Anda di halaman 1dari 4

Ekosentrisme

Posted by Wilson Therik on 11 Februari 2014

Pengertian
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme (teori ini
menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada
dirinya sendiri). Sebagai kelanjutan, ekosentrisme sering disamakan begitu saja
dengan biosentrisme, karena adanya banyak kesamaan di antara kedua teori ini.
Kedua teori ini mendobrak cara pandang antroposentrisme (teori etika lingkungan
yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta) yang membatasi
keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas
keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme,
etika diperluas iuntuk mencakup komunitas biosentrisme. Sementara pada
ekosentrisme etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya.

Jadi berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan etika pada biosentrisme,
pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh
komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak. Secara ekologis, makhluk
hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain.

Ekosentrisme
Salah satu versi teori ekosentrisme ini adalah teori etika lingkungan yang sekarang ini
populer di kenal sebagai Deep Ecology (DE). DE menuntut suatu etika baru yang
tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam
kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. DE tidak mengubah
sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia. Yang baru dari DE adalah,
pertama, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang
lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. DE justru memusatkan perhatian
kepada semua spesies termasuk spesies bukan manusia. Singkatnya, biosphere
seluruhnya. Demikian pula, DE tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan
jangka pendek, tetapi jangka panjang. Maka, prinsip moral yang dikembangkan DE
menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis.
Kedua, bahwa etika lingkungan hidup yang dikembangkan DE dirancang sebagai
sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika
lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. DE menyangkut suatu
gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang
instrumental dan ekspresionis sebagaimana ditemukan pada antroposentrisme dan
biosentrisme. DE menuntut suatu pemahaman yang baru tentang relasi etis yang ada
dalam semesta ini disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru
tersebut, yang kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan.

Ekosentrisme dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Hakekat pembangunan adalah pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan


pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan
mencakup: pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-
lain; kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa
sehat; dan ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin
dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial. Karena luasnya ruang lingkup
pembangunan, maka uraian pada bagian ini lebih memberat kepada ekosentrisme dan
pembangunan berwawasan lingkungan (termasuk sumber alam).

Jika lingkungan Indonesia sekarang dibandingkan dengan 30 Tahun yang lalu, secara
terasa ada perbedaan menyolok. Pembangunan telah membawa kemajuan besar. Di
samping itu terjadi juga perubahan lingkungan. 1) Kota dan desa lebih padat dan
kotor; 2) mobil dan sepeda motor lebih banyak dan lebih bising; 3) pohon rindang dan
kicauan burung sudah berkurang; 4) hutan semakin sempit dan gunung-bukit semakin
gundul; 5) tanah kering beralang-alang semakin luas; 6) musim kemarau lebih panas
dan musim hujan lebih banyak banjir sehingga hati terasa senang bercampur cemas.
Hati senang melihat pembangunan membawa kemajuan. Tapi hati cemas melihat
lingkungan hidup terganggu.

Bagaimanakah menjelaskan perkembangan ini, dan apakah yang bisa diperbuat untuk
mengatasinya? Berbagai gangguan lingkungan hidup ini mempunyai satu ciri sama,
yaitu bahwa manusialah penyebab utama timbulnya bencana ini. Sungai, gunung,
harimau, gajah, ikan dan lain-lain isi lingkungan alam, sudah lama berkelanjutan
(sustainable) tanpa gangguan yang berarti. Namun setelah manusia muncul mengolah
sumber alam tanpa mengendalikan pengaruh negatifnya kepada lingkungan sehingga
merusak alam dan mengusik lingkungan pemukiman binatang maka alam bereaksi
kembali.

Masalah sekarang ialah, bagaimana menumbuhkan kesadaran lingkungan manusia


supaya pengolahan sumber alam bagi pembangunan dapat dilakukan sejalan dengan
pengembangan lingkungan, bagaimana menyebarluaskan penghayatan dan
penglibatan manusia pada proses pembangunan tanpa kerusakan lingkungan. Dan
bagaimana menumbuhkan di kalangan masyarakat lua penglihatan dan orientasi
pembangunan dengan pengembangan lingkungan. Untuk itu perlu ditelusuri pokok-
pokok masalah lingkungan untuk kemudian menjajaki kemungkinan peran serta
masyarakat umum dalam menanggapi masalah lingkungan ini. Teori ekosentrisme
(DE) adalah salah satu jawaban.

Ada beberapa prinsip yang dianut oleh DE, antara lain adalah biospheric
egalitarianism – in principle, yaitu pengakuan bahwa semua organisme dan makhluk
hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait
sehingga mempunyai martabat yang sama. Pengakuan ini menunjukan adanya sikap
hormat terhadap semua cara dan bentuk kehidupan alam semesta. Ini menyangkut
suatu pengakuan dan penghargaan terhadap “hak yang sama untuk hidup dan
berkembang”, yang tidak hanya berlaku bagi semua makhluk hayati tetapi juga bagi
yang non-hayati.

Dengan prinsip ini sekaligus mau dikatakan bahwa nilai sebuah benda di alam
semesta ini tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan atau kepentingan manusia.
Prinsip ini mengacu pada pengakuan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini harus
dihargai karena mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Manusia hanya salah satu
bentuk kehidupan yang pada prinsipnya sama kedudukannya dalam tatanan ekologis
dengan semua bentuk kehidupan lain. Bahwa semua bentuk kehidupan mempunyai
keunikan sendiri-sendiri termasuk manusia itu justru memperkaya kehidupan dan
bukan dimaksudkan yang satu lebih tinggi dan bernilai sehingga mendominasi yang
lain.

Kesimpulan
Etika dan gerakan lingkungan yang ditawarkan oleh Teori Ekosentrisme memang
menarik. Harus kita akui bahwa ini tidak mudah, karena menyangkut pekerjaan besar
mengubah mental dan perilaku individu dan juga masyarakat dunia. Yang dihadapi
adalah tembok kecenderungan materialisme dengan pola produksi dan konsumsi yang
sedemikian eksesif. Ideologi developmentalisme begitu kuat berurat berakar, tidak
hanya dalam pemikiran dan cara berpikir ekonom, termasuk ekonom Indonesia yang
begitu menentukan seluruh kebijakan pembangunan di negara ini, melainkan juga
tertanam kuat dan merasuki mental dan gaya hidup masyarakat modern. Susahnya
lagi, ideologi dan gaya hidup developmentalisme di negara-negara maju justru ditiru
begitu saja oleh negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, karena
dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mengejar ketertingalannya dari negara
maju. Atau, paling kurang untuk membebaskan masyarakat dari segala bentuk
keterbelakangan.
Dengan ini saya ingin mengatakan bahwa tantangan kita untuk menyelematkan
lingkungan masih sangat besar. Masih membutuhkan energi dan waktu yang lama.
Mengubah gaya hidup dan perilaku manusia membutuhkan waktu yang lama.
Sementara itu, kerusakan lingkungan terjadi terjadi dengan laju yang semakin cepat.
Maka, hanya ada dua pilihan: kita dan anak cucu kita akan hancur, atau kita berubah
sekarang ini juga. Dengan demikian DE menjadi sebuah alternatif yang menarik.
Suatu alternatif untuk melakukan gerakan penyelamatan lingkungan secara bersama-
sama dengan mengubah cara berpikir, gaya hidup dan perilaku individu, masyarakat
dan kebijakan politik dan ekonomi.

Tulisan ini disarikan dari paper matakuliah Filsafat Pembangunan Berkelanjutan yang
diampuh oleh Prof.Dr.Ir. Liek Wilardjo, M.Sc.,Ph.D.,D.Sc (Etikawan dan Guru Besar Emeritus
Ilmu Fisika UKSW Salatiga) pada Program Studi S3 Studi Pembangunan UKSW Salatiga

Anda mungkin juga menyukai