,
bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak.
Dalam suasana sistim demokrasi yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini,
gairah politik di kalangan kaum muda sangat bergejolak. Namun, dalam wacana
perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam
konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato, ceramah-ceramah,
perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh berbagai wacana
yang sangat umum, abtrask dan serba enak didengar dan indah dipandang. Akan
tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna
dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan
yang rinci.
Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah
melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetail agar dapat
menjamin benar-benar terjadinya perbaikan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Peran mahasiswa bagi bangsa dan negeri ini bukan hanya duduk di depan meja
dan dengarkan dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai
berbagai perannya dalam melaksanakan perubahan untuk bangsa Indonesia,
peran tersebut adalah sebagai generasi penerus yang melanjutkan dan
menyampaikan nilai-nilai kebaikan pada suatu kaum, sebagai generasi
pengganti yang menggantikan kaum yang sudah rusak moral dan perilakunya,
dan juga sebagai generasi pembaharu yang memperbaiki dan memperbaharui
kerusakan dan penyimpangan negatif yang ada pada suatu kaum.
Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpatri di dalam dada mahasiswa
Indonesia baik yang ada didalam negeri maupun mahasiswa yang sedang
belajar di luar negeri. Apabila peran ini bisa dijadikan sebagai sebuah pegangan
bagi seluruh mahasiswa Indonesia, “ruh perubahan” itu tetap akan bisa terus
bersemayam dalam diri seluruh mahasiswa Indonesia.
3.2. Saran
Pada bagian ini penyusun ingin mengajak yang dalam hal ini ditujukan kepada
para generasi muda pelajar dan mahasiswa, para Dosen dan Guru, seluruh
elemen pemerintah baik yang ada di daerah maupun yang ada di pusat serta
seluruh lapisan masyarakat Indonesia secara luas agar tetap bersatu demi
mempertahankan keutuhan NKRI. Terkadang masalah sepele akan menjadi
kompleks jika tidak ada solidaritas di antara sesama kita. Penyusun berharap
tak akan ada lagi perselisihan di negeri kita tercinta sehingga cita-cita bangsa
Indonesia akan tercapai.
Pepatah dalam bahasa Inggris mengatakan Student Today, Leader Tomorrow.
Penyusun meyakini bahwa kunci tercapainya cita-cita itu ada di tangan para
generasi muda. Oleh karena itu, tetaplah semangat dalam meraih apa yang telah
menjadi tujuan hidup kita.
DAFTAR PUSTAKA

Zubaidi Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Paradigma.Diktat Kuliah.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL%202.pdf
http://fauzulandim.blogspot.com/2012/11/membangkitkan-spirit-gerakan-mahasi
swa.html

Anda mungkin juga menyukai