Anda di halaman 1dari 15

Falsafah dan Teori Keperawatan

“Berfikir Logis : Deduktif dan Induktif”

Disusun oleh :

 Emirensiana Ina
 Fadlianur Putra Muhammad
 Yulia Febriyanti

Dosen: Ns. Roma Tao Toba MR, M.Kep., Sp.Kep,Kren


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sesuai yang kami
harapkan yang berjudul “Berfikir Logis : Deduktif dan Induktif“. Pada makalah ini kami
banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .
Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membacanya.

Jakarta, Oktober 2017

Perwakilan Penyusun,

Yulia Febriyanti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................................................
2. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
1. Penalaran ......................................................................................................................
2. Logika ............................................................................................................................
3. Deduktif .........................................................................................................................
4. Induktif ..........................................................................................................................

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………………….………


DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Filsafat adalah suatu cara berpikir yang radial dan menyeluruh, dengan
cara mengupas pengetahuan sedalam-dalamnya Yuyun (1999) sedangkan ilmu dalam
pembelajaran filsapat dapat di katakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu. Filsafat ilmu adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh manusia dalam
rangka menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan oleh dirinya.

Filsafat dapat juga di katakan upaya manusia mnegumpulkan


pengetahuan sebanyak mungkin dalam proses pengaturan kehidupan dalam bentuk
sistematik. Filsafat diharapkan dapat membawa manusia kepada pemahaman dan
pemahamanan itu tentunnya dapat membawa manusia ke tindakan yang lebih layak.

Secara umum Ilmu adalah pengetahuan yang kita dapatkan dari pendidikan dasar,
menengah sampai pendidikan tinggi. Dari ilmu dapat dilahirkan pengetahuan sehingga
pengetahuan dapat menegakan kebenaran. Dalam mempelajari filsafat ilmu diharapkan
manusia dapat mengunakan penalarannya untuk dapat menemukan kebenaran, bersifat
logika, deduksi dan induksi sebagai landasan dalam bertindak dan akhirnya dapat
mengunakan meteode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan. Secara umum, berpikir
filsafat dapat dilakukan melalui:

1. Pemikiran menyeluruh yaitu antara ilmu satu dengan ilmu lainnya dapat disatukan
sehingga ditemukan nilai moral, nilai agama, dan nilai kebenaran sehingga
membawa dalam kebahagiaan diri.
2. Mendasar ilmu didasarkan pada suatu kebenaran dia dikatakn benar karena melalui
proses yang benar
3. Spekulasi adalah suatu proses berpikir memilih pikiran sebagai titik awal bagi
penjelajahan pengatuhan.

Hasil pemikiran yang dimiliki manusia harus dinilai menjadi suatu titik kebenaran.
Kebenaran yang tertanam dalam dirinya melalui diawali dari penalaran, logika, deduksi,
induksi dan metode ilmiah.

2. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk merumuskan penjelasan tentang
“Berfikir Logis : Deduktif dan Induktif “. Adapun penjelasan tersebut adalah :
 Penalaran
 Logika
 Deduktif
 Induktif
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui :

 Kita dapat mengetahui “Penalaran”


 Kita dapat mengetahui “Logika”
 Kita dapat mengetahui “Deduktif”
 Kita dapat mengetahui “Induktif”
BAB II
PEMBAHASAN

 PENALARAN

1. Pengertian penalaran

Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan tanggapan


tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan
pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan pengetahuan ini dia mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir cepat, tepat dan mantap. Selain itu
penalaran merupakan proses berfikir dan menarik kesimpulan berupa pengetahuan.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara


bersungguh-sungguh. Namun bukan hanya manusia yang mempunyai pengetahuan
binatang juga mempunyai pengetahuan. Perbedaan pengetahuan manusia dan hewan
adalah hewan hanya diajarkan hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidupnya (survival)
contohnya apabila ada bencana mereka akan cepat bersembunyi atau mencari tempat yang
aman sedangkan manusia dengan cara mengembangkan pengetahuannya dia akan
berusaha menghindari dan mencari penyebab terjadinya bencana sampai bagaimana
mengatasinya.

Manusia dalam kehidupannya dia akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan


kelangsungan hidupnya, contohnya manusia akan selalu memikirkan hal yang baru,
mengembangkan budaya dan memberikan makna dalam kehidupan.

2. Contoh Penalaran

Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan Contoh
lainnya yang membedakan manusia dengan hewan adalah yaitu apabila terjadi kabut
burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa
bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tau mengapa sampai terjadinya kabut?
Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja komponen-komponen yang terkadung di
dalam kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut?

Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa dan
manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan
manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di tempat
yang benar.

Penalaran biasanya di awali dengan berfikir kerena berpikir merupakan suatu


kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap
orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berfikir untuk mengasilkan
pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan
pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini
merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. penalaran merupakan
suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriterianya
masing-masing.

3. Ciri-ciri Penalaran

Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri:

1. Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka
dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau
dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir
logis, di mana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut
suatu pola tertentu.
2. Bersifat analitik[1] dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan
berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan
logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya
tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola
berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan
analisis.

Berdasarkan kriteria penalaran dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berfikir


bersifat logis dan analitis. Jadi cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat
tidak logis dan analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan secara garis besar ciri-ciri
berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.

Perasaan merupakan penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.


Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi[2].
Berpikir intuisi memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikir
nonanalitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara luas dapat
dikatakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan kepada cara berpikir analitik
yang berupa panalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang berupa intuisi dan perasaan.

4. Prinsip-prinsip penalaran adalah:

Prinsip dasar pernyataan hanya ada tiga prinsip, yang mengemukakan pertama kali
adalah Aristoteles, yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip identitas

Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium indentitas. prinsip identitas berbunyi:
’’sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri’’. Dengan kata lain, “sesuatu yang disebut p
maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.
2. Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)

Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan
bukan hal hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin
mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu
tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non p”.

3. Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii)

Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya
kemungkinan ketiga.

Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau
bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah.
Dengan kata lain, “sesuatu x mestilah p atau non p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari
prinsip ini ialah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin
kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya.

Disamping ketiga prinsip yang dikemukakan Aristoteles diatas, seorang filusuf


Jerman Leibniz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi
prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang berbunyi.
“suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan alasan yang
cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata
lain, “adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada
perubahan pada keadaan sesuatu”. [3]

Penalaran merupakan cara berpikir tertentu oleh karena itu untuk melakukan
kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan
yang berasal dari suatu sumber kebenaran. Pengetahuan yang dipergunakan dalam
penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat
bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut
sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham
empirisme[4].

 LOGIKA

Pengertian logika

Nama logika untuk pertama kali muncul pada filusuf Cicero (abad ke -1 sebelum
Masehi), tetapi dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad
ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti
ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita[5].

Selain itu kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa yunani), yang
berhubungan dengan kata benda logos, suatu yang menunjukkan kepada kita adanya
hubungan yang erat dengan pikiran dan kata yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Jadi, secara etimologi, logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran melalui bahasa. Logika
juga bisa dikatakan penarikan kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu proses
penalaran.

logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta
menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara berpikir manusia
yang disusun berdasarkan pola tertentu. Berpikir adalah objek material logika. Berpikir disini
adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir, manusia ‘mengolah’,
‘mengerjakan’ pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan
‘mengerjakannya’ ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan,
serta menghubungkan pengertian yang satu dengan penegertian yang lainnya.

Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena
berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika. Di samping dua filusuf di atas
(Cicero dan Alexander Aphrodisias) Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan
logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah
‘analika’ dan ‘dialektika’. Analika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik
tolak dari putusan-putusan yang benar sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai
argumentasi yang bertitik tolak hipotsesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya[6].

Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan
praktis, produktif, dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengtahuan yang
sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi
etika dan politika. Akhirnya ilmu pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang yaitu fisika,
matematika, dan ‘filsafat pertama’. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi
mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berfikir dengan cara ilmiah[7].

Setelah Aristoteles meninggal, naskah-naskah ajarannya mengenai penalasaran, olah


para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut mengenai ajaran
Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam eman naskah, yaitu sebagai berikut:

1. Ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis pengertian
umum.
2. On Interpretation (tentang penafsiran). Membahas mengenai komposisi dan
hubungan dari keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles
membahas suatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar
pertentangan.
3. Prior Analyties (analika yang lebih dahulu). Memuat mengenai teori silogisme dalam
ragam dan pola-polanya.
4. Posterior Analyties (analika yang lebih dahulu). Membicarakan tentang pelaksanaan
dan penerapan, penalaran silogistik dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari
silogisme.
5. Topics (mengupas dialektika). Dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan
berdasarkan permis-permis yang boleh jadi benar
6. Sohistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis). Membahas mengenai sifat
dasar dan penggolongan sesat piker[8].
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan
tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, maka dilakukan penelaahan
yang seksama hanya terhadap dua jenis penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan
logika deduktif.

1. Contoh Logika

Contohnya penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang
mengalami penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan
minum air putih logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga
keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya
menghasilkan makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan
tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya
tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh.

 DEDUKSI

1. Pengertian Deduksi

Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus, selain itu metode deduksi ialah cara penanganan terhadap
sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat
umum.

Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran
yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai
kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuk saja.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir yang


dinamakan silogismus[9]. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang
kemudian dapat dibedakan sebagai permis mayor dan permis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua permis
tersebut. Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan
bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini
di antara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran
deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pertnyaan-pertanyaan yang
lebih dahulu diajukan. Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat luas dan meliputi
salah satu di antara persoalan-persoalan yang menarik.

Guna memenuhi dan membatasi maksud logika deduktif bagian terkenal sebagai
logika Aristoteles. Cabang loka ini membicarakan pernyataan-pernyataan yang dapat
dijadikan bentuk ‘S’ adalah ‘P’, misalnya, “manusia (adalah) mengenal mati. Tampaklah pada
kita bahwa ‘S’ merupakan huruf pertama perkataan ‘Subjek’ dan ‘P’ merupakan huruf
pertama perkataan ‘Predikat’. Dari pernyataan-pernyataan semacam itu, kita dapat
memilah empat cara pokok untuk mengatakan sesuatu dari setiap atau sementara subjek
yang dapat diterapi simbol ‘S’.
Setiap S adalah P
Setiap S bukan/tidaklah P
Sementara S adalah P
Sementara S bukan/tidaklah P.

2. Contoh Deduksi

Contoh membuat silogismus sebagai berikut:

Semua makhluk hidup memerlukan udara (Premis mayor)


Dewi adalah makhluk hidup (Premis minor)
Jadi Dewi memerlukan udara (Kesimpulan)

Kesimpulan yang diambil bahwa si Dewi memerlukan udara adalah sah menurut
penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditasrik secara logis dari dua permis yang
mendukungnnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka dapat dipastikan bahwa
kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun
kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.

Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal
yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan
kesimpulan.

 INDUKSI

1. Pengertian induksi

Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual, selain itu metode induksi ialah cara penanganan terhadap
suatu objek tertentu dengn jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau bersifat
lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang
bersifat khusus. Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang
bersifat boleh jadi. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya sebab mempunyai
dua keuntungan. Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini
bersifat ekonomis.

Kehidupan yang beranekaragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksikan
menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah
merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta-fakta tersebut. Demikian
juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud
membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar
yang menyangga wujud fakta tersebut. pernyataan bagaimanapun lengkap dan cermatnya
tidak bisa mereproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kina.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi
itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan
proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka
dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat
lebih umum lagi. Melihat dari contoh bahwa semua binatang mempunyai mata dan semua
manusia mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata.
Penalaran ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah
kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fudamental.

2. Jenis-jenis induksi:

Jenis induksi lainnya adalah yang berusaha unutk menemukan sebab-sebab dari hal-
hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu perangkat kejadian, maka haruslah diajukan
pernyataan: “Apakah yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?” Misalnya, terjadi suatu
wabah penyakit tipus: “Apakah yang menyebabkan timbulnya wabah tipus?” Ada suatu
perangkat apa yang dinamakan canons (aturan, hukum), yang dikenal sebagai metode-
metode Mill, yang mengajukan suatu pernagkat kemungkinan unutk melakukan
penyimpulan secara kausal. Metode-metode ini kadang kala berguna. Metode-metode
tersebut ialah:

 Metode kesesuain
 Metode kelainan
 Metode gabungan kesesuaian dan kelahiran
 Metode sisa
 Metode keragaman beriringan

 Penalaran berdasarkan probabilitas dan penalaran secara statistik. Digambarkan


dengan cara probabilitas dan secara statistik. Misalnya kita mengetahui bahwa John
Smith adalah seorang guru dan kita ingin bertaruh bahwa usianya akan mencapai 65
tahun. Berapakah taksiran kita mengenai usianya? Untuk menjawabnya kita perlu
mempunyai statistik mengenai panjangnya usia seorang guru. Dari hal-hal ini, yang
diringkas dalam bangun matematis yang tepat, dengan mempergunakan teori
matematik tetang probabilitas, maka akan dapat dilakukan penaksiran.
 Analogi dan komparasi

Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan
ialah analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai
kesimpulan dengan secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan
menggantikan apa yang dicoba buktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut,
namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali
penalaran tersebut. Misalnya kita ingin membuktikan adanya Tuhan berdasarkan susunan
dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini dapat mengatakan sebagai berikut. Perhatikanlah
sebuah jam. Seperti halnya dunia, jam tersebut juga merupakan mekanisme yang terdiri dari
bagian-bagian yang sangat erat hubungannya yang satu dengan yang lain. Kiranya tidak
seorang pun beranggapan bahwa sebuah jam dapat membuat dorongnya sendiri atau
terjadi secara kebetulan. Susunanya sangat rumit menunjukan bahwa ada yang
membuatnya. Dengan demikian secara analogi adanya dunia juga menunjukan ada
pembuatnya; karena dunia kita ini juga sangat rumit susunannya dan bagian-bagiannya
berhubungan sangat erat yang satu dengan yang lain secara baik.

1. Metode verifikasi

Agar suatu penalaran dapat diterima maka perlu kiranya untuk mencapai kesimpulan
yang dapat diterima, maka perlu kiranya unutk menetapkan tidak hanya lurusnya atau
sahnya penalaran seseorang, melainkan juga kebenaran bahan yang mengawali penalaran
tadi. Penalaran yang sah yang didasarkan atas fakta-fakta yang diperkirakan benar dapat
membwa kita kepada kesimpulan yang sesat atau benar, namun mungkin kita tidak
mengetahui yang manakah yang salah dan manakah yang benar. Penalaran yang sah yang
didasarkan atas fakta-fakta akan membawa kita kepada kebenaran. Pada dasarnya hanya
ada dua metode unutk melakukan verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang satu
adalah melalui observasi , dan yang lain, dengan mempergunakan hukum kontradiksi.

2. Observasi (pengamatan)

Suatu pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yang dapat
diulangi, baik oleh orang yang mempergunakan pernyataam tersebut maupun oleh orang
lain, pada prinsipnya dapat dilakukan verifikasi terhadapnya. Jika pernyataan itu lulus dalam
ujian pengalaman, maka pengalaman itu dikukuhkan, meskipun tidak sepenuhnya terbukti
benar. Jika saya berkata, “Di luar hujan turun”, dan saya pergi ke luar serta melihat dan
merasakan turunnya hujan, maka pernyataan saya tersebut menurut ukuran tadi telah
diverifikasi.

3. Penalaran berdasarkan kontradiksi

Metode verifikasi yang kedua, yakni dengan menunjukan kesesatan pernyataan yang
dipersoalkan karena bertentangan degan dirinya, atau mengakibatkan pertentangan dengan
pernyataan-pernyataan lain yang telah ditetapkan dengan baik. Misalnya, untuk
membuktikan bahwa garis-garis yang sejajar tidak pernah bertemu, orang mengambil cara
dengan mengandalkan bahwa hal yang demikian ini akan membawa kita kepada kontradiksi.
Demikian pula, mengandaikan bahwa suatu sudut didalam segitiga ada yang besarnya nil
derajat dan ada yang lebih dari nol derajat.

3. Contoh Induksi

Dalam deduksi kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas


pernyataan-pertanyaan yang telah diajukan. Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum. Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah
mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari
kenyataan –kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua
binatang mempunyai mata.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji hubungan-hubungan fakta yang
terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan
atau pengertian baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan itu menghasilkan
sebuah analisis induktif dan deduktif.
2. Induktif dan deduktif pada dasarnya merupakan proses bernalar yang nantinya akan
menghasilkan suatu simpulan.
3. Dalam karangan terdapat isi karangan. Isi karangan tersebuta meliputi generalisasi, klasifikasi,
perbandingan dan pertentangan, sebab dan akibat, analogi, ramalan dan perkiraan, dan
simpulan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/
http://bahrulsuper.blogspot.com/
http://khanndi.blogspot.com/
http://andhitaririe.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai